Jam dua pagi, ketika Damian terbangun dan menyadari ada tubuh hangat dalam pelukannya. Serena berbaring meringkuk di dadanya, tubuhnya begitu mungil hingga Damian merasa bisa meremukkannya dalam sekejap kalau dia mau.
Damn! Kadangkala karena Serena begitu mungilnya jika dibandingkan dengan tubuhnya yang tinggi besar, Damian seperti merasa sedang melakukan pelecehan seksual pada anak di bawah umur.
Tanpa sadar tangan Damian mengelus punggung polos Serena, dan dalam tidurnya, Serena bergumam tidak jelas, lalu meringkuk makin rapat ke dada Damian.
Tidak! Mungkin ukuran tubuhnya seperti anak-anak, tapi tubuhnya benar-benar tubuh wanita dewasa. Damian tidak pernah merasa begitu bergairah sekaligus begitu terpuaskan selain dengan Serena. Tubuh mungil itu telah memberikan kepuasan yang sangat dalam bagi Damian.
"Aku mungkin tak akan pernah melepaskanmu" guman Damian di kegelapan, "kau milikku Serena"
Seolah mendengar ancaman Damian di alam bawah sadarnya, alis Serena berkerut dan menggumam tak jelas.
Damian tertawa geli melihatnya, lalu dikecupnya dahi Serena dengan lembut. Anak kecil ini benar-benar tidak terduga, tidak disangka dia akan menyerah di pelukan gadis seperti ini.
"Ra....fi"
Damian langsung menoleh secepat kilat ke arah Serena, Apa?? Tadi gadis itu bilang apa??!!
"Rafi",
kali ini gumaman Serena terdengar lebih jelas. Bahkan Damian melihat ada air mata di sudut matanya.
Rahang Damian menegang karena marah, siapa lelaki yang disebut Serena itu? Kenapa dia tidak pernah mendengarnya? Dia sudah menyelidiki Serena bukan? Selama ini Serena tidak pernah dekat dengan lelaki manapun, dia bahkan masih perawan!
Dengan gusar Damian menghapus air mata di sudut mata Serena, lalu mengguncang tubuh Serena pelan.
Dan mata lebar yang polos itu terbuka menatap Damian dengan bingung karena dibangunkan tiba-tiba,
"Berani-beraninya kau!" desis Damian dengan tatapan membara, "Berani-beraninya kau menyebut nama lelaki lain dan menangis untuknya di atas ranjangku!"
Serena benar-benar tidak siap ketika Damian menyerangnya dengan cumbuan yang sangat hangat dan menggelora. Kali ini Damian berbeda dengan biasanya,dia seperti....seperti membara, seolah olah tidak ditahan-tahan lagi, ada apa? Ada apa sebenarnya?
Tapi Serena sudah tidak dapat berpikir lagi karena Damian sudah menenggelamkan kesadarannya dengan cumbuan dan belaian jemarinya yang sangat ahli. Sungguh nikmat....dan Serena ahkirnya menyerah dalam pelukan Damian. ***
Serena terbangun sendirian di ranjang itu. Damian sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini?
Tapi entah mengapa Serena merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Damian di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.
Bodoh! Apa yang kau pikirkan Serena? Kau hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Rafi yang harus kau cemaskan.
Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Serena melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Damian bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.
Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Serena mengernyit.
Dari Leher, buah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Damian. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Serena, dan Serena yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.
Dasar Damian! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?
Serena belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.
Percintaannya dengan Rafi selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Rafi bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Serena tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.
Dasar Damian bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Serena hanya menyapukan bedak tipis ke mukanya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.
Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Serena merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.
Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Damian hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.
Dengan memaksakan diri Serena naik ke dalam bus menuju kantornya.
Share this novel