Chapter 22

Romance Series 8051

Flashback...

Alina berjalan mondar-mandir. Pikirannya sedang tidak karuan. Sudah semingguan ini, Nafisah kerap kali jalan bersama gadis cantik yang kerap mentraktir mereka makan ataupun menikmati kopi di cafe milik seorang pria muda yang katanya milik Kakak gadis itu.

Ponsel berdering, Alina segera teralihkan untuk meraih ponselnya. Seketika ia terdiam, bukannya Nafisah, malah Danish yang menghubunginya.

"Halo, Assalamualaikum, Kak?"

"Wa'alaikumussalam Alina. Maaf apakah aku mengganggumu?"

"Em, tidak, Kak. Oh iya, ada apa?"

"Hanya bertanya kabarmu dan orang tuamu, itu saja."

"Alhamdulillah kami semua baik, Kak."

"Alhamdulillah."

Alina terdiam. Lagi-lagi pikirannya terfokuskan pada Nafisah. Ia menoleh ke arah jam dinding. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Namun seperti yang ia tanyakan sebelumnya pada Nafisah, sahabatnya itu masih dalam perjalanan menuju pulang kerumah. Memangnya sahabatnya itu dari mana pulang semalam ini?

"Alina? Kamu masih disana?"

"Ha?" Seketika Alina tersadar."Iya, Kak, Maaf.."

"Tidak apa-apa. Oh iya, kapan pengumuman kelulusan sekolah kamu?"

"Insya Allah sebentar lagi, Kak. Memangnya kenapa?"

"Hanya sekedar ingin tahu. Yaudah, saya tutup dulu ya panggilannya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Panggilan singkat pun berakhir. Danish memang seperti itu, bertany hanya seperlunya. Alina segera menghubungi Nafisah kembali. Padahal ia dan Nafisah hanya sekedar sahabat sejak kecil. Namun nyatanya ia merasa kalau Nafisah itu adalah adik kandungnya.

"Kenapa nomornya tidak aktip?"

Berbagai macam pikiran dan rasa khawatir, lagi-lagi menghampiri perasaan Alina.

****

"Apakah benar, Tante sekarang jadi mamanya aku?"

Nafisah tersenyum kecil. Ia mengusap pelan pipi Diyah yang terasa dingin. Wajah mungil gadis itu masih terlihat pucat dan lemas.

"Alhamdulillah iya sayang. Sekarang, Diyah nggak sendirian lagi. Ada Mama yang akan temanin Diyah sampai kapanpun."

"Diyah sayang Tante. Apakah boleh, Diyah panggil Tante dengan Mama?"

Nafisah hanya mengangguk pelan. Dengan perlahan ia memeluk Diyah. Jiwa keibuannya sudah hadir semenjak ia menikah beberapa hari yang lalu.

Tayangan berita kriminal siang samar-samar terdengar ketika jam sudah menunjukkan pukul 13.00 siang.

"Kabarnya, pelaku pencurian saat ini sedang dalam pengejaran pihak kepolisian. Aksi kejahatan tersebut terjadi tepat pukul dinihari dan terekam oleh kamera CCTV pemilik toko."

"Mama lihat! Itu Papa. Kok Papa bisa masuk TV?" tunjuk Diyah antusias.

Seketika Nafisah menoleh ke arah LCD TV yang kini menampilkan situasi kejadian yang berada di kawasan Jawa Barat. Suara Danish masih terdengar dengan menyampaikan isi berita secara detail. Dalam hitungan detik, kini, wajah Danish kembali terlihat di layar LCD TV.

Nafisah terdiam menatap Danish tanpa berkedip. Sangat beda aura pria itu ketika memakai stelan formal ciri khas pembawa berita harian didepan kamera. Wajahnya sama sekali tidak tegang dan kaku. Belum lagi style rambut Danish yang sepertinya habis di cukur rapi dan semakin terlihat tampan.

"Mama, kok diam?"

"Ha?"

"Sekarang Papa ada dimana? Kok Papa masuk TV jadi pembawa berita?"

"Papa lagi di Jakarta sayang."

"Kenapa jauh sekali?"

"Karena Papa mendapatkan pekerjaan disana."

"Yah, berarti Papa nggak tahu dong kalau Diyah sudah sembuh?"

"Papa tahu kok. Pokoknya Diyah harus pulih dulu baru kita bisa datangin Papa."

"Kalau begitu Diyah mau makan buah yang ada di atas meja itu."

Nafisah tertawa kecil. Hatinya sungguh bahagia. Diyah begitu semangat mau sembuh. Secara tidak langsung ia dan Diyah semakin cepat bisa bertemu dengan Danish.

"Iya sayang, ini buahnya. Cepat sembuh anak Mama."

****

Jakarta, Pukul 12.30 WIB
Media Surya Citra corp.

"Saya Muhammad Danish beserta tim dan kru mengucapkan selamat menjalankan aktivitas anda. Selamat siang, Wassalamu'alaikum Warohmatulohi Wabarakatuh."

"Cut!"

"Kerja yang bagus Mas Danish. Selamat ya. Ini hari pertama Mas bekerja disini tetapi semuanya berjalan dengan lancar dan baik."

Danish tersenyum tipis mendengar pujian dari salah satu kru kameramen. Ia turun dari tempat on air sambil melepas peralatan mungil berupa mic jenis Lavaliere yang terpasang di kancing kemeja maroon guna merekam suaranya agar terdengar jelas.

"Terima kasih Bang."

"Sama-sama, Mas. Pertahankan terus. Pembawaan Mas didepan kamera nggak terlihat tegang. Lebih santai. Pak Randi pasti senang melihat kinerja Mas."

Danish mengangguk seraya pamit pergi menuju ruang wardrobe. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan Pak Randi selaku CEO Media Surya Citra tempat ia bekerja hari ini. Keduanya saling melempar senyum meskipun tanpa berucap apapun.

Randi di kenal atasan yang baik dan ramah. Meskipun baru sehari bekerja, tanpa sengaja ia mendengar obrolan para karyawan wanita yang mengatakan bahwa Randi adalah CEO yang baru saja terbebaskan dari kata Playboy angkuh. Benarkah demikian? Danish tak ambil pusing bahkan tidak berminat cari tahu. Karena hal itu bukanlah urusannya.

Danish segera memasuki ruang wardrobe. Sesampainya disana, langkah Danish terhenti. Ia terkejut dengan seorang wanita yang kini terlihat serius sembari mendengarkan arahan dari salah satu teman seprofesinya.

"Bukankah itu Ela? Ngapain wanita itu disini?"

Tanpa sengaja, kedua tatapan mereka akhirnya bertemu. Disaat yang sama, Ela juga terkejut.

"Mas Danish?"

****

Masya Allah Alhamdulillah. Sudah up chapter 22 ?

Nah loh, Danish dan Ela tiba-tiba ketemu.. ??

Jazzakallah khairan sudah baca. Sehat selalu buat kalian semua yaaaa... ??

Jgn lupa vote dan komentarnya karena kedua hal ini sangat berarti bagi aku melihat respon kalian ????

With Love ?
LiaRezaVahlefi

Akun instagram :
lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience