Chapter 38

Romance Series 8051

Dengan cepat Randi memasukan ponselnya ke dalam saku celana bertepatan saat Danish baru saja keluar dari sebuah kafe sambil menenteng pepper bag yang berisikan 2 cup kopi takeway. Ia baru saja menghubungi Lisa, jangan sampai Danish mengetahuinya.

"Ini, Pak, Kopi americano sesuai pesanan Bapak." ucap Danish sembari mengeluarkan segelas kopi yang didesain berbahan kertas food grade kepada Randi.

"Terima Kasih."

"Sama-sama."

Danish kembali fokus menyetir mobilnya. Sedangkan Randi menghela napasnya. Sebenarnya, 15 menit yang lalu tanpa Danish sadari, ia melihat Lisa dan Nafisah tepat di depan PAUD. Kedua wanita itu terlibat serius. Untungnya saja Danish tidak melihatnya. Itulah sebabnya Randi menyuruh Danish menghentikan mobilnya tepat didepan sebuah kafe minimalis semata-mata hanya untuk membuat pria itu membeli dua gelas kopi takeway agar ia bisa langsung menghubungi Lisa.

"Minum dulu kopinya. Kita bisa berhenti di pinggir jalan. Disana ada taman, bisa parkir mobil tanpa ada larangan rambu lalu lintas." sela Randi lagi.

"Kopinya masih panas, Pak. Nanti saja kalau sudah sampai di kantor."

"Terserah. Tidak masalah."

Danish mengangguk. Meskipun ada urusan pribadi yang belum terselesaikan dengan atasannya, namun tetap saja keduanya berusaha untuk bersikap profesional.

"Danish.. "

"Ya, Pak?"

"Soal kejadian tadi siang... " Randi menghentikan ucapannya, rasa malu, segan, dan tidak enak hati membuatnya serasa sulit untuk berbicara.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya mengerti." ucap Danish dengan raut wajah datar, berusaha mengeluarkan nada suara yang terdengar biasa-biasa saja.

"Sejujurnya saya minta maaf. Saya tidak menyangka kalau almarhum Pak Sofian menunda untuk membakar foto tersebut. Saya juga salah, kenapa keesokan harinya tidak membakar foto itu sendiri. Saya terlalu sibuk sampai-sampai saya lupa."

"Saya harap Bapak tidak mengulanginya lagi, itu saja."

"Saya janji. Terima kasih, Pak Danish."

"Sama-sama, Pak."

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Waktu terus berjalan. Sementara jam sudah menujukan pukul 14.00 siang. Namun ibu kota kali ini benar-benar padat oleh banyaknya pengendara, sehingga kemacetan pun terjadi.

"Macet sekali."

"Seperti biasa, Pak. Kota metropolitan memang begini." ucap Danish seadanya.

"Mau putar arah, Pak? Belokan kiri ada jalur yang tidak terlalu macet." tawar Danish tiba-tiba.

"Boleh, yang penting kita sampai."

Danish memutar arah kemudi nya dan belok kiri. Sepanjang jalan, hanya keheningan yang terjadi di antara keduanya. Namun lagi-lagi keramaian kembali terjadi di depan mata mereka. Bahkan ada beberapa orang berlarian kearah titik.

Danish mengehela napasnya. "Ada apa lagi sih, sekarang?"

"Memangnya kenapa?"

"Ada keramaian warga. Mungkin ada terjadi kecelakaan." ucap Danish

Danish hanya menyetir mobilnya dengan pelan, sampai-sampai ia tiba melewati kerumunan tersebut. Danish menyipitkan kedua matanya, berusaha meyakini kalau ia tidak salah lihat.

"Di.. Diyah?"

"Ada apa?"

"Pak, Maaf, saya mau menepi sebentar. Saya melihat putri saya di sana."

"Kalau begitu cepat."

Danish pun langsung menepikan mobilnya. Dengan cepat ia keluar dan berlari mendatangi krumunan. Rasa cemas membuatnya tak sabar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Diyah! Astagfirullah, apa yang sudah terjadi? Kamu kenapa? Baik-baik saja kan?"

Danish meraba tubuh Diyah dari ujung kepala hingga ujung kaki,memastikan kalau putrinya itu baik-baik saja. Seragam kotak-kotak pink masih terpasang di tubuh Diyah. Menandakan kalau putrinya itu belum pulang ke rumah bersama Nafisah.

"Papa, Mama... Hikss. " Diyah menujuk kearah Nafisah yang terduduk lemas. Sementara dua orang ibu paruh baya mencoba menenangkan bahkan ada yang menyodorkan sebotol air mineral ke arah Nafisah. Nafisah, menangis terisak, dan ketakutan. Danish pun akhirnya memeluknya.

"Nafisah, ayo berdiri.."

"M.. Mas Danish?"

"Tenanglah, kamu sudah aman. Kamu nggak apa-apa? Ada yang luka?"

"Mas, bawa saja ke pelayanan kesehatan dekat sini ya. Kasian mbaknya, syok banget." tegur salah satu seorang pria didekat mereka.

"Maaf sebelumnya, apa yang sudah terjadi?"

"Saya saksi matanya, Pak. Barusan ada mobil melintas dengan cepat terus tiba-tiba mau menabrak Mbak ini sama anaknya. Alhamdulillah, Mbaknya cepat menghindar. Tapi sayang, mobilnya kabur begitu saja."

"Apakah Bapak sempat melihat nomor plat kendaraanya?" tanya Danish penuh harap dengan pria paruh baya tersebut.

"Maaf Pak, saya nggak lihat."

Tiba-tiba ponsel Danish berdering. Nama Randi terpampang di layarnya.

"Halo, iya?"

"Saya sudah memesan taksi online. Kamu urus dulu istri kamu. Biar saya yang balik ke kantor."

"Tapi, Pak-"

"Tenang saja, semua aman. Saya balik dulu, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Panggilan berakhir, bertepatan saat Nafisah pingsan karena syok berlebihan. Di saat yang sama, mobil Randi melintas dan pria itu langsung mengemudi mobilnya dengan cepat.

Ntah kenapa, feeling Randi berkata kalau Lisa yang sudah berbuat jahat pada Nafisah. Beberapa menit yang lalu, ia sempat menurunkan kaca mobil hanya untuk bertanya pada orang-orang sekitar tentang apa yang sudah terjadi.

"Mobilnya berwarna merah, laju banget tadi, Bang. Bahkan mau nabrak Mbak tadi sama anaknya yang mau menyebrang jalan."

Ucapan yang berasal dari saksi mata tersebut terus terngiang. Dan benar saja, dari jarak beberapa meter Randi melihat mobil Lisa berada didepannya. Randi menginjak pedal gas hanya untuk menambah kecepatan.

"Ck, kenapa mobilnya tiba-tiba melaju?!"

Randi semakin menambah kecepatan sementara mobil Lisa juga melakukan hal yang sama. Tapi, ia tetaplah seorang pria yang tidak ingin di remehkan, apalagi tentang Lisa. Dalam hitungan menit, Randi berhasil mendahului kecepatan mobil Lisa dan langsung memblokir begitu saja tepat didepan mobil wanita itu.

Ciittttttttttt!!!!

Berhasil, itu yang Randi lakukan saat ini. Suara decitan ban ketika mengerem secara mendadak terdengar, baik dari mobilnya maupun mobil Lisa.

Randi melonggarkan ikatan dasi yang terpasang di lehernya dan tanpa banyak bicara lagi, ia pun keluar dari dalam mobil dengan penampilan yang elegan sambil melepas kaca mata hitam yang terpasang di hidung mancungnya. Meskipun terlihat menahan amarah, aura ketampanan pria itu tetap terlihat

****

Masya Allah Alhamdulillah, chapter 38 sudah up??

Jgn lupa di vote dan beri komentarnya ya.. Biar author tambah semangat update ??

Sehat selalu.. ?

Tetap stay sama cerita ini. Siapkan hati kaliaaaan ya dari sekarang. Mungkin aku agak tega bikin kalian kesel sama cerita ini ??

With Love LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience