"Apa yang kau lakukan padanya?",
gumam dokter Vanesa, janda berusia 33 tahun yang sangat cantik, yang kebetulan adalah sahabat Damian juga, ketika melihat Damian masuk ke ruangan klinik itu, suasana sudah sepi dan dokter Vanesa sudah mengusir rekanrekan kerja Serena dari klinik itu,
Damian mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Vanesa,
"Kenapa kau langsung menuduhku seperti itu?", gumamnya pura-pura tersinggung.
Vanesa melirik ke arah Serena yang tertidur pulas, tadi Serena sempat bangun dan Vanesa sengaja memberinya obat yang membuatnya mengantuk agar gadis itu bisa beristirahat,
"Seorang staff rendahan pingsan dan beberapa waktu kemudian sang CEO perusahaan yang tidak pernah menginjakkan kakinya di klinik ini tiba-tiba datang? Kau pikir ini kebetulan?"
Damian tersenyum miring,
"Setidaknya kecerdasanmu tidak berubah Vanesa",
Vanesa terkekeh pelan,
"Tentu saja aku sama sekali tidak menduga kalau gadis itu ada hubungannya denganmu, waktu memeriksa tubuhnya aku melihat bekas-bekas ciuman dari leher sampai ke perut, lalu aku berfikir, lelaki brengsek mana yang membiarkannya sampai pingsan kelelahan begitu",
Vanesa mengangkat alisnya, " Dan tiba-tiba saja lelaki brengsek itu muncul."
Damian mengerutkan alisnya lalu terkekeh,
"Sayangnya kata-kata tajammu juga tidak berubah, yah aku memang lelaki brengsek itu", Damian mengangkat bahu, lalu menatap ke arah Serena yang terbaring pucat di ranjang klinik itu, " bagaimana kondisinya?", wajahnya berubah serius.
Vanesa menarik napas,
"Aku tak mau bertanya apapun itu kehidupan pribadimu", Vanesa menatap tajam ke arah Damian," gadis itu kelelahan, kurang tidur dan tekanan darahnya rendah sekali, kondisi tubuhnya lemah dan karena itu dia demam, sepertinya gejala flu."
Damian mengernyitkan allisnya, menerima tatapan tajam Vanesa.
"Baik, baik semua salahku, Freddy sudah mengatakannya padaku, sekarang bisakah kau meninggalkan kami sendirian sebentar?"
Vanesa melirik ke arah pintu,
"Freddy ada di luar? Bagaimana jika nanti ada karyawan yang kebetulan ke klinik?"
"Itulah gunanya Freddy di luar, tapi kalau sampai terjadipun aku akan bilang kalau aku sedang mencarimu meminta resep."
Vanesa mengangguk,
"Aku akan bergabung dengan Freddy di luar, jangan berbuat macam-macam ya!"
Damian tersenyum mendengar ancaman Vanesa. Wanita itu adalah istri dari sahabatnya, dan merekapun ahkirnya bersahabat. Sayangnya suami Vanesa meninggal dalam kecelakaan tragis di jalan tol beberapa tahun lalu, sejak itu Vanesa membentengi diri dengan mulut tajam dan sifatnya yang ketus, padahal sebenarnya dia adalah wanita penyayang, sikap ketusnya itu tidak mempan pada Damian dan Freddy, Damian melirik keluar, seandainya saja Vanesa bisa melirik Freddy, bagus sekali kalau sahabat-sahabatnya itu bersatu.
Dengan langkah pelan Damian melangkah ke tepi ranjang berdiri di samping Serena yang tertidur pulas,
Benar, wajahnya pucat sekali, kenapa Damian tidak menyadarinya dari semalam?
Tangan Damian menyentuh dahi Serena, gadis ini demam! Badannya
panas sekali...
"Jadi kau ingin mengantar pulang Serena?",
Vanesa tiba-tiba bersuara di pintu dengan agak keras, sengaja memberi peringatan kepada Damian.
Damian langsung menjauh dan berdiri di depan meja kerja Vanesa.
Pintu terbuka dan salah seorang laki-laki, rekan kerja Serena tapi Damian lupa namanya, masuk membawa tas Serena yang tertinggal di ruangannya, disusul oleh Vanesa dan Freddy di belakangnya.
Rekan kerja Serena itu tampak sangat kaget mengetahui Damian, CEO perusahaan yang hanya pernah dia lihat dari foto, sekarang berdiri langsung di depannya, wajahnya langsung pucat pasi,
"Aaaa...aaandaa....", lelaki itu bahkan tak sanggup berkata-kata karena kagetnya, Damian menatap sekilas seolah tak peduli,
"Ya, Saya memang benar Damian", dipasangnya ekspresi paling dingin,
"Saya ada urusan dengan dokter Vanesa, tapi silahkan selesaikan urusan anda dulu, saya bisa menunggu."
"Alex hanya ingin menjemput rekannya yang pingsan dan mengantarkannya pulang Damian",
Freddy menyela di belakang Vanesa tapi matanya menatap Damian penuh peringatan.
Pulang? Damian mengernyit, tapi Serena kan sekarang tinggal di apartement mewah yang dia belikan, tidak mungkin dia membiarkan Alex mengantar Serena pulang!
"Saa ...saya hanya sebentar, saya akan mengangkat Serena dan mengantar pulang, kebetulan saya ada janji temu dengan kilen di dekat tempat kostnya jadi sekalian, mohon maaf, silahkan dokter jika ada urusan dengan Mr, Damian"
Alex cepat-cepat membalikkan tubuh tak tahan menghadapi tatapan tajam Damian, memang benar gosip yang beredar, Mr. Damian CEO mereka ini terkenal sangat dingin dan tidak berperasaan, bahkan aslinya lebih menakutkan, wajahnya sangat rupawan tapi aura membunuh disekelilingnya sangat kental.
Damian masih terpaku di situ, tempat kost? Si bodoh ini pasti masih mengira Serena masih tinggal di tempat kostnya yang lama. Dan.. Apa yang dilakukan lelaki itu ??? Dia menyentuh tubuh Serena ??!
Damian hampir menyeberangi ruangan untuk menepiskan tangan Alex yang mencoba menggendong Serena ketika Suara Vanesa menyela dengan cepat, menyadari gawatnya situasi yang terjadi,
"Jangan Alex", perintahnya membuat Alex meletakkan tubuh Serena kembali dan menatap Vanesa penuh tanda tanya,
"aku memberi obat tidur untuknya supaya dia bisa beristirahat, kalau kau pulangkan dia ke kostnya dalam kondisi seperti itu, siapa yang akan menjaganya nanti? Lebih baik biarkan dia beristirahat dan tidur di sini dulu"
Alex menyadari kebenaran perkataan dokter Vanesa dan cepat-cepat menyetujuinya. Lagipula dia ingin cepat-cepat keluar dari ruangan ini.
Sang CEO hanya berdiri membatu di sudut ruangan tapi tatapan matanya mengerikan, seperti akan membunuhnya dengan tangan kosong!
Ah, mungkin dia hanya sedang tidak enak badan, Alex berusaha menenangkan dirinya, lalu mengangguk,
"Baiklah saya akan meninggalkannya dulu, nanti kalau dia sadar saya akan menjemputnya lagi" gumamnya sambil meletakkan tas serena di kursi dan hampir melonjak kaget ketika Damian berseru dalam bahasa Jerman yang tidak dimengertinya,
Vanesa agak menahan senyum karena dia tahu arti kata-kata Damian, 'Langkahi dulu mayatku', itu artinya
"Tidak usah Alex, biar aku yang mengantarnya sekalian pulang nanti"
Alex mengangguk, sebenarnya dia ingin membantah, dia ingin mengantar Serena, sebenarnya sejak dulu dia sudah suka pada Serena tetapi belum berani mengungkapkannya karena Serena terlihat begitu tertutup, kejadian ini dianggapnya sebagai kesempatan mendekati Serena, tapi mengingat aura tak nyaman di ruangan ini, Alex memutuskan menyerah, mungkin lain kali, putusnya
Lalu melangkah ke luar setelah mengangguk pada semuanya, tak bisa menahan
untuk mempercepat langkahnya keluar dari situ. "Aku yang akan membawanya pulang", Damian bergumam memecah keheningan. "Kau ada rapat satu jam lagi Damian", sela Freddy tajam. "Batalkan, mereka akan menyesuaikan jadwalnya denganku" Vanesa dan Freddy hanya bisa berpandangan, lalu mengangkat bahu. *** Ketika Serena membuka mata dia sudah ada di ranjangnya, mengenakan salah
satu piyama sutra hitam milik Damian, lelaki itu sedang duduk di ranjang di sebelahnya,bersila dengan menghadap notnya, wajahnya serius sekali. Serena merasa pusingnya sudah hilang, tapi rasa nyeri di tubuhnya belum hilang juga, sepertinya dia masih demam.
Seolah merasakan gerakan Serena, Damian menoleh, dan tersenyum. "Tadi aku mencari piyama untukmu, ternyata kau tak punya piyama ataupun
gaun tidur ya? Aku tidak tahu sebelumnya karena aku selalu menelanjangimu sebelum tidur" Wajah Serena memerah, bisa bisanya Damian memilih kata-kata itu sebagai
kalimat sapaan pembukanya. "Kenapa aku tiba-tiba sudah di rumah? Jam berapa ini?" Damian mengangkat alisnya, "Kau tidak tahu? Tadi pagi kau pingsan lalu dokter Vanesa menyuntikmu dengan
obat yang membuatmu tidur, tapi aku harus mengajukan komplain karena sepertinya dosisnya terlalu besar, kau tertidur hampir sepuluh jam....sekarang sudah jam delapan malam"
Serena terperangah, "Jam delapan malam?" Damian tersenyum,
"Besok-besok kalau kau merasa tidak enak badan jangan memaksakan diri untuk masuk, kau sangat merepotkanku, aku terpaksa pulang setengah hari untuk menjagamu"
Wajah Serena memucat, dia telah mengganggu kesibukan Damian! Padahal lelaki itu punya jadwal yang sangat padat dan terpaksa meninggalkannya hanya gara-gara dia pingsan.
"Ma...maafkan aku...", suara Serena terdengar lemah, penuh penyesalan.
Damian menoleh mendengar nada suara Serena, lalu menutup notnya dan meletakkannya di meja samping ranjang,
"Aku tidak memarahimu, lagipula sudah lama aku tidak mengambil cuti", dengan lembut Damian meletakkan tangannya di dahi Serena, "sudah mendingan, tadi kau panas sekali tahu, aku sampai mengkompresmu dengan air es"
Serena memejamkan matanya merasakan tangan Damian yang sejuk di dahinya, kenapa lelaki ini begitu lembut dan penuh perhatian? Sudah lama sekali rasanya sejak ada yang memperhatikan dirinya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Serena selalu berjuang sendirian, tidak pernah sama sekali mengijinkan dirinya menjadi lemah. Sekarang, perhatian yang begitu lembut dari Damian entah kenapa membuat dadanya sesak,
"Kau sudah bisa minum obatnya? Dokter Vanesa membawakan obat untuk kau minum, tunggu sebentar",
Damian bangkit dari ranjang dan melangkah keluar kamar,tak lama kemudian dia kembali membawa nampan, meletakkannya di meja samping ranjang dan membantu Serena duduk,
"Kau harus makan dulu sebelum minum obat",
Aroma kuah yang sangat menggoda itu benar benar membuat air liur menetes, serena menoleh ke atas nampan yang diletakkan di pangkuannya, semangkuk sup jagung dan daging yang masih panas dengan aroma yang sangat enak,
"Itu bukan bubur ayam, jadi kuharap kau tidak memuntahkannya", ada nada geli dalam suara Damian,
Mau tak mau Serena tersenyum karena ternyata Damian masih teringat percakapan mereka kemarin.
Dengan pelan dia berusaha mengangkat sendok sup itu, tapi Damian menahannya,
"Aku suapi", gumamnya sambil mengambil sendok itu.
Wajah Serena memerah canggung, tapi ketika Damian mengarahkan sendok itu ke mulutnya ahkirnya dia membuka mulutnya pelan,
Dengan tenang damian menyuapi Serena, setelah selesai dia meletakkan mangkuk kosong itu ke sebelah ranjang,
"Ada yang menempel di bibirmu", tanpa disangka Damian mendekatkan wajahnya, lalu menjilat sudut bibir Serena dengan lembut, "sekarang sudah bersih", Damian terkekeh melihat wajah Serena yang merah padam.
"Te...terimakasih" gumam Serena terbata-bata.
Tiba-tiba saja Damian meraih pundak Serena dan menciumnya, ciuman yang sangat dalam dan membakar, seolah-olah ingin melumat bibir Serena sampai habis, lama sekali Damian mencium Serena, sampai napas mereka berdua terengah-engah ketika Damian melepaskan ciumannya,
"Sama-sama", gumam Damian dengan parau kemudian, "kalau begitu minum obatmu, setelah itu kau harus tidur lagi."
Dengan patuh Serena berbaring lagi di ranjang dan membiarkan Damian menyelimutinya.
Lelaki itu lalu duduk di ranjang di samping Serena dan menyalakan notnya lagi, lalu mulai tenggelam dalam pekerjaannya.
Serena termenung agak lama, Damian tidak menyentuhnya malam ini, tetapi lelaki ini tetap bermalam di apartement ini untuk merawatnya. Ternyata di balik sikap kejam dan arogannya, Masih ada sisi baik di jiwanya.
Dengan pemikiran seperti itu, Serena kembali tertidur lelap.
Share this novel