Chapter 50

Romance Series 8051

Randi memijit pelipisnya yang pening. Apa yang di lakukan asistennya itu ada-ada saja. Danish dan Ela baru saja keluar. Ela sudah memutuskan untuk reasign.

Beberapa hari yang lalu video Danish bersama Ela mengenai tuduhan pencurian sebuah ponsel pemilik toko telah viral. Sebagai atasan, ia juga tak menyangka kalau selama ini keduanya telah berstatus pasangan suami istri.

Pintu terbuka, Randi menatap ke arah pintu sampai tak berkedip mata. Lisa datang dengan tampilan yang berbeda. Lebih tertutup dan syar'i. Lisa tersenyum puas, sadar bahwa suaminya itu terkesima.

"Aku cantik, kan?"

Randi segera menatap ke arah laptopnya. Ia tersenyum seraya meremehkan.

"Semua wanita cantik dan itu relatif."

"Apa susahnya sih untuk mengakuinya? Apakah kamu gengsi?"

"Tidak." Randi mengetik sesuatu di atas keyboard laptopnya. "Kamu memang cantik, tapi bagiku kecantikan yang kamu gunakan hanya untuk bersandiwara dan menipuku."

Lisa tertawa santai. Ia duduk di hadapan suaminya sambil menyilangkan kedua kakinya. Lisa bersedekap.

"Suamiku ini rajin sholat 5 waktu. Tapi kenapa suka berprasangka buruk sama istri sendiri? Bukankah itu tidak baik? Apakah kamu baik-baik saja, Mas Randi?"

Mas? Randi merasa telinganya begitu geli ketika mendengarnya. Ia begitu enggan untuk menatap kearah Lisa. Lisa memang istrinya, tapi tidak sedikitpun ia terpikir untuk menerima wanita itu seutuhnya di sisinya akibat semua yang telah di lakukannya.

"Kalau tidak ada hal penting, silahkan pergi. Aku sedang sibuk dan bekerja untuk mencari nafkah. Bahkan saat ini aku harus menafkahi seorang istri. Jadi jangan menggangguku."

Lisa berdiri, tak lupa ia meletakkan godybag berisi bekal makan siang ke atas meja Randi. Lagi-lagi ia tersenyum santai.

"Oke, maaf sudah menganggumu Mas Randi. Kamu memang wajib bekerja mencari nafkah, tak hanya nafkah lahir, tetapi nafkah batin juga kan?"

Otomatis Randi menghentikan aktivitasnya. Ia terdiam dan hanya berani menatap layar laptopnya dengan wajah tegang. Ya, ia sadar, Lisa baru saja menyindirnya.

Selama ini Randi belum meminta haknya pada Lisa. Lisa istrinya, tapi ntah kenapa ia merasa semua hal yang ia lihat saat ini hanyalah keterpaksaan, termasuk pernikahannya dengan Lisa.
Suara pintu tertutup, dan lagi, perempuan itu berhasil membuatnya kehabisan kata-kata.

*****

Rintik hujan pun akhirnya tiba setelah seharian hujan mengguyur kota Jakarta. Danish berteduh di tempat halte. Padahal jarak apartemennya tidak terlalu jauh, namun ia tidak ingin berhujan-hujan hingga berakhir sakit. Sudah cukup ia sekali di beri peringatan oleh Randi. Jangan sampai di panggil kedua kalinya hanya karena ia tidak turun akibat sakit.

Tint! Klakson mobil berbunyi. Detik berikutnya, pintu terbuka dan Ela keluar sambil menutupi kepalanya yang terpasang khimar dengan slinbag agar terhindar dari hujan. Padahal sebenarnya langkah kakinya masih sakit, tapi begitu melihat Danish, ia tidak bisa diam begitu saja.

"Mas Danish, ayo ikut aku."

Danish terdiam, menatap Ela yang kini menawarkan tumpangan padanya.

"Kamu duluan saja. Aku ingin berteduh sebentar."

"Tapi hujannya lebat. Sebentar lagi sholat ashar."

Danish terlihat mempertimbangkan ucapan Ela. Sampai akhirnya ia mengulurkan telapak tangannya.

"Kunci mobilmu, aku yang akan menyetir."

Ela mengangguk. Ntah kenapa hatinya senang. Keduanya segera memasuki mobil dan Danish mengemudikannya. Tidak ada yang berbicara sedikit pun, sampai akhirnya Ela menoleh ke samping.

"Mas."

"Hm."

"Bagaimana kondisi Mbak Nafisah?"

"Terakhir kulihat, belum ada perubahan."

"Diyah juga ikut neneknya pulang kampung?"

"Hm, iya."

"Tidak sekolah?"

"Dia pindah sekolah. Jadi kembali ke kampung halaman dekat rumah Mama."

Ela hanya mengangguk. Ia menatap ke depan jalan. Bingung harus membahas apa agar tidak canggung. Sementara tidak sedikitpun Danish enggan membahas hal-hal lain bersamanya. Padahal komunikasi sangat penting, itu yang pernah Ela ketahui dari salah satu temannya yang sudah menikah.

Waktu terus berjalan, sampai akhirnya Danish tiba di lobby apartemennya. Danish mematikan mesin mobil dan melepaskan safety belt yang ia kenakan.

"Terima kasih." ucap Danish seadanya.

"Sama-sama, Mas."

Danish mengangguk dan keluar dari mobil. Ela terdiam, ingin mengucapkan sesuatu tapi segan. Sampai akhirnya Danish berlalu. Dan lagi, Ela menatap punggung Danish tapi ntah kenapa ia tidak bisa menahan diri. Dengan cepat Ela keluar dari mobil dan mengejar Danish.

"Mas Danish! Tunggu-" bruk!

"Aargh, Astaghfirullah.." Ela meringis. Ia pikir kakinya sudah sembuh, ternyata belum. Akhirnya Danish berjalan cepat ke arahnya.

"Kamu nggak apa-apa?"

Danish membantu Ela berdiri. Ela merasa kakinya begitu nyeri. Sepertinya ia harus hati-hati setiap melangkah.

"Kakiku sakit sekali."

"Kenapa kamu mengejarku? Jika masih ada yang perlu di bicarakan, kamu bisa saja meneleponku."

"Aku cuma ingin menawarkan apakah malam ini Mas di buatkan makan malam atau tidak. Jika iya, aku akan mengantarkannya."

"Tidak perlu repot-repot." Akhirnya Danish merengkuh pinggul Ela. Wanita itu begitu tertatih saat berjalan. "Aku akan ke apartemenmu malam ini."

"Benarkah?"

"Iya."

Hati Ela kembali senang dan bahagia. Tak hanya itu, sekarang, Danish malah kembali mengemudikan mobilnya dan mengantarkannya hingga sampai ke apartemen. Sesampainya disana, Danish terdiam. Apartemen Ela memang besar dan luas. Ia juga baru ingat, kalau Ela memang terlahir dari keluarga kaya. Keluarganya memang banyak pengusaha. Tak heran, meskipun Ela merantau di kota ini, wanita itu tidak merasa kekurangan sedikit pun.

"Dimana kamarmu?"

"Disana." tunjuk Ela ke arah sebelah kanan. Danish pun kembali merengkuh pinggul Ela dan memasuki kamarnya yang bernuansa  putih kombinasi warna salem.

Akhirnya Ela bisa lega duduk di pinggiran tempat tidur. Tak hanya itu, Danish juga membantu melepaskan kaos kaki dan flatshoes yang di kenakannya.

"Flatshoes ini tidak usah di pakai. Berbahaya sekali."

"Em, baiklah. Nanti aku akan beli yang baru."

"Biar aku saja yang beli. Aku belum memberimu uang nafkah. Minggu depan Insya Allah aku gajian."

Ela merasa speechless. Ucapan Danish memang sederhana. Tapi benar-benar ngena di hatinya. Beginikah rasanya sebagai seorang istri yang benar-benar di hargai suaminya?

"Mas Danish memang tidak menyukaiku apalagi mencintaiku, tapi kewajibannya sebagai seorang suami benar-benar di jalankannya dengan baik." sela Ela dalam hati.

Suara adzan ashar berkumandang di ponsel Danish maupun Ela. Danish segera berdiri, Ela pun tak tinggal diam.

"Mas, kalau mau sholat di mesjid, kebetulan di lemari kamar sebelah ada gamis."

"Kamu menyimpan gamis?" tanya Danish heran.

"Em, maksudnya, Abangku pernah menginap disini. Jadi, gamis itu milik Abang. Pakai saja."

Danish mengangguk. "Terima kasih."

"Kalau perlu, nanti aku belikan beberapa pakaian untuk Mas supaya Mas Danish bisa-"

"Oh iya, kamu bisa berdiri dan berwudhu?" potong Danish cepat. Sungguh, ia masih belum terpikir untuk tinggal bersama Ela di saat situasi seperti ini. Ntahlah, ia sendiri masih bingung apalagi Nafisah belum mengetahui semuanya.

"Aku.. em, ya Insya Allah aku bisa."

"Aku pergi ke mesjid dulu, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

****

Danish mengunyah makan malam yang di masak oleh Ela. Rasanya sedikit hambar, tapi ia mencoba memaklumi. Mungkin wanita itu baru belajar memasak.

Dengan memberanikan diri Ela menatap Danish. "Em, gimana rasanya Mas?"

"Lumayan."

"Lumayan hancur ya?" Ela menyengirkan bibirnya.

"Tidak juga. Hanya kurang garam."

"Maaf, aku, baru belajar memasak. Selama ini aku paling jarang ke dapur."

"Tidak apa-apa."

"Oh iya, menu makanan kesukaan Mas apa? Besok aku ingin kepasar dan belanja. Hm, bukankah besok aku sudah tidak bekerja lagi di perusahaan?"

"Seleraku yang penting rasanya pas. Itu saja."

"Kapan Mas Off bekerja?"

"Besok."

"Wah, kebetulan sekali. Bagaimana-"

"Maaf, besok aku harus kerumah sakit. Seharian ini aku belum menemui Nafisah."

Seketika Ela terdiam. Di balik rasa senangnya, ia harus sadar, prioritas utama Danish tentu saja Nafisah. Ntah kenapa hatinya sesak. Ela berusaha mengusir semua perasaan cemburunya.

"Baikah kalau begitu. Tunggu Mas nggak sibuk saja."

Danish hanya mengangguk dan kembali memakan santapan makan malamnya. Sesungguhnya ia sadar, kalau Ela sedang tidak nyaman hati. Tapi ia juga tidak bisa mengelak kalau ia harus bersikap adil dan wanita itu harus sadar dengan posisinya. Tidak mudah, namun mau tidak mau harus menjalaninya karena semua itu adalah takdirnya.

****

Masya Allah Alhamdulillah..
Hai kalian apa kabar? Semoga sehat selalu ya ?

Btw, Alhamdulillah sudah up. Gak kerasa chapter 50. Moga tetap bertahan ya sampai chapter berikutnya dengan hati yg gregetan sama Ela ????

Jgn lupa vote dan komentarnya sebagai dukungan dan semangat buat aku yg nulis cerita ini ??

With Love?? LiaRezaVahlefi
Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

husmafiq enterprise
2022-07-25 00:12:14 

kasihan mbak Nafisah nikah tidak direlai suami pula tidak menyintai malah di madu kebiasaan nya 2,3,4 akan menjadi tamak...


NovelPlus Premium

The best ads free experience