Chapter 16

Romance Series 8051

Keesokan harinya, Pukul 09.00 pagi.

Seperti yang sudah di bicarakan kepada kedua pihak keluarga, akhirnya Danish sepakat menikahi Nafisah secara resmi dan tercatat negara di kantor KUA kota Bontang.

Acara akad nikah kali ini hanya di hadiri oleh pihak keluarga Danish, Nafisah, beberapa kerabat dekat Nafisah serta Irsyad. Tentu saja Irsyad datang karena dia adalah teman dekat Danish semasa sekolah menengah pertama waktu di kota Balikpapan.

Nafisah semakin deg-degan saja menunggu namanya sedang di sahkan sebagai istri oleh Danish. Saat ini ia sedang menunggu di ruang lain bersama Mamanya.

"Mama harap, setelah ini kamu bisa menjalankan bahtera rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah."

"Aamiin, terima kasih Ma."

"Sama-sama, sayang. Meskipun cinta belum hadir, Mama yakin, Insya Allah suatu saat kalian bisa saling menaruh rasa cinta seiring berjalannya waktu dan kebersamaan kalian. Bukankah cinta hadir karena terbiasa bersama? Biasanya suami istri itu saling membantu, saling bertukar pikiran, cerita, temen curhat, bahkan sholat pun bisa berjamaah bersama."

Nafisah tersenyum tipis. Meskipun tersenyum, namun tidak dengan hatinya yang menjadi gelisah tak menentu. Apakah semua ucapan Mamanya barusan benar-benar terjadi padanya suatu saat?

"Jangan memikirkan hal apapun yang sekiranya memberatkan beban pikiranmu, nak. Bukankah ini sudah keputusan kalian bersama?"

"Hm, iya, Ma."

"Lagian Danish itu pria yang baik kok. Mama sudah kenal baik bagaimana dia, semua keluarganya, pekerjaannya, dan yang terpenting, mereka seakidah dengan kita."

Nafisah hanya mengangguk lagi. Detik demi detik terus berjalan. Sebentar lagi ia akan menyandang status sebagai seorang istri sah dari Danish. Seorang pria yang tidak pernah ia bayangan, tidak pernah ia pikirkan, bahkan ia harapkan.

"Saudara ananda Muhammad Danish bin Abdul Mahmud. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudari Nafisah Zaina binti Ahmad Gani dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat di bayar Tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya.."  seketika tenggorokan Danish tercekat, tangannya terasa bergetar kecil. Dan sungguh ia malu bila Pak penghulu didepannya kali ini menatapnya heran.

"Saya.. saya terima.."

"Pak Danish, apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Pak Penghulu tersebut, mencoba sabar dan memaklumi bahwa Danish mungkin sedang gugup. Padahal tanpa siapapun sadari, Danish bukan gugup, tetapi tidak sanggup.

Semua bayangan masalalunya ketika mengucapkan akad nikah dengan menyebutkan nama Alina, semua dekorasi, bahkan berada didepan Pak penghulu saat ini rasanya seperti mengulang memori masalalu yang tidak mudah di lupakan oleh Danish.

Bisik-bisik dan tatapan heran dari orang-orang yang menatap Danish pun mulai terlihat. Semua bertanya-tanya, ada apa dengan Danish? Kenapa pria itu terlihat ragu?

"Nak, minum dulu air nya supaya sedikit tenang." sela Aminah tiba-tiba.

Sodoroan segelas air mineral kemasan ukuran 400 mili pun terarah pada Danish. Danish menatap Mamanya yang kini melihatnya dengan cemas. Segala harapan kesembuhan untuk Diyah seketika muncul di benak Danish. Petunjuk semua jawaban dari Allah setelah sholat istikharah tentang Nafisah pun lagi-lagi membuatnya terdiam. Raut wajah Aminah yang sudah berusia pertengahan tahun dan di penuhi guratan lelah karena mengurus semuanya termasuk merawat Diyah pun, membuat Danish segera menghapus rasa keraguannya.

Semua demi Mama dan Papanya, agar tidak kerepotan di usia senja. Sebagai anak, ia wajib membahagiakan mereka sampai akhir hayat dan tidak membebaninya.

Semua demi Diyah, agar putri tercintanya itu memperoleh kembali rasa kasih sayang dengan adanya sosok Nafisah diantara mereka.

"Bismillah, kita bisa ulang lagi, Pak." ucap Danish akhirnya.

Hingga akhirnya, jantung Nafisah berdegup kencang. Suara Danish cukup terdengar yang berasal dari ruangan sebelah. Danish telah resmi, menjadikannya sebagai seorang istri yang sah. Ucapan ijab qobul terlontar dengan lancar tanpa terbata-bata untuk kedua kalinya.

Danish telah resmi, mengikatnya untuk bersama sehidup semati. Danish telah resmi, menjadi penuntun ke jalan menuju surga di akhirat kelak dengan melakukan banyaknya ibadah terlama dalam sebuah bahtera rumah tangga.

Meskipun rasa suka, belum dirasa.
Meskipun rasa sayang, belum diperoleh. Dan meskipun rasa cinta, belum terucap. Nafisah berharap, semoga semuanya akan baik-baik saja.

Biar bagaimanapun, tidak ada yang bisa mengelak ketika semua sudah tercatat dalam Lauhul Mahfudz. Disisilain, ini semua dilakukan sebagai bentuk keperdulian kepada Diyah.

Lalu Nafisah pun segera keluar ruangan, Sang Mama pun menggandeng lengannya. Mengantarkan putri tercinta yang kini sudah waktunya berpindah tangan terhadap kewajiban sebagai seorang istri yang mulai di jalani di usia 25 tahun.

Hati Danish tidak lagi gugup. Tidak lagi gelisah. Semua sudah terjadi. Inilah takdir yang harus ia jalani meskipun tidak ada yang pernah menyangka kalau ia akan menikah lagi.

Danish mendongakkan wajahnya, menatap Nafisah yang berjalan kearahnya. Siapapun yang bertemu Nafisah, kata manis dan berwajah teduh lah yang terlintas di pikiran mereka.

Kini, Nafisah sudah duduk di sampingnya. Tanpa ragu Danish pun menghadap Nafisah untuk menyematkan cincin pernikahannya di jari manis wanita itu.

Seketika Danish terdiam, padahal ia sudah memegang cincinnya. Tangannya bergetar kecil. Rasanya tak sanggup menyematkan cincin tersebut ketika disaat yang sama, memori masalalu bersama Alina kembali terulang.

Nafisah sadar, ia pun segera menggenggam punggung tangan Danish dengan pelan. Ia juga menatap bekas cincin yang terlihat belang di jari manis Danish yang pastinya sudah Danish lepas sebelumnya, cincin pernikahannya dengan Alina.

"Mas, tidak apa-apa. Aku mengerti." bisik Nafisah pelan. "Cobalah untuk tenang, semua orang melihat kita "

Danish mengangguk. Ia pun segera menyematkan cincin tersebut ke jari manis Nafisah yang sudah di hias henna berwarna putih. Di ikuti dengan Nafisah yang melakukan hal yang sama pada jari manis Danish.

Setelah itu di lanjutkan sesi mencium punggung tangan Danish dan Danish pun mencium kening Nafisah. Hati Nafisah di liputi rasa tidak menentu dan Danish pun merasa hatinya teriris. Satu tahun lebih cincin pernikahan dari Alina terpasang di jari manisnya dan kini tergantikan oleh cincin pernikahan dari Nafisah yang menyematkannya.

Nafisah adalah amanah dari Allah untuknya dan Danish harus berusaha menaruh hati pada Nafisah seiring berjalannya waktu. Walaupun ia sendiri tidak yakin.

"Terima kasih, Mas. Semoga suatu saat kita sama-sama memiliki perasaan satu sama lain." bisik Nafisah pelan, Danish mendengarnya, tidak berucap kata Aamiin atau apapun. Hanya diam dan mengangguk.

Dari jarak kejauhan, Ela melihat semuanya. Hatinya remuk untuk kedua kalinya. Merelakan pria yang ia sukai sejak dulu menikah dengan wanita lain. Tanpa menunda waktu, Ela memilih pergi dari sana dalam perasaan yang terluka.

Satu orang fotografer mengabadikan momen-momen akad nikah Nafisah dan Danish. Sedangkan di kursi tamu bagian belakang, seorang pria tersenyum sinis. Ia pun bersedekap di balik raut wajahnya yang tampan.

"Ck, takdir memang begitu baik denganku. Syukurlah, Allah membukakan aib yang tidak pernah aku ketahui sebelum menikahinya."

"Danish, kamu pria yang baik. Aku turut bersedih atas kepergian Alina yang baik. Tapi sayang sekali, kenapa kamu mencari pengganti dengan menikahi seorang plakor?"

Detik berikutnya Irsyad segera berdiri dari duduknya, ia pun memilih menunggu diluar kantor KUA.
R

asa marah yang terpendam, benci, dan jijik, dengan Nafisah membuat Irsyad rasanya tidak sanggup menatap wanita itu jika saja Danish tidak memintanya hadir pada acara akad nikahnya pagi ini.

"Mana dia?! Mana Nafisah!"

Irsyad terkejut, Humaira datang  dengan amarah yang terlihat jelas di raut wajah adiknya.

"Kamu ngapain kesini? Ayo kita pulang."

"Tidak, Kak. Lepaskan aku sebelum bertemu dengan Nafisah!"

"Jangan bikin keributan disini. Kamu- HUMAIRA!"

Humaira tidak menggubris panggilan Kakaknya. Gadis cantik itu menerobos memasuki kantor KUA. Tidak perduli dengan orang-orang yang mulai menatapnya penuh tanda tanya. Apalagi Nafisah kini menyadari kehadiran Humaira dan tersenyum tipis.

"Alhamdulillah, Humaira. Akhirnya kamu datang-"

PLAK!

Nafisah syok, tamparan keras mengenai pipinya. Ia kebingungan sekaligus merasakan perih di pipinya. Semua orang menatap ke arah mereka. Kini, air mata mengalir di pipi Humaira.

"Dasar wanita tidak tahu diri!"

"Apa-apaan ini? Jaga sikap kamu terhadap istri saya." bela Danish tiba-tiba, berdiri di antara mereka.

Humaira tersenyum sinis. "Bagaimana aku bisa menjaga sikap kalau orang yang selama ini aku anggap teman baik ternyata penyebab kerusakan rumah tangga orang tua aku?!"

Lalu bisik-bisik orang-orang disekitar mereka mulai terlihat. Danish terkejut. Di tambah kedua orang tua Danish yang menatap Humaira tidak percaya. Keduanya yakin, Nafisah bukan wanita seperti yang di katakan Humaira.

"Humaira, apa maksud kamu berkata seperti itu? Aku tidak seperti yang kamu pikirkan." isak Nafisah pelan.

"Oh ya? Cih.." Humaira merasa stok kesabarannya sudah habis. "Kamu nggak perlu jadi perempuan yang sok suci Nafisah! Kamu kan, wanita yang pernah menjadi wanita malam dan jual diri ke Papa aku? Aku tahu semuanya dari Mama aku! Mama aku yang pernah memergoki kalian di kamar hotel waktu di masalalu! Kamu pikir perceraian orang tua aku nggak bikin hatiku hancur?! Kamu bahagia hari ini, sementara ada hati keluarga lain yang sedang tersakiti akibat kelakuanmu di masalalu! Kamu nggak tahu betapa sakitnya aku menjadi anak brokenhome!"

Nafisah memundurkan langkahnya. Raut wajahnya berubah menjadi pucat. Sementara Danish menyadari ekspresi wajahnya.

"Nafisah.. " Danish menatap Nafisah dengan serius. Ada raut wajah kekecewaan disana. "Apakah semua itu benar?"

"Tentu saja itu benar." sela Irsyad tiba-tiba. "Aku akui, pria sepertiku memang sempat menyukai Nafisah. Tapi sayang, hal kotor yang dilakukan wanita itu membuatku berubah pikiran sebelum aku datang melamarnya. Aku bersyukur, Allah menjauhkan diriku dari wanita sepertinya. Bagaimana mungkin, aku menikahi seorang wanita yang pernah menyakiti ibuku dan keluargaku?"

Bruk!

Detik berikutnya, tanpa diduga Nafisah pingsan begitu saja. Suasana semakin runyam. Irsyad dan Humaira, tidak perduli dengan semua itu. Yang ada kedua nya malah pergi dengan perasaan kecewa dan terluka akibat ulah Nafisah di masalalu.

????

Alhamdulillah chapter 15 sudah up??

Bagaimana perasaan kalian setelah membaca chapter ini? ??

Semoga sabar menanti di chapter selanjutnya. Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca.

With Love ?? LiaRezaVahlefi

Akun Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience