Chapter 15

Romance Series 8051

60 menit kemudian..

Dengan rasa penyesalan, Ela menangis tersedu-sedu di samping brankar pasien yang saat ini berada di wilayah UGD. Ela merasa bersalah, namun takut untuk mengakui hal yang sebenarnya.

"Ya Allah, cucuku.. "

Suara Mama mertua Danish juga terdengar lirih. Diyah belum sadarkan diri sejak tadi. Sementara pelaku kendaraan bermotor yang sudah menabrak Diyah pun pergi ntah kemana tanpa bertanggung jawab. Menurut saksi mata, pengendara tersebut ternyata masih anak remaja di bawah umur kisaran usia sekolah menengah atas yang mengebut saat mengendarai motornya.

"Kok kamu bisa lalai sih menjaga cucu saya?!" kesal Fatimah, Mama mertua Danish sambil menatap Ela.

Ela menunduk ketakutan. "Saya sudah berusaha melarang Diyah, Tante. Tetapi Diyah bersikeras ingin membeli balon di seberang jalan. Diyah tidak sabaran sehingga membuatnya nekat menyebrang jalan tanpa menunggu saya."

Danish menatap Ela tidak suka. Bahkan merasa benci. Ia sangat tahu bagaimana sikap putrinya, jika di larang, maka Diyah tidak bisa membantah apapun apalagi berbuat nekat.

"Silahkan pergi. Jangan pernah dekati Diyah lagi." sela Danish tiba-tiba, suaranya begitu dingin. "Apalagi berniat mencari perhatian dengan saya."

Ela menatap Danish dan merasa syok. Harapannya ingin mendekati Danish pun sirna lah sudah. Ia pun hanya menunduk seperti semula. Bahkan ia juga tidak menyangka kalau Danish sangatlah peka terhadap kedekatan dirinya selama ini pada Diyah semata-mata untuk menarik perhatian Papanya.

Seorang Dokter pria bersama perawat asisten pun datang menghampiri mereka. Pembicara serius sepertinya akan dilakukan sebentar lagi. Danish dan Fatimah pun mengabaikan Ela yang akhirnya memilih menjauh dari sana.

"Benturan dikepalanya cukup keras, seperti terkena trotoar di pinggir jalan begitu petugas ambulans yang membawa putri anda kemari setelah menjemputnya di lokasi." ucap Dokter Ahmad, menatap Danish dengan serius.

"Kami harus melakukan CT scan terlebih dahulu untuk memastikan separah apa benturan tersebut."

"Baiklah, kami akan menunggu hasilnya. Tolong selamatkan putri saya, Dok." ucap Danish harap-harap cemas.

"Kita akan berusaha semaksimal mungkin dan berdoa kepada Allah Subhana wa taala agar semuanya baik-baik saja."

Tak ada yang bisa dilakukan Danish selain mengangguk dan menyerahkan semuanya pada Allah. Berharap dan terus berdoa demi kebaikan dan keselamatan Diyah.

Fatimah menatap cucu semata wayangnya yang kini baru saja selesai di perban pada bagian kepala, di dekat pipinya terdapat luka memar dan rasanya Fatimah sudah tak sanggup untuk menatap gadis sekecil Diyah yang harus merasakan kesakitan bersama alat-alat medis yang terpasang di tubuhnya.

****

Keesokan harinya, Pukul 10.00 pagi.

Danish menatap Diyah dengan sendu. Sejak kemarin, putrinya itu belum sadarkan diri. Benar saja apa kata Dokter Ahmad, Diyah mengalami cedera kepala berat yang disebabkan oleh benturan keras. Hal itu umum terjadi pada anak usia baru lahir hingga usia seperti Diyah yang rawan dan beresiko tinggi.

Sentuhan pelan di pundak Danish membuatnya menoleh kesamping, Aminah menatapnya penuh kasihan. Semalam, Mamanya tiba di kota Bontang setelah seharian berada di rumah sakit kota Balikpapan lantaran Papanya juga di rawat di rumah sakit.

"Tadi pagi Dokter Ahmad visit. Beliau berkata kalau Diyah harus segera di operasi. Jika terlambat, sangat beresiko bagi kondisi Diyah."

"Sudah kamu setujui?"

Danish menggeleng lemah. "Belum Ma. Sayangnya untuk operasi bedah saraf otak tidak ditanggung jaminan kesehatan terkecuali pengobatan dan perawatan lainnya."

"Benarkah?"

"Iya. Aku akan mengusahakan dananya. Tabunganku tentu saja tidak akan cukup."

"Aku akan mengusahakan sisanya. Kebetulan dalam waktu dekat ini, aku harus ke Jakarta. Aku ingin menyampaikan hal ini pada Mama, Alhamdulillah aku di Terima bekerja disana."

"Kamu melamar kerja disana? Kenapa jauh sekali?"

"Karena gajinya lumayan besar. Apalagi, sebentar lagi aku akan menikah dengan Nafisah."

Aminah menatap putranya yang terdiam melihat kearah Diyah. Dari raut wajahnya, nampaknya Danish sangat sedih dan tidak rela menikah lagi. Namun keadaan lah yang menuntutnya untuk segera menikah.

"Tapi aku bingung terhadap satu hal.."

"Apa Danish?"

"Panggilan kerja tidak bisa di tunda. Ini kesempatan yang tidak ingin aku sia-siakan. Mencari pekerjaan di jaman sekarang itu sulit dan penuh persaingan. Apakah Mama sanggup menjaga Diyah selama 24 jam disini? Bagaimana keadaan Papa yang kondisinya sering sakit? Sungguh semua ini membuatku bingung dan sulit memikirkannya. Apalagi Papa dan Mertua aku, mereka karyawan swasta yang sudah jelas tidak bisa seenaknya tidak bekerja."

"Assalamualaikum.."

Suara salam seorang wanita membuat Aminah menoleh ke belakang. Ia pun tersenyum tipis. Nafisah datang menjenguk dengan raut wajah cemas terhadap Diyah.

"Wa'alaikumussalam.. Nafisah, terima kasih sudah kemari. Kamu sama siapa kesini?"

"Alhamdulillah saya kemari sendirian. Bagaimana dengan Diyah?"

"Masih seperti kemarin, belum sadarkan diri."

"Nafisah.. ingin membantu Tante dan Papanya Diyah." ucap Nafisah begitu saja, hingga diam-diam membuat Danish terkejut dalam hati.

"Maksud nak Nafisah?" tanya Aminah bingung.

"Insya Allah saya bisa membantu. Saya harap ini keputusan yang tepat saat ini. Saya.." Nafisah merasa telapak tangannya dingin, keringat mulai bercucuran di dahinya dekat dalaman hijabnya. Ia pun menarik napas sejenak kemudian menghembuskan secara perlahan.

"Saya, akan menerima Papanya Diyah menjadi suami saya. Terima kasih sebelumnya Tante dan sekeluarga sudah berkunjung kerumah saya dan menyampaikan niat baiknya waktu itu."

DEG!

Detik berikutnya Danish syok. Lontaran Nafisah barusan membuatnya tanpa sadar menoleh kearah Nafisah.

Wajah yang manis.

Tiga kata itu yang Danish lihat dari wajah Nafisah. Hanya seperkian detik saja setelah itu Danish menatap ke lain, lebih tepatnya kearah Diyah.

"Saya harap kamu tidak menerima keputusan saya hanya karena situasi sekarang." ucap Danish datar.

"Apakah, Mas meragukan saya?"

Danish mengangguk. "Ini bukan perkara yang mudah. Terlebih kamu menerima saya bukan karena yakin, tetapi karena Diyah."

"Setidaknya kita berusaha menyelamatkan nyawanya. Saya akan membantu menjaga Diyah selama Mas di Jakarta. Maaf, tanpa sengaja tadi saya mendengar ucapan Mas dan Tante Aminah. Hati saya tergerak untuk berada di sisi Diyah. Saya yakin, Diyah sedang membutuhkan kita."

"Apakah kamu yakin, nak Fisah?" sela Aminah tiba-tiba, mencoba mencari tahu apakah ada keraguan di balik ucapan Nafisah. Namun sayangnya, Aminah tidak menemukan hal itu sama sekali. Raut wajah Nafisah terlihat yakin dan tidak main-main.

"Sebelumnya, beberapa hari yang lalu Diyah mengucapkan sesuatu sama saya. Ucapan polosnya membuat hati saya terketuk untuk terus bersamanya." lirih Nafisah pelan, sebulir air mata mengalir di pipinya.

"Apa yang Diyah ucapkan?"

"Tante Nafisah, setiap hari Diyah berdoa sama Allah, semoga Tante Nafisah selalu berada didekat Diyah. Diyah nggak bisa jauh-jauh dari Tante Nafisah. Kalau suatu saat Tante Nafisah menikah dengan orang lain, Diyah harap Tante Nafisah tidak akan pernah menjauhi Diyah. Diyah sayang Tante Nafisah seperti Mama Alina." lirih Nafisah pelan setelah mengucapkan apa yang di katakan Diyah melalui komunikasi mereka di ponsel, beberapa jam sebelum Ela menjemputnya.

Kedua mata Danish sampai berkaca-kaca. Tidak menyangka kalau ucapan polos Diyah ternyata sesayang itu dengan Nafisah. Dan sejak beberapa bulan yang lalu Danish juga sadar, kalau Nafisah terlihat tulus menyayangi Diyah tanpa sandiwara.

"Baiklah.." ucap Danish akhirnya. "Saya akan menikahi kamu sebelum berangkat ke Jakarta."

Aminah pun tersentuh. Sementara Nafisah mulai gelisah, takut, dan gugup. Tetapi mengesampingkan semua itu demi Diyah.

Aminah tidak menyangka bahwa seperti ini lah jalan takdir putranya. Tidak ada yang menyangka kalau akhirnya putranya itu akan menikah lagi dan Diyah akan bersama Nafisah yang mencintainya sama seperti almarhumah menantunya.

"Ma, Danish pamit untuk pergi ke luar sebentar."

Aminah hanya mengangguk. Dengan sopan Danish pergi berlalu dengan langkah yang sangat berat, bayangan Alina lagi-lagi terbesit dibenaknya. Ntah kenapa, kedua mata Danish berkaca-kaca.

"Alina, sebentar lagi sahabatmu hadir diantara kita. Dia yang tak pernah aku lihat, dia yang tak pernah aku pikirkan, tiba-tiba Allah mendatangkannya sebagai sosok yang benar-benar tulus menyayangi putri kita. Kuharap aku tidak melukainya suatu saat. Hatiku, sudah terukir namamu. Apakah aku sanggup bila namamu terhapuskan dan tergantikan dengan dia? Ya Allah, kuatkan hamba. Alina, jujur, hamba tidak sanggup."

****

Alhamdulillah, chapter 15 sudah up ??

Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca. Tetap stay di part berikutnya??

Apakah kalian mulai deg-degan sekarang? Hhe ????

Jgn lupa beri komentarnya ya di bagian bawah ?? ku pengen tahu respon tanggapan kalian sama chapter kali ini ??

With Love ?? LiaRezaVahlefi

Akun Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience