Chapter 41

Romance Series 8051

"Kenapa semua ini bisa terjadi? Tolong periksa CCTV nya. Saya yakin ada seseorang yang sudah merencakan semua ini."

"Sebelumnya kami meminta maaf atas kelalaian kami, Pak. Kami akan berusaha sebisa mungkin memeriksa dan menyelidikinya melalui rekaman cctv."

"Baik, saya menunggu."

Ddrrtt... Ddrrtt... Ddrrtt... Getaran ponsel Danish menyadarkan dia dari lamunannya. Danish langsung mengeluarkan ponselnya. Sebuah pesan chat whatsapp dari Mamanya masuk.

Mama : "Mama sudah keluar dari Bandara. Ini otw menuju apartemen kamu. Diyah lagi dimana kalau kamu masih kerja?"

Danish Online

Danish : "Sama Ela. Aku akan menghubunginya untuk minta tolong mengantarkannya ke apartemen."

Mama : "Oke. Jaga dirimu baik-baik, nak."

Danish sudah tak lagi membalasnya. Ia menghela napasnya sambil bersender di kursi. Kejadian tadi siang lagi-lagi membuatnya teringat dengan Ela. Dengan terpaksa ia menghubungi Ela ketika urusannya di puskesmas memakan waktu hingga sore. Mau tidak mau ia meminta tolong pada wanita itu setelah pulang bekerja. Mirisnya, pekerjaannya sendiri harus di undur sampai waktu lembur.

"Saya ngerti Mas Danish dan keluarganya merantau di kota ini apalagi tidak memiliki keluarga lain untuk bisa di mintai tolong. Saya akan menjaga Diyah sampai urusan Mas selesai dan Tante Aminah datang."

"Maaf membuatmu repot."

Hanya ucapan singkat itu saja yang mereka bicarakan ketika tepat berada didepan puskesmas sore tadi. Tapi tanpa Danish sadari, Randi memperhatikannya dari dalam ruangan. Ruang kerja antara ia dan Danish memang saling bersebrangan dan didesain dengan pintu kaca tembus pandang sehingga aktivitas apapun akan terlihat secara langsung oleh satu sama lain.

"Kenapa dia terlihat gelisah? Apakah terjadi sesuatu?" ucap Randi pelan sambil menatap ke arah Danish yang kini terlihat sibuk didepan komputer, namun raut wajahnya terlihat kusut.

Randi akhirnya berdiri dan keluar ruangan. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Danish menyadari kedatangan atasannya, ia langsung berdiri.

"Apakah Bapak memerlukan sesuatu?"

"Kamu.. "

"Ya, Pak?"

Seketika Randi terdiam. Apakah ia pantas bertanya pada Danish tentang hal-hal ia pikiran sejak tadi? Jika pantas, sejujurnya malah ia ingin membantu pria itu. Danish sampai mengerutkan dahinya bingung

"Pak?"

"Em, maaf. Lanjutkan saja pekerjaannya besok. Ini sudah malam, sebaiknya kita pulang."

"Baik."

Danish segera mematikan komputernya, sementara dengan baik hati Randi menunggunya. Ketika Danish sibuk menyusun berkas dan mengembalikannya ke dalam laci yang ada di belakangnya, ponsel Danish menyala terang. Sebuah notip muncul yang tak sengaja di lirik oleh Randi.

Mama : "Mama sudah sampai di apartemen kamu. Sebaiknya cepat lapor polisi mengenai Nafisah yang menghilang."

"Apa? Nafisah hilang?" sela Randi dalam hati.

Tepat saat itu, Danish berbalik dan sudah menyelesaikan semua tugasnya. Ia langsung mengantongi ponselnya.

"Mari, Pak."

Randi hanya mengangguk. Seperti biasanya, ia berjalan didepan sementara dengan menjaga etika Danish berjalan di belakangnya. Meskipun sedang berjalan menyusuri koridor ruangan perusahaan, namun Randi mulai berpikir keras tentang hal yang menimpa keluarga Danish. Sampai akhirnya mereka memasuki lift dan menuju lantai lobby.

Tidak ada yang berbicara. Keduanya sama-sama terdiam. Namun tanpa keduanya sadari, sebenarnya mereka saling memikirkan hal yang sama, Yaitu kekhawatiran.

"Saya akan ke basement untuk mengambil mobil Bapak."

"Baik, saya tunggu di lobby."

Setelah Danish benar-benar menjauh, Randi langsung menghubungi seseorang. Ia yakin, sekalipun Danish terlihat biasa-biasa saja. Namun pria itu tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

****

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience