Chapter 24

Romance Series 8051

Flashback..

Nafisah terduduk dengan lemas di atas tempat tidur. Apa yang terjadi bukanlah keinginannya. Apa yang terjadi, jugalah bukan kemauannya. Apa salahnya selama ini sampai-sampai ia tidak bisa menghindar dari sebuah perbuatan dosa?

Kehormatan yang ia jaga selama ini kini telah di renggut oleh pria yang tak bertanggung jawab. Ntah itu siapa, Nafisah sendiri tidak terpikir untuk mencari tahu. Pakaian sudah terpakai kembali tubuhnya. Dalam keterlukaan hatinya, ia juga tidak menyangka mengapa Lisa setega itu meninggalkan dirinya di sebuah kamar hotel bahkan menjualnya dengan pria hidung belang yang masih berusia muda.

Tiba-tiba pintu kamar kembali terbuka, seorang pria paruh baya yang tidak pernah dilihat Nafisah datang memasuki kamarnya. Dengan cepat Nafisah memeluk selimut dan ketakutan.

"Siapa kamu?!"

"Siapa saya?" Pria berperut buncit itu pun tertawa mengejek. "Aku adalah orang yang akan memakai jasamu. Oh ayolah, aku sudah membayarmu secara full melalui perantara Andara."

Dengan cepat Nafisah meraih vas bunga yang ada di sampingnya kemudian melemparkan ke arah pria paruh baya didepan matanya. Pria tersebut terkejut dan sempat menghindar. Merasa kesal, ia melepaskan ikat pinggang yang terpasang di celana jeansnya, bersiap untuk mengikat Nafisah atau mungkin menyakiti wanita itu.

"Kamu berani melawan saya, HAH?! saya-"

Pintu kembali terbuka lagi. Seorang wanita paruh baya masuk dengan raut wajah marah.

"Jadi ini yang Papi lakukan selama ini?"

Pria paruh baya tersebut terkejut. Ia tidak menyangka kalau istrinya itu membuntutinya. Sudah bisa di pastikan, semua rencananya malam ini akan gagal.

"Mami.. mami tahu dari mana? Papi-"

"Nggak perlu banyak alasan! Sudah Mami duga kalau selama ini Papi mengkhianati Mami! Apakah Papi tidak kasihan dengan nasib anak-anak dirumah? Bagaimana jika Irsyad mengetahui kalau Papinya berselingkuh?!"

"Maaf," sela Nafisah tiba-tiba dengan buliran air mata. "Saya tidak mengenali suami anda. Saya-"

"Memangnya ada pelakor yang mau mengaku, HAH?!" Dengan cepat Ibu paruh baya tadi mendekati Nafisah.

Plak! Satu tamparan keras mengenai pipi Nafisah. Nafisah merasa pipinya nyeri bahkan memerah.

"Demi Allah, saya tidak mengenali suami anda!"

"Nggak perlu sok suci kamu, ya! Bawa-bawa nama Allah. Dasar pelacur! Apakah kamu kekurangan uang selama ini sampai-sampai mendekati suami saya?! Masih banyak pekerjaan yang halal untuk anak gadis sepertimu!"

Dengan amarah yang sudah meledak-ledak, wanita itu melemparkan uang beberapa lembar ratusan ribu kearah Nafisah.

"Ambil uang saya! Tapi jangan ambil suami saya! Dasar wanita kotor!"

Nafisah bergidik ketakutan. Hatinya sakit di hina seperti itu. Wajahnya sudah memerah oleh tangis air mata. Sudah jatuh, ketimpa tangga, itu lah yang Nafisah alami saat ini.

"Mami mau, saat ini kita cerai! Mami akan ajukan gugatan di pengadilan besok pagi, dan jangan harap anak-anak bisa tinggal bersama seorang Ayah yang pengkhianat. Sekalipun Irsyad sendiri!" bentak wanita itu, kemudian pergi meninggalkan suaminya. Ia sudah tidak sudi lagi bersama suaminya yang tega mengkhianatinya berkali-kali dengan wanita yang berbeda.

****

"Alhamdulillah sudah sampai, Ma. Sekarang, Nafisah lagi di apartemen Mas Danish."

Nafisah mengarahkan kameranya sambil berjalan menelusuri seluruh ruangan dengan video call. Latifah tersenyum tipis, ternyata apartemen yang di sewa Danish lumayan besar dan sepertinya sangat nyaman untuk ditinggali serta memiliki 2 kamar tidur.

"Alhamdulillah kalau begitu. Apakah tempatnya strategis?"

"Hm sepertinya iya, Ma. Nafisah belum melihat-lihat lokasi karena baru sampai beberapa menit yang lalu."

"Danish dan Diyah kemana?"

"Lagi di ruang tamu."

"Kamu dan Danish, sudah baik-baik saja?"

Seketika Nafisah terdiam. Tentu saja semuanya belum baik. Danish butuh waktu untuk terbiasa dengannya atas semua yang terjadi.

"Nafisah minta doa nya ya, Ma. Semoga Mas Danish bisa menerima aku."

Latifah sadar, raut wajah putrinya terlihat sedih. Sama seperti yang ia alami saat ini setelah kejadian pernikahan waktu itu. Hampir satu kampung menggosipi keluarganya secara terang-terang. Anak sebaik Nafisah bisa-bisanya merusak keluarga orang lain. Itu yang ia dengar dari salah satu warga yang memberitahukannya.

"Doa Mama selalu menyertaimu, nak. Kamu yang sabar. Yang lalu biarlah berlalu. Jadikan pelajaran sekalipun pada akhirnya Allah membuka aibmu dengan mudahnya melalui orang lain."

"Maafkan Nafisah. Nafisah berharap setelah semua ini, Orang-orang terdekat Nafisah bisa menerima keadaan Nafisah."

"Aamiin. Iya sayang. Yaudah, Mama tutup panggilan ini. Nggak enak sama Danish kelamaan video call. Tetap jaga kesehatan ya, nak. Assalamu'alaikum."

"Mama juga, salam untuk Papa. Wa'alaikumussalam."

Dan panggilan berakhir. Perasaan Nafisah sedikit lega. Sekalipun Mamanya sempat kecewa, namun seorang Ibu tetaplah seseorang yang berhati lembut dan sayang terhadap kepada anaknya. Nafisah meletakkan ponselnya, tanpa sengaja ia melihat ponsel Danish yang tergeletak di atas meja. Sebuah notip masuk ke ponsel Danish yang menyala terang. Seketika hatinya serasa berkecamuk. Nafisah meraih ponsel Danish.

"Ternyata wallpaper ponselnya masih fotomu, Alina. Boleh nggak, suatu saat aku berharap kalau foto aku yang jadi wallpapernya?"

"Kemari kan ponselku."

Tiba-tiba Danish memasuki kamar mereka. Raut wajahnya masih terlihat datar. Sesungguhnya ia merasa Nafisah sedikit lancang karena sudah memegang ponselnya.

"Maaf, ada notip. Tapi aku nggak buka apapun."

"Tidak masalah. Sekalipun kamu membukanya, tidak ada apa-apa disana. Apalagi chatting dengan wanita lain yang mengarah ke perselingkuhan."

"Kok Mas bicaranya seperti itu?"

"Kenapa? Merasa tersinggung atau tersindir?"

"Tidak, bukan-"

"Sandinya tanggal lahir Diyah kalau kamu mau tahu." potong Danish begitu saja lalu kembali menaruh ponselnya di atas meja.

Setelah mengatakan itu, Danish pergi berlalu menuju kamar mandi. Dengan cepat Nafisah berjalan mendatanginya.

"Mas mau mandi?"

"Kenapa, mau ikut?"

"Ha?"

Wajah Danish terlihat datar. Ia memajukan langkahnya hingga Nafisah memundurkan langkahnya. Kenapa Danish tiba-tiba bersikap seperti itu?

"Mas, a.. aku-"

"Nggak perlu gugup. Bukankah kamu pernah seperti ini dengan pria lain?"

Danish tersenyum mengejek. Ntah kenapa ia masih ilfeel dengan Nafisah. Sadar kalau di jodohkan dengan wanita yang salah oleh orang tuanya namun sudah terlanjur terjadi. Nafisah bersedekap menatap Danish.

"Seburuk apapun masalalu, aku tetaplah istri Mas yang berhak meminta hak sama Mas."

"Ck, apa katamu? Kamu bilang-"

"Cukup maafkan masalaluku. Sekalipun posisi Alina tidak pernah tergantikan di hati Mas."

"Tapi aku berharap pada Allah, Sang Maha Membolak-balikan hati Mas yang akan mendatangkan rasa suka yang halal ini untuk aku suatu saat di hatimu, Mas. Semoga saja." lanjut Nafisah dalam hati.

Setelah mengatakan itu, Nafisah pergi dari hadapan Danish. Berusaha menahan air mata yang akhirnya tanpa siapapun sadari, mengalir begitu saja di pipinya.

"Alhamdulillah lega. Ya Allah nggak ngerti kenapa, kalau sudah ngucapin apa yang di rasakan dari hati ke seseorang dan tiba-tiba air mata netes begitu aja rasanya hati ini plong."

****

Masya Allah Alhamdulillah.. Sudah up ya chapter 24 ??

Seneng, bisa update setiap hari hhe.??

Tetap sabar ikutin alurnya. Danish yang belum bisa nerima, dan Nafisah yang sabar dengan keadaan..??

Jazzakallah khairan sudah pada baca sehat selalu ya.. ??

Jangan lupa vote dan komentarnya karena hal tsb sangat-sangat berarti buat author dalam bentuk dan dukungan kalian sbg readers tercinta ????

With Love ?
LiaRezaVahlefi

Akun instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience