Chapter 19

Romance Series 8051

"Kenapa kamu bisa semudah itu percaya dengan teman kamu? Orang yang terlihat baik belum tentu niatnya baik. Buktinya, dia malah menjerumuskan kamu!"

Nafisah hanya bisa diam tanpa berucap kata sedikitpun ketika Mamanya memarahinya habis-habissan sejak beberapa menit yang lalu. Saat ini, Nafisah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Ia berusah mendekati sang Mama agar bisa menarik perhatiannya. Rasanya sungguh menyakitkan bila Mamanya itu sudah mendiamkannya sejak kemarin.

"Maafkan aku, ma." lirih Nafisah pelan.

"Kapan kejadian itu terjadi? Apakah sudah lama?"

"Sudah lama."

"Astagfirullahaladzim Nafisah... " Latifah menatap Nafisah dengan kecewa sekaligus kesal. "Semudah itu kamu menutupi semuanya? Kok bisa sih?! Kamu pikir ini perkara yang mudah?"

"Ma.. " Nafisah memeluk lengan Mamanya dengan tatapan sedih. "Maafkan aku. Aku tahu aku salah. Saat itu aku terlalu takut untuk mengatakan semuanya. Apalagi, semuanya begitu rumit. Kehilangan kehormatan dan-"

Belum sempat Nafisah menyelesaikan ucapannya, Latifah menjauhkan tangan putrinya yang berada di lengannya. Bagaimana bisa, Nafisah menyembunyikan masalah sebesar itu selama ini? Parahnya lagi, semua terungkap ketika di hari bahagianya sebagai seorang Ibu yang melihat putrinya bersanding dengan pria sebaik Danish bahkan didepan semua keluarga dan orang-orang. Bisa di pastikan, saat ini ia dan keluarganya sudah menjadi buah bibir para tetangganya.

"Mama tanya sama kamu, siapa yang tahu masalah ini sewaktu kejadian itu? Kamu nggak mungkin menyimpan semua ini sendirian Nafisah. Mama yakin itu."

Nafisah menghapus air mata di pipinya. "Alina. Sahabat aku yang tahu kejadian itu. Bahkan dia yang sudah memperingatkan semuanya tapi aku yang salah karena tidak menggubris semua ucapannya."

"Ya Allah Nafisah..." Latifah sambil memijit pelipisnya yang terasa pusing. "Apakah saat itu dia sudah menikah?"

"Belum. Saat itu kami masih duduk di bangku kelas 2-"

"Assalamu'alaikum."

Tiba-tiba Danish datang hingga membuat Nafisah terkejut. Buru-buru Latifah merubah raut wajah marahnya menjadi senyuman ramah.

"Wa'alaikumussalam. Nak Danish, ayo sarapan dulu. Jadwal keberangkatan pesawatnya menuju Jakarta nanti siang kan?"

"Iya Ma."

"Nafisah.. " Latifah menatap putrinya. Ia rasa sudah cukup mendengar semua ucapan Nafisah. Sekarang, ia akan memberikan waktu dan tempat privasi untuk Nafisah dan Danish.

"I.. Iya Ma?"

"Cepat sajikan sarapan untuk suami kamu. Mama mau sholat sunnah Dhuha dulu. Sudah jam 7 pagi."

Nafisah hanya mengangguk. Sementara Latifah sudah pergi berlalu, berharap bahwa hubungan keduanya itu baik-baik saja walaupun sebenernya ia sadar kalau dilihat dari sikap dan gerak-gerik Danish selama beberapa jam terakhir, pria itu benar-benar menghindari Nafisah. Nafisah beralih menatap Danish yang terlihat datar dari raut wajahnya. Dalam hati Nafisah sendiri merasa gugup dan takut.

"Ini Mas, Sarapannya.."

"Aku bisa ambil sendiri."

Danish terlihat diam dan cuek dengan mengambil nasi dan lauk pauk. Nafisah tak tinggal diam, ia menuangkan air putih ke dalam gelas dan menyodorkannya ke arah Danish.
Setelah itu, ia bingung harus bersikap bagaimana. Yang ada saat ini ikut mengambil nasi dan lauk dalam porsi sedikit agar kecanggungan tidak begitu terasa.

Danish tetap bersikap tidak perduli. Ia tetap mengunyah makannya dalam diam. Rasanya begitu nikmat. Tapi kenapa, begitu menelannya semuanya terasa hambar? Apakah saat ini mood nya sudah rusak setelah tanpa sengaja ia mendengar ucapan mama mertuanya bersama Nafisah? Sudah tidak salah lagi, istrinya itu telah kehilangan kehormatan dan merusak rumah tangga Irsyad sejak berusia 17 tahun.

"Mas.."

"Hm?"

"Berapa lama Mas akan tinggal di jakarta?"

"Dalam waktu yang lama."

"Kenapa begitu?"

"Apakah itu masalah buatmu?"

Nafisah terdiam, sedingin itu Jawaban Danish. Hati Nafisah serasa perih. Padahal ia dan Danish sudah menikah. Namun perlakuan dan sikap sebagaimana pasangan suami istri belum ada ia dapatkan dari Danish.

"Rasa suka itu memang belum ada. Terlebih rasa cinta. Tapi kenapa? Seolah-olah saat ini aku sedang berjalan sendiri tanpa adanya sosok Danish?" sela Nafisah dalam hati.

"Mau lama atau tidak. Aku sudah terikat kontrak di perusahaan Penyiaran stasiun televisi di Jakarta."

"Apakah aku boleh mengunjungi Mas jika Allah berkehendak Diyah siuman dan sembuh?"

Danish tak menjawab apapun. Pria itu meminum segelas air. Bahkan gelas yang sudah di sodorkan Nafisah ke arahnya tidak tersentuh Sedikitpun. Seolah-olah Danish enggan menerima perhatian kecil darinya. Danish berdiri dan pergi begitu saja hingga langkahnya terhenti, ketika tanpa diduga Nafisah memeluknya dari belakang.

"Kuharap jangan pernah meninggalkan hatiku. Mas boleh meninggalkanku hanya untuk bekerja mencari nafkah. Tapi tolong, selama di sana, jangan pernah memikirkan wanita lain selain aku."

Danish terdiam. Kenapa Nafisah begitu takut? Kenapa wanita itu malah tidak yakin dengan kepergiannya? Kenapa pikirannya menjadi negatif terhadap semuanya? Secara tidak langsung Nafisah menganggap dirinya akan menjadi suami yang tidak setia.

"Ya Allah. Kenapa hamba sulit sekali mengikhlaskan hal pahit ini? Hamba sadar, hamba bukan lah manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah. Tapi, hamba tidak bisa membohongi perasaan hamba sendiri kalau hamba kecewa. Apalagi, dia seorang wanita yang sudah mendzalimi orang lain." ucap Danish dalam hati.

"Mas, jawab aku."

Dengan perlahan Danish melepaskan pelukan Nafisah yang ada di belakangnya.

"Berhenti berpikir yang buruk. Sibukkan dirimu untuk bertaubat dan memohon ampun pada Allah atas semua kesalahan yang kamu perbuat Nafisah."

"Apakah Mas masih kecewa denganku?"

"Pertanyaan itu lebih baik kamu lontarkan saja pada orang tuamu, apalagi putrinya sudah mendzalimi orang lain. Apakah kamu tidak pernah berpikir menyakiti sesama wanita?"

"Tapi, Mas-"

"Apakah kamu sendiri ikhlas, jika seseorang di luar sana merusak hubungan rumah tangga kita? Sama seperti yang kamu lakukan pada orang tua Irsyad? Semua anak pasti akan bersedih melihat orang tuanya berpisah apalagi disebabkan oleh orang ketiga."

Danish pergi berlalu. Ia pikir semua ucapannya sudah cukup untuk memberitahu pada Nafisah bagaimana mestinya seorang suami yang menasihati istrinya. Walaupun rasa kecewanya begitu besar.

"Bagaimana aku bisa, melupakan masalaluku dengan Alina, sementara istri masa depanku justru tidak bisa membahagiakanku di awal pernikahan ini?"

????

Masya Allah Alhamdulillah. Chapter 19 sudah up.

Danish yang kecewa, tapi tetap berusaha mempertahankan hatinya agar bs memberi nasihat pada Nafisah.

Jazzakallah Khairan sudah baca. Sehat selalu buat kalian semua ya..

With Love LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience