Hari demi hari, Haris merasa semakin terperangkap dalam penyesalan yang mendalam. Setiap malam, wajah Aisyah menghantui mimpinya, begitu juga dengan Rayyan, yang seakan menjadi bayangan dirinya yang tak pernah bisa lepas. Rindu itu semakin menggigit, membuatkan hatinya seolah-olah terbelah. Tanpa Aisyah, tanpa Rayyan, dunia terasa hampa.
Haris tahu, dia harus bertemu dengan Aisyah, harus berbicara dengan wanita yang pernah menjadi cintanya, yang pernah dia hancurkan. Tetapi, setiap kali dia berniat untuk menghubungi Aisyah, ada satu hal yang selalu menghalang.Rayyan. Anak itu sudah jelas menentangnya, bahkan sering kali menyekat setiap usahanya untuk mendekati ibunya.
Tetapi Haris tidak akan menyerah begitu saja. Dalam hatinya, dia yakin masih ada peluang untuk memperbaiki semuanya, jika hanya Rayyan bersedia memberi izin.
Hari itu, Haris memutuskan untuk mengunjungi rumah Aisyah lagi. Walaupun dia tahu, Rayyan mungkin akan menentang lagi, dia tetap berharap ada kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Kali ini, dia tidak hanya ingin meminta maaf kepada Aisyah, tetapi juga ingin bertemu dengan anaknya, Rayyan, yang semakin lama semakin menjauh dari dirinya.
Pintu rumah Aisyah terbuka, dan di sana berdiri Rayyan dengan ekspresi yang sulit untuk dibaca. Haris menatap anak itu, berharap dapat melihat sedikit tanda kebaikan dalam matanya. Namun, yang terlihat hanyalah ketegasan yang sama.
"Papa, apa yang papa cari lagi?" Rayyan bertanya dengan nada datar, namun dalam, yang menunjukkan kebimbangan yang tersimpan jauh di dalam hati.
Haris menghela nafas panjang, berusaha menyusun kata-kata yang tepat. "Rayyan... papa hanya ingin berbicara dengan ibu. Papa sudah terlalu lama tidak tahu kabar ibu.Papa hanya nak tebus kesalahan."
Rayyan memandangnya tajam. "Ibu tak mahu berjumpa dengan papa lagi," katanya singkat. "Ibu sudah cukup terluka, dan papa tidak boleh merosak hidupnya lagi."
Haris merasa hatinya teriris mendengar kata-kata itu. "Rayyan, tolonglah. Papa ingin memperbaiki segalanya. Papa rindu ibu, rindu kamu. Apa salahnya memberi sedikit peluang untuk Papa bercakap?"
Rayyan menundukkan wajahnya, seolah berusaha menahan sesuatu yang tak bisa dia ungkapkan. Dia menarik nafas dalam-dalam, kemudian mengangkat kepala dan berkata dengan suara yang lebih berat, "Papa... ibu sudah bahagia sekarang. Ibu sudah ada orang lain dalam hidupnya."
Haris merasa seolah-olah bumi terbelah di bawah kakinya. "Apa maksud kamu, Rayyan?" Suaranya serak, hampir tidak terdengar.
Rayyan menatap ayahnya dengan pandangan yang keras. "Ibu akan berkahwin lagi. Dia sudah punya seseorang yang akan menggantikan tempat papa dalam hidupnya. Orang itu sudah lama ada dalam hidup ibu. Ibu tak pernah mengatakannya, tapi ibu sudah bahagia dengan pilihan barunya. Jadi, berhenti berharap,papa."
Haris terdiam. Kata-kata itu seperti pisau yang mengiris hati. Walaupun dia tahu dalam hati kecilnya bahwa Rayyan tidak akan berbohong begitu saja, dia merasa hancur mendengar kenyataan itu. Aisyah, wanita yang selama ini dia cintai, ternyata telah move on, dan kini sedang menjalani hidup yang baru bersama seseorang yang lain.
"Apa yang kamu cakap betul?" tanya Haris dengan suara bergetar. "Ibu betul akan berkahwin lagi?"
Rayyan mengangguk perlahan. "Ibu bahagia, papa. Itu yang harus papa tahu. Dan papa tak boleh mengganggu kebahagiaan itu. Ibu sudah cukup menderita. Biarkan ibu menjalani hidup barunya."
Tiba-tiba, Haris merasa tercekik oleh kata-kata itu. Hatinya terasa begitu sesak, seolah-olah udara di sekitarnya menjadi berat dan tak bisa diterima. Dia menatap Rayyan dengan perasaan yang campur aduk.Marah, kecewa, dan takut. Tetapi ada juga rasa yang lebih dalam, rasa kehilangan yang luar biasa. Kehilangan Aisyah, dan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki semuanya.
"Rayyan..." Haris memanggil anak itu dengan suara yang penuh harap. "Papa mahu ibu kembali. Papa mahu kembali menjadi keluarga kamu. Tidak peduli siapa yang ada di hidup ibu sekarang. Papa hanya mahu ada di sisinya. Untuk kamu juga, Rayyan."
Rayyan menatapnya untuk sejenak, lalu menggelengkan kepala. "Papa terlalu terlambat, Papa. Ibu sudah sembuh dari luka yang papa tinggalkan. Papa tak boleh kembali ke masa lalu."
Dengan kata-kata itu, Rayyan berbalik dan menuju pintu, meninggalkan Haris di luar. Haris hanya berdiri, terdiam, dengan hati yang kosong. Sebuah perasaan yang sangat pedih dan tak tertahankan memenuhi dirinya. Perasaan bahwa semua usahanya selama ini sia-sia. Perasaan bahwa dia telah kehilangan segalanya.
Rayyan menutup pintu dengan lembut, dan Haris tidak boleh berbuat apa-apa selain berdiri di luar sana, menatap pintu yang tertutup rapat di hadapannya.
Dia ingin berteriak, ingin merobohkan semua dinding yang ada, tapi itu semua sudah terlambat. Aisyah telah memiliki kehidupan baru, dan dia hanya bisa menjadi penonton dari jauh.
Share this novel