Chapter 51

Romance Series 8051

Randi menyeruput secangkir kopi miliknya yang masih hangat. Malam ini dengan terpaksa ia harus lembur karena banyaknya pekerjaan yang belum selesai.

"Jangan banyak begadang Mas, itu tidak baik."

Uhuk!!

Randi terbatuk. Tanpa diduga Lisa duduk disebelahnya sambil mengenakan baju tidur tipis bahkan memeluk lengannya dengan santai. Semua perlakuan istrinya saat ini  terlalu tiba-tiba

Lisa tertawa, dan lagi, dengan santainya ia meraih tisu untuk mengelap sisa kopi yang menempel di bibir suaminya. Buru-buru Randi menepisnya. Lisa terkejut karena sikap Randi, namun tetap memasang raut wajah biasa-biasa saja padahal apa yang di lakukan pria itu telah membuatnya tersinggung.

"Aku bisa sendiri, jangan memperlakukanku seperti anak kecil."

"Kamu bayi besarku, Mas. Bukankah seorang suami itu bagaikan bayi besar yang semua keperluannya harus di layani dengan baik?"

"Tapi semua itu tidak berlaku buatku. Aku terbiasa mandiri." ketus Randi sambil menggeser posisinya, memberi jarak antara dirinya dengan Lisa.

Lisa tak menyerah, justru ia malah mendekati suaminya lagi. Bahkan aroma parfum yang di kenakan wanita itu sampai tercium di hidung Randi. Mendadak Randi jadi tidak bisa berkonsentrasi.

"Ck, parfum apa yang sebenarnya dia pakai?" sela Randi dalam hati.

"Parfum yang aku pakai aroma soft dan romantik, tidak mungkin kamu tidak tertarik,Mas."

"Dan.. Pakaian tidur berbahan santin yang aku pakai, bukankah pakaian yang di sukai para suami?"

Randi berusaha tetap fokus meskipun Lisa banyak berbicara sejak tadi. Wanita itu benar-benar mengganggu saja.

"Kalau begitu, aku mau masuk kamar. Sepertinya suamiku ini selalu saja sibuk. Tapi kalau Mas membutuhkanku, Mas bisa datangin aku di kamar."

"Tidak, Terima kasih."

"Terserah, tapi jujur saja, aku belum mengantuk. Lagian aku juga mau nonton tayangan ceramah disosmed. Kebetulan tema malam ini tentang kemunafikan seseorang. Yang katanya lain di mulut, lain di hati."

Suara langkah kaki Lisa terdengar menjauh darinya. Randi menghela napasnya dengan kasar. Dan lagi, untuk kesekian kalinya wanita itu menyindirnya.

"Ucapannya memang tidak bisa di lawan. Dasar perempuan!"

****
K

eesokan harinya..

Latifah menatap menantunya dengan diam. Meskipun Danish sekarang terlihat baik-baik saja, namun rasa kecewa itu pasti ada. Kecewa karena putrinya di poligami.

Tanpa berpikir panjang, Latifah segera berdiri dari duduknya. Hanya melihat Danish yang menggenggam punggung tangan Nafisah yang masih koma, ntah kenapa hatinya sesak.

"Mama mau kemana?" tanya Danish kearah Latifah.

"Mama mau kekantin rumah sakit. Mau titip sesuatu?"

"Em, tidak."

Latifah hanya mengangguk dan pergi dalam diam. Sementara Danish menatap kepergiannya. Sejak tadi, ia juga sadar, kalau Mama mertuanya itu menatapnya tidak suka. Rasa kekeluargaan itu sepertinya sudah hilang semenjak ia menikah lagi. Sekalipun Latifah hanya bisa diam, namun ia mengetahui dan menyadarinya.

"Aku tahu, Mama pasti kecewa denganku. Bagaimana dengan Nafisah nantinya?" Danish menoleh ke arah Nafisah. Dan lagi, ia mencium punggung tangan istrinya yang dingin dan pucat.

"Aku merindukanmu. Kapan kamu bangun, sayang? Bukankah kamu mau umroh bersamaku dan Diyah?"

Pintu terbuka lagi. Seorang Dokter wanita bersama suster di sampingnya kembali datang untuk memeriksa kondisi Nafisah. Danish segera berdiri dan memberi jarak.

Seperti sebelumnya, tidak ada tanda-tandanya Nafisah menunjukkan perkembangan yang baik. Danish hanya bisa bersabar, meskipun harus menahan rindu yang begitu menyiksa.

Setelah itu, Danish memilih pergi dari sana, menyempatkan pamit pada mertuanya meskipun Latifah kini lagi-lagi bersikap dingin padanya. Setelah Danish pergi, Latifah menatap kepergian putra menantunya.

"Mama dan Nafisah seperti kaca. Sudah pecah dan hancur. Kalaupun di perbaiki, maka tidak akan sama seperti sebelumnya. Keretakan itu pasti terlihat."

****

"Mas Danish!"

Danish menoleh ke samping, Ela berjalan cepat dari arah tempat duduk koridor rumah sakit.

"Kakimu belum sembuh, kenapa berjalan cepat-cepat?" sahut Danish dengan nada marah.

"Mas khawatir sama aku ya?"

Danish terdiam. Ia hanya menghela napasnya, dan Ela tersenyum tipis. Tanpa diduga ia mengamit lengan Danish.

"Tadi aku mau masuk ke ruangan Mbak Nafisah. Tapi ada Tante Latifah, kan nggak enak."

"Jangan pernah muncul didepan keluargaku lagi."

"Kenapa?"

"Kamu pikir setelah apa yang terjadi semuanya akan membaik?"

Danish menatap Ela dengan tatapan kecewa, hingga membuat Ela menundukkan wajahnya. Rasa bersalah kembali menghampirinya. Dengan perlahan ia melepaskan pegangannya pada lengan Danish.

"Maaf, aku sadar aku salah."

"Dan satu lagi." ucap Danish dengan nada peringatan. "Aku minta tolong jangan menghubungiku, ketika aku bersama keluargaku dan keluarga Nafisah. Sekarang situasinya sudah berubah Ela. Mereka kecewa denganku. Tapi semua kejadian ini adalah takdir dan aku adalah seorang pria yang menjadi pilihanmu. Jadi, kamu harus menuruti semua perintahku dan aturanku demi dirimu dan kebaikan bersama."

"Baik, aku mengerti."

Danish hanya mengangguk dan pergi. Ela mengikutinya dan kembali berada di sampingnya. Setelah itu, yang ada Danish malah mengemudikan mobil Ela dan mengajaknya ke pasar tradisional. Sesuai janjinya, ia membelikan Ela sepasang flatshoes dengan uang tabungan yang ia miliki meskipun belum gajian.

"Kita ngapain kesini?" tanya Ela bingung.

"Beli flatshoes. Disana banyak model yang bagus-bagus."

Ela masih tak percaya. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki ke pasar tradisional. Sebelumnya ia hampir tidak pernah pergi berbelanja di tempat-tempat saat ini selain di Mall atau Marketplace.

Akhirnya Danish dan Ela tiba di salah satu toko yang menjual berbagai macam model sepatu, sandal, flatshoes dan lainnya. Ela mengedarkan pandangannya dan menatap semuanya.

"Bagus sih, tapi apakah kualitasnya awet?"

"Kamu suka yang mana?"

"Ha?"

"Silahkan pilih."

Ela memaksakan senyumnya. Bingung harus memilih yang mana, sementara ia terlihat enggan untuk membeli kualitas pasar. Danish sadar, ia menatap Ela.

"Aku tahu, mungkin produk disini bukan seleramu. Tapi sejujurnya, aku harap kamu mau memakai pemberianku untuk sementara waktu agar kamu tidak terpeleset lagi. Aku akan berusaha mengumpulkan banyak uang untuk membelikan flatshoes yang kamu inginkan. Dan saat ini, uangku belum cukup. Aku belum gajian."

Ela merasa tertampar hatinya. Danish sudah baik padanya. Mestinya ia sadar, kalau keuangan Danish tidak sebanyak dirinya saat ini. Dengan rasa bersalah Ela tersenyum tipis.

"Seharusnya aku yang minta maaf. Aku kurang bersyukur dengan semua ini. Mas memang suami yang baik."

"Alhamdulillah. Semua karena Allah. Segera pilih kemudian kita akan membelinya."

Ela menurut, dengan membeli satu pasang platshoes yang ia inginkan. Modelnya juga bagus. Ntah kenapa, hatinya sangat bahagia meskipun hanya kegiatan sesederhana ini. Setelah itu mereka memutuskan untuk segera pulang. Situasi memang begitu padat, belum lagi banyaknya orang-orang yang lalu lalang sampai akhirnya membuat Ela kembali terdiam. Tatapannya beralih ke tangannya yang kini di genggam oleh Danish, seolah-olah Danish tidak ingin kehilangan posisinya.

Tak hanya itu, Ela juga semakin mengeratkan genggamannya pada Danish. Sebahagia itu, hatinya saat ini, bersamaan datangnya rasa jatuh cinta yang begitu singkat.

Mereka pun tiba di parkiran mobil. Danish segera mengemudikan mobil Ela setelah membayar tarif parkir mobil.

"Mas.."

"Ya?"

"Terima kasih, atas semuanya."

"Sama-sama, sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang suami."

Ela kembali terdiam, menatap kedua kakinya yang kini terpasang flatshoes baru. Seketika ia teringat kejadian kemarin pagi. Danish sudah memberinya uang nafkah, pakaian, kebutuhan dan keperluan lainnya. Danish memang suami yang baik. Ramah dan melindunginya. Dengan perlahan Ela menoleh ke samping, ia menatap Danish yang saat ini sedang fokus menyetir mobilnya.

"Apakah Mas Danish juga akan memberikanku nafkah batin dalam waktu dekat?" sela Ela dalam hati.

Dan Ela sadar, sudah beberapa hari setelah sah menjadi pasangan suami istri, Ia dan Danish, belum pernah sekalipun tidur di kamar yang sama dalam satu ranjang yang sama.

****

Masya Allah Alhamdulillah.. Sudah update nih chapter 51.

Mau nanya, gimana nih sama hati kalian ??

Wkwkwkwkw ??

Jangan lupa beri vote dan komeni kalian sama chapter ini sebagai bentuk dan dukungan kalian sama author agar semangat updatle ??????

With Love Lia ?

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience