Alasan Mencuri TV

Family Series 3263

Hari itu adalah hari Senin. Maima dan Sindy kembali menuju hari untuk beraktivitas kembali. Pergi bekerja ke pabrik masing-masing. Aku juga melakukan aktivitas yang biasa. Setiap pagi mengantar Sindy sampai pabrik, lalu kemudian pulang.Tetapi baru tiga puluh menit motorku oleng saat mau menyalip mobil truk, akupun menghindar, tetapi karena jalanan sangat licin dan ada motor yang berlawanan arah, akhirnya motorku oleng.

Aku barusaha menghindar malah terjatuh. Motorku rusak, wajah serta kaki, juga tanganku lecet-lecet sampai terasa sakit karena terkena aspal dan terkilir. Akhirnya aku di tolong orang-orang yang sedang melintas. Lalu aku di bawa ke puskesmas terdekat, dan motorku di bawa ke bengkel.

Karena aku masih bisa berjalan, dokter mengijinkanku pulang dengan di antar orang yang menolong.

Setelah di rumah tidak sedikit tetangga yang datang melihat kondisiku. Aku belum memberi tahu Maima juga Sindy. Lantas aku mengirim pesan kepada mereka, khususnya kepada Sindy agar dia pulang sendiri, dan pastinya tidak akan antar jemput sampai keadaanku membaik.

"Bang Hasan, gak kenapa-napa?" tanya Maima panik ketika pulang.

"Enggak, Ma. Cuma ini, kaki, tangan juga muka Abang yang kena aspal dan lecet-lecet," jawabku.

"Ya, udah. Abang istirahat saja sampai sembuh, aku nanti minta izin tiga hari untuk merawat Abang," ujar Maima.

"Kok, bisa jatuh sih Bang? Abang kali gak hati-hati." lanjutnya.

"Ya, namanya juga musibah, Ma, gak ada yang tahu," jawabku.

Aku jadi teringat akan kata-kata Maima saat pas punya motor baru, kalau dia pernah mengumpat jika aku sampai macam-mscam. Dia pernah menyumpahi aku biar jatuh. 'Jangan-jangan ini teguran buat aku?' aku membantin. Ah, masa ia sich, ' gumamku lagi.

***
Karena terjatuh aku tidak beraktivitas lagi sudah dua hari. Tidak kuduga Sindy datang ke rumahku, padahal aku sudah mewanti-wantinya. Dia datang sendiri saat pulang kerja sore hari dengan menggunakan ojek Online, dengan membawa macam-nacam buahan.

Aku sempat ketar-ketir di buatnya. Tetapi syukurlah. Sindy begitu pandai menyembunyikan rahasia kami, sehingga Maima tidak merasa curiga.

Merekapun mengobrol begitu akrabnya. Maima sampai mengantar Sindy ke depan jalan raya. Setelah Sindy pulang istriku itu segera mengupaskan buah-buahan, dan kamipun menikmatinya bersama Quinsya.

***
Hampir dua Minggu aku tidak beraktivitas, selama itu juga aku mematikan ponsel untuk jaga-jaga pesan dari Sindy. Setelah sembuh, akhirnya aku juga sudah bisa kembali untuk mengantar Sindy. Tetapi kakiku masih terasa sakit.

karena tidak mau ambil resiko. Aku meminta Sindy untuk ngontrak sementara. Awalnya dia menolak, tetapi dengan bujuk rayu dia pun setuju.

"Iya, aku mau ngontrak, Bang. Tapi Abang harus beliin aku TV dulu," rengeknya.

"Abang belum ada uang. Kan Neng tahu kalau Abang baru saja kecelakaan," jawabku.

"Pokoknya aku tidak mau tahu. Abang harus beliin TV, baru aku mau ngontrak," ucap Sindy mengeras.

"Beneran, Neng. Abang belum ada uang. Gimana kalau pakai uang Neng dulu yang buat beli motor? Abang pinjam. Abang janji, nanti di ganti." bujukku.

"Eggak ah, Bang! Enak saja, udah gak pernah kasih uang, mau pinjam juga, pokoknya beliin dulu TV, titik!" serunya.

Aku mulai pusing kepala, bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk beli TV? Akhirnya terlintas di pikiranku untuk mengambil TV di rumah yang cicilannya belum lunas. Itupun Maima yang ambil kreditnya?

Karena aku belum ada uang dan Sindy terus merengek meminta di beliin TV. Katanya biar ada hiburan saat dia sendiri di kontrakan.

"Ya, udah. Nanti Abang beliin. Tapi bukan TV baru. Gak apa-apa kan? Nanti kalau udah ada uang kita beli yang baru. Tapi ini juga Abang gak beli. Bagaimana, mau?" tanyaku.

"Terserah, Abang. Yang penting di rumah ada TV. Eh, tapi tadi Abang bilang di baru. Memangnya TV siapa yang mau Abang bawa? tanya Sindy penasaran.

"Ya, itu, Neng. TV yang ada di rumah Abang. Tidak apa-apa kan?" jawabku santai.

"Ya, sudah. Abang bawa saja." jawabnya.

Sindy tidak protes walaupun aku kasih TV LED yang ada di rumah. Dan sepertinya dia juga tidak ambil pusing.

Waktu itu tidak ada siapa-siapa di rumahku. Keadaan juga sangat sepi. Jadinya tidak ada yang curiga kalau aku yang sudah membawa televisi.
Maima sempat mau melapor ke polisi tetapi aku mencegahnya.

Namun siapa sangka kalau itu adalah awal ketahuannya hubunganku dengan Sindy. Entah siapa yang sudah membocorkan kepada Maima? Tahu kabar dari mana dia?

Sebenarnya dia sudah mulai curiga dari semenjak jadi langganan ojek Sindy. Tetapi aku masih bisa meyakinkan Maima kalau aku dan Sindy tidak ada hubungan apa-apa. Aku pikir Mbak Fatimah lah yang telah membocorkannya tetapi itu tidak mungkin

Sampai akhirnya Maima memintaku untuk membantu Bi Ijah yang sedang membongkar rumahnya, aku tidak tahu kalau istriku itu sebenarnya punya rencana.

Pagi-pagi dia sudah rapi dengan dandanan yang tidak seperti biasanya, cantik dan elegan. Aku melihatnya seperti bukan Maima. Mungkin karena sudah lama tidak melihat dia berdandan.

"Mama cantik banget hari ini?" godaku, Maima membalas dengan senyuman.

"Abang bisa saja, emang biasanya Mama sudah tidak terlihat cantik lagi ya, Bang? "balasnya.

"Ya, bukan begitu, Ma. Gak biasanya aja. Ya udah, Abang barangkat dulu ke rumah Bi Ijah" izinku yang sempat merasa ketakutan kalau Maima akan membawa motor baruku.

Ya, selama ini aku memang tidak pernah ngizinin Maima untuk membawa motorku, cukup dia membawa motor lama saja.

Sebelum Ashar aku sudah pulang, agak terkejut melihat Maima yang duduk santai sambil memainkan HP dengan serius terdengar suara video yang volumenya pull.

Maima bilang itu adalah Vidio pelakor yang di siksa istri sah. Aku sempat bertanya dan Maima menjawab dengan nada menyindir.

Tiba-tiba mataku memicing saat melihat ke arah televisi yang terpanjang di rak TV, seperti tidak asing lagi. Sontak aku kaget setelah kutelisk dengan jeli, wajahku seketika memucat, tungkai kakiku terasa lemas, bibirku bergetar.

"Ma-mama dapat TV ini da-dari ma-mana?" tanyaku gugup.

Dari pelakor," jawabnya santai.

Tiba-tiba aku ingat perkataan dia arti pelakor. Perebut laki orang. Suami yang suka berkhianat, aku langsung teringat Sindy, takut Sindy di apa-apain.

"Dasar penghianat kamu, Bang!" makinya

"Si-sindy tidak apa-apa kan, Ma? Mama tahu dari mana Abang sama Sindy? Apa Mbak Fatimah yang sudah bilang sama Mama?" aku masih sempat menanyakan keadaan Sindy dan curiga sama Mbak Fatimah karena mereka bersahabat.

Tapi jawaban Maima membuat bulu kudukku merinding. Dia bilang, kalau Sindy sudah di buat sate dan perkedel. Aku benar-benar kalut.

"Ini tidak ada urusan dengan Mbak Fatimah juga temanku yang lain, justru mereka yang selalu menutup perselingkuhan Abang. Aku yang sudah cari tahu sendiri, semuanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience