30

Romance Completed 2969

Serena mulai sembuh, meskipun dia belum bekerja, Damian tidak mengijinkannya. Laki-laki itu bersikeras bahwa Serena belum boleh bekerja, dan dia memerintahkan dokter Vanessa menghubungi langsung atasan Serena sehingga tidak masuknya Serena selama empat hari ini tidak akan menjadi masalah.

Well, besok dia harus masuk, dia sudah sehat, itu hanya flu biasa dan dengan perawatan Damian yang sengat intensif disertai dengan obat dari dokter Vanessa yang sangat manjur, dia sudah merasa cukup kuat hari ini.

Dan Serena merindukan Rafi, sudah empat hari dia tidak ke rumah sakit, kemarin tubuhnya masih terlalu lemah, tetapi sekarang dia sudah agak kuat dan tidak sabar ingin segera melihat Rafi,

Suster Ana menelephon dan menceritakan perihal Damian yang mengangkat telephonnya pada waktu Serena tertidur, sekaligus meminta maaf jika dia sudah hampir membuka rahasia Serena.

Setelah itu, Serena bersikap hati-hati kepada Damian, menunggu lelaki itu bertanya kepadanya. Tetapi Damian besikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Jadi Serena berpikir Damian tidak menganggap telephone dari suster Ana itu sebagai sesuatu yang serius.

Serena sudah berpakaian rapi, saat itu jam lima sore, Damian masih akan pulang jam sembilan malam, jadi dia masih punya waktu lebih dari cukup untuk menengok Rafi.

Dengan riang karena akhirnya bisa berkunjung lagi ke rumah sakit, Serena berjalan dan membuka pintu keluar apartemennya, hanya untuk berhadapan dengan sosok Damian yang akan membuka pintu untuk masuk, Damian mengamati Serena yang berpenampilan rapi,

"Mau kemana?", tanyanya langsung.

Sejenak Serena terperangah tak menyangka akan berhadapan dengan Damian, matanya mengerjap gugup.

"Serena?", Damian mengulang pertanyaannya dalam matanya.

"Eh aku...", Serena mengerjap lagi, "aku mau membeli bahan makanan di supermarket", gumamnya, mengucapkan hal pertama yang terpikir di dalam benaknya.

Damian mengernyit,

"Kau masih sakit, tidak boleh keluar-keluar, kau bisa membeli bahan makanan itu besok, lagipula aku sudah membawa makanan", Damian menunjukkan kantong kertas di tangannya dan melangkah masuk lalu menutup pintu apartement, ketika dirasakannya Serena masih terpaku dia menoleh dan mengangkat kantong makanan itu,

"Kau tidak mau menatanya di piring sementara aku mandi?", tanyanya lembut,

Serena tergeragap, dan mengangguk, lalu menerima kantong itu dari Damian,

Ketika Damian melangkah ke kamar dan mandi, Serena menata makanan di dapur dengan frustasi, kenapa Damian sudah pulang sore-sore begini? kenapa waktunya begitu tidak tepat?

Serena menyempatkan diri menghubungi Suster Ana dan menjelaskan perihal batalnya kunjungannya ke rumah sakit, untunglah suster Ana mengerti lalu menjelaskan secara singkat kondisi Rafi yang stabil sehingga kemungkinan operasi ginjalnya bisa dilakukan beberapa hari lagi. Serena merasa sangat lega mendengarnya, dengan cepat dipanjatkannya doa permohonan untuk Rafi lalu melanjutkan menata makanan itu.

Semua masakan yang dibeli Damian tampak hangat dan menggiurkan sehingga mau tak mau menggugah selera Serena,

"Kau pasti menyukainya, itu menu andalan dari restaurant favoritku", Damian masuk kedapur dengan mengenakan pakaian santai, dia sudah bertransformasi dari pebisinis yang dingin ke lelaki yang lebih mudah didekati.

"Mana kopiku?", gumamnya disebelah Serena,

Damian berdiri begitu dekat hingga membuat Serena gugup, dengan ceroboh dia hampir melompat menjauh dari Damian, membuat lelaki itu mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Serena,

"A....akan kubuatkan", gumam Serena dengan pipi merah padam.

"Tidak, nanti saja akan kubuat sendiri, kemarilah aku belum memeriksamu sejak tadi", Damian merentangkan tanggannya sambil bersandar di meja dapur.

Serena memandang ragu-ragu ke tangan Damian yang terentang, lalu beralih kemata Damian yang menyiratkan perintah tanpa kata-kata.

Dengan ragu dia melangkah mendekat ke arah Damian, lelaki itu langsung merengkuhnya ke dalam pelukannya,

"Hmmmm kau harum seperti aroma bayi", gumam Damian tenggelam disela sela rambut Serena.

Damian juga harum, pikir Serena dalam hati, aroma sabun dan aftershave, aroma yang sudah familiar dengannya dan mau tak mau Serena merasa nyaman ada di dalam pelukan Damian,

Mereka berdiri sambil berpelukan beberapa lama, tanpa suara tanpa kata-kata,

Ketika akhirnya Damian mengangkat kepalanya dan menatap Serena, matanya tampak membara,

"Kau sudah tidak demam lagi", suaranya terdengar serak, dan Serena mengerti artinya, Damian sudah terlalu lama menahan diri, lelaki itu tidak menyentuhnya selama tiga malam, dan mengingat besarnya gairah Damian kepadanya, sepertinya itu sudah hampir mencapai batas maksimal pengorbanan Damian. Serena sangat mengerti.

"Iya, aku sudah tidak demam lagi", balas Serena lembut.

Damian mengerang lalu menekankan tubuhnya makin rapat pada tubuh Serena, hingga kejantanannya yang sudah mengeras menekan Serena membuat pipi Serena memerah. Dengan lembut Damian mengusap pipi Serena,

"Begitu liar di ranjang, tapi masih bisa memerah pipinya ketika kugoda", dengan lembut Damian meniupkan napas panas di telinga Serena, membuat tubuh Serena menggelenyar, "Apakah aku juga bisa membuat yang di bawah sana merona ketika kugoda?"

Tangan Damian menyentuh Serena dengan lembut, membuat napas Serena terengah, jemari yang kuat itu menelusup ke dalam, menyentuh Serena dan menggodanya, membuatnya basah.

Damian mendorong Serena ke atas meja dapur membuka pahanya, lalu dengan cepat membuka celananya dan menyatukan dirinya dengan Serena. Kerinduannya begitu dalam sehingga kenikmatan yang terasa begitu menyengat seakan-akan jiwanya dipukul dengan tabuhan percikan orgasme tanpa ampun.

Entah hati mereka saling berseberangan, tetapi ternyata tubuh mereka saling membutuhkan. Serena setengah terbaring di atas meja dapur dengan tubuh Damian melingkupinya, Lelaki itu membutuhkannya dan Serena dengan caranya sendiri membutuhkan Damian. Ketika paha mungil Serena melingkupi pinggang Damian, Damian menekankan dirinya kuat kuat, menggoda batas pertahanan Serena.

"Damian...", Serena merintih, tanpa sadar mengucapkan nama Damian, dan ucapan itu bagaikan musik hangat di telinga Damian,

"Ya manis, katakan manis, kau ingin aku berbuat apa?", bisik Damian parau disela tubuhnya yang bergolak untuk memuaskan Serena, di sela napasnya yang tersengal yang terpacu cepat. "Kau ingin aku memuaskanmu ya? Aku akan memuaskanmu manis, aku akan memuaskanmu sampai kau tidak akan pernah bias menemukan kepuasan yang sama dari siapapun.",

Dengan posesif Damian menekan Serena menyatakan kepemilikannya,

"Kau tidak akan pernah menemukan lelaki lain...", suara Damian tercekat ketika hantaman orgasme melandanya, membawa Serena ikut dalam pusaran puncak kenikmatannya.

Dan akhirnya, mereka baru menyantap makan malam hampir lewat tengah malam.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience