Chapter 25

Romance Series 8051

"Mama, ada apa? Kok Mama terlihat sedih?"

Nafisah menoleh ke arah Diyah yang tiba-tiba datang menghampirinya di dapur, buru-buru Nafisah menghapus air mata di pipinya.

"Sedih? Mama nggak lagi sedih kok."

"Tapi mata Mama, bengkak. Mama sakit mata?"

"Cuma kelilipan. Mama juga habis membuat sambel masak. Jadi, bawaannya pengen ngeluarin air mata."

Diyah menatap Mamanya dengan seksama. Namun ia tetaplah anak kecil yang belum bisa berpikir secara luas, tentang adanya kebohongannya atau tidak.

"Sayang, ayo kita makan." tegur Nafisah lagi, ia membawa sepiring lauk menuju meja makan.

"Tapi tunggu Papa, kan?"

Seketika Nafisah terdiam. Sudah seminggu berlalu, namun Danish selalu saja memiliki banyak alasan untuk kesibukkan diluar sana semata-mata hanya untuk menghindarinya. Apalagi untuk makan malam bersama.

"Sayang, Papa kan, lagi sibuk? Bagaimana kalau kita makan duluan?"

"Masa Papa sibuk terus? Kan, Papa nggak kerja jadi peliput berita koran lagi. Ini sudah malam, Ma, bukankah Papa pulang kerja paling lambat sore?"

Ting! Bunyi bel apartemen berbunyi, belum sempat Nafisah menjawab pertanyaan Diyah, gadis kecil itu sudah berlari menuju ruang tamu.

"Itu pasti Papa!"

"Diyah, sayang, tapi-"

"Assalamualaikum, Papa?!"

"Wa'alaikumussalam, sayang."

Danish berjongkok untuk menyambut pelukan hangat dari putrinya. Setelah rutinitas dan aktivitas diluar apartemen, rasa lelahnya pun sirna ketika melihat Diyah.

"Papa, Diyah lapar. Ayo kita makan."

"Papa juga lapar, ayo kita-"

Ucapan Danish terhenti. Ia menatap Nafisah berapa didepan matanya yang masih memakai celemek di tubuhnya. Tanpa menunggu waktu, Nafisah mendekatinya.

"Assalamualaikum, Mas."

"Wa'alaikumussalam."

Saat itu juga, raut wajah Danish berubah menjadi muram. Bahkan dengan terpaksa menyerahkan jaket miliknya kearah Nafisah. Ia sadar, saat ini ada Diyah, ia tidak ingin masalah yang sedang terjadi di ketahui oleh putrinya yang masih anak-anak.

Danish tak banyak berkata, ia pun segera berlalu menuju dapur dan tak lupa menurunkan Diyah untuk mencuci tangan di westafel. Setelah itu, Danish memilih duduk di sebelah Diyah, enggan duduk di sebelah Nafisah.

"Ayo kita baca doa, dulu." ajak Nafisah dengan raut wajah senyuman ramah, meskipun kedua matanya yang sembab masih terlihat jelas.

Diyah pun langsung memimpin doa sebelum makan. Setelah itu, dengan lahapnya, ia memakan menu makan malamnya tanpa menyadari situasi yang sedang terjadi meskipun tetap bercerita banyak hal tentang sekolah barunya di Taman Kanak-kanak.

"Mama, Diyah sudah selesai makan. Apalah Diyah boleh menonton televisi sebentar sebelum tidur?"

"Tentu." Nafisah tersenyum tipis. "Tapi setelah itu, jangan lupa sikat gigi sebelum tidur."

"Siap, laksanakan Mama cantik!"

Diyah pun pergi berlalu menuju ruang tamu. Jam masih menunjukkan pukul 20.30 malam. Suasana yang tadinya tenang karena adanya Diyah, kini bagaikan hening seperti perang dingin. Nafisah memperhatikan Danish, ia pun memberanikan diri pindah duduk disamping suamiku.

"Mas-"

Namun siapa sangka, Danish malah berdiri. Pria itu bungkam seribu bahasa, enggan didekati oleh Nafisah. Lagi-lagi air mata menetes di pipi Nafisah.

"Apakah, Mas jijik kepadaku?" tanya Nafisah tiba-tiba.

Danish menghentikan langkahnya tanpa menoleh kebelakang. Raut wajahnya tetap datar seperti hari-hari sebelumnya setelah mengetahui kenyataan pahit waktu itu.

"Hanya tidak menyangka, wanita sepertimu memiliki masalalu yang buruk dan-" Danish terdiam, tidak sanggup mengatakan bahwa Nafisah adalah wanita rendahan.

"Dan apa?"

"Tidak apa. Aku mau tidur."

"Ada yang ingin aku katakan. Sebentar saja."

Danish terdiam, tiba-tiba tanpa diduga Nafisah memeluknya dari belakang sangat erat. Seperti takut kehilangan.

"Aku lelah. Tolong lepaskan aku." Danish berusaha melepaskan diri, namun Nafisah menolak.

"Hanya sebentar."

"Lepas-"

"Aku suka sama Mas. Nggak tahu kenapa walaupun hanya sesingkat ini." lirih Nafisah pelan.

****

Danish menatap wajahnya didepan wastafel. 60 menit lagi ia akan on air. Tapi gara-gara ucapan Nafisah tadi malam membuatnya sedikit terganggu. Bagaimana mungkin, sikapnya yang selama ini dingin bisa membuat wanita itu suka padanya?

Tak ingin membuang waktu lagi, Danish segera mencuci tangannya dan segera keluar dari toilet. Ia menuju lift dan menekan lantai lobby. Sepertinya ia butuh secangkir kopi di kedai kopi depan perusahaan agar konsentrasinya tidak terganggu.

Sesampainya di lobby, Danish menghentikan langkahnya. Ia menatap Nafisah bersama seorang pria di hadapannya.

"Pak Randi? Kenapa seserius itu menatap Nafisah?" gumam Danish pelan, seketika tatapannya berubah menjadi datar.

"Aku hanya ingin minta maaf padamu atas.."

"Lupakan. Anggap saja kita tidak pernah bertemu." potong Nafisah cepat. Ia tidak menyangka setelah puluhan tahun lamanya, akhirnya ia bertemu lagi dengan pria penghancur hidupnya.

"Tapi-"

"Tidak, menjauhlah. Aku-"

Nafisah menghentikan langkahnya. Ia terkejut karena ada Danish didepan matanya meskipun masih berjarak dalam beberapa meter. Nafisah meneguk ludahnya dengan gugup, sementara kotak makan siang yang ia bawa jatuh begitu saja di lantai.

"Mas Danish.. "

Danish tak menjawab, yang ada ia pergi berlalu dari sana. Ntah kenapa tiba-tiba ia tidak suka melihat pemandangan tadi.

"Ck, suka padaku? Tapi kenapa tanpa aku sadari mereka saling mengenal satu sama lain? Apakah aku terlalu polos untuk menjadi seorang suami yang tidak tahu menahu apapun?"

****

Masya Allah Alhamdulillah. Akhirnya update lagi. Seneng banget bs tiap hari. Do'ain ya, lancar kayak jaman dulu hhe ??

Danish plin plan ya, belum bs nerima Nafisah tapi gak suka lihat istrinya di ajak bicara sama pria lain. Atasan sendiri pula. Gimana itu? ??

Jgn lupa vote, dan komentarnya. Soalnya kedua hal itu sangat berarti buat author dari readers setia seperti kalian ????

Jazzakallah khairan sudah pada baca. Sehat selalu yaaa yg lagi PpKM. Moga pandemi ini cepat berlalu. Aamiin ??

With love?
LiaRezaVahlefi

Akun instagram :
lia_rezaa_vahlefii.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience