Chapter 52

Romance Series 8051

"Pak, ada klien mau datang kemari. Beliau dari luar negeri."

"Siapa?"

"Mr. Brown. Katanya ingin membahas saham sama kita."

"Proyek baru?"

"Bisa di bilang begitu."

Sejak tadi Randi tidak menatap Danish yang berdiri di hadapannya. Ia sibuk menandatangani beberapa dokumen penting di atas meja. Ntah kenapa ia merasa kesal tanpa sebab dengan pria itu semenjak berita pria itu bersama Ela viral. Apalagi keduanya menikah.

"Apakah ada masalah, Pak?"

"Tidak."

"Akhir-akhir ini kenapa dia dingin sekali?" tanya Danish dalam hati.

"Pak?"

"Ya?"

"Jika ada kesalahan, silahkan katakan. Saya akan memperbaikinya."

"Sama sekali tidak ada, Danish." Akhirnya Randi menatap pria itu sambil tersenyum tipis, padahal sebenarnya hanya senyuman kesopanan sebagai formalitas.

"Kamu bekerja sangat baik dan profesional. Tidak mencampur adukan masalah pribadi dengan urusan kantor. Saya salut sama kamu."

Danish menatap Randi dengan curiga. Ia menyipitkan kedua matanya. Demi menjaga kesopanan, Danish tersenyum.

"Alhamdulillah kalau begitu. Saya bekerja dengan giat dan tulus untuk Bapak meskipun sebenarnya tidak mudah untuk saya."

"Tapi saya yakin kamu bisa mengatasi semua masalahmu. Ketika Allah memberikan ujian pada hambaNya, tandanya hamba tersebut mampu. Termasuk berpoligami. Semoga saja Nafisah dan Ela akan akur nantinya. Saya yakin mereka berdua wanita yang baik."

Danish tertawa pelan. Ada apa sebenarnya dengan atasan di hadapannya ini? Berusaha memuji atau meremehkannya? Menyindirnya?

"Tidak ingin mencobanya, Pak? Beristri 2 seperti saya." tanya Danish balik, berusaha untuk tetap sabar dan gak mau kalah.

Randi hanya menghedikkan bahunya, enggan untuk menjawab. Sementara pintu terbuka lebar, masuklah Lisa dengan gayanya yang angkuh seperti biasanya.

"Seorang Randi tidak mungkin berpoligami, Pak Danish. Mengurus saya saja belum cukup, bagaimana mengurus dua istri? Apalagi, saya istri yang perlu di bimbing seutuhnya. Bukan setengah-setengah. Apalagi di bagi-bagi. Sungguh wanita yang hebat seperti Ela yang mau di jadikan istri kedua."

Randi menghela napasnya dengan kasar. Lisa malah memperkeruh suasana saja.

"Lisa.. " Randi menatap Lisa penuh peringatan. Lisa hanya tersenyum puas seperti biasanya. "Mungkin suami saya merasa heran, kenapa wanita sebaik Nafisah malah di poligami? Em, jika sejak awal Nafisah bersama pria yang tepat, mungkin Nafisah tidak akan mengalami hal seperti itu. Maksud saya, pria yang tepat itu adalah Mas Randi. Suami saya itu pria yang setia. Saya yakin sampai kapanpun dia tidak akan mempoligami saya. Jadi, percuma saja Pak Danish menanyakan hal tadi padanya."

"Aku bisa saja menikahi 2 sampai 4 wanita sekaligus. Apalagi diriku mampu secara finansial Lisa, jadi kamu jangan besar kepala dan percaya diri."

"Benarkah?" Lisa tersenyum sinis. "Aku-"

"Maaf saya permisi dulu, Assalamu'alaikum." potong Danish cepat karena merasa muak dengan semua drama yang ada didepan matanya.

Bagi Danish, Randi baru saja menyindirnya, Lisa juga malah mengejeknya. Pantas saja mereka jodoh. Sama-sama cerminan. Setelah pintu tertutup, Randi berdiri dan langsung mencengkram lengan istrinya.

"Jadi perempuan apakah bisa menjadi lisan? Aku tahu kodratnya seorang perempuan banyak bicara, tapi bukan berarti kamu seenaknya mengatakan hal tadi pada Danish!"

Lisa merasa senang dengan posisi Randi saat ini. Pria itu berdiri di hadapannya dengan jarak yang sangat dekat. Bukannya merasa bersalah, Lisa malah mengalungkan kedua lengannya pada leher Randi.

"Kalau begitu aku minta maaf. Terus terang saja, aku tidak suka mendengar ucapannya yang bertanya padamu apakah kamu ingin berpoligami atau tidak. Kalian pikir aku wanita apa? Wanita yang tidak memiliki rasa cemburu? Itu hanya berlaku untuk Nafisah si penyakitan dan Ela yang licik saja!"

Randi sampai terbelalak, terkejut kalau ucapan Lisa sejahat itu. Menghina saudara semuslim dengan kata berpenyakitan.

"Aku harap kamu jangan sombong ketika sedang sehat wal'afiat seperti ini, Lisa." tanpa diduga Randi mendekatkan bibirnya pada telinga Lisa.

"Kamu pikir kelebihan yang kamu punya sekarang ini membuatku terpikir ingin punya keturunan bersamamu? Bakal seperti apa calon anak nanti bila ucapan ibunya sejahat ini? Sepertinya aku tidak ingin punya anak dari rahimmu dan wanita sombong sepertimu." bisik Randi pelan.

Lisa terdiam sesaat. Raut wajahnya menegang. Ia menahan nafasnya dalam seperkian detik.

"Sepertinya aku tidak ingin punya anak dari rahim dan wanita sombong sepertimu."

Ucapan Randi barusan menyentil hati Lisa. Detik berikutnya Lisa memundurkan langkahnya. Ia menyentuh pipi suaminya dan merabanya dengan pelan.

"Ah begitu ya? Terima kasih sudah jujur." Lisa menatap seisi ruang kerja suaminya yang sangat mewah dan elegan. "Sayang sekali, harta sebanyak ini tidak memiliki calon penerus. Kalau begitu, aku permisi dulu. Aku baru ingat, mama merindukanku dan aku di suruh kerumahnya. Apakah boleh, suamiku?"

"Silahkan, aku tidak masalah."

"Baik, aku pergi."

Lisa membalikan badanya. Ia keluar dengan gayanya yang seperti biasa. Setelah keluar dan menutup pintunya, sejenak, Lisa terdiam. Air mata mengalir di pipinya..

"Sepertinya aku tidak ingin punya anak dari rahim dan wanita sombong sepertimu."

****

Danish terdiam dalam keheningan malam. Ada satu hal yang mengganjal di pikirannya. Tentang bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Ela. Jujur, rasa cinta jelas tidak ada didalam hatinya untuk wanita itu.

Danish menoleh ke belakang, dilihat kondisi Nafisah masih sama seperti sebelumnya. Ntah kapan istrinya itu akan sadar, hanya Allah yang tahu. Tak mau berlama-lama disana, akhirnya ia pun pergi.

"Besok Insya Allah aku kembali kesini. Sekarang ada Papa temanin kamu. Ku harap besok Allah segera membuatmu sadar. Ada banyak hal yang harus kamu tahu Nafisah, rasanya aku tidak sanggup menyimpan semua beban ini sendirian. Kamu, satu-satunya bagian dari hidupku yang biasanya menjadi curahan isi hatiku yang sedang rapuh saat ini."

Sebelum benar-benar, pergi, seperti biasanya Danish mencium keningnya yang dingin dan pucat. Setiap ia melihat Nafisah, hatinya seakan-akan hancur. Tapi apa daya, Allah sedang mengujinya saat ini.

Danish pun akhirnya pergi keluar ruangan. Sesampainya di loby rumah sakit, ia segera menuju parkiran motor dan mengendarainya menuju apartemen. Hawa angin malam benar-benar terasa dingin. Tanda bahwa hujan akan turun dengan lebat.

Tapi waktu yang di butuhkan menuju apartemen tidaklah lama setelah 15 menit kemudian, Danish memasuki parkiran bassement apartemen.

"Mas?"

Danish menoleh kebelakang, rupanya Ela membawa sesuatu di tangannya berisi makanan. Ela datang secara tiba-tiba.

"Ada apa?"

"Aku ingin mengantarkan makan malam buat Mas."

"Kenapa tidak menghubungiku?"

"Sudah, tapi gak aktip."

"Oh, maaf ponselku lowbat." ucap Danish akhirnya. "Kamu sudah makan?"

"Belum."

"Kalau begitu makan bersama, aku akan mengantarkanmu pulang. Kamu tidak bawa mobil?"

"Tidak, tadi kesini naik taksi online."

Danish tak banyak berkata. Ia kembali menaiki motornya, sementara Ela duduk menyamping bahkan tanpa izin langsung memeluk pinggang Danish. Danish terkejut, merasa risih. Ingin menolak, tapi ia sadar Ela tidak akan pernah mau mengerti. Yang ada malah membuat wanita itu tersinggung.

Setelah itu, motor berjalan dengan kecepatan sedang. Bersama hati Danish yang dingin dan kaku. Tidak menginginkan semua ini.

****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience