Chapter 20 & 21

Romance Series 8051

Flashback beberapa tahun silam..

Seorang gadis tengah menatap ponselnya dalam diam. Dia adalah teman sekolah menengah atas Nafisah dan Alina. Dalam diamnya, ia melihat sederet postingan pakaian dan aksesoris branded yang membuatnya terkesima.

Selang beberapa menit kemudian, Nafisah datang dari arah kantin. Wajahnya yang polos dengan memakai jilbab putih senada warna seragam sekolahnya itu memang membuat Nafisah terlihat manis bagi siapapun yang melihatnya.

"Nafisah?"

"Ya?"

"Kemari.."

Maka Nafisah pun mendekati teman kelasnya. Ia tersenyum tipis.

"Ada apa?"

"PR dari Ibu Ramlah sudah di kerjain? Hari ini di kumpul." tanya gadis itu hanya untuk sekedar basa-basi.

"Alhamdulillah sudah. Kamu?"

"Sudah juga kok. Oh iya, siang ini, kamu sibuk?"

Nafisah menggeleng. "Nggak sih. Kenapa?"

"Temenin aku ke cafe yuk."

"Ke cafe?" Nafisah mengerutkan keningnya. Tumben sekali temannya itu mengajaknya ke cafe.

"Em gini.." seperti bisa membaca pikiran Nafisah, gadis itu pun segera memberi penjelasan. "Kakak aku lagi opening cafe baru. Kebetulan aku belum pernah kesana. Kamu bisa kan, temanin aku kesana? Nggak usah khawatir, nanti aku traktir deh."

"Apakah aku boleh membawa Alina?"

"Tentu." Gadis itu pun tersenyum ceria. "Siapa tahu cafe Kakakku nanti cocok buat rekomendasi tongkrongan kalian suatu saat. Oke deh, setelah jam pulang sekolah ya."

"Baiklah, em aku masuk ke kelas duluan. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Gadis itu pun menatap kepergian Nafisah dari belakang. Tanpa siapapun sadari, seulas senyuman licik pun akhirnya menghiasi bibirnya.

****

Papimu memang telah tiada, tapi luka itu tidak akan pernah hilang sampai kapanpun." sela Mami Irsyad.

"Terima kasih, sayang. Kamu memang putra Mami yang baik. Pria sebaik kamu, sampai kapanpun, Mami nggak akan setuju kalau kamu menikahi wanita itu. Berjanjilah sama Mami untuk membatalkan niatmu melamarnya. Secantik apapun dia, kalau dia wanita yang tidak baik, tetap saja Mami tidak merestuinya. Masih banyak wanita diluar sana yang lebih baik dari dia. Sungguh, wanita malam itu sudah menyakiti hati Mami."

Irsyad terdiam. Teringat ucapan Mamanya beberapa minggu yang lalu.  Hari sudah berganti, sementara rasa kecewa itu belum hilang.

"Wanita macam apa kamu Nafisah? Bisa-bisanya kamu hancurkan hubungan keluargaku yang sebelumnya harmonis."

Dengan kesal Irsyad membakar kertas undangan pernikahan Danish dan Nafisah yang masih berada di kamarnya. Kilatan amarah masih terlihat di wajahnya.

"Allah itu Maha Adil. Suatu saat Allah akan membalas perbuatanmu wanita kejam!"

****

Danish menarik kopernya setelah keluar dari Bandara. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 sore. Tujuannya saat ini adalah ke apartemen yang kebetulan sudah siap huni.

Danish sengaja memilih tempat apartemen yang strategis dengan harga terjangkau dan lokasinya dekat dengan pekerjaannya yang baru.

Drt.. Drt.. Drt..

Ponsel Danish berdering. Nomor tak dikenal terpampang di layarnya. Dengan cepat ia menerima panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum, Mas Danish."

"Wa'alaikumussalam. Siapa?"

"Ini aku, istri Mas."

"Alina?"

Hening, tidak ada suara apapun. Danish mengusap pelan wajahnya. Kenapa tiba-tiba ia teringat Alina terus? Sekarang ia sadar bahwa Nafisah sedang menelponnya.

"Maaf, ada apa?"

"Cuma mau ngabarin, Alhamdulillah Diyah sudah sadar."

Seulah senyum melebar di bibir Danish. Danish berucap lega dalam hati.

"Alhamdulillah, Terima kasih. Aku tutup dulu, Assalamu'alaikum."

"Tapi-"

Danish mematikan panggilannya. Dengan cepat ia menghubungi Mamanya. Berbeda dengan Nafisah saat ini. Ia hanya tersenyum miris, sesungguhnya ia berharap Danish mau berbicara padanya walaupun hanya sekedar basa-basi meskipun membahas hal yang tidak penting.

"Paling tidak, Diyah harus pulih dulu. Baru aku bisa mendatangi Mas Danish disana. Tidak baik begini terus."

****

Flashback..

Fisah, kamu yakin dia orang yang baik?"

"Iya, dia baik kok. Memangnya kenapa?"

"Aku hanya merasa, dia bukan orang yang baik."

"Nggak boleh ah, seudzon sama teman sendiri."

"Tapi, Kan-"

"Hai, gimana kopinya? Enak?"

Tiba-tiba gadis yang menjadi teman sekolah Alina dan Nafisah pun datang dengan senyuman manis. Ia membawa nampan berisi kentang goreng dan menu makanan berat lainnya. Alina menatap gadis itu dengan pandangan curiga, ntah kenapa sejak tadi perasaannya tidak enak.

"Alhamdulillah enak kok." sahut Nafisah senang. "Oh iya, jadi, cafe ini punya Kakak kamu?"

"Hm, iya, itu Kakak aku. Dia jadi barista disana."

Maka Nafisah dan Alina pun menoleh kearah seorang pria muda kisaran umur 22 tahun tengah sibuk membuat coffe dengan ciri khas memakai afron berlabel tempat usaha kafe yang ia geluti saat ini. Tiba-tiba suara ponsel  berdering yang berasal dari ponsel gadis tersebut terdengar. Ia pun akhirnya berdiri dari duduknya.

"Em, sebentar ya, aku terima panggilan ini. Kalian nikmati saja coffe dan makanannya. Nggak usah khawatir soal harga, aku yang traktir deh."

Nafisah pun mengangguk. " Sekali lagi terima kasih, ya,"

"Sama-sama."

Gadis itu pun pergi. Setelah menjauh dan situasi aman, ia segera menerima panggilan tersebut. Suara seorang pria yang sudah ia kenal terdengar berucap sesuatu di pendengarannya. Dan lagi, gadis itu menatap Nafisah dari kejauhan, ia tersenyum licik.

"Iya, saya mengerti, tunggu waktu yang tepat."

????

Masya Allah Alhamdulillah. Chapter 20 sudah up ya..

Chapter nya dikit banget ya? Iya, maaf. Soalnya baru login setelah akhir-akhir ini mood ku lagi gak mendukung, ??

Tapi makasih sudah menunggu dengan sabar, ditunggu next chapter nya ya.. ?

With Love LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience