Sindy Keguguran

Family Series 3263

"Heh, apa maksud perkataanmu mantan maduku? Kamu menuduhku tidak hamil, gitu?!" serunya. Sindy langsung merajuk.

"Ya, kalau memang kamu hamil tentunya kamu tidak akan marah, dong. Aku yakin kamu tidak hamil. Kamu hanyalah wanita culas yang pintar memanfaatkan keadaan, dan selalu memancing di air keruh, kamu suka sekali menghancurkan keluargaku." balasku kesal, aku mendekat hendak menariknya

"Auw! Sayang ..., tolongin aku!!" serunya.

Belum sempat aku mendorongnya, Sindy menjerit memanggil Ardan. Setelah itu dia menjatuhkan dirinya. Tidak lama Ardan dan Bang Hasan datang. Ardan dengan sigap menolong Sindy.

"Sayang, kamu kenapa bisa jatuh?" tanya Ardan. Sindy meringis menahan sakit.

"Aku di dorong sama Mamamu. Dia menuduh kalau aku ini tidak hamil. Sekarang perutku benar-benar sakit, Yang. Tolong, perutku sakit sekali, Sayang." rintihnya. Aku melihat Sindy terus memegangi perutnya.

Ardan segera membopong Sindy ke kamarnya disusul oleh Bang Hasan. Aku menggeleng, sedih juga panik. Pasti setelah ini Ardan kembali akan memarahiku, walaupun aku berterus terang dia tidak akan pernah percaya. Sindy terus meraung kesakitan.

"Sayang, sebaiknya kita ke rumah sakit. Aku takut akan terjadi apa-apa sama kamu." ucap Ardan panik.
"Aku tidak mau ke rumah sakit. Aku mau pergi ke bidan saja yang biasa aku pergi periksa. Cepetan, Yang. Aku sudah tidak tahan. Perutku sakit sekali." balas Sindy.

"Mama cepat ke sini!" panggil Ardan nyaring, aku bergegas menghampirinya.

"Sekarang bilang, Mama apakan Sindy sampai terjadi seperti ini? " tanya Ardan dengan wajah merah.

"Maksud kamu. Kamu menuduh Mama?" balasku Sindy terus berguling-guling sambil memegangi perutnya.

"Asal kamu tahu, istrimu itu sudah keterlaluan. Dia menyuruhku untuk mencuci bajunya dan melemparnya ke wajah Mama. Apa itu pantas sebagai seorang menantu?"

"Tapi tidak seharusnya Mama mendorong dia sampai terjatuh. Kalau begini, siapa yang susah? Aku kan, Ma! Kalau terjadi apa-apa dengan Sindy atas apa yang Mama lakukan, jangan harap aku akan memaafkan Mama." sengit Ardan begitu marah.

"Mama tidak pernah mendorongnya. Dia itu menjatuhkan dirinya sendiri, karena waktu itu Mama menanyai tentang kehamilannya yang tidak pernah membesar."jawabku tak kalah emosi

"Sudah dech, Ma. Mama jangan mengada-ada. Mana mungkin ada orang hamil yang mau menjatuhkan dirinya sendiri. Jangan berkilah dari kesalahan Mama sendiri." terlihat semakin marah.

"Aa itu kenapa sih selalu menyalahkan dan memperlakukan Mama dengan buruk? Selalu menyakiti Mama dengan perkataan dan bahkan tuduhan yang tidak pernah habisnya. Aa bener-bener jahat sama mama hanya karena untuk membela wanita itu!" tiba-tiba Quinsya datang membelaku.

"Quinsya, kamu tidak usah ikut campur. Ini urusan Aa dan Mama. Jadi lebih baik kamu diam saja."

"Ingat, A, itu adalah dosa besar yang Aa lakukan terhadap Mama. Mama selama ini selalu berjuang untuk Aa, dan Aa membalasnya dengan selalu menyakiti Mama" lagi-lagi Quinsya membelaku. Berbeda dengan Bang Hasan yang terus diam seperti batu.

"Quinsya, ini demi kebaikan kita semua. Sekali lagi Aa minta kamu jangan pernah ikut campur atau mau Aa tampar kamu!" hardik Arda begitu kasarnya.

"Tampak kalau memang Aa berani. Tapi ingat, A, suatu saat nanti Aa. akan menyesal karena telah memperlakukan Mama seperti ini," quinsya menantang, Ia memberikan pipinya. wajah Ardan merah padam menahan amarah.

"Quin, tolong jangan ribut terus, malu. Lebih baik kita bicara dengan baik-baikkita bicara secara kekeluargaan,"

"Aku ingatkan jni rumahku. Aku tidak akan pernah meninggalkan rumah ini sampai kapanpun dan kau Ardan, suatu saat nanti kamu akan tahu kebenarannya. Mebohongan apa yang telah istrimu tunjukkan kepadamu."

Aku meninggalkan mereka masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Aku tidak ingin lagi melihat wajah-wajah itu. Pikiranku begitu hancur dengan ulah mereka. Sulit untuk bertahan tali aku tidak akan menyerah dan harus mencari tahu apa sebenarnya yang Sinsy sembunyikan?

"Sekarang aku akan membawa Sindy ke bidan Emma. Terserah Mama mau ikut atau tidak.Tapi kalau sampai terjadi apa-apa dengan Sindy, aku tidak akan pernah memaafkan Mama," ucap Ardan.

Aku hanya diam dengan perasaan hati sedih, karena dia tahu seperti apa liciknya Sindy. Ardan segera mengeluarkan motornya dan membawa Sindy ke rumah bidan Emma langganannya. Aku aku pun bingung. Entah harus ikut ataupun tidak.

"Bang, sebaiknya Abang pergi menemani Ardan. Aku ingin menenangkan diriku sebentar. Nanti aku akan menyusul ke sana." titahku. Bag Hasan pun pergi tanpa mempedulikanku.

Setelah Bang Haaan tidak terlihat lagi. Aku akan menelepon Pak Heru kalau besok aku tidak bisa masuk kerja. Entah apa yang harus aku lakukan saat ini? Antara kesal dan khawatir kalau Sindy benar-benar hamil. Aku pun berganti baju dan menyusul segera pergi untuk mereka dengan di antar Quinsya.

"Memangnya tadi apa yang Mama lakukan terhadap Teh Sindy?" tanya Quinsya.

"Quinsya, Mama tidak melakukan apa-apa sama dia. Kamu percaya kan sama Mama? Apa Mama tidak boleh marah kalau dia sudah keterlaluan? Mama sedang mencuci dan dia menyuruh Mam untuk mencuci bajunya lempar ke wajah Mama? Mama sakit, Quinsya. " tuturku. Quinsya terdiam saat aku menceritakan kronologis kejadiannya.

Tidak lama aku pun sudah menyusul Sindy dan Ardan yang sudah berada di di rumah bidan Emma. Ardan terlihat duduk di ruang tunggu sambil menunduk yang ditemani Bang Hasan. Seketika Ardan bangkit saat melihatku dan Quinsya.

"Mau apa Mama datang ke sini? Mama puas kan? Sekarang Sindy sudah kehilangan anaknya. Aku tidak habis pikir. Kenapa Mama setega itu sama Sindy?" Ardan menyambut kedatanganku begitu marahnya. Aku hanya terdiam. Bukannya aku tidak berani untuk membalasnya, hanya saja tidak mau ada keributan.

"Tolong, jangan marah-marah terus. Ini di tempat orang, malu ada yang liat." cegah Vang Hasan berusaha membantu menenangkan Ardan yang sedang marah.

"Tolong ya, Pak, Bu. Jangan pada ribut di sini, kasihan pasien yang sedang kesaktian." terang Bidan Emma yang baru ke luar dari ruangan Sindy di rawat.

" Bu Bidan. Terus bagaimana dengan kondisi istriku?" tanya Ardan.

"Maaf, Pak, Bu. pasien mengalami keguguran," jawab bu bidan membuat Ardan seperti sock, pun dengan Bang Hasan juga Quinsya.

Aku hanya mampu terdiam karena tidak tahu apa yang harus kulakukan? Aku heran, kenapa secepat itu prosesnya langsung bisa dikatakan keguguran? Padahal, belum satu jam Sindy di bawa ke bidan Emma. Aku tertunduk,siap untuk menerima kemarahan Ardan. Ia mengepalkan tangannya, lalu meninjunya ke tembok sambil menjambak sedikit rambutnya, dan berbalik menatapku tajam.

"Mama lihat kan, apa akibatnya dari perbuatan Mama? Sekarang Sindy keguguran. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana . Tolong, sekarang Mama pergi dari sini. Pergi, Ma!" usir Ardan.

Tetapi aku tidak menghirukan ucapannya. Kemudian Ia menghampiri Sindy yang diikuti oleh Bang Hasan serta aku yang mengikuti dari belakang. Di dalam ruangan Sindy sedang tergugu sambil memegangi perutnya. Ia menatapku tajam saat tahu aku datang ke ruangannya.

"Sayang, tolong usir Mamamu. Kenapa dia ada di sini? Gara-gara dia aku jadi kehilangan calon anakku." adu Sindy yang tak kalah marahnya dari Ardan. Kemudian Ardan kembali berbalik ke arahku dan menatap seperti siap menerkam.

"Mama, dengar kan apa kata Sindy? Sekarang aku minta. Tolong, tinggalkan tempat ini." Ardan kembali memintaku pergi.
Akupun tidak bisa menolak permintaannya. Sambil menangis dengan menahan rasa sakit diperlakukan anak dan menantuku seperti itu, akupun ke luar dan segera pergi dari dengan di antar Quinsya yang sedari tadi hanya diam.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience