Seiringnya waktu berjalan, Hani bahagia melakukan apapun buat yang dikasihinya, Kerana kebahagiaan utama dalam hidup baginya adalah saat peluang itu masih ada dimana rasa dicintai dan mencintai dengan segenap ruang dihati.
Mungkin Hani tidak akan menyesal selama hidupnya bersama Syah suaminya sesingkat mana.Walau pertemuan mereka berdua atas dasar satu kesalahfahaman dan juga satu paksaan. Memang tiada cinta diantara mereka melainkan penuh kebencian.
Saat pertemuan yang diawali oleh sebuah kesakitan,
Hani berharap semoga peepisahan dia dan suaminya diakhiri dengan pengabadian kenangan terindah.
Terkadang, perpisahan bisa datang bersama lagi,
dan terkadang perpisahan pula selamanya takkan kembali lagi. Hani percaya pada kalimat itu
'Abang, suatu hari nanti pasti tersenyumlah saat mengingat hal kisah tentang kita berdua.Mungkin juga bila mana saat itu tiba, kisah kita akan mengisi hari-hari abang penuh kerinduan.' Kata Hani dalam hatinya.
Kini usia kehamilan Hani sudah pun genap empat bulan.Keberuntungan Hani adalah gejala simpatik itu tidak berlaku sudah pada Syah jika Ivan yang selalu dekat dengannya.Dan Hani akan pastikan kalau Ivan. mesti selalu ada disisinya Syah.
Syah tidak menyedari kalau Hani isterinya masih lagi menyimpan janin tersebut.Apa yang diketahui oleh Syah ialah Hani sudah membuang janin tersebut sesuai dengan saranan dari dokter kandungan.
"Hani wajahmu pucat sekali? Kau tidak sihat?"
Tanya Syah setelah melihat wajah Hani pucat.
"Hani sihat.Tapi kepala ada pusing sedikit bang."
Jawab Hani jujur.
"Rehatlah dulu.Malam ini biar abang saja yang masak.Cukup Hani Rehat saja." Pinta Syah pada isterinya itu.
"Abang boleh masak? Hani baru tahu?" Ucap Hani dengan dahi berkerut.
Syah terkekeh mendengar pertanyaan isterinya itu.
"Boleh.Goreng telur atau mie segera! He..he.."
Kata Syah.
Hani merasa terhibur dengan kata-kata Syah.Hatinya bahagia melihat perlakuan suaminya itu yang perhatian lebih terhadapnya.
Hani memegang tangan Syah lalu di elusnya selembut mungkin.Melalui pegangan tangan tersebut, ada rasa kehangatan yang menjalar ke setiap nadi Hani.
"Abang cepat masak ya? Aku nak rehat seawal mungkin.Hani rindu, dan kepingin nak peluk abang.Jangan lupa bawa Ivan sekali bermalam bersama kita.Ya bang?"
"Apa kau yakin rindu sama abang? Lebih dari itu?"
Goda Syah pada Hani cuma bergurau.
Hani hanya menggelengkan kepalanya.
"Pergilah, Hani tunggu ni?" Dengan wajah Hani yang pucat, kini nada suaranya pula mula melemah.
"Hani kita ke hospital ya? abang tidak yakin kalau kau baik-baik saja? Abang cemas melihatmu begini.Takut nanti efek dari rahim dan janin yang diangkat dulu?
Kita pergi ya?" Mohon Syah.
"Tak perlu. Apa gunanya ada suami dokter?"
Gurau Hani pula.
"Hemm sempat lagi gurau dengan abang ya? Tapi kita ke hospital ya?" Mohon Syah sekali lagi.
Lagi-lagi Hani menggelengkan kepalanya.Dia benar-benar tidak setuju pada ajakkan serta saran dari suaminya itu untuk pergi ke hospital.
"Kan sudah ku bilang tidak perlu ke hospital.Hani cuma. perlukan saja kali.." Kata Hani tak bermaya.
"Kalau begitu abang ke dapur dulu ya, sambil nak tanya mak siti kalau Ivan dah mandi ke belum?"
Hani mengangguk tanda setujunya.
'Kenapa rasa sakit pada pangkal rahim ku ya? Moga saja aku dapat bertahan sampai esok.Ketahuan nanti jika terus sakit begini.Apalagi kalau sakitnya bertambah." Kata Hani dalam hatinya.Kini dia mula merasakan tindak balas, sakit seperti yang pernah dikatakan oleh doktor kandungan dulu.
"Are you preggy Hani? But.."
Share this novel