Bantuan Pak Heru

Family Series 3266

Aku dan Pak Heru pun bertemu di tempat yang sudah dijanjikan di sebuah taman hiburan, menghabiskan waktu hanya sekadar untuk membahas tentang masalahku. Tidak ada yang tahu kalau hari itu aku pergi bersama Pak Heru.

Karena, walaupun tahu tidak akan pernah ada yang peduli selain Quinsya.

Semenjak hubunganku dengan Bang Hasan tidak baik-baik saja, kami seperti orang asing yang jarang menyapa apalagi di tambah dengan kehadiran Sindy di rumahku. Bang Hasan ikut membenciku, dan Sindy keluar sebagai pemenangnya. Mencibir dan menertawakanku

"Oh, jadi itu permasalahannya. Aku ikut prihatin dengan apa yang kamu hadapi sekarang , Ima. Sepertinya permasalahanamu begitu berat banget. Kamu memang wanita yang kuat dan hebat, mampu menghadapi keadaan. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini. Soal Sindy yang keguguran, aku juga merasa heran. Kok kelihatannya aneh, ya. Ima, kamu jangan khawatir, aku akan membantumu sebisaku." tutur Pak Heru setelah aku menceritakan semuanya.

Aku tahu ini bukan hal yang baik, tapi bila ada seseorang yang bisa membantu memecahkan permasalahanku. Aku pikir tidak ada salahnya. Pak Heru adalah orang yang sudah lama aku kenal semenjak kami kerja.

Dulu kami pernah dekat, sebelum di angkat menjadi supervisor dia adalah seorang operator sama sepertiku. Aku dan dia cukup akrab. Tidak jarang, karena keakraban kami banyak yang mengira kalau kami pacaran. Barulah setelah aku memutuskan menikah dengan Bang Hasan gosip itupun hilang. Setelah itu aku dan Pak Heru saling menjaga jarak, lama-lama kami seperti orang asing. Apa lagi setelah Pak Heru juga menikah.

"Maksud Pak Heru. Bapak mau membantuku dengan cara apa?" tanyaku heran sambil menatapnya

"Soal keguguruan Sindy. Menurut kamu, Sindy tidak mau di bawa ke rumah sakit, hanya mau dibawa ke rumah bidan Emma. Dari sanalah kita akan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Kita harus datangi rumah Bidan Emma" jawab Pak Heru serius. Aku mengangguk pelan.

"Iya, itu memang benar, Pak. Tapi apa hubungannya kita datang ke rumah Bidan Emma? Tanyaku, mencoba mencari arti dari perkataan Pak Heru.

"Ya, kita datangi rumah Bidan Emma. Kita tanyakan apa yang yang terjadi dengan kehamilan Sindy? Apakah benar dia keguguran atau tidak, karena prosesnya begitu cepat. Aku hanya merasa heran." jawab Oak Heru.
"Ya terus, apa hubungannya dengan Bidan Emma, bukankah Bidan Emma yang lebih tahu karena dialah yang menangani keadaan Sinta. " aku kembali bertanya.

"Ima, kamu itu perempuan pastinya lebih tahu dari paham. Justru itulah kita harus mencari tahu tentang kebenaran kehamilan Sindy, kita akan datang ke rumah Bidan Emma dan menanyakannya. Kita langsung ke rumahnya. Apa kamu setuju?" tanya Pak Heru. Tentu saja aku setuju dengan bantuan dan idenya. Setelah itu kami saling diam dan bingung apa yang harus dibicarakan.

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, hari sudah terlalu siang. Aku segera mengajak Pak Heru pulang dan langsung menuju rumah Bidan Ema tempat waktu Sindy dirawat.

Singkat cerita, aku pun sampai di rumah Bidan Emma. Tidak lupa aku pun mengucap salam setelah memencet bel rumahnya. Tetapi setelah beberapa kali mengucapkan salam tidak ada juga jawaban dari si pemilik rumah dua tingkat itu.

"Maaf, Bu, cari siapa?" tanya seseorang yang datang saat aku memindai di sekeliling rumah.

"Cari Bidan Ema, Bu. Tapi tidak ada jawabannya. Maaf, kira-kira ke mana ya, Bu?" jawabku balik bertanya.

" Maaf maksud Ibu, Bidan Ema siapa, ya? Di sini tuch tidak ada yang namanya Bidan Ema." jawabnya seorang ibu yang ada di hadapanku yang tidak aku ketahui namanya. Aku terkejut, begitu juga dengan Pak Heru saat mendengarnya.

"Itu, Bidan Emma yang buka praktek di rumah ini. Dua minggu lalu beliau menangani menantuku yang mengalami keguguran." terangku, orang itu mengernyitkan dahi.

"Maaf, Bu, di sini tidak ada yang namanya Bidan Emma." jawabnya lagi membuatku semakin bingung dan penasaran.

"Lho, terus ini rumah siapa, dong?" sahutku benar-benar heran.

"Oh, setauku pemilik rumah ini orang Jakarta, Bu. Sudah lama tidak di tempati dan di kontrakkan baru beberapa bulan." jawabnya lagi. Aku semakin bingung. 'Sebenarnya ada apa ini?' pikirku, aku pun pamit dengan pikiran yang berkecamuk. Sulit untuk ku terima.

"Kamu harus tenang, Ima. Jangan terbawa emosi." hibur Pak Heru. Sepertinya dia paham apa yang aku rasakan.

Aku bisa lagi menahan air mata. 'Sebenarnya ada apa ini?' aku terus membatin.

Sindy yang dulu jauh berbeda..Sekarang dia begitu kejam dan licik. Aku harus lebih hati-hati dengan ular itu, menyelamatkan keluargaku sebelum semuanya benar-benar hancur.

"Aku benar-benar tidak mengerti apa sebenarnya yang dilakukan oleh perempuan itu, Pak? Dia benar-benar telah menipu keluargaku, menghancurkanku dari dulu, dan sekarang dia kembali ingin membuat hidupku semakin sakit." keluhku kepada Pak Heru.

Memang tidak seharusnya aku membawa masalah ini dan menceritakan semuanya kepada Pak Heru. Masih banyak temanku yang peduli.. Tetapi aku benar-benar butuh orang yang bisa membantuku.

"Mungkin kehamilan itu sudah dia rencanakan untuk kembali masuk ke dalam keluargamu, Ima. Tak lain tujuannya untuk balas dendam. Maaf, Ima kalau ini salah. Ini hanya menurut dari sudut pandangku saja." tutur Pak Heru, aku tetap diam. Memang masuk akal juga.

"Maksud Pak Heru." sahutku.

"Ya, mungkin ini rencananya untuk menjebak anakmu agar dia menikahinya dengan berpura-pura hamil." balas Pak Heru. Jawabannya yang lebih cerdik dariku, ternyata dia lebih peka dan lebih memahami.

"Iya, Bapak bener juga, tapi apa maksudnya dia bisa melakukan seperti ini?"

"Ya, siapa tahu dia itu merasa dendam dengan kejadiannya dulu, hingga anakmu menjadi korbannya, "jawaban Pak Heru sungguh mengejutkan, padahal aku tidak pernah berpikir sejauh itu.

"Iya, Pak sekarang aku paham. Ternyata wanita itu benar-benar licik. Aku pikir dia tidak akan pernah datang kembali dalam keluargaku. Sekarang aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan?" keluhku sambil memijat kening.

"Usahakan kamu bilang saja sama Ardan, bidan yang menolong menantumu itu tidak ada. Tentu saja kamu bicaranya baik-baik saat Sindy sedang tidak ada di rumah, dan Kamu harus tetap berpura-pura tidak tahu kalau kamu menyelidikinya." sarannya.

"Iya, Pak. Baiklah, terima kasih atas saran dan bantuannya. Kalau tidak Bapak yang membantuku, mana aku tahu semua ini."

"Iya Ima, sama-sama. Ima, bisakah kamu tidak memanggilku Bapak? Kamu boleh panggil aku Bapak kalau kira di tempat kerja." pintanya. Tapi ngomong-ngomong sebentar lagi kita ajan sampai, nich. Terima kasih untuk waktunya, karena kamu sudah bersedia untuk ku ajak jalan hari ini" sambungnya.

"Maaf, Pak, gak enak harus panggil apa, karena audah terbiasa. Dan akulah yang harus berterima kasih, karena sudah mau membantuku. Aku tidak tahu lagi siapa orang yang harus aku pinta bantuannya.? jawabku.

Namun perbincangan kami harus berakhir, karena hampir sampai di rumahku. Aku sengaja meminta Pak Heru untuk mengantarku sampai di indomart saja, sekalian untuk berbelanja. Sedangkan dia pulang melaju dengan mobilnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience