Serena berbaring memunggungi Damian, matanya nanar, penuh airmata. Napasnya sesak karena isakan yang ditahannya.
Setelah semua usai, Damian menjauh dari tubuhnya dan berbaring hening di sebelahnya, sampai napas yang terengah berubah menjadi tenang dan hening. Serena tahu Damian tidak tidur, lelaki itu masih berbaring nyalang di sebelahnya, terlentang menatap langit-langit kamar. Tetapi Serena langsung membalikkan badan dan berpura-pura tertidur.
Dirasakannya Damian bolak-balik menghadap ke arahnya, seperti ingin mengajaknya bicara tetapi kemudian ragu dan mengehentikan dirinya di detik terakhir.
Saat-saat hening itu terasa menyiksa. Tubuh Serena tegang meskipun dia berakting sudah tidur dengan baik, dijaganya agar nafasnya teratur, dijaganya agar tubuhnya tidak bergerak sama sekali.
Lama-lama dia merasakan tubuh Damian berangsur-angsur santai dan lelaki itu tertidur. Serena menanti menit demi menit, menyakinkan diri kalau Damian sudah terlelap, dan setelah cukup yakin, pelan-pelan dia bergerak.
Tubuhnya terasa sakit. Itu tadi benar-benar perkosaan, dan Damian sama sekali tidak mau repot-repot bersikap lembut. Bibir Serena memar akibat ciuman yang terlalu kasar, lengannya sedikit lebam karena genggaman yang terlalu keras, dan masih ada kesakitan-kesakitan lainnya. Di seluruh tubuhnya, di dalam tubuhnya.
Tetapi yang paling sakit adalah hatiku.
Air mata mengalir tanpa suara dari pipi Serena, tapi dia menahan isakan dengan menggigir bibirnya yang sakit. Dengan hati-hati Serena duduk di tepi ranjang, mengamati pakaiannya yang berserakan di lantai, dan pakaiann dalamnya yang setengah dirobek oleh Damian saat lelaki itu melepaskannya dengan marah tadi.
Pelan-pelan, agar tidak menimbulkan gerakan di ranjang tempat Damian berbaring miring dan tertidur pulas, Serena bangkir berdiri dan memungut
pakaiannya satu persatu. Langkahnya goyah, dan tubuhnya gemetar, tapi Serena
menguatkan diri. Dipakainya pakaiannya pelan-pelan sambil menatap ranjang dengan was-was, bersiap-siap jika ada satu gerakan sesedikit apapun dari Damian.
Tetapi lelaki itu tidur dengan tenang sampai Serena selesai berpakaian. Serena lalu mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar, tetapi di pintu dia ragu-ragu, menoleh dan menatap Damian yang masih tertidur pulas.
Damian pasti akan maklum jika dia pergi begitu saja. Setelah perkosaan brutal dan kejam itu, Damian pasti maklum jika Serena menjauh darinya. Tapi kemudian Serena mengernyit, teringat kemarahan Damian ketika Serena menghilang tanpa pamit untuk menunggui Rafi di rumah sakit hari minggu lalu.
Kalau aku pergi tanpa pamit, apa yang akan dilakukan Damian? apalagi dengan perjanjian tiga ratus juta itu... Ketakutan mewarnai perasaan Serena, menahan langkahnya. Lalu Serena mengeluarkan kertas dan menulis. Maaf Damian, aku harus pergi sementara. Butuh waktu sendirian. Tapi Kau bisa tenang, aku tidak akan melarikan diri dari hutang-hutangku. Aku tidak serendah itu kau tahu. Sampai jumpa di kantor besok pagi Serena.
Share this novel