42

Romance Completed 2969

Suster Ana benar, Damian memang menyesal. Tidak perlu waktu lama, hanya selang satu jam dari kepergian Serena.

"Aku menerima kalian di sini hanya demi Vanessa," gumam Damian dingin, suasana hatinya benar-benar buruk saat itu.

Ketika sekertarisnya menelepon dan memberitahu bahwa Vanessa dan Freddy ada di ruangan depan, ingin bertemu dengannya, Damian hampir saja mengamuk seketika itu juga. Dia sudah menegaskan pada sekertarisnya bahwa dia sedang tidak ingin diganggu. Tetapi Vanessa memaksa, dan seperti biasanya, paksaannya berhasil.

"Kami harus memberitahumu sesuatu yang penting." gumam Vanessa penuh tekad, tidak peduli akan tatapan membunuh yang berkali-kali dihujamkan Damian kepada Freddy yang hanya duduk diam tanpa suara di belakangnya.

"Damian," Vanessa mencoba menarik perhatian Damian yang terus menerus mempelototi Freddy. "Ada suatu fakta penting tentang Serena yang harus kau ketahui."

Damian langsung tertarik. Fakta apa lagi? Sebuah kebohongan lagi yang belum diceritakan kepadanya? Sebuah kepalsuan lagi yang akan menyulut kemarahannya?

Dia diam dan menunggu, bersiap-siap untuk meledak lagi, kepalanya terasa berdenyut dan mulai nyeri.

"Damian..." Vanessa mengernyit cemas ketika melihat Damian tampak kesakitan, "Kau tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa! Cepat selesaikan yang ingin kau katakan, dan bawa dia pergi dari ruangan ini!" Damian bahkan tidak mau repot-repot menyebut nama Freddy.

Vanessa menarik napas panjang.

"Kau...Kita...Mengambil kesimpulan yang salah tentang Serena." dengan cepat Vanessa membentangkan artikel itu di meja Damian, "Baca ini."

Damian melirik artikel itu, semuala tidak tertarik, tetapi kemudian mengenali gambar di artikel itu sebagai Serena, lebih muda beberapa tahun, tapi dia tak mungkin salah.

"Apa yang.........Oh Tuhan!" baru separuh artikel yang dibacanya, tetapi dia pucat pasi. Dengan gemetar dia membaca artikel itu. Membacanya berulangulang kemudian, mencoba mencari kesalahan. Tapi kebenaran yang tertulis di sana tak terbantahkan lagi.

"Benar Damian, keluarga Serena, kedua orangtuanya terenggut pada kecelakaan yang sama di jalan tol, kecelakaan yang sama yang menewaskan Alfian", mata Vanessa berkaca-kaca ketika kenangan itu kembali.

"Oh Tuhan!" Damian berpegangan pada meja untuk menopang tubuhnya, Ini sebabnya Serena selama ini sebatang kara dan sendirian?

"Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia, saya hidup sendirian" itu jawaban Serena waktu gadis itu terpaksa menumpang mobilnya di pagi yang hujan.

Lalu uang tiga ratus juta dan hutang puluhan jutanya di perusahaan itu.....

Sekali lagi Damian mengernyit.

"Tunangannya, Rafi, masih terbaring koma sejak kecelakaan itu. Serena berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidupnya. Hutang-hutangnya di rumah sakit mungkin untuk membiayai biaya perawatan Rafi, dan hutangnya kepadamu tiga ratus juta mungkin karena gadis itu putus asa," Vanessa memandang Damian, dan tiba-tiba merasa kasihan, Damian tampak hancur berkeping-keping, "Aku menelepon rumah sakit tempat Rafi dirawat Damian, Rafi saat itu harus menjalani operasi pengangkatan ginjal karena salah satu ginjalnya rusak akibat obat-obatan yang terus menerus.......biaya operasi itu sangat mahal, hampir mencapai tiga atus juta rupiah...Mungkin itu alasan Serena menjual dirinya padamu, gadis itu putus asa."

Damian memejamkan matanya, mengingat hari berhujan dimana Serena membuat penawaran gila itu padanya. Bagaimana mungkin dia dulu tak menyadarinya? Waktu itu Serena memang terlihat putus asa, panik dan putus asa.

"Freddy bercerita bahwa Serena hilang seharian di hari minggu dan kalian mencarinya kemana-mana," Vanessa mengedikkan bahunya pada Freddy yang hanya diam dan menundukkan kepalanya, "Itu hari di mana operasi Rafi dilaksanakan."

Sebuah hantaman lagi yang menerjang Damian. Dia mengernyit, rasanya berat sekali ketika dia sudah berpegang teguh pada suatu keyakinan bergitu lama tapi kemudian dihancurkan begitu saja.

Serena gadis baik-baik. Dia bukan gadis bermoral rendah seperti dugaannya selama ini. Pantas saja waktu itu dia masih perawan. Keperawanan yang seharusnya untuk tunangan yang dicintainya dikorbankannya. Damian langsung disengat rasa cemburu yang tajam. Serena pasti begitu mencintai tunangannya kalau sampai berjuang mati-matian seperti itu.

"Kecelakaan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum pernikahan mereka Damian," Vanessa menoleh secara terang-terangan kepada Freddy, "Biarkan Freddy yang menjelaskan sisanya kepadamu."

Damian menoleh kepada Freddy dengan muram, masih terbayang adegan ciuman waktu itu di matanya. Dan kemarahannya langsung membara, kalau begitu kenapa Serena ada di pelukan Freddy dan Freddy bilang Serena rela menjual diri padanya?

"Waktu itu semua sudah kurencanakan, Damian," gumam Freddy pelan seolah bisa membaca pikiran Damian, lalu mengernyit ketika menerima tatapan menusuk itu lagi, "Aku.... Waktu aku mendampingimu mencari Serena yang menghilang waktu itu, aku melihat betapa emosionalnya dirimu, itu menggangguku karena kau berubah, tidak seperti biasanya, aku berpikir Serena telah menimbulkan pengaruh buruk padamu.....Jadi aku mengambil keputusan.....aku merekayasa semuanya.....Ciuman itu adalah paksaan dariku....Serena sama sekali tidak sukarela, dia menolakku sekuat tenaga. Dia memanggil namamu..."

Damian langsung merangsek maju dengan marah, tanpa diduga. Langsung meraih kerah kemeja Freddy. Tak peduli tubuh Freddy yang memar dan lebam akan kesakitan menerima sentuhan seringan apapun.

"Brengsek kau Freddy!!! Brengsek kau!!! Aku mempercayaimu!!" Damian menggeram di antara ke dua giginya, "Kau tahu malam itu aku memperlakukannya sebagi pelacur rendahan??! Aku memperkosanya!!!!"

"Damian, tenanglah dulu", gumam Vanessa hati-hati, berusaha membuat Damian melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Freddy, "Kau menyakiti Freddy, tidakkah kau sadar kau sudah cukup menyakitinya kemarin? Lepaskan dia Damian", bujuknya lembut.

Damian bergeming, sejenak seolah-olah akan menghajar Freddy, tapi kemudian dia melepaskan lelaki itu dengan kasar.

"Harusnya kubunuh saja kau sekalian!", desisnya geram sambil mengacak rambutnya,

Lalu sebuah pertanyaan merasuk di benaknya.

"Kenapa harus Serena yang menanggung seluruh biaya perawatan Rafi? Kenapa bukan keluarga Rafi?"

"Rafi tidak punya keluarga." Freddy yang menyahut setelah berhasil meredakan napasnya yang terengah karena perlakuan kasar Damian tadi, "Dia pengacara juga, kebetulan aku mengenalnya", suaranya tertelan melihat tatapan bermusuhan Damian, tapi dia bertekad melanjutkan, " Sebenarnya aku tidak begitu mengenalnya, tetapi Rafi cukup terkenal di kalangan profesi kami karena reputasi baiknya, aku... Eh... Melakukan penyelidikan singkat tadi dan mendapati bahwa Rafi dibesarkan di panti asuhan, dia sebatang kara....karena itulah kabar setelah kecelakaan yang menimpanya menjadi simpang siur, dia menghilang begitu saja dan gosip yang beredar mengatakan Rafi sudah meninggal, tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya Rafi masih hidup dan ada dalam kondidi koma", Freddy menatap Damian sungguh-sungguh, "Aku menyesal dan aku meminta maaf Damian. Aku memang bodoh dan gegabah, aku juga menyesal setengah mati"

Damian tercenung. Lama tidak mengatakan apa-apa. Sejenak ruangan itu begitu hening.

"Damian, mungkin lebih baik kita melepaskan Serena, sudah cukup berat beban yang dia tanggung," gumam Vanessa pelan memecah keheningan. Lalu dia berubah ragu-ragu dan berhati-hati dengan reaksi Damian, "mengenai hutanghutang Serena baik kepadamu dan kepada perusahaan, aku bersedia menggantinya."

"Tidak."

"Tidak?" Vanessa mengernyit mendengar gumaman pelan Damian itu.

"Tidak akan kulepaskan. Aku tidak peduli dengan uang itu. Serena tidak akan kulepaskan."

"Damian!!", Vanessa mengernyit jengkel. "Hentikan! Kau tidak tahu betapa banyak penderitaan yang ditanggung Serena selama ini! tidak bisakah kita biarkan dia tenang bersama tunangannya? Lagipula kau bisa mencari wanita lain untuk memuaskanmu bukan? Kau bisa mendapatkan pengganti Serena dalam beberapa menit!"

Damian mengusap wajahnya, tampak begitu menderita,

"Tidak, aku tidak bisa Vanessa." erangnya parau.

Mata Vanessa melebar melihat ekspresi Damian, tidak pernah sebelumnya Vanessa melihat Damian begitu penuh emosi. Apakah ini berarti Damian benarbenar mencintai Serena?

"Dia punya tunangan Damian, jangan lupa, semua yang dilakukannya adalah demi menyelamatkan Rafi."

Kebenaran itu menyakiti hati Damian, sengatan cemburu itu kembali melukainya.

"Kalau begitu aku akan membuatnya memilihku," mata Damian penuh tekad, "Dimana alamat rumah sakitnya?"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience