# 2

Family Series 5583

Seminggu berada di depan makam kedua orang tuanya, meratapi kepergian mereka yang mengenaskan membuat Arummi tak ingin hidup lebih lama lagi, ia ingin ikut kedua orang tuanya yg telah dipanggil Tuhan.

"semua pasti merasakan kesedihan yang dalam bila mengalami hal itu..... emak juga pernah mengalami apa yang kamu alami dan rasakan saat ini.... ya sudah, itu nanti dipikir setelah kondisimu pulih dan Ummi harus sehat, biar pikiran jernih, lalu kita cari bersama jalan keluarnya ". Kata mak Ijah sambil menyuapinya.

"Habis ini Ummi mandi, si Jo dah masakin air panas biat mandi, untuk sementara Ummi pake pakean emak saja, thoh ukuran kita sama, nanti setelah sehat betul baru kita cari pakaian. Emak berharap Ummi mau tinggal sama kami, kita senasib jadi emak yakin kita bisa saling berbagi rasa".
Mereka berdua saling berpandangan seakan mau berkata, dukamu dukaku juga.

Malam itu sebenarnya sudah cukup larut, hening, sepi, senyap dan angin menerobos jendela dan lubang angin. Mereka bertiga nampaknya belum ada tanda-tanda kantuk berpihak.

"Ummi baru saja mendapat gaji pertama di perusahaan tempat Ummi bekerja, saat libur Ummi bermaksud membelikan kedua orang tua Ummi sesuatu, lalu bertemu dengan tetangga agak jauh dari rumah, tapi kami sangat akrab. Ia hanya berpesan agar Ummi segera pulang karena sangat penting katanya.

Saat Ummi bertanya, dia hanya menjawab sangat penting. Saat itu pula Ummi langsung pulang" .

Air mata Ummi kembali berderai, isaknya tak dapat ditahan.

"Betapa terkejutnya Ummi saat sampai di rumah, yang menyambut Ummi adalah paman satu-satunya saudara bapak, keluarga ini sejak dulu paling benci dan memusuhi kami sekeluarga.

Ummi gak pernah tau penyebabnya. Yang membuat Ummi heran, rumah kami berubah total tak satupun foto keluarga kami. pokoknya semua berubah ".

Sesaat Ummi menghela nafas dan melanjutkan ceritanya.

"Setelah paman tau Ummi datang, ia gak mempersilahkan Ummi masuk, ia hanya berkata bahwa kedua orang tua Ummi telah meninggal sepuluh hari yang lalu krn keracunan makanan. Paman menyuruh Ummi untuk ke makam, setelah itu menyuruh Ummi untuk kembali ke kota dan masalah rumah, sawah, kebun dan peninggalan almarhum tidak perlu kuatir, paman yg akan menjaga katanya.".

Sambil menyandarkan kepala di bahu mak Ijah Ummi melanjutkan ceritanya dengan tersengal-sengal.

"Ummi tak menghiraukan apa yg paman katakan, Ummi langsung lari menuju makam dan Ummi tak tahan dg rasa sesak didada ini. Selama seminngu Ummi berada di pusara kedua orang tua Ummi.".

"sssssssssssssst..!!!!.. sudah jangan terus menangis seperti ini, kedua orang tuamu jadi gak tenang di alam sana bila melihat kau terlarut dalam kesedihan sepertirti ini". Kata si Jo sambil menepuk pundak Ummi.

"bener apa yg dikatakan masmu si Jo", sahut mak Ijah.

"nah sekarang pejamkan mata Ummi, lepaskan semua beban yg kau rasakan. minta agar Tuhan memampukanmu untuk menerima kenyataan ini, dan minta agar Dia memberikan jalan terbaik buat hari depanmu. percayalah, kedua orang tuamu akan bahagia jika kamu tegar dan iklas dlm menjakani hidup ini ".

Kata mak Ijah lirih. Ummi mengangguk sambil memejamkan mata, iapun membaringkan kepala di pangkuan mak Ijah dan mak Ijah terus membelai rambut Ummi hingga ia terlelap.

Angin siang itu sepertinya bersahabat, setidaknya itu menurut si Jo, mentari juga sedikit ramah.

Ditariknya kengan Ummi dan iapun menurut dan mengikutinya, melihat hal itu, mak Ijah tau persis apa yang bakal dilakukan oleh si Jo anak kesayangannya.

Selang beberapa menit mak Ijah mengikutinya dari belakang. yaah tepat sekali apa yang dipikirkannya, bahwa si Jo mengajak Ummi ke gudang penyimpanan koleksi layang-layang.

Si Jo berjalan melewati pematang sambil membawa layangan, kali ini ia ingin menerbangkan jenis ikan yg matanya bisa berkedip saat terteroa angin. Mak Ijah kali ini mendapat bagian mengeksekusi alias menarik talinya agar layang-layang terbang keangkasa.

Sejak si Jo kecil hingga dewasa, mak Ijah memang selalu mendampinginya segala aktifitas dalam segala hal.

Mak Ijah merasa bahwa kasih sayang dan waktulah yang bisa ia berikan, mengingat si Jo sejak lahir sudah tak pernah melihat bapaknya.
Mrk bertiga terlihat lebih ceriah, bercanda gurau, berlarian.

Layang-layang menari kekiri dan kekanan tertiup angin dan cukup tinggi.
Kini tali layang-layang diikat dipohon kelapa. mereka bertiga pergi ke sungai kecil yang terdapat diantara pematang sawah tak jauh dr situ.

Berkeriapan ikan-ikan kecil disitu,
ada tombro, netran, lele, kotes, dan beberapa jenis udang kali hidup bebas tak tercemar limbah ataupun tak pernah tersentuh racun.

Si Jo membendung sungai kecil itu dengan batang pohon pisang dan tanah liat, sehingga di hilirnya air menjadi berkurang.

Ummi hanya memperhatikan ulah si Jo dan sesekali membantunya. Mak Ijah mulai beraksi menangkap ikan yg terjebak di air yg surut.

"seumur hidup baru kali ini aku merasakan kebahagiaan, keceriaan, kemesraan dan kegembiraan seperti ini" Kata Ummià dlm hati.

"Sungguh aku teramat kagum dengan mak Ijah, kasih dan perhatian yang tulus ia tumpahkan kpd anaknya, kesederhanaan dlm kehidupan sesehari, sosialnya tinggi, murah hati.... ah.. rasanya tak cukup sehari bila kuungkap semua kebaikannya. Sungguh, kedua orang tuaku memang orang yang cukup baik dan bijaksana, tapi mak Ijah jauh lebih dari yang pernah aku lihat seumur hidupku".

Lamunan Ummi dibuyarkan oleh panggilan mak Ijah. "wok ( panggilan mesra kpd anak perempuan kesayangan ) coba ambilin kaleng itu untuk tempat ikan ini, kasih air sedikit biar ikan-ikan ini gak mati".

Ummi merasakan bahwa Tuhan menempatkan di tempat yang, tepat, walaupun prosesnya sangat menyakitkan.

"Seandainya waktu bisa diputar kembali, dan seandainya jalan hidup dapat dipilih".

Ummi bergegas membuang pikirannya yang ngelantur, mengalihkan pikirannya dengan jalan melibatkan diri dengan keasikan mak Ijah.
berburu ikan yang terdampar di genangan air dangkal akibat dibendungnya air oleh si Jo.

Jlebyuuuur..jebyuuuur.. ceplak..ceplak ... jebluuuur.

Bunyi air dipukul oleh si Jo.

Sontak air itu berhamburan mengena siapapun yg dekat, tidak terkecuali Ummi yg berada disampingnya.

Cipratannyapun mengena bajunya sehingga Ummipun basah kuyup.

Tak terasa canda mereka bertiga menghabiskan waktu.

Matahari condong kebarat, merekapun sepakat untuk menyudahinya.

Air yg dibendung si Jo dibuka kembali dan mereka pulang.

Ikan yg dibawanya cukup banyak, itupun yg dibawa hanya yang berukuran, sedangkan yang lain dikembalikan ke habitatnya semula.

"Hari ini kita pesta ikan bakar", ujar si Jo

" Kita pepes pedas bumbu tomat aza ea lhe, kan ada sayur daun kelor di rumah". Pinta mak Ijah.

"Apapun yang mak putuskan so pasti buat kebaikan adik kan mak..?... eeeeee buat kebaikan Ummi anak emak yg baru jg lupa..hehehehehehe". Saut si Jo sambil cengar cengir.  

Tanpa rasa canggung si Jo meraih tangan kanan Ummi dan Ummipun seakan tak menolaknya.

Rasa bahagia itu dirasakan bersama dan kehadiran Ummi dalam keluarga ini membawa kebahagiaan serta keceriaan tersendiri.

"maaaak, adik boleh tanya kan ?". kata si Jo.

"iya, mau tanya apa ", jawab emak sambil sesekali memandangnya.

Pipi Ummi memerah padam dan menjadi salah tingkah ketika si Jo memberikan pertanyaan kepada mak Ijah tentang dirinya. 

jantungnya berdegup kencang.  ada sesuatu yang lain pada dirinya, ada rasa bahagia, ada rasa senang sekaligus tak percaya denga apa yg ia dengar.

Sambil mencium tangan Ummi yg sedari tadi digandengnya selama perjalanan ia berkata.

"Maaaaak, apa bener bahwa Ummi ini jodoh adik yang Tuhan kirimkan..?".

Rasa yan gak pernah ia alami selama ini membuat Ummi semakin membuatnya panas dingin campur aduk gak karuan.

Sesaat mak Ijah berhenti sejenak, ia memandangi Ummi, dan Jo bergantian.  Senyum bahagia mak Ijah terpancar dirautnya yg masih tetap manis, walau usia setengah baya.

"anakku,....". Sejenak mak Ijah berhenti berkata.

"Sudah sejak lama emak berdoa tiada henti hentinya, memohon kepada Tuhan agar Dia mengirimkan pendamping hidup yang mau menerima kamu apa adanya, saling melengkapi kekurangan tanpa membahasnya ".

Sejenak berhenti, lalu meneruskan bicaranya.

"Anakku,.... emak bahagia banget melihat kalian berdua rukun, bercanda dan saling bekerja sama.  Dan emak sangat yakin kalian berdua bisa hidup bersama dan membina keluarga yang bahagia ".

Mereka bertigapun melanjutkan perjalanan, hingga sampai dirumah.

______

Pagi itu pak Tjandra sudah bangun.

Seperti kebiasaannya ia jalan-jalan menghirup udara tanpa polusi.

Mentari memang belum menunjukkan sinarnya, namun jalan yang ia lalui bisa dilihatnya dengan jelas.

melihat sosok yang ia kenal, maka pak Tjandra menghampiri dan menyapa.

" Hai Jo, waaaah rajin sekali, jam segini sudah berada di kebun..?".

"iya pak sudah biasa seperti ini". Jawab si Jo sambil menghentikan apa yg ia kerjakan.

"Gak perlu berhenti nak, lanjutkan aja kerjanya, kan bisa sambil ngobrol". Kata pak Tjandra.

"ooooooo iya, siang nanti bapakmau pulang sebentar tapi balik lagi. Rencana sih kalau diizinkan bapak tinggal di rumah nak Jo beberapa hari. Bapak kepingin istirahat menenangkan pikiran. aku merasa ada ketenangan, jauh dari kebisingan dan kesibukan. Boleh kan nak Jo". Pinta pak Tjandra.

"Dengan senang hati pak, kapan saja bapak punya waktu luang monggo . Dengan senang hati kami sekeluarga membuka pintu untuk bapak sekeluarga ". jawab si Jo.

"Kalau nanti ke Kota, saya dan dik Ummi numpang ya pak. Kemarin kami berdua berencana ketempat dik Ummi kerja, mau pamit berhenti, sekalian mengambil barang-barang di tempat kostnya ".

si Jo segera berlari dan memotong dua lembar daun pisang, saat tiba-tiba hujan deras turun. Diberikannya satu untuk pak Tjandra.

"Trimakasih nak Jo ", kata pak Tjandra dan
Senyum ceriahpun singgah di bibir yg sedikit keriput yg masih sedap dipandang. dan merekapun pulang.

_____

Mereka bertiga berpamitan sama mak Ijah.

"Hati-hati di jalan ea...Tuhan Menyertai ".

Pak Tjandra, Ummi dan si Jo bersalaman kemudian mereka saling melambaikan tangan.

"Kali ini biar Ummi yang membawa mobilnya, pak Tjandra dan kang Jo duduk manis aza". canda Ummi sehabis sarapan pagi.

"okeeey, mampir kerumah bapak dulu. Baru nanti terserah mau kemana". Katanya sambil merangkul Ummi.

Sepanjang perjalanan, pak Tjandra banyak bercerita tentang kenangan indahnya bersama almarhum pak Suryo sahabat karibnya, seligus merupakan Orang tua Ummi.

"Kegigihan, kesabaran, ketlatenan, keuletan, serta kecerdasannyalah yg membuat dia menjadi tuan tanah. Walau sangat kaya, namun kesederhanaannya patut dijadikan teladan.
Semenjak kecil jiwa sosialnya sangat tinggi. puluhan bahkan ratusan penduduk desa yang tak mampu ditolongnya dengan jalan dipinjami tanah serta diberi bibit dan diberi penyuluhan tentang bagaimana menggarap sawah maupun kebun. Hasil panennya tak secuilpun almarhum Suryo bapakmu memintanya". Ungkapnya bangga.

"mereka yang sudah Mampu beli tanah, akan mengembalikan, digantikan orang lain yg masih memerluka, dan yang belum dapat giliran, bekerja sebagai buruh dengan sistim bagi hasil". Lanjutnya.

Pak Tjandra memang sangat membanggakan teman karibnya yang kini telah mendahuluinya. Sesekali ia meneteskan air mata. Dan tak jarang isakannya tak mampu dicegahnya, disela ceritanya.

Dua jam tlah berlalu, jalan menuju rumah pak Tjandra memang padat kendaraan yang hiruk-pikuk, namun tak sampai macet walau merambat perlahan.

"Lampu merah belok kiri, kemudian ada pertigaan belok kanan. Rumah bpk yg no 4. langsung aza mobilnya masuk".

Halaman yg luas, taman asri. Kolam dan air terjun buatan ditumbuhi pepohonan, bunga dan disekitarnya terdapat bonsai.

Tak seperti yang lain, pagar rumah ini tidak terlalu tinggi, hanya setinggi lutut orang dewasa. samping kiri tembok berjajar pohon Cemara.

"Ayo silahkan masuk. Anggap rumah sendiri ". Kata pak Tjandra.
l "Heeeeeeem kayak istana ", pikir si Jo, terlihat sekali ada rasa kagum dan terheran melihat rumah semewah itu.

Sedangkan Ummi nampaknya sudah tak terlalu heran dengan rumah tinggal semacam ini, krn waktu kuliah dia sudah tinggal di Kota.

Didinding rumah mewah itu banyak dipasang lukisan karya pelukis terkenal dg berbagai ukuran.

Diruangan santai terdapat lukisan pak Tjandra sekeluarga. "oooooh, rupanya pak Tjandra memiliki empat putra dan dua putri ". pikir si Jo.

"aaaaaaaaaaah, suatu saat nanti akan aku beri hadiah lukisan hasil karyaku". Jmhoanji si Jo dlm hati.

"Bik, tolong siapin minuman buat tamu bpk". kata pak Tjandra lewat tlp.
"istirahat dulu, nanti habis makan siang, silahkan kalian berdua mau keperusahaan pamit, dan mampir belanja-belanja dulu juga silahkan " lanjutnya.
"ooooo iya, barang-barang di tempat kost yang mau kamu bawa pulang apa banyak, kalau banyak, kasih alamat, biar supir bpk yang ngambil barang kesana". Tanya pak Tjandra.
"Almari pakaian, tempat tidur dan beberapa peralatan masak saja kok pak, masalahnya Ummi baru bekerja dan menempatinya sebulan". Jawab Ummi.

Ketika Ummi matanya tertuju pd lukisan keluarga, pak Tjandrapun menceritakan keberadaan anak-anaknya.

"Bpk itu keluarga besar, dg enam anak. Yang pertama dan kedua menjadi pengacara dan satu kantor dg bpk. yangke tiga mendapatkan hadiah dr perusahaan tempat ia bekerja, didanai penuh untuk mengambil S3 di Universitas ternama di Negri Paman Sam. yg ke empat dan ke lima, melanjutkan S2 nya di negri kanguru ", ia berhenti sejenak, kemudian, " aaah, kok bapak jadi banyak cerita..?, ya sudah ini sudah siang, yuk kita makan dulu. Bibi sudah siapin tuuuh". Merekapun menyantap hidangan yg telah disiapkan oleh bik Tia. Sebenarnya Ummi kepingin tanya, keberadaan istri pak Tjandra, tapi ia enggan.

*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience