Chapter 28

Romance Series 8051

Nafisah tengah memakai khimar di kepalanya dengan rapi. Memastikan kalau setiap helai rambutnya tidak akan terlihat. Sebuah notifikasi pesan tiba-tiba masuk pada ponsel Danish yang menyala sehingga secara reflek membuat Nafisah menoleh ke arah ponsel suaminya.

"Ada apa Ela ngechat melalui whatsapp? Apakah mereka saling bertukar nomor ponsel?"

Nafisah berusaha mengabaikannya meskipun hatinya penasaran. Bukankah Danish pasti akan menganggapnya ingin tahu dan tidak sopan memegang ponselnya seperti beberapa hari yang lalu?

Tapi bukan hanya hal itu yang di pikiran Nafisah, melainkan wallpaper Danish. Tidak ada foto almarhumah Alina disana seperti sebelumnya. Kenapa Danish tiba-tiba menggantinya? Malahan wallpaper nya saat ini hanya sebuah background polos berwarna hitam.

Pintu kamar terbuka lebar, Danish masuk begitu saja dan langsung memegang ponselnya. Buru-buru Nafisah langsung berpindah tempat.

"Tadi ada pesan dari Ela, kamu tidak baca?"

"Tidak."

"Lain kali kalau ada pesan masuk, tidak ada salahnya beritahu aku. Siapa tahu penting."

"Iya. Aku minta izin ke minimarket. Assalamu'alaikum."

Danish menoleh ke arah istrinya yang pergi berlalu keluar kamar. Ia menghela napasnya. Nafisah sekarang mendiamkannya. Berbicara seperlunya meskipun masih menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri sekaligus ibu untuk Diyah.

Tiba-tiba Danish berubah pikiran, ia mempercepat langkahnya hanya untuk mengejar Nafisah. Sesampainya di luar kamar, hanya suasana hening yang menyapa. Danish memutuskan untuk keruang tamu dan mendapati putri nya sedang bermain puzzle.

"Sayang, apakah Mama sudah pergi?"

Diyah mengangguk. "Barusan Mama pergi"

"Kenapa dia tidak ada berkeinginan minta di temanin? Padahal aku sedang libur bekerja?" sela Danish dalam hati.

****

Dengan cermat Nafisah memilih beberapa buah apel dan memasukannya ke dalam plastik. Dari jarak beberapa meter, tanpa sengaja Nafisah menatap sepasang suami istri yang sedang berbelanja bersama. Sang suami mendorong troli, sementara istrinya sibuk meminta pendapat varian rasa snack di tangannya.

Nafisah tersenyum kecil. Bahagia memang sesederhana itu. Mereka terlihat menenangkan bila di pandang. Lalu senyuman Nafisah memudar, sadar bahwa semua itu tidak terjadi padanya. Ia menghembuskan napasnya secara perlahan.

"Aku sudah menikah, tapi suamiku sibuk menyalahkan keadaan dan tidak bisa menerima masalaluku. Sampai-sampai dia tidak tahu kalau aku sedang sakit."

Nafisah memegang dahinya. Lagi-lagi suhu demam mulai naik pada tubuhnya. Dengan cepat Nafisah menuju kasir. Sepertinya ia harus segera pulang dan perbanyak istirahat.

"Kenapa Mbak Nafisah terlihat tidak sehat ya? Wajahnya juga pucat." gumam Ela dari jarak beberapa meter dari Nafisah.

"Ela?"

Ela menoleh ke samping. Tanpa diduga Randi datang begitu saja sambil mendorong troli miliknya.

"Assalamu'alaikum Pak Randi. " salam Ela sopan.

"Wa'alaikumussalam. Saya tidak menyangka akan bertemu denganmu. Sudah lama?"

"Tidak juga. Oh iya Pak, Bapak sendiri?

" Hm, begitulah."

Ela hanya manggut-manggut. "Kalau begitu saya permisi dulu Pak. Mau cari kebutuhan yang lain."

"Baiklah, silahkan."

"Assalamu'alaikum, Pak."

"Wa'alaikumussalam."

Ela pun pergi hingga menyisakan  Randi sendiri. Sementara tatapan Randi sejak tadi tidak lepas dari Nafisah. Sebenarnya ia sudah melihat Nafisah beberapa menit yang lalu. Bayangan kejadian dua hari yang lalu kembali berputar di benaknya.

"Maaf Sus, tahu wanita yang barusan lewat?"

"Yang pakai gamis maroon tadi ya?"

"Iya betul, kalau boleh tahu, wanita tadi dari ruang apa?"

"Dia baru saja keluar dari ruangan Dokter Vania, Pak."

"Maaf, dia sakit apa?"

"Untuk menjaga privasi riwayat pasien mohon maaf, kami tidak bisa memberitahukan terkecuali pada keluarga pasien."

Randi terdiam, ia hanya mengangguk dan memaklumi. Tapi ntah kenapa rasanya ia tidak bisa tinggal diam. Dengan cepat ia mencari tahu Dokter Vania ada di bidang apa sebagai  Dokter.

Sangat mudah bagi Randi untuk mencari tahu, terlebih ia juga mempunyai rekan seorang Dokter dirumah sakit tersebut.

"Ada apa kamu mencariku?" tanya Fino, begitu mereka berada di sebuah kantin rumah sakit.

"Aku cuma ingin menanyakan suatu hal?"

"Soal?"

"Kenal Dokter Vania?"

Fino pun tersenyum jahil. "Hm, calonmu? Ya ya ya semua teman-teman disini tahu kalau beliau single."

"Bukan itu yang aku maksud."

"Terus? Jangan bohong Ran, kamu ini sudah lama single loh. Jelas saja pertanyaannyamu bikin pikiranku mengarah ke sana."

"Aku hanya ingin bertanya Dokter Vania bertugas di bidang medis apa?"

"Oh itu.. " Fino manggut-manggut. "Dokter Vania adalah Dokter ahli onkologi di rumah sakit ini."

"Ahli onkologi?" Randi mengkerutkan dahinya. "Artinya?"

"Dokter spesialis kanker. Memangnya ada apa?"

Waktu seolah-olah berhenti. Randi menatap Fino tanpa berkedip karena syok. Ucapan Fino barusan, seperti menghantam tubuhnya.

"Apakah Nafisah sedang terkena kanker?" tanya Randi dalam hati.

****

Masya Allah Alhamdulillah. Akhirnya aku up lagi chapter 28 ?

Maaf ya malam banget. Tapi yg ketiduran bs baca besok pagi hhe??

Randi sudah tahu duluan kabar buruk tentang Nafisah. Tapi Danish malah nggak tahu ??

Tetap Stay sama cerita ini ya.. Alur emang dikit, tapi di usahakan update sesering mungkin ??

Jgn lupa vote dan komentarnya karena hal tersebut sangat berarti buat aku sebagai authornya ??

Sehat selalu ya.. Jgn lupa perbanyak sholawat Nabi Muhammad SAW ?

With Love LiaRezaVahlefi

Akun instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience