Part 48

Family Series 5583

Sore itu, mendung tebal. Gerimis sejak beberapa hari ini tiada berhenti, Sugeng keluar dari mobil membawa barang banyak, hingga harus dua kali bolak-balik.

Atun hanya memandangi dari teras, tempatnya duduk. 

"Selamat sore sayang," sapa Sugeng kepada sang istri, sambil menyodorkan bungkusan, kemudian mengecup kening sang istri.

"Mimpi apa semalam," pikir Atun heran, bercampur dengan kecurigaan penuh.

“Maaf, selama ini, bapak memang terlalu sibuk mencari uang buat kalian, agar hidup kita layak, sampai-sampai lupa dengan tanggung jawab sebagai kepala keluarga.” sambungnya, tapi tetap saja Atun masih merasakan keanehan.

Sugeng tetap berusaha untuk meyakinkan, supaya dia bisa kembali mesra seperti masa itu, ia berusaha untuk kembali seperti dulu sebelum kehidupannya mapan seperti sekarang ini. Mirna hanya memandang dari dalam rumah, kemudian pergi ke dapur.

“Mak, coba deh. Bapak belikan pakaian yang mungkin cocok buat mamak, seperti ini yang bapak pingin belikan dari dulu, tapi baru kesampaian sekarang,” diajaknya sang istri ke kamar, untuk mencoba, pakaian yang dia belikan. Atun tak berusaha menolak. Dituntunnya sang istri di depan kaca, setelah Atun memakai hadiah pemberian Sugeng.

Walau sedikit kedodoran, si Sugeng berusaha untuk meyakinkan. “Mamak cocok dengan model seperti ini, walau sedikit kegedean. Nanti kalau mamak, lebih banyak makan pasti pas,” kata Sugeng.

“Iya, bilang saja saja bapak berharap aku gembrot, biar ada alasan untuk meninggalkanku,” jawab Atun lirih, mendengar jawaban sang istri, Sugeng berusaha mengalihkan perhatian agar tak memuncak yang bakal memicu pertengkaran.

”Anak gantengku kemana, kok gak kelihatan, bapak belikan mainan banyak.”

Sementara disisi lain.

“Ini pasti ulah Asia,” pikir Mirna, kemudian masuk kamar dan menguncinya.

“Hallo, Mblo, kamu apain si Sugeng sampai segitunya perubahannya, hingga tampak aneh banget,” tanya Mirna perlahan, hingga suaranya nyaris tak terdengar.

“Itu baru awal, tenang saja, sudah aku sibuk non, lagi banyak job nick,” jawab Asia, kemudian ditutup.

“Hallo…hallo…hallooo,” Mirna meletakkan ponselnya kemudian tengkurap dan memejamkan mata.

Tak lama kemudian.

Tok…tok…tok 

Berulang kali, makin lama, suara ketukan itu makin kencang.

“Mbaaaaaaak, buka pintunya,” terdengar teriakan Sari dari luar pintu, merasa terusik dengan suara ketukan dan panggilan Sari yang gak berhenti, Mirna segera membuka pintu.

“Berisik Tauu, kunci lagi pintunya,’ kata Mirna, kemudian balik tidur dan menutup kepalanya dengan bantal. Sari pun mengikuti jejak si kakak. Sari usrek, dan tak bisa diam, ada saja yang di gerakan bergantian, sengaja dilakukan agar kakak terusik dan segera memperhatikannya.

Mirna melirik dari cela bantal yang menutupi kepalanya, dilihatnya Sari sudah melakukan terlebih dulu. Sari tersenyum saat melihat yang dilakukan sang kakak.

“Kak, kedua ortu Bagas mau sowan kesini,” kata Sari lirih. Mendengar hal itu, Mirna bangun duduk bersila memangku bantal yang dipakai menutupi kepalanya tadi. “Serius?”

Perlahan Sari duduk berhadapan dengan Mirna. Sari mengangguk dan perkata: “He… em,”

Mirna bangun, duduk bersila,rambutnya digelung acak dan diselipkan ke rambut yang lain. "Kok mendadak, emang kapan mereka bakal kesisi?" Tanya Mirna penasaran.

"Besok pagi, sekitar jam 10an,"

"Ha?,"

Mirna meloncat, bergegas mengambil kontak mobil, kemudian menghampiri Sari yang sedang berbaring santai. "Ndok, Aya cepetan gak usah ganti, gitu saja, karena santai Mirna menarik tangan Sari, "Ayo buruan, nanti keburu tutup,"

"Apanya yang tutup tho mbak?"

.Irma tak berusaha menjawab Sari. Di tengah perjalanan, Mirna bertanya lagi, "Emang berapa orang yang bakal datang ke rumah?"

Sari menggelengkan kepala, "Coba, kamu telpon itu pujaan hatimu. Berapa orang yang bakal ke rumah?"

"Paling juga gak bakalan orang sekampung!" Jawab Sari dengan santainya.

"Serius dikit kenapa?, Coba telepon dia,"

Saripunmenghubungi kekasih pujaan hatinya.

Tak lama kemudian Sari berkata. "50 orang gak termasuk anak-anak katanya," jelas Sari.

Mirna berenti, lalu menghubungi karyawan yang biasa masak di warungnya.

"Mbak Endang, malam ini bisa ke rumah?"

"Iya ada apa, tumben mendadak banget?"

"Iya, ini mendesak, ajak 3 orang yang bisa masak mbak, tapi malam ini siap begadang, karena ada acara mendadak,"

"Okey, siap. Sekarang juga saya meluncur kesana," jawab mbak Endang si tukang masak itu. 

Malam itu mobil Mirna penuh dengan belanjaan, serta buah. Sari masih bingung dengan apa yang dilakukan sang kakak. Sari hanya mengikuti dan tak berani bertanya kepada kakaknya.

Malam itu rumah Atun sudah ramai, dapur warung dipakai memasak.

Sementara itu, Bu Atun sedang terlena dengan kesibukan hatinya sendiri, begitu juga Sugeng sang suami, itulah sebabnya Mirna sama sekali tak mau melibatkan kedua orang tua mereka.

Pagi itu rombongan tamu sudah datang, mereka memajukan jadwal tanpa pemberitahuan pada pihak keluarga wanita yang akan dilamar.

"Blo, tamu kamu sudah pada datang," teriak Asia lirih. Mendengar kabar itu, Mirna kalang kabut tak tau apa yang harus dilakukannya. "Cepat kamu ke rumah mama Endah dia pasti sudah berada di ruangan kerjanya," 

"Kamu saja lebih sopan, biar aku yang menangani dan menyambut tamu," saran Asia sahabat karib Mirna. Ia mengendarai sepeda motor kencang walau jarak tak lebih dari 100m dari rumah .Irna.

"Bu, saya minta tolong," kata Mirna sambil bersimpuh di depan Mama Indah. Dengan tenang mama Indah menanggapinya.

"Ada apa tho nduk, sepertinya kamu kebingungan seperti itu,"

"Sari Bu," jawab Mirna.

"Coba, jelaskan dengan tenang," pinta Bu Indah. Mirna menarik nafas panjang kemudian menjelaskan apa yang sedang terjadi.

"Ya, sudah tinggu sebentar, Mama ganti pakaian terlebih dahulu,"

"Gak perlu Ma, gitu saja mama sudah cantik kok," mendengar apa yang dikatakan Mirna ia tersenyum. "Ya sudah ayo,"

Sesampai di rumah Mirna, Bu Indah langsung menyapa para tamu satu persatu. Acara itu sendiri, memang sederhana.

Pak Abimanyu, orang tua Bagas berkata.

"Maaf, sengaja kami memang mendadak, sebab kata anak saya biar tak sampai merepotkan, karena keluarga disini pada sibuk, ya kami menutinya, kalau begitu langsung saja tujuan kami sebagai orang tua menyampaikan keinginan anak lanang satu satunya, katanya biar saat anak semata wayang kami yakin saat sepulangnya dari Australia menyelesaikan studinya bahwa Neng Sari tidak diambil orang, makanya dia ingin melamar terlebih dahulu katanya. Dan hari ini kami ingin jawaban langsung darinya," mendengar apa yang dikatakan calon mertuanya, Sari sedikit nerves dan menutup mulutnya sambil berdiri dan mengangguk, Bagas Pun berdiri kemudian menghampiri Sari serta memegang tangan Sari dan mengecup tangannya dan keningnya. Semua yang menyaksikan tepuk tangan meriah. Dan Nagas langsung mengenakan cincin pengikat pada jari manis Sari. Tepuk tangan semakin meriah disertai yel yel.

Cium cium cium cium

Suasana ramai itu ternyata membuat Bu Atun terusik. Ia Pun bergegas keluar dan mengintip dari kelambu. Mirna dan Mama Indah melihatnya, tapi keduanya sama berpura-pura tak melihatnya. Bu Atun bergegas ke kamar mandi. 

"Maukah kamu menunggu aku sampai aku menyelesaikan studiku, baru kita akan mengikat jadi satu sebagai suami istri?" Sari tak mampu berucap kata, ia hanya mengangguk serta meneteskan air mata haru.

"O iya, Bagas anak bapak juga sudah membangunkan rumah beserta lengkap dengan isinya,tak jauh dari rumah bapak  tinggal. Tapi gak perlu khuatir semua itu bukan pemberian bapak kok tapi hasil jerih keringatnya sendiri sambil sekolah," kata pak Abimanyu Ayah si Bagas. "Jadi selama Bagas di luar negri, nak Sari harus sering-sering menyambangi rumah biar ada yang merawat," tambah pak Abimanyu.

Tak lama kemudian.

"Berhubung acara sudah selesai, kami mewakili tuan rumah mengundang untuk mencicipi alakadarnya, maaf kami tak ada persiapan jadi kanggoin seadanya," kata Asia.

Selesai acara ramah tamah dan ngobrol sana sini, akhirnya para tamu pamit, hanya Bagas yang masih tinggal disana. Tak lama kemudian Atun sang ibu baru keluar. Bu Indah menghampiri Bu Atun dan berkata, "Selamat ya mbak," si Atun masih belum mengerti apa maksudnya. Karena dia memang sibuk dengan hatinya yang penuh dengan kecemburuan terhadap sang suami. Tanpa merasa malu, ia bertanya, "memang ini ada acara apa," mendengar pertanyaan itu Bu Indah tak berani menjawab karena bukan rananya dan tak memiliki kapasitas untuk menjawab, sehingga ia hanya tersenyum.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience