Chapter 2

Romance Series 8051

Kediaman Nafisah, beberapa menit kemudian..

Nafisah menatap Danish yang kini sibuk memegang ponsel nya. Ntah hal apa yang sedang di lakukan pria itu, namun ia yakin, Danish sengaja melakukanya semata-mata hanya untuk menghindari pembicaraan padanya.

"Nak Fisah, bagaimana kabarnya? Apakah kamu sehat?"

"Ha?"

Aminah tersenyum kecil. Sadar kalau sejak tadi Nafisah terlihat diam dan tidak banyak berkata apapun.

"Em, Alhamdulillah saya baik, Tante. Tante sendiri dan.. " Tatapan Nafisah beralih ke arah Danish. "Mas Danish gimana kabarnya? "

"Alhamdulillah kami baik. Iya kan, Danish? "

"Hm, ya, begitulah. " Danish hanya mengangguk, memperlihatkan raut wajah senyumannya yang singkat, dan kembali memegang ponselnya.

"Tante Nafisah, Diyah kangen Tante. "

"Tante juga kangen sama kamu, sayang. Oh iya, Tante ada es cream di kulkas. Apakah Diyah mau?"

"Es Cream?" tanya Diyah dengan raut wajah berbinar. "Aku mau, aku mau! "

"Kalau begitu, ayo kita ke dapur."

Nafisah pun pamit menuju dapurnya bersama Diyah. Rasanya ia juga enggan, berlama-lama duduk di hadapan keluarga Danish yang tiba-tiba datang hari ini. Sementara Latifah, Bunda Nafisah hanya tersenyum ramah sembari kembali berbincang dengan Aminah.

Tapi tidak dengan Danish sendiri. Ia sadar, Nafisah memang sedekat itu dengan putrinya. Tapi, apakah ia bisa menjalani sebuah hubungan yang baru dengan wanita itu suatu saat?

????

Beberapa jam kemudian..

"Kenapa kamu banyak diam sejak tadi Nafisah?"

"Aku hanya memikirkan suatu hal?"

"Apa?"

"Kenapa, keluarga sahabat aku datang kesini secara tiba-tiba, Ma?"

"Loh, memangnya kenapa? Apakah hal itu masalah buat kamu?"

"Bukan." Nafisah menggeleng pelan. "Maksud aku-"

"Mereka jauh-jauh kesini hanya untuk silaturahim." potong Latifah cepat. "Lagian, mertuanya Danish juga tinggal di wilayah ini. Jadi Diyah sekalian liburan kesini dan nginap tempat Neneknya."

"Beneran, Ma?"

Latifah mengerutkan dahinya. Merasa heran mendengar semua pertanyaan putrinya.

"Kamu kenapa sih?"

Bukannya menjawab, Nafisah membalikkan badannya dan berjalan kearah jendela sembari menggigit ujung kukunya. Menggigit kuku adalah kebiasaannya sejak kecil, jika ia sedang mengalami gugup dan gelisah.

"Em, aku merasa, kedatangan mereka kemari memiliki maksud dan tujuan lain."

"Kalau urusan seperti itu, hanya Allah dan mereka yang tahu, Nafisah. Serahkan semuanya pada Allah. Yang jelas, jika mereka datang lagi ke sini, kita harus menerima dan menghargai mereka sebagai tamu, itu saja."

"Bunda?"

Nafisah segera mengalihkan tatapannya pada seorang gadis kecil berusia 4 tahun. Gara-gara obrolannya dengan Mamanya di rumah, hampir saja ia melupakan Rara, murid yang sedang ia ajari dalam les private membaca dan menulis. Kegiatan les privat itu adalah kegiatan freelance yang ia lakukan setiap seminggu tiga kali.

"Eh? Iya sayang, Rara sudah selesai menulis?"

Rara mengangguk. "Sudah Bunda."

"Sini, Bunda lihat."

Nafisah memperhatikan kerja keras Rara yang berusia 4 tahun. Rara sudah bisa menulis 5 huruf A sampai E. Nafisah tersenyum tipis.

"Masya Allah, Rara hebat. Rara juga pintar. Sekarang lanjut lagi ya?"

Rara mengangguk antusias, pujian yang di berikan Bunda Nafisah membuatnya semangat dan senang. Tiba-tiba pintu terbuka pelan, seorang pria berusia 29 tahun datang memasuki ruangan.

"Assalamualaikum?"

"Wa'alaikumussalam." jawab Nafisah pelan.

"Yey, Om Irsyad datang!"

Dengan riang Rara berdiri dari duduknya sejak tadi dan berlari kearah Irsyad. ia menoleh kearah Rara yang tengah disambut oleh Om nya kemudian di gendong.

Seketika Nafisah terdiam. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya ke arah buku tugas yang ia tulis dengan huruf abjad. Pipi Nafisah merona merah. Sementara jantungnya berdegup kencang. Ntah kenapa selama 3 bulan menjadi guru private Rara, rasa kagumnya pada Irysad semakin menjadi saja.

Seperti yang diketahui, kata Bunda Rara, keponakannya bernama Irsyad itu berprofesi sebagai pimpinan perusahaan tambang batu bara.

"Sayang, ini ada kue buatmu. Nanti makan sama-sama dengan guru kamu ya?"

"Namanya Bunda Nafisah, Om. Bunda sangat baik!"

Irsyad tersenyum tipis. Ia melirik kearah Nafisah. Baginya, Nafisah memang cantik dan berwajah teduh. Setiap kali ia mengunjungi Rara, ia sering mendapati Nafisah yang sibuk membuat tugas untuk Rara.

"Hm, iya sayang iya, oh iya, Bundamu ada didalam?"

"Bunda pergi sebentar sama Ayah."

"Oh ya? Kemana?"

Irsyad menurunkan Rara dari gendongannya, tapi Rara malah menarik pergelangan tangannya.

"Rara nggak tahu. Ayo om, temani Rata belajar. Om harus lihat, Rara sudah hebat menulis huruf. Iya kan Bunda?"

Seketika Nafisah tersentak. Sebenarnya ia sudah selesai membuat huruf untuk Rara. Tapi sejak tadi ia pura-pura sibuk agar tidak menatap interaksi Rara dan Irsyad. Demi menghargai Rara, akhirnya Nafisah pun menoleh kearah keduanya.

"Masya Allah, kenapa Irsyad makin hari makin tampan saja?" ucap Nafisah dalam hati.

"Em, iya sayang. Ayo lanjut lagi belajarnya."

Rara pun kembali mendekati Nafisah. Tapi tidak dengan Irsyad sendiri, ia hanya tersenyum tipis melihat Nafisah yang ramah dan santun. Akhirnya, ia pun memilih pergi dari sana dan menuju kamar tamu.

Setelah kepergian Irsyad, saat itu juga Nafisah bernapas lega sambil mengelus dadanya dengan pelan. Ia sendiri tak habis pikir, apakah ia selalu begini jika bertemu Irsyad?

????????

Nafisah diam-diam kagum dengan Irsyad, bagaimana nasib Danish selanjutnya? Tetap Stay di cerita ini ya?

Insya Allah akan di up besok lagi??

Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca. Sehat selalu buat kalian ??

WithLove ?
LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience