Chapter 29

Romance Series 8051

Hujan begitu deras. Danish berdiri di lobby sambil menunggu taksi online. Hari ini ia tidak membawa motor karena motor tersebut sedang berada di bengkel.

Tint!

Bunyi klakson terdengar, Danish menatap ke arah mobil hitam bertepatan saat kaca mobil bagian belakang turun perlahan.

"Mas, mau pulang bareng?" tanya Ela dengan senyuman ramahnya. Raut wajah Danish berubah datar.

"Tidak. Aku menunggu taksi online."

"Memangnya sudah otw? Atau belum dapat driver sama sekali?"

Danish terdiam. Sebenarnya sudah hampir 10 menit salah satu Driver tidak satupun menyambut orderannya. Bahkan tadi sempat ada yang mengcancel. Tiba-tiba kaca mobil bagian depan perlahan turun.

"Bang, ayo bareng."

"Fathur?"

Fathur tersenyum. Dia adalah Kakak kandung Ela yang kebetulan satu kerjaan pada perusahaan mereka. Danish baru ingat kalau Kakak kandung Ela bekerja di bagian IT di Perusahaan Randi.

"Kalian duluan saja." tolak Danish halus.

"Ayolah Bang. Hujannya deres loh. Kasian Mbak Nafisah nunggu di apartemen kelamaan."

Danish menimbang-nimbang ucapan Fathur. Apalagi tadi pagi ia melihat Nafisah tidak terlihat baik-baik saja sementara istrinya itu berkata tidak ada yang perlu di khawatirkan. Akhirnya Danish berubah pikiran, ia pun memasuki mobil Ela dan duduk di samping Fathur.

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang. Sebelumnya, Fathur dan Danish hanya bertegur sapa seperlunya ketika mereka masih berada di kampung halaman selama menjadi tetangga. Dan sekarang, obrolan ringan pun mengalir begitu saja. Banyak hal yang di bahas. Sedangkan Ela hanya sekedar menyimak.

"Jadi yang beri kabar kalau di perusahaan ada penerimaan calon pekerja baru itu saya, Bang. Kebetulan saat itu Ela baru saja lulus kuliah."

"Ah begitu. Alhamdulillah, kakak beradik berada di kota yang sama."

"Ya begitulah. Walaupun Ayah sempat nggak beri izin. Karena Ayah maunya si Ela meneruskan usaha rumah makan milik Ayah."

Danish hanya tersenyum tipis. Berusaha menghargai pembicaraan mereka meskipun sebenarnya ia paling malas membahas tentang Ela. Tentu saja ia tahu Ela. Wanita itu dan keluarganya di kenal sebagai orang terpandang dan tergolong mampu di kampung halaman mereka.

"Ela sedikit keras kepala Bang. Katanya selama ini sudah terbiasa dengan semua fasilitas yang di berikan sama Ayah dan Bunda. Jadi katanya sesekali dia mau mencoba hidup mandiri cari uang dengan hasil jerih payahnya. Ya semoga saja sih, ntar cari calon adek ipar buat aku nggak pemilihan."

"Ih, Kak Fathur apa'an sih!" protes Ela tidak terima. "Siapa bilang aku cari jodoh pemilihan? Yang penting dia soleh, baik, dan bertanggung jawab. Itu semua sudah cukup bagiku walaupun orangnya biasa-biasa saja."

"Wah, Abang Danish banget nih. Tapi sayang, sudah sold out."

Fathur pun terbahak. Dan Ela semakin kesal. Berbeda dengan Danish sendiri yang rasanya ingin keluar saja dari dalam mobil saat ini juga.

****

Randi menatap Nafisah dari kejauhan. Wanita itu terlihat berjalan sambil memakai payung. Sementara Randi masih berdiri menatap semuanya dari dalam lobby perusahaan.

Randi memperhatikan jam di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 sore. Sebentar lagi sholat ashar akan tiba. Tapi kenapa, wanita itu berada di lingkungan perusahaan?

"Bukankah Danish sudah pulang 1 jam yang lalu?"

Hujan masih turun dengan deras. Nafisah merapatkan jaket tebal yang ia pakai. Mengabaikan bagian bawah gamisnya yang basah akibat cipratan air selama di perjalanan.

"Kenapa nomor Mas nggak aktip? Mau seberusaha apapun tidak perduli, tapi aku nggak bisa membiarkan Mas Danish tidak bisa pulang ke apartemen meskipun jarak perusahaan dan tempat tinggal itu sangat dekat." gumam Nafisah pelan.

Nafisah merasa kepalanya pusing. Ia pun mencoba mencari sandaran pada dinding lobby perusahaan. Sementara tubuhnya mulai menggigil kedinginan.

"Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku menolongnya, pasti dia akan menolak." ucap Randi lagi.

Tiba-tiba ponsel Randi berdering. Ia pun mengangkat panggilan tersebut bertepatan saat Nafisah memutuskan untuk menyerah dan pulang setelah ia menghubungi kembali suaminya dan tidak aktip.

"Mungkin Mas Danish sudah di jalan dan kami berselisih waktu."

****

"Terima kasih atas tumpangannya."

"Sama-sama, Bang. Ya sudah, aku balik dulu ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Danish pun memasuki lobby apartemennya. Dari seberang jalan, Nafisah melihat sebuah mobil yang baru saja berhenti didepan lobby apartemen.

"Mas pulang sama siapa? Rekan kantor?" tanya Nafisah dengan rasa penasaran.

"Mas Danish!"

Danish menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang, Tiba-tiba Ela keluar sambil memegang ponselnya.

"Alhamdulillah belum jauh, kata Kak Fathur ponsel Mas Danish ketinggalan di bangku mobil."

Seketika Danish merogoh celana kainnya. Tanpa sadar ponselnya keluar dari saku celana ketika ia duduk. Untungnya saja, semua itu terjadi didalam mobil orang yang di kenal, bagaimana jika terjatuh dijalan atau di mobil orang tak di kenal?

"Terima kasih."

"Sama-sama. Saya balik dulu, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Ela memasuki mobilnya dan Nafisah menatap semuanya dari kejauhan. Nafisah tersenyum masam. Saat mobil berjalan pelan, saat itu juga tanpa sengaja tatapan Danish bertemu pandang pada Nafisah di seberang jalan. Hujan masih turun walaupun tidak lebat.

"Oh, ternyata pulang sama rekan kerja." Senyum Nafisah pun redup. "Rekan wanita, dalam satu mobil yang sama."

Danish tak tinggal diam, ia langsung menyebrang jalan dan mendatangi Nafisah bertepatan saat istrinya itu malah menjatuhkan begitu saja payung yang ia bawa.

"Kenapa kamu jatuhkan payungnya?  Hujan masih turun dengan deras.

Nafisah tak menjawab. Ia merasa dirinya begitu lelah. Selain fisik, hatinya juga lelah karena cemburu. Tapi tidak mudah baginya untuk mengatakan bahwa ia cemburu. Sejak awal, Danish tidak suka padanya apalagi mencintainya.

Detik berikutnya, Danish langsung memeluk Nafisah. Ia memeluk istrinya sangat erat bahkan mengabaikan hujan turun yang membasahi keduanya. Dari jarak kejauhan, Randi menyaksikan semuanya dari balik kemudi mobilnya.

Randi memaksakan senyumnya. "Hanya melihat mereka, rasanya begitu sakit. Tapi Alhamdulillah, keduanya sudah bertemu setelah berselisih waktu."

Akhirnya Randi pun mengemudikan mobilnya dan melanjutkan perjalanannya. Suasana kali ini begitu dingin dan sendu. Tak hanya itu, air mata yang di tahan Nafisah akhirnya meluruh di pipinya.

"Ini pelukan pertama yang aku rasakan. Hatiku berdebar. Rasa suka ini semakin besar. Alina, maafkan aku, aku jatuh cinta sama Mas Danish. Tapi kenapa, cinta yang halal ini mulai hadir ketika umurku tidak akan lama lagi?" lirih Nafisah dalam hati

****

Masya Allah Alhamdulillah.. Aku kembali update chapter 29??

Maaf ya sempat tertunda??

Semoga suka sama part nyesek ini. Tetap sabar ya, ikutin alurnya??

Jangan lupa vote dan koment sebagai bentuk respon dan dukungan buat author. Semua itu sangat berarti buat aku ??

Jazzakallah khairan sudah baca. With Love LiaRezaVahlefi?

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience