36

Romance Completed 2969

Vanessa sedang duduk di ruang tamu rumahnya, merenung.

Ada yang mengganjal di pikirannya, terus mengganggu. Sesuatu yang diketahuinya sejak dulu tapi di lupakannya.

Sesuatu tentang Serena, dia merasa dia seharusnya mengetahui sesuatu tentang gadis itu, tapi apa?

Apa itu Vanesa ? Bukankah kau merasa sudah pernah mengenal gadis itu sebelumnya? Sebelum gadis itu bekerja di perusahaan ini ? Bukankah gadis itu terasa begitu familiar?

Dengan gelisah Vanessa berdiri, melangkah ke depan lemari putih yang

terpajang rapi di ruang tamunya....

Sebenarnya dia punya firasat Serena berhubungan dengan masa lalunya, masa lalu yang ingin dilupakannya, karena terlalu pedih untuk diingatnya.

Kenangan tentang almarhum suaminya, Alfian.....

Dengan gemetar Vanesa membuka laci lemari putih itu, lalu mengeluarkan sebuah kotak putih yang tidak pernah disentuhnya sejak dua tahun lalu.

Hati-hati dibukanya kotak itu dan dikeluarkannya isinya, sebuah map tebal berisi berkas-berkas.

Vanessa duduk, menarik napas panjang dan membuka map itu, isinya adalah kliping, potongan berita-berita tentang tragedi dua tahun lalu.

Tragedi kecelakaan beruntun di jalan tol yang menewaskan Alfian suaminya.

Saat itu, dalam kesedihannya, Vanessa mengumpulkan semua berita yang memuat tentang tragedi itu, menjadikannya satu di dalam satu map besar, memasukkannya ke kotak, dan menyimpannya, menyimpannya bersama segenap kepedihan yang dia rasakan.

Sekarang dia membuka lagi kotak kepedihan itu, hatinya terasa nyeri, tangannya gemetar ketika membuka halaman demi halaman. Potongan artikel itu.

Sampai kemudian dia menemukan apa yang dia cari.

Gambar sosok itu persis sama, meski terlihat muda, rapuh dan remuk redam, itu Serena yang sama, di gambar artikel itu, dia sedang menunduk mengenakan pakaian serba hitam di ruang tunggu sebuah rumah sakit,

SELURUH KELUARGA TEWAS MENJADI KORBAN TABRAKAN BERUNTUN

Begitu sleep with the devil artikel itu,

Disitu dijelaskan bagaimana Serena kehilangan kedua orang tuanya dan ditinggalkan sebatang kara sendirian. Sedangkan tunangannya, seorang pengacara bernama Rafi Ardyansyah terbaring koma tak sadarkan diri.

Tunangan??? Koma???
Vanesa membaca artikel itu dengan teliti, lalu mengamati background rumah

sakit pada gambar artikel Serena itu. Dia tahu rumah sakit ini karena pernah praktek lapangan disana beberapa tahun lalu.

Dengan segera dia menelephone rumah sakit itu, menggunakan berbagai koneksi profesi dokternya untuk memperoleh info dari dokter-dokter yang dikenalnya, Vanessa mencari informasi sebanyak-banyaknya,

dan pada akhirnya menemukan kebenaran.

Kebenaran yang pasti akan menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Bahkan matanyapun berkaca-kaca karena terharu. Tiba-tiba Vanessa teringat akan kata-kata Freddy ketika mereka makan siang

bersama tadi, mengenai rencana lelaki itu untuk memberi Serena pelajaran....Malam ini.....

Oh Tuhan!! Dengan segera, seolah tersadarkan, Vanessa segera meraih dompet dan kunci mobilnya,

Dia harus mencegah Freddy melakukan apapun rencananya untuk memberi

pelajaran pada Serena!! Freddy sudah salah paham, dan apapun yang dilakukan lelaki itu, dia pasti akan menyesal begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya!!

Vanessa harus mencegahnya sebelum terlambat!! *** Tamu penting itu akhirnya pulang juga, beres sudah, semua berjalan sesuai keinginannya. Damian mengacak rambutnya kesal, Kalau begitu kenapa dia tidak merasa lega?? Kau tahu kenapa

Bisik suara hatinya,

Ah ya, aku tahu kenapa. Damian mengakuinya.

Serena. Cukup satu nama yang mewakili segalanya. Satu nama yang sedari tadi menghantui pikirannya.

Dia masih marah pada Serena, marah besar. Tapi bahkan meskipun dia marah, dia tak ingin membuat Serena sedih dengan kemarahannya. Sungguh ironis.

Damian tersenyum sinis, menertawakan dirinya sendiri. Tanpa terasa , gadis itu, Serena telah menjadi harta yang begitu berharga untuknya.

Tidak pernah dia secemas itu untuk siapapun, seperti yang dia lakukan untuk Serena kemarin malam,

Akuilah Damian, kau menyayangi gadis itu. Suara hatinya menekannya lagi. Dan Damian tidak membantahnya, dia sudah terlalu lelah membantahnya.

Gadis itu dengan sifat polos, jujur dan kekanak-kanakannya telah menyentuh sisi

hatinya yang tidak pernah diijinkan tersentuh oleh siapapun. Ah ya, Serena pasti sudah menunggunya di ruangannya. Tamu penting yang datang mendadak ini membuatnya terpaksa menghubungi Freddy agar menunggu di ruangannya kalau-kalau Serena datang.

Membayangkan Serena sedang menunggunya membuat Damian tergesa melangkah menaiki lift, menuju lantai pribadinya.

Dengan tenang dia membuka pintu ruangannya. Pemandangan di depannya adalah pemandangan yang tidak disangkanya sekaligus pemandangan yang paling tidak disukainya.

Freddy sedang berdiri menekan Serena ke tembok, memeluknya erat-erat dan menciumnya, tubuh Serena yang mungil tenggelam dalam pelukannya.

Ketika menyadari pintu terbuka, Freddy mengangkat kepalanya, dan menatap Damian yang terpaku di pintu, membeku seperti batu.

"Oh, hai Damian," Freddy tersenyum, mengusap bibirnya yang sedikit bengkak karena berciuman dengan kasar, "Aku menawar gadismu ini dengan harga beberapa juta, dan dia bersedia menemaniku selama beberapa jam, boleh kan?"

Serena yang masih berada dalam cengkeraman Freddy menjadi pucat pasi mendengar fitnah Freddy yang begitu kejam.

Damian tidak akan percaya kata-kata Freddy kan? Damian tidak akan percaya kan?

Tapi ekspresi Damian begitu susah dibaca, lelaki itu seperti membeku.

"Dan kau tahu Damian, kau memang benar-benar tidak rugi", Freddy menyambung, menyeringai menghina kepada Serena, "Ciumannya lumayan WOW"

"Tidak!!!", Serena akhirnya berhasil bersuara, mencoba membantah kata-kata Damian, "Tidak!!! Ya Tuhan!! Damian!!!!"

Suara Serena berubah menjadi jeritan ketika dengan secepat kilat tanpa di dugaduga, Damian menerjang Freddy.

Menarik laki-laki itu dengan kasar dari Serena, lalu menyarangkan pukulan keras di rahang Freddy, kemudian di perutnya sampai Freddy terbungkuk-bungkuk menahan sakit,

Tetapi Damian masih belum puas. Dia menyarangkan lagi pukulan telak bertubitubi ke semua bagian tubuh Freddy, tanpa memberi Freddy kesempatan melawan,

"Damian!!! Stop!! Kumohon!! Kau bisa membunuhnya!!", Serena berteriak panik ketika Damian menghajar Freddy seperti kesetanan.

Dan terus menghajarnya, terus tanpa henti tidak peduli Freddy sudah terkulai tanpa memberikan perlawanan. Aura membunuh memancar dari mata Damian, menakutkan.

"Damian!!!", Serena menjerit sekuat tenaga, berusaha mengembalikan akal sehat lelaki itu.

Kali ini berhasil, Damian berhenti. Matanya nyalang, napasnya terengah-engah.

Sedangkan kondisi Freddy sungguh mengenaskan, lelaki itu berbaring tak berdaya, wajahnya penuh darah, mungkin hidungnya patah. Dan sepertinya dia tidak sadarkan diri.

"Astaga."

sebuah suara tercekat yang berasal dari pintu membuat Serena dan Damian menoleh bersamaan, Vanessa berdiri di sana, pucat pasi. Seolah disadarkan, Damian langsung berdiri, menghampiri Serena dengan bara

kemarahan yang membuat Serena beringsut menjauh.

Lelaki itu tidak peduli, dengan kasar dia menarik lengan Serena, setengah menyeretnya keluar ruangan. "Sakit Damian", Serena merintih karena perlakuan kasar Damian, tetapi lelaki itu

tidak peduli, seolah tidak mendengar apa yang diserukan Serena. Vanessa berusaha menghentikan langkah Damian, "Damian, kau harus mendengar penjelasanku, semua ini......" "Diam!!!", teriakan Damian yang menggelegar membuat suara Vanessa tertelan

kembali," Kau urus saja bajingan disana itu sebelum dia mati kehabisan darah!! Dan begitu dia sadar, katakan padanya bahwa dia dipecat!!" Damian menggeram marah sambil menyeret Serena menaiki lift. meninggalkan Vanessa yang masih berdiri terpaku, bingung.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience