Semua terjadi begitu cepat, Damian langsung mendapatkan apartemen yang diinginkannya, sebuah apartemen yang sangat mewah dengan privasi yang sangat terjamin, Serena tidak berani membayangkan berapa harganya, tapi Damian bersikap sangat santai, katanya itu semua hanyalah investasi.
Dengan sangat efisien Damian membantu Serena membereskan barang-barangnya yang tentu saja tidak banyak, untuk dipindahkan ke aprtement, lalu menyelesaikan pembayaran kost dan sekaligus berpamitan dengan induk semangnya.
Mereka berdua berdiri di tengah ruang tamu apartemen yang sangat mewah itu, Damian tersenyum pada Serena yang berdiri kaku di tengah ruangan,
"Well anggap saja ini rumahmu sendiri", dia lalu melirik jam tangannya, "Aku harus kembali rumahku, pengurus rumah tanggaku pasti bertanya-tanya apa yang kulakukan sampai aku tidak memberi kabar, dia akan kebingungan menjawab telepon yang masuk, kau, silahkan atur apartemen ini sesuai seleramu, jika ada yang kurang ata kau ingin menambah sesuatu, bilang saja"
Serena memandang sekeliling apartemen yang penuh dengan interior mewah dan elegan itu, penataannya saja terlalu mewah dan mungkin berlebihan untuknya, tidak, dia mau mengganti apalagi?
"Sementara kau pergi,,,,bolehkah aku keluar sebentar? Kau ingat? Sedikit waktu untuk diriku sendiri seperti yang kaujanjikan?"
Damian mengangkat bahu,
"Silahkan", dia mengeluarkan dompetnya,"Kau butuh uang?",
"Tidak...!", Serena menjawab tegas, uang Tiga ratus juta yang ditransfer Damian tadi siang sudah lebih dari cukup, dia tidak butuh uang apa-apa lagi dari lelaki itu,
Damian sepertinya bisa membaca pikiran Serena,
"Uang yang kuberi tadi, itu murni untukmu silahkan kau gunakan sesuka hatimu, tetapi untuk sehari-hari, aku sudah berjanji akan membiayaimu, ingat kan penawaranku di ruangan kerjaku dulu?",
Damian mengeluarkan kartu berwarna keemasan dari dompetnya,
"Ini kartu debit, isinya lebih dari cukup jika kau ingin membeli sepuluh mobil sekalipun", dia lalu menyebutkan nomor PIN nya dan menyuruh Serena mengingatnya baik-baik. Serena sebenarnya ingin menolaknya, tapi dia tak ingin berlama-lama berdebat dengan Damian disini, lagipula dia tinggal menyimpannya di dompet dan tak akan pernah memakainya, toh Damian tidak akan tahu.
Damian memakai jasnya , puas karena Serena menerima kartu debitnya, "Kita akan buat kartu kredit atas namamu besok. Nanti malam, kalau tak ada urusan aku akan kesini", Tatapan Damian ketika mengucapkan "nanti malam‟ begitu intens, membuat pipi Serena memerah.
Sepeninggal Damian, Serena segera memakai jaket, membawa tas tangannya dan melangkah pergi, lobyy apartemen yang begitu mewah itu benar-benar membuatnya minder, apalagi penjaga pintu menyapanya dengan begitu penuh hormat ketika dia melangkah keluar,
"Anda ingin dipanggilkan taxi, miss?", sapanya dengan sopan.
Serena cepat-cepat menggeleng, tidak mungkin kan dia bilang kalau dia mau menunggu kendaraan umum di depan perempatan sana?
"Tidak", jawabnya," saya menunggu jemputan, di depan", gumamnya singkat, lalu sebelum penjaga pintu itu bertanya-tanya lagi, Serena segera mengangguk sopan dan melangkah pergi.
Perjalanan ke rumah sakit tidak berlangsung lama, mungkin karena hari minggu jadi jalanan tidak begitu macet,
Serena berpapasan dengan suster Ana ketika dia hendak memasuki ruangan perawatan Rafi,
"Kau tidak apa-apa Serena?", kau kelihatan pucat,
Serena meraba pipinya, benarkah? Apakah dia tampak berbeda sekarang?
Setelah dia menyerahkan.....
"Aku,,, aku mencari uang untuk biaya operasi Rafi", gumamnya gugup,
Suster Ana menatap Serena sedih, "Serena uang tiga ratus juta itu sangat banyak, aku juga tahu kalau kau masih menanggung hutang di perusahaan sebanyak empat puluh juta, begini nak, aku punya simpanan sekitar lima puluh juta, mungkin itu bisa membantu, dan kalau aku bisa menaruh surat tanahku di bank untuk mengajukan pinjaman, mungkin kita bisa mendapat beberapa tambahan...."
"Suster, saya sudah mendapatkan uangnya", Serena bergumam lemah,
Kata-kata suster Ana langsung terhenti seketika,
"Apa?....Sudah mendapatkan uangnya? Apa maksudmu nak? Darimana....?", kata-katanya langsung terhenti melihat Serena mulai menangis,
"Ada apa nak? Ceritakan padaku jika itu bisa membantu, mungkin itu bisa membuatmu lega",
"Mungkin setelah ini suster akan jijik pada saya", Serena terisak pelan.
Suster Ana mengelus rambut Serena dengan lembut,
"Tidak akan anakku, aku menyayangimu seperti anakku sendiri, dan seorang ibu pasti akan menerima anaknya apa adanya"
Serena menarik napas panjang, dia memang sangat membutuhkan tempat untuk berbagi cerita, dan amat sangat bersyukur ada Suster Ana yang mau mendengarkannya, lalu meluncurlah cerita itu dari bibirnya,
"Aku tidak menyalahkanmu Serena, yang aku tidak habis pikir, betapa bejatnya bosmu itu memanfaatkan kondisimu untuk kepuasan dirinya!", geram Suster Ana.
Serena buru-buru mencegah kemarahan suster Ana,
"Bukan suster, sampai sekarang Mr. Damian tidak tahu kalau aku memerlukan uang itu untuk biaya perawatan Rafi, dia mengira aku perempuan muda dengan gaya hidup berfoya-foya yang punya banyak hutang karena gaya hidupku, jadi dia tidak segan-segan mengambil atas pembayarannya"
Suster Ana mengerutkan keningnya,
"Kenapa kau tidak mengatakannya Serena? setidaknya dia bisa lebih menghargaimu jika tahu alasanmu yang sebenarnya",
Serena menggelengkan kepalanya, "Tidak suster, aku tidak mau Mr. Damian mengetahui tentang Rafi, lelaki itu tidak mudah ditebak, tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika tahu tentang Rafi nanti",
Suster Ana menarik napas,
"Setidaknya dia tidak brengsek seperti lelaki hidung belang yang mungkin nantinya akan menjerumuskanmu", tiba-tiba tatapan suster Ana berubah intens dan hati-hati,
"Apakah dia berbuat kasar atau tidak Serena?"
Serena saat itu sedang melamun sehingga tidak menyadari maksud kata-kata Suster Ana,
"Eh? Apa Suster?"
Suster Ana tampak salah tingkah,
"Apakah dia bertindak kasar semalam Serena?, maksudku itu kan pertama kalinya, kebanyakan wanita akan merasa tidak nyaman, apalagi jika pasangannya bertindak kasar",
Wajah Serena langsung merah padam,
"Tidak, Mr. Damian tidak kasar....Oh Tuhan!", Serena menutup mukanya dengan kedua tangannya,"Aku malu sekali suster, tiap kali aku memandang diriku di cermin aku merasa seperti perempuan yang sangat tidak berharga."
Suster Ana menepuk pundak Serena lembut, menenangkannya,
"Serena, kita semua tahu alasanmu melakukan ini, aku sendiri dapat mengerti dan menerimanya, pengorbananmu demi Rafi sudah luar biasa besarnya, aku yakin Tuhan pasti akan mengerti", tiba-tiba wajahnya berubah profesional, "Serena aku yakin, Mr. Damian ini akan 'mengunjungimu' secara berkala bukan? Mungkin pertanyaan ini mengganggumu, tapi aku harus bertanya,apakah kemarin dia menggunakan pengaman?",
Serena memandang Suster Ana dengan bodoh,
"Pengaman?"
Barulah ketika Suster Ana menatapnya dengan intens dan penuh arti, Serena menangkap maksudnya, wajahnya memerah lagi,
"Oh, itu...", suara Serena hilang, "kemarin dia memakainya"
Suster Ana berdehem,
"Baik, kalau begitu dia lelaki yang cukup bertanggung jawab, bagaimana kondisi tubuhmu sayang?",
"Eh, aku baik-baik saja Suster"
"Kalau begitu mari kita bicarakan tentang kontrasepsi, kau juga perlu membicarakan ini dengan Mr. Damian "
Share this novel