Chapter 37

Romance Series 8051

"Pak Sofian?"

"Ya?"

"Tolong bakar ini. Pastikan tidak ada yang tersisa sedikitpun."

Pria paruh baya yang baru saja mendapat perintah dari atasannya itu hanya mengangguk dan menuruti perintah atasannya Tuan Randi. Sementara Randi, iya yakin, Sofian adalah sosok asisten yang bisa di percaya. Salah satunya untuk urusan pribadi. Sebuah amplop yang berisi foto Nafisah. Foto yang pernah di beri langsung oleh Lisa ketika wanita itu tega menjual temannya sendiri. Ia sudah berhijrah, tidak ingin menyimpan foto wanita selain mahramnya.

"Baik, Pak."

"Aku percayakan semuanya padamu."

Setelah mengatakan itu, Sofian pergi menjalankan tugasnya. Ia keluar ruangan menuju ke belakang perusahaan untuk membakar amplop tersebut. Sesampainya disana, ia segera mengeluarkan amplop tadi bersama korek api tepat di atas tong sampah drum. Api sudah menyala, namun tiba-tiba ponselnya berdering.

"Halo, iya Pak Randi?"

Raut wajah Sofian terlihat serius dan saat itu juga ia langsung mengakhiri panggilannya. Dengan cepat Sofian kembali memasuki gedung perusahaan lalu menuju ruangannya. Sofian membuka laci dan meletakkan begitu saja amplop coklat tadi sambil meraih berkas penting hasil rapat yang di butuhkan Randi saat itu juga.

****

Danish mengepalkan salah satu tangannya ke dalam saku celana kain nya. Mau marah? Tentu saja iya. Tetapi sayang, saat ini situasinya tidak tepat. Ia masih berada di lingkungan perusahaan. Apalagi Randi adalah penyebab masalahnya, sudah menjadi resiko jika hal-hal seperti ini akan terjadi ketika pria itu memiliki masalalu yang buruk dengan Nafisah.

Tanpa pikir panjang Danish menuju toilet. Mencuci wajah didepan wastafel adalah salah satu langkah yang ia butuhkan agar wajahnya tidak terlihat kusut. Ini minggu pertama profesi barunya, jangan sampai hal-hal urusan pribadi mempengaruhi jiwanya meskipun membutuhkan usaha yang tidak mudah. Ini soal Nafisah, rasa cemburunya pada Randi tentu saja ada.

Setelah selesai dengan semuanya, Danish merasa wajahnya segar kembali. Tetapi mau bagaimana lagi, kalau hatinya saat ini terbakar rasa cemburu.

"Bisa-bisanya dia masih menyimpan foto istri orang." kesalnya dalam hati.

Ponsel Danish berdering, nama Randi terpampang di layarnya. Danish mendengkus kesal sambil berdeham untuk menerima panggilan tersebut.

"Iya, Pak?"

"Saya tunggu di ruangan. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan mengenai rapat besok. "

"Baik."

Panggilan berakhir. Danish mempercepat langkahnya. Dalam hati ia juga merasa bersalah. Harusnya ia diam di tempat agar Randi tidak sulit mencarinya apalagi sampai menghubungi nya. Danish menghela napasnya, berusaha menekan perasaan campur aduk dengan atasannya sendiri.

****

"Mama, malam ini kita masak apa?"

"Em, memangnya kamu mau di masakin apa?"

"Bagaimana kalau menu kesukaan Papa? Diyah juga suka, kok."

Nafisah tersenyum tipis. Ia memegang pergelangan tangan putrinya yang baru saja keluar dari kelas PAUD. Seragam kotak-kotak berwarna pink yang di pakai Diyah membuat gadis itu terlihat menggemaskan bagi Nafisah.

"Boleh deh, em kalau begitu kita singgah ke minimarket, ya. Sekalian belanja bulanan."

"Ayo.. Tapi Diyah juga mau es cream."

"Untuk anak Mama, apa sih yang enggak?"

Diyah tertawa kecil, lalu semakin mempercepat langkahnya menuju pintu pagar PAUD. Nafisah sampai kewalahan mengikuti langkah cepat putrinya. Sesampainya di luar pagar, Nafisah segera memesan taksi online.

"Mama, kok cepat banget taksi onlinenya datang?"

"Ha?"

Nafisah merasa heran, padahal ia belum membuka layanan aplikasinya. Tetapi sebuah mobil merah berhenti tepat di depan matanya hingga pintu mobil tersebut terbuka. Seorang wanita keluar dan membuat Nafisah terkejut.

"Nafisah? Ternyata benar dirimu. Aku sudah melihatmu dari kejauhan. Apa kabar?"

Wanita itu tersenyum seolah-olah tidak pernah merasa bersalah sama sekali. Ia mendekat dan berdiri di hadapan Nafisah lalu membuka kaca mata elegan yang ia pakai.

"Li.. Lisa?"

Lisa mengulurkan tangannya pada Nafisah. Namun sayang, tidak sedikitpun Nafisah menyambutnya. Terpaksa ia menatap ke arah Diyah.

"Sayang, ayo beri salam sama Tante ini."

Diyah mengangguk. "Assalamu'alaikum, Tante." Diyah mencium punggung tangan Lisa. Sementara Lisa merasa risih dan tetap menerima salam dari gadis kecil itu dengan senyum penuh kepalsuan.

"Wa'alaikumussalam, Hai gadis cantik. Salam kenal ya, panggil saja Tante Lisa."

"Iya Tante Lisa."

"Maaf, kami harus pergi."

Nafisah memaksakan senyumnya. Berusaha menahan air mata. Kenapa wanita sejahat Lisa kembali hadir didepan matanya setelah bertahun-tahun lamanya? Nafisah beristighfar dalam hati, berusaha untuk sabar bahwa semua ini adalah takdir dari Allah.

"Allah tahu, aku mampu dalam menghadapi ini semua. Meskipun rasanya sangat sakit." sela Nafisah dalam hati. Tanpa banyak bicara ia membalikkan badannya di ikuti oleh Diyah, mencari tempat sejauh mungkin sebagai alasan untuk menghindari Lisa.

"Kamu sudah berkeluarga Nafisah? Menikah dengan siapa?"

Nafisah menghentikan langkahnya, sorotan kesedihan yang ia pendam sama sekali tidak di hiraukan oleh Lisa. Nafisah tersenyum getir.

"Alhamdulillah sudah. Dengan seseorang yang bisa menerima aku apa adanya."

Setelah mengatakan semua itu, Nafisah pergi begitu saja. Sementara Lisa tersenyum dengan raut wajah meremehkan.

"Memangnya siapa yang mau nerima dia? Pasti nggak jauh-jauh dari sifatnya juga. Terlalu polos banget sih, jadi wanita."

Lisa merasa risih karena terik matahari yang membuatnya gerah. Dengan cepat ia pun memasuki mobilnya bertepatan saat ponselnya berdering. Seketika raut wajah Lisa berubah sumringah. Wanita mana yang tidak bahagia ketika pria yang ia idam-idamkan tiba-tiba menghubungi ponselnya tanpa alasan? Lisa berdeham, bersiap mengubah nada suaranya seramah mungkin.

"Halo? Iya, Ran, ada apa?"

"Kalau tidak ada kepentingan jangan mendekati Nafisah lagi. Tidak cukup kah, dengan masalalu yang sudah kamu buat untuk melukainya?"

"Apa?" Lisa terkejut. "Ma.. Maksud kamu apa sih, Ran? Aku benar-benar nggak ngerti."

"Jangan pura-pura tidak tahu, Lisa. Aku tidak akan mengulangi semua ucapanku yang tadi. Wanita sepertimu, tidak mungkin memiliki otak yang bodoh, kan?"

Lisa menggenggam ponselnya dengan erat. Ucapan Randi barusan begitu kasar baginya. Apalagi pria itu memutuskan panggilannya secara sepihak.

"Aaarggh!!!"

Lisa membanting ponselnya begitu saja. Ia mencengkram kemudian stirnya bahkan memukulnya dengan kuat.

"Nyebelin banget sih! Jangan-jangan Randi suka sama istri orang?!"

"Atau... "

Lisa tersenyum licik. "Atau Jangan-jangan Nafisah itu istri simpanan Randi? Dasar keterlaluan kamu Nafisah!"

"Aku harus buat perhitungan sama kamu, Nafisah!"

****

Masya Allah Alhamdulillah..
Hai semua, maaf atas keterlambatan update nya ya.. ????

Moga suka chapter ini dan terus penasaran sama kelanjutan ceritanya. ??

Oh iya, jgn lupa vote ya, komentar juga. Sebagai bentuk dukungan buat author yg nulis ?

Sehat selalu buat kalian... ??

With Love ?
LiaRezaVahlefi

Akun instagram :
lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience