Raja Bayang berdiri tegak, bayangannya meluas ke seluruh ruang di sekitar mereka. Matanya yang menyala merah, seperti dua bara api yang membakar, memandang Iqmal dan Leyra dengan penuh kebencian.
“Akulah yang mengawal segala kegelapan,” kata Raja Bayang dengan suara garau yang bergema. “Gerbang ini akan terbuka sepenuhnya, dan dunia manusia akan menjadi milik kami.”
Iqmal menelan air liur, tubuhnya terasa berat dengan ancaman yang begitu besar. Ia sudah berhadapan dengan pemburu Bayang, tetapi ini adalah musuh yang lebih hebat. Raja Bayang bukan sekadar makhluk biasa; dia adalah entiti yang mengawal gerbang antara dua dunia. Jika dia berjaya, dunia manusia akan tenggelam dalam kegelapan abadi.
“Leyra,” bisik Iqmal, “Kita tak boleh biarkan dia menang.”
Leyra berdiri tegak di sebelah Iqmal, matanya penuh tekad. “Kita takkan biarkan Dunia Bayang menguasai dunia manusia. Kita ada satu peluang—dan peluang itu ada pada dirimu, Iqmal.”
Iqmal berpaling ke arah Leyra, sedikit keliru. “Apa maksudmu?”
Leyra mengangkat tangannya, menunjukkan simbol yang terukir pada lengannya. “Kunci terakhir ada dalam tubuhmu, Iqmal. Kau adalah Pemegang Gerbang. Kekuatanmu akan menentukan apakah kita boleh menutup gerbang ini atau membiarkan dunia manusia hancur.”
Iqmal mengangguk, walaupun hatinya berdebar-debar. Dia merasakan sesuatu yang luar biasa—sesuatu yang telah ada dalam dirinya, tetapi kini ia semakin kuat. Cahaya biru mengelilinginya, membentuk perisai yang menyinar.
Raja Bayang itu tertawa sinis. “Kalian tak mengerti, bukan? Apa yang kau miliki itu bukan kuasa. Itu hanyalah ilusi. Aku akan menghapuskan kalian, dan gerbang ini akan terbuka.”
Tanpa amaran, Raja Bayang mengangkat tangannya, dan bayangannya membesar, menjalar seperti awan hitam yang bergerak menuju mereka. Setiap langkah yang diambilnya, tanah di sekelilingnya retak, seakan dunia ini sedang menyesuaikan diri dengan kehadirannya.
Iqmal melangkah ke depan, merasa semangatnya semakin membara. Dia mengangkat pedangnya yang bersinar, menatap Raja Bayang yang semakin mendekat.
“Kau takkan dapat menutup gerbang itu dengan kuasa kegelapan!” Iqmal berseru dengan suara yang penuh keyakinan. “Aku adalah Pemegang Gerbang, dan aku akan menghentikanmu!”
Dengan satu lompatan cepat, Iqmal menyerang, pedangnya berkilauan dengan cahaya biru. Raja Bayang dengan mudah mengelak, dan bayangannya menyelimuti pedang Iqmal, membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Namun, Iqmal tidak menyerah. Dengan cepat, dia menarik pedangnya kembali dan melepaskan serangan kedua, kali ini lebih tepat.
Raja Bayang tertawa dengan penuh kebencian. “Begitu mudah kau terluka, Pemegang Gerbang. Kau tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Tiba-tiba, bayangannya berubah menjadi makhluk yang lebih besar—sebuah raksasa bayang yang bersayap hitam dan bermata merah menyala. Iqmal melangkah mundur, terkejut dengan perubahan itu. Makhluk itu mengepung mereka, memancarkan aura gelap yang menekan.
Leyra mengangkat tangannya, memanggil energi dari Dunia Bayang. Cahaya biru muncul dari tubuhnya, melindungi mereka dari bayang gelap yang menyelimuti ruang itu.
“Kita harus menutup gerbang ini sebelum dia menguasainya sepenuhnya!” teriak Leyra. “Iqmal, kau harus menggunakan kekuatanmu. Jangan hanya bertahan, serang!”
Iqmal menggenggam pedangnya dengan lebih kuat. Dia tahu ini bukan hanya tentang bertahan, tetapi tentang mengambil langkah pertama untuk mengakhiri semua ini. Dengan satu langkah besar, dia berlari menuju Raja Bayang dan makhluk bayang yang semakin dekat.
Gelombang cahaya biru menyelubungi tubuhnya, dan Iqmal merasakan kuasa dalam dirinya semakin kuat. Saat pedangnya mengayun, cahaya itu melintas seperti kilat, memotong bayangan yang datang kepadanya.
Raja Bayang terkejut melihat serangan itu, dan untuk pertama kalinya, dia kelihatan ragu. “Kau… kau telah menguasai kekuatan itu?”
“Ya,” jawab Iqmal dengan tegas. “Aku Pemegang Gerbang. Aku akan menutup pintu dunia bayang untuk selamanya.”
Dengan satu serangan kuat, Iqmal mengayunkan pedangnya, menembus bayangan gelap yang menghalang mereka. Raja Bayang dengan cepat mengelak, namun serangan itu telah menghancurkan sebagian dari bayangan yang melindunginya. Dalam keadaan terhuyung, Raja Bayang melangkah mundur, matanya menyala marah.
“Tidak mungkin!” raung Raja Bayang. “Aku adalah Raja Bayang! Aku takkan kalah dengan seorang manusia seperti kau!”
Namun, sebelum dia dapat bertindak, Leyra bergerak. Dengan tenaga dari Dunia Bayang yang dia kumpulkan, dia melepaskan serangan yang lebih kuat, menghancurkan ruang di sekeliling mereka dan mengurung Raja Bayang dalam lingkaran cahaya biru yang menyala.
“Sekarang, Iqmal! Tutup gerbang!” teriak Leyra.
Iqmal mengangguk, merasakan kekuatan itu mengalir dalam dirinya. Dengan satu gerakan, dia mengangkat pedangnya dan mengarahkannya ke batu yang terletak di tengah portal.
Kekuatan biru itu membentuk lingkaran, mengalir melalui pedang, dan dengan satu serangan terakhir yang sangat kuat, Iqmal menusuk batu itu, menyebabkan portal itu menggelegak dengan cahaya yang sangat terang.
Gerbang itu mula tertutup perlahan, tetapi Raja Bayang masih berusaha menghalangnya. “Tidak!” teriaknya. “Ini belum berakhir! Dunia Bayang akan tetap datang!”
Namun, dengan satu letusan tenaga yang luar biasa, gerbang itu akhirnya tertutup, dan Raja Bayang terhenti. Seluruh ruang itu menjadi tenang, gelap, dan akhirnya, semuanya diam.
Share this novel