Chapter 34

Romance Series 8051

"Apakah tidak bisa? Hanya sebentar saja." desak Danish pelan pada seorang wanita yang diketahui berprofesi sebagai resepsionis bagian depan perusahaan.

"Maafkan saya Pak Danish. Saat ini Pak Randi sedang berada diluar. Beliau benar-benar sibuk. Jika ada hal penting yang ingin di sampaikan, bisa melalui saya."

"Maaf, ini bukan urusan penting. Hanya urusan pribadi. Ah atau begini saja, bisakah saya meminta nomor ponsel beliau?"

Wanita tersebut terlihat ragu. Memberikan nomor ponsel seorang atasan bukanlah hal yang mudah apalagi jika yang meminta bukan sekelas klien penting atau rekan bisnis perusahaan.

"Apakah bisa?" tanya Danish sekali lagi.

"Anda bisa langsung ke ruang saya."

Keduanya menoleh, Randi datang di saat yang tepat. Biasanya pria itu terlihat berdua dengan asistennya. Tapi sekarang, dia terlihat sendiri setelah asisten tersebut meninggal dunia beberapa hari yang lalu.

"Assalamu'alaikum, Pak Randi." sapa Danish sopan

"Wa'alaikumussalam. Mari Pak Danish, ikut saya."

Danish hanya diam mengangguk. Jika saja saat ini bukan di lingkungan perusahaan, sesungguhnya ia begitu enggan berurusan dengan pria macam Randi. Sosok atasan yang ia benci karena sudah menorehkan luka masalalu pada seorang istri yang mulai ia cintai.

Randi memasuki lift khusus menuju ruangannya. Keduanya sama-sama terdiam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Danish sibuk dengan isi pemikirannya, sementara Randi sudah mulai menerka-nerka maksud dan tujuan Danish ingin menemuinya. Pasti tidak jauh-jauh dengan urusan pribadinya.

Butuh waktu beberapa detik lift bergerak ke lantai paling atas perusahaan. Setelah keluar dari lift, keduanya langsung menuju ruangan. Tak hanya itu, dengan santainya Randi malah berinisiatif membuat dua cangkir kopi hitam di mesin pembuat kopi yang ada di sudut ruangannya.

"Silahkan diminum."

"Anda tidak perlu repot-repot Pak Randi."

"Panggil nama saja. Sekarang kita sedang tidak membahas urusan pekerjaan kan? Jadi santai saja."

Danish terdiam. Rupanya Randi sudah menyadari maksud dan tujuannya. Ia pun berdeham dan segera meminum kopi miliknya yang rasanya begitu nikmat.

"Ada yang ingin kamu tanyakan padaku?"

Danish mengangguk. "Maaf sebelumnya, kedatangan saya kemari kali ini hanya untuk membahas urusan pribadi. Apakah tidak masalah Pak-"

"Panggil Randi." sela Randi tiba-tiba.

Danish memaksakan senyumnya. "Maaf, aku hanya ingin bertanya, apakah kamu ada bertemu dengan putriku beberapa hari yang lalu?"

Dengan santainya Randi menyilangkan kedua kakinya dengan elegan. Danish akui, Randi memang terlihat berkelas, rapi, tampan, dan berkharimatik. Randi menyeruput kopi miliknya kemudian meletakkannya di atas meja hadapannya.

"Ya, aku ada bertemu dengannya beberapa hari yang lalu di minimarket. Kebetulan pertemuan itu tidak sengaja dan aku melihatnya memandangi sebuah boneka besar begitu lama. Setelah itu, aku membelikannya."

"Kenapa kamu membelikannya. Apakah karena Nafisah?"

Randi tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya. "Jangan cemburu. Aku tidak ada memikirkan hal itu sama sekali. Aku memang berniat membelikannya. Boneka itu rezeki dari Allah. Aku hanya perantara saja sebagai hamba Allah untuk membelikannya. Maaf jika hal itu membuat keluarga kecilmu tidak nyaman. Tetapi kuharap kalian bisa menerimanya dengan baik dan tidak menolah rezeki itu."

Danish meneliti raut wajah Randi. Apakah ada kebohongan atau tidak disana. Tetapi seperti yang ia lihat saat ini, pria itu jujur. Tidak berniat buruk atau semacamnya. Randi sadar akan hal itu, Tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi sendu.

"Aku tahu, aku pernah memberi luka dimasalalu kepada seorang wanita yang kamu cintai. Hidup tidak ada yang tahu sampai kapan usia seseorang akan bertahan, Allah bisa saja memanggil hambaNya bila waktunya sudah tiba. Karena itu, aku sadar, aku tidak ingin mengulanginya. Aku ingin berjalan ke arah yang benar selagi Allah masih memberiku napas. Randi yang sekarang, bukan Randi yang dulu. Allah Maha Pengampun dan menerima taubat hambaNya. Tetapi kesalahanku pada sesama manusia, aku sendiri tidak tahu apakah orang tersebut bisa memaafkan aku atau tidak."

"Maksudmu, pada Nafisah?"

"Iya. Jujur, sampai sekarang aku masih belum tenang dengan semua ini. Setiap bertemu dengan istrimu, hanya ketakutan yang aku alami. Aku merasa segan dan sungkan padanya bahkan aku merasa tatapannya begitu membenciku."

"Semua butuh waktu. Aku yakin suatu saat dia akan memaafkanmu."

Randi memaksakan senyumnya. Berharap bahwa semua itu akan menjadi kenyataan. Ia menatap Danish dan berdeham.

"Sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan padamu. Sebuah pemikiran yang sudah aku pertimbangkan matang-matang sejak beberapa hari yang lalu."

"Maaf, apa maksudmu."

"Aku membutuhkan seorang pengganti asisten. Semua kriterianya, ada padamu."

"Apa?" Danish terkejut. Ia yakin ia tidak salah dengar. "Itu tidak mungkin. Aku hanya seorang pekerja bawahan di perusahaan ini. Apa kata orang-orang diluar sana nantinya?"

"Perlu kamu ketahui, aku seorang pembisnis. Sebelum memutuskan sesuatu, aku mempertimbangkan semuanya secara teliti. Termasuk dirimu, asal usulmu, dan lainnya secara detail."

Danish sampai melongo. Tidak percaya dengan semua ini. Baru saja ia sebulan bekerja di perusahaan pria itu, bisa-bisanya ia diangkat menjadi asisten seorang bos besar.

"Dari data yang aku baca, " Randi memegang sebuah macbook miliknya. Tatapannya begitu serius. "Kamu tipe karyawan yang tepat waktu. Tidak pernah korupsi waktu bahkan termasuk pekerja yang baik dalam bidang nya. Rekan-rekan yang berinteraksi padamu juga menjelaskan padaku bahwa dirimu salah satu pekerja yang rajin menunaikan ibadah. Tidak membuang-buang waktu, sopan, dan jujur dalam berkata. Itu alasanku kenapa aku memilihmu, Danish. Hampir semua sikap profesional yang di miliki almarhum asistenku yang dulu, ada padamu. Kuharap kamu bersedia."

Danish terlihat ragu. Di satu sisi, ia memikirkan gaji yang tentunya tidak sedikit. Gajinya pasti lebih besar dari karyawan biasa. Apalagi sekarang ia sudah menikah kembali. Tetapi di sisi lain, ia tidak yakin bagaimana perasaan Nafisah nantinya.

"Untuk urusan pribadi, kamu tidak perlu khawatir. Aku menghargai perasaan keluarga kecilmu untuk tidak mengecewakannya. Kita bekerja secara profesional."

"Aku, akan memikirkannya. Semoga semuanya bisa terealisasikan sesuai keinginanmu."

Setelah percakapan keduanya. Danish tak banyak bicara lagi, ia segera pamit keluar ruangan dengan sopan bertepatan saat seorang wanita berada di depan pintu ruangan Randi.

Wanita itu terlihat angkuh. Bahkan menatap Danish dengan tatapan datar. Tapi tanpa Danish sadari, justru wanita itulah yang pernah menjual Nafisah di masalalu pada Randi.

****

Masya Allah Alhamdulillah, sudah update ya chapter 34 ?

Makasih sudah sabar menanti seperti biasanya. Semoga kalian suka dengan terus suka dengan cerita ini di setiap partnyapartnya????

Jangan lupa di vote, di komen, biar author semangat update lihat antusias kalian ?

Sehat selalu yaaa. Tetap jaga kesehatan di masa pandemi ini ??

With Love ??LiaRezaVahlefi

Akun instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience