BAB 12

Romance Completed 15523

Pada akhirnya Saira tidak tahan harus terus berdiam diri di rumah Leo
yang begitu besar dan lengang, apalagi sama sekali tidak ada tanda-tanda
bahwa Leo akan pulang hari ini. Dia akhirnya memutuskan untuk mengambil
resiko, karena dia sangat butuh melepaskan semua permasalahannya di
rumah kaca. Dari dulu, Saira sudah terbiasa, kabur dan merenung di rumah
kaca, ketika pikirannya kalut.

Kadangkala Saira menghabiskan waktunya dengan merawat
tanaman-tanamannya, mencurahkan kasih sayangnya dan mengalihkan
perhatiannya.

Sebelum menuju ke rumah kaca, Saira mampir ke Garden Cafe, dan menghela
napas sedikit senang dengan aroma khas yang menenangkannya dari cafe
ini. Cafe ini penuh dengan aroma rempah yang nikmat, bercampur harumnya
kue yang baru keluar dari panggangan. Suasananya damai, seperti di rumah.+

Saira melangkah menuju sebuah sudut yang nyaman, di dekat rumpun bunga
anggrek putih dengan bercak keunguan yang indah, hasil dari rumah
kacanya. Suasana cafe tampak ramai dengan para pelayan yang lalu lalang
melayanipengunjung, mungkin ini karena tepat saat jam makan siang.+

Albert sendiri yang mendatanginya, lelaki itu tampaknya sudah melihatnya
dari jauh dan kemudian menembus kesibukan cafe untuk menghampirinya,

“Pengantin baru ada di sini lagi.” Albert tertawa, “Apa yang kau lakukan
di sini, Saira?”

Saira tersenyum kecut, berusaha tampak ceria, “Aku membutuhkan teh hijau
untuk menambah semangatku.”

“Segera datang.” Albert mengedipkan sebelah matanya, “Apakah kau ingin
teman minum teh? Ada pastry apel dan keju yang baru keluar dari oven.”

Saira menganggukkan kepalanya, “Aku mau.” Gumamnya. Lalu duduk merenung
dan menunggu.

Apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi perkawinannya? Apa yang
harus dilakukannya kepada Leo? Bagaimana mungkin cinta yang begitu
lembut dan pekat bisa berubah begitu cepat menjadi kebencian yang
menyayat?

Saira begitu penuh dengan pertanyaan yang ingin dilemparkannya kepada
Leo. Tetapi jangankan untuk bertanya, untuk berbicarapun sepertinya
lelaki itu sama sekali tidak memberinya kesempatan.

Sebenarnya apa yang diinginkan Leo dari pernikahan ini?

Teh hijaunya kemudian datang, disajikan dalam cangkir mungil berwarna
putih yang masih mengepul dan beraroma teh yang khas dan harum.
Bersamaan dengan itu, sepiring pastry yang masih panas yang menggiurkan
disajikan bersama.

Saira meneguk tehnya, dan menikmati rasanya. Begitu pahit tanpa gula,
tetapi ketika indra penciumannya bekerja, aromanya yang nikmat
memberikan rasa tersendiri ke indra pencecapnya. Sehingga kepahitan itu
berubah menjadi rasa yang khas yang selalu dirindukan oleh lidahnya.

Saira teringat akan filosofi Albert tentang teh hijau, dan dia
tersenyum. Teh hijau mengingatkan Andre akan rahasia, rahasia sebuah
rasa yang harus menunggu saat yang tepat, menyibak lapisan demi lapisan
untuk menemukan apa sebenarnya yang tersembunyi di baliknya.

Ponselnya berbunyi tiba-tiba membuat Saira tersentak dari lamunannya,
diangkatnya ponsel itu ketika tahu bahwa Andre yang menelepon,

“Halo Andre.”

“Katamu kau akan segera datang kemari, dan aku cemas karena kau belum
tiba juga.”

“Aku mampir di Garden Cafe untuk makan siang.” Jawab Saira sambil
tersenyum miring.

“Teh hijau lagi?” Andre tergelak, “Aku tidak pernah tahu tentang
obsesimu meminum teh hijau di saat makan siang entah panas atau hujan.
Menurutku minum soda yang paling enak.”

“Soda tidak baik untuk kesehatan.” Saira mengernyit, membuat tawa Andre
semakin keras.

“Oke Saira, lekaslah datang, dan aku ingin kau menceritakan semuanya
secara langsung.”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience