45

Romance Completed 2969

Serena berlari, tanpa sadar melepaskan diri dari pelukan Damian, dia berlari penuh air mata, ke kamar perawatan Rafi, kerinduannya membuncah, rasa syukurnya tak tertahankan.

Ketika sampai di depan pintu perawatan nafasnya terengah, dia berhenti karena pintu itu masih di tutup rapat, suster Ana tergopoh-gopoh mengejarnya,

"Serena, jangan masuk dulu, dokter baru menstabilkan kondisinya."

Penantian itu terasa begitu lama, sampai kemudian Serena diijinkan masuk, hanya lima menit untuk sekedar menengok Rafi, setelah itu dokter harus mengevaluasi kondisinya Rafi lagi.

Dadanya sesak tak tertahankan ketika mata itu balas menatapnya, mata yang selama ini terpejam, tertidur dalam damai, membuat Serena menanti, mata itu sekarang terbuka, hidup, dan balas menatapnya,

"Rafi," suara Serena serak oleh emosi, dan tangisnya meledak, dia menghampiri tepi ranjang, ke arah Rafi yang masih terbaring, pucat dengan alat-alat penunjang kehidupan yang masih menopangnya, tapi hidup dan membuka mata.

Serena meraih tangan Rafi dan menciumnya, lalu menangis.

"Rafi."

Banyak yang ingin Serena ungkapkan, dia ingin mengucap syukur karena Rafi akhirnya bangun, dia ingin merajuk karena Rafi memilih waktu yang begitu lama untuk terbangun, dia ingin menangis kuat-kuat, tapi semua emosi menyebabkan suaranya tercekat di tenggorokan.

Air mata tampak menetes dari pipi Rafi, lelaki itu mencoba berbicara, tetapi tampak begitu susah payah,

"Stttt...Kau tidak boleh bicara dulu," gumam Serena lembut, mencegah Rafi berusaha terlalu keras, "mereka memasang selang di tenggorokanmu, untuk makanan, kau koma selama kurang lebih dua tahun."

Mata Rafi menatap Serena, tampak tersiksa, dan dengan lembut Serena mengusap air mata di pipi Rafi,

"Nanti, setelah mereka yakin kondisimu membaik, mereka akan melepas selang itu dan kau akan bisa berbicara lagi, tapi sekarang, kau cukup mengangguk atau menggeleng

saja ya, sekarang..." Serena menelan ludah, menahan isak tangis yang dalam, "Sekarang kita harus mensyukuri karena kau akhirnya terbangun, ya?"

Rafi menganggukkan kepalanya, dan seulas senyum dengan susah payah muncul dari bibirnya,

"Sekarang istirahatlah dulu, dokter akan mengecek kondisimu lagi" bisik

Serena lembut ketika melihat isyarat dari dokter yang menunggui mereka.

Ketika Serena akan beranjak, genggaman Rafi di tangannya menguat, Dengan lembut Serena menoleh dan memberikan senyuman penuh cinta kepada Rafi,

"Aku tidak akan kemana-mana, aku harus menyingkir karena dokter akan memeriksamu lagi, tapi aku tidak akan kemana-mana, aku akan berada di dekat sini sehingga saat kau butuh nanti aku akan langsung datang."

Pegangan Rafi mengendor, lelaki itu mau mengerti. Dengan lembut Serena mengecup dahi Rafi dan melangkah menjauh keluar ruangan perawatan. Air matanya mengucur dengan derasnya ketika dia melangkah menghampiri suster Ana. Suster Ana masih berdiri di sana dan Serena langsung berlari ke arahnya, menangis keras-keras.

"Dia sadar suster...dia akhirnya sadar...aku masih tak percaya, selama ini aku hampir kehilangan harapan. Mulai berpikir kalau Rafi memang tidak mau bangun, mulai berpikir kalau semua perjuanganku ini sia-sia... Tapi sekarang...", Serena terisak, "Aku tak percaya bahwa pada akhirnya dia sadar... dia kembali dari tidur panjangnya, dia ada di sini untuk aku..."

Dengan lembut Suster Ana mengelus rambut Serena,

"Ini semua karena perjuanganmu Serena, Tuhan melihat keyakinanmu maka ia mengabulkannya." mata suster Ana juga berkaca-kaca, terharu melihat pasangan yang sudah hampir menjadi legenda karena kekuatan cintanya di rumah sakit ini, akhirnya akan berujung bahagia.

Tapi kemudian, suter Ana menyadari kehadiran Damian di ujung ruangan, masih bersandar di pintu lorong ruang perawatan, dengan wajah tanpa ekspresi.

Dengan lembut dilepaskannya Serena dari pelukannya,

"Eh mungkin aku harus pergi dulu Serena, mungkin masih ada hal-hal yang ingin kalian bicarakan?" suster Ana mengedikkan bahunya ke arah Damian,

Baru saat itulah sejak pemberitahuan suster Ana tadi, Serena menyadari kehadiran Damian di ruangan itu. Pipinya langsung memerah mengingat pernyataan cinta Damian, sesaat sebelumnya. Tapi dia sungguh tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah Suster Ana meninggalkan ruangan itu, suasana menjadi canggung, dalam keheningan yang tidak menyenangkan.

"Dia sadar." gumam Damian akhirnya, memecah keheningan.

Serena menganggukkan kepalanya, belum mampu bersuara.

Damian tampak berfikir,

"Kau bahagia?" tanyanya kemudian, lembut.

Serena mengernyitkan keningnya, Damian telah berubah, menjadi sedikit lebih manusiawi, menjadi sedikit mudah disentuh. Damian yang dulu tidak akan mungkin menanyakan itu padanya. Damian yang dulu pasti akan langsung memaksa membawanya pulang tanpa peduli perasaan Serena.

"Ya, aku bahagia." seulas senyum kecil muncul di bibir Serena, membayangkan Rafi.

Damian mengernyit melihat senyuman itu. Senyuman itu bagaikan pisau yang menusuk hatinya, senyuman yang diberikan Serena ketika membayangkan lelaki lain, ketika membayangkan Rafi.

"Bagus," gumamnya datar, kemudian menatap Serena lembut, "mungkin kita harus melakukan pengaturan kembali dengan perkembangan yang mendadak ini, tetapi aku tidak mau mengganggumu dulu, kau pasti ingin fokus dulu dengan kondisi Rafi... jadi kupikir aku akan kembali lagi saja nanti."

"Terima kasih Damian." akhirnya Serena bisa berkata-kata, pelan.

Damian tersenyum miring,

"Aku meminta maaf, dan kau malah menjawabnya dengan ucapan terima kasih, Serena yang aneh." dengan hati-hati Damian mendekat, lalu setelah yakin bahwa Serena tak akan menjauh, dia merengkuh Serena ke dalam pelukannya,

"Ingat kata-kataku tadi." bisiknya lembut, lalu menunduk dan memberikan

Serena sebuah ciuman yang singkat tetapi menggetarkan kepada Serena.

Dan pergilah Damian, meninggalkan Serena yang masih berdiri terpaku, memegangi bibirnya yang terasa hangat, bekas ciuman Damian.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience