Chapter 53

Romance Series 8051

Randi memasuki apartemennya dengan keheningan yang menyapa. Biasanya, jam segini, Lisa terlihat duduk santai didepan LCD menonton drama kesukaannya. Tapi kali ini, tidak. Mungkin istrinya itu sudah tidur, itu yang Randi pikirkan saat ini.

Randi mengerutkan dahinya begitu memasuki kamarnya. "Kenapa dia tidak ada?"

"Lisa..?"

"Sa, apakah kamu didalam?" Sekarang Randi mengetuk pintu kamar mandi. Tanpa menunggu, ia membuka pintunya. Lagi-lagi tidak ada.

"Kemana dia?"

Randi menghubungi ponsel Lisa, tetapi Lisa tidak merespon. Seketika ia terkejut. Koper berwarna merah di sudut ruangan tidak ada.

"Serius? Nggak mungkin dia kabur."

Untuk memastikannya, Randi menuju walk in closet. Dan benar saja, pakaian yang sering dipakai Lisa tidak ada. Hanya menyisakan beberapa hanger baju disana. Randi menghela napasnya, ntah dorongan dari mana ia terpikir untuk menghubungi mertuanya karena tadi pagi ia ingat kalau wanita itu ingin mendatangi orang tuanya.

"Halo, Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam. Iya nak?"

"Maaf, Ma, apakah Lisa sudah tidur?"

"Ada apa, nak? Em Mama tidak tahu. Apakah nomor ponselnya gak aktip?"

"Iya, Ma."

"Sepertinya sudah tidur. Oh iya, kamu sudah balik dari luar kota?"

"Luar kota? Kenapa Mama mengira aku keluar kota? Jangan-jangan semua itu alasan Lisa untuk menginap disana dan menghindariku? " sela Randi dalam hati.

"Halo?"

"Em, Iya, Ma. Aku baru saja balik." ucap Randi akhirnya. Terpaksa ia mengiyakan sesuai nalarnya. "Baiklah, biarkan Lisa istirahat. Besok pagi aku akan menghubunginya lagi. Maaf mengganggu ya, Ma."

"Iya, nak Randi. Tidak apa-apa. Kamu jaga diri baik-baik, ya. Mama tutup dulu telponnya, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Panggilan berakhir. Randi menatap ponselnya sejenak lalu meletakkannya begitu saja diatas meja. Kenapa wanita itu tiba-tiba membawa koper dan menginap tanpa persetujuannya darinya?

"Mungkin dia rindu rumahnya. Aku yakin itu. Kami tidak ada masalah, jadi untuk apa aku mengkhawatirnya?"

****

"Mas?"

"Ya?"

"Terima kasih untuk semuanya."

"Terima kasih?" Danish mengerutkan dahinya. Ia menatap Nafisah yang tersenyum tipis. Wanita itu terlihat cantik dan sehat. "Terima kasih untuk apa?"

"Telah menjagaku dan memberiku harapan."

"Harapan? Harapan apa?"

"Cinta.. "

Nafisah mendekati Danish. Keduanya saling berhadapan. Perlahan, ia memeluk Danish dengan erat hingga Danish pun membalas pelukannya.

"Dulu aku berharap Mas mencintaiku, sekarang sudah terwujud. Mas mencintaiku. Meskipun dulu rasa cinta itu belum ada, tapi Mas ikhlas menjagaku dan merawatku. Tidak perduli mungkin saat itu terpaksa, tetapi Mas sangat sabar menjalaninya. Kesabaran yang membuahkan hasil sehingga benih cinta itu akhirnya tumbuh."

Danish tertawa pelan. Nafisah mendongakkan wajahnya. "Kenapa tertawa."

"Tidak apa-apa, aku hanya merasa lucu mendengarkan semua ucapanmu. Seperti di drama-drama yang kamu tonton, melow sekali."

"Tapi aku serius."

"Iya sayang, iya. Semua itu karena Allah. Allah yang sudah membuat hati ku untuk mencintaimu."

Nafisah melepaskan pelukannya. Ia memundurkan langkahnya dan tersenyum tipis. "Janji kita untuk saling mencintai tidak hanya didunia, tetapi di akhirat juga."

Awalnya Danish tersenyum sambil mengangguk. Lalu dengan perlahan, Nafisah membalikkan badanya. Danish menatap istrinya dengan heran.

"Kamu mau kemana Nafisah?"

"Sudah saatnya aku kembali."

"Kembali? Kemana? Kerumah? Kita sudah dirumah Nafisah.."

Nafisah menggeleng pelan. Ia tetap tersenyum tipis, menatap Danish penuh cinta.

"Aku akan menunggu Mas, sampai waktunya benar-benar tiba."

"Tunggu.. Kamu-"

"NAFISAH!"

Danish langsung terbangun begitu saja. Raut wajahnya pucat. Ia melihat kanan kirinya bahkan sekitarnya dan menyadari bahwa semua itu hanyalah mimpi. Ia bermimpi Nafisah uang yang perlahan pergi darinya. Semoga hanya bunga tidur dan tidak memiliki arti apa-apa.

"Mas.. "

Danish menoleh ke samping. Lebih mengejutkan lagi ada Ela yang baru saja terbangun. Wanita itu masih terlihat mengantuk. Danish melihat kearah jam dinding, jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Danish menghela napasnya.

"Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. " ucap Danish pelan.

"Mas, apakah semuanya baik-baik saja?"

Danish terdiam lagi. Ia mengusap wajahnya dengan lelah. Ia juga baru sadar kalau malam ini tidur di apartemen Ela karena setelah makan malam, Ela menyarankan agar ia beristirahat dan menginap malam ini.

"Semuanya baik."

"Mas bisa cerita sama aku."

Ela memegang punggung tangan Danish. Dengan perlahan Danish menjauhkannya.

"Aku tidak apa-apa. Lebih baik kamu tidur."

"Aku tidak akan tidur, sebelumnya semuanya membaik."

"Percayalah padaku. Aku baik-baik saja."

"Apakah Mas mimpi buruk, kenapa menyebut nama Mbak Nafisah?"

Danish terdiam. Menyadari hal itu, Ela memaksanya senyumnya. "Tidak apa-apa kalau Mas belum bisa bercerita. Tapi asal Mas tahu, aku bisa membantu Mas jika Mas membutuhkan pertolongan. Maksud aku, berbagai cerita denganku."

"Baik, Terima kasih." Danish tersenyum, ia memegang pelan pundak Ela. "Aku mau bersiap-siap sholat tahajjud. Setelah itu ke rumah sakit."

"Untuk apa kesana?"

Danish terdiam, menatap Ela beberapa saat. Buru-buru Ela meralat ucapannya karena seolah-olah ia melarang Danish pergi kesana.

"Em maksud aku, bukankah sekarang jam besuknya tutup?"

"Aku hanya ingin memastikan Nafisah baik-baik saja meskipun dia belum sadar."

"Tapi, Mas-"

"Kalau pagi hari, aku bekerja. Aku tidak ada waktu untuk kerumah sakit kecuali setelah selesai bekerja. Itupun sore. Aku tidak bisa menundanya."

Ela terdiam. Rasanya ia tidak rela bila Danish pergi. Tapi ia sadar, ia siapa. Hanya senyuman paksaan yang ia lakukan saat ini.

Danish pun turun dari atas tempat tidur. Setelah ia keluar dari kamar. Senyuman ramah yang ia berikan pada Ela perlahan menghilang. Raut wajahnya kembali datar.

Ela memang baik dengan nya. Ia tidak mungkin akan menolak dengan kasar ketika wanita itu menawarkan bantuan untuknya. Semua yang ia lakukan, semata-mata agar wanita itu tidak tersinggung.

"Nafisah, aku merindukanmu. Aku mencintaimu. Bukan siapapun, kecuali hanya dirimu.. "

****

Masya Allah Alhamdulillah. Hai. Sudah up ya chapter 53 ??

Makasih sudah baca. Jgn lupa komentarnya tentang mereka sama part ini ??

Komentar kalian yg positif menjadi penyemangatku sebagai author utk lanjut up?

With Love, Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience