BAB 26

Romance Completed 15523

Hampir lewat tengah malam, ketika pesta itu dan semua kesibukan untum
membereskannya usai, Leo dengan hati-hati membuka pintu kamar Saira yang
tidak dikunci.+

Kamar itu gelap dan temaram, tetapi di tengah ranjang, di bawah sinar
bulan yang remang-remang masuk melalui bagian kaca di atas jendela, Leo
bisa melihat dengan jelas tubuh Saira yang terbaring telungkup di atas
ranjang.+

Dengan pelan, mencoba tidak bersuara, Leo menarik kursi dan
mendekatkannya di pinggiran ranjang, dia duduk di sana, dengan tubuh
setengah membungkuk, tangan bertumpu pada sikunya, dan mata menatap
nanar ke arah Saira.+

Dengan bantuan cahaya bulan, dia bisa melihat wajah Saira yang miring ke
arahnya, dan dia bisa mengetahui, ada bekas air mata yang kering di
pipinya. Sekali lagi, Saira menangis lagi sampai tertidur.+

Hati Leo terasa sakit. Semula dia berpikir bahwa menyakiti Saira terus
dan terus, membuatnya menangis sepanjang waktu sampai kemudian hampir
gila akan memuaskan hatinya yang sakit dan penuh dendam. Akan membuatnya
bisa menghilangkan rasa seperti luka menganga ketika menatap kondisi
Leanna yang menyedihkan.+

Tetapi ternyata tidak, yang muncul adalah kesakitan yang baru. Rasa
seperti dadanya diremas ketika melihat keadaan Saira seperti sekarang
ini. Sedih karena kelakukannya. +

Leo begitu larut dalam usahanya membalas dendam sehingga dia lupa
membatasi hatinya sendiri. Pesona dan kebaikan Saira telah menyentuh
nuraninya yang paling dalam, membuat jiwanya berperang. +

Saira dan Leanna. Apakah Leo harus memilih? Bukankah pada akhirnya
siapapun yang akan Leo pilih, dia tetap saja telah melakukan sebuah
pengkhianatan besar?1

***

Hampir dua bulan berlalu, dan pernikahan itu terasa semakin dingin
hingga membuat menggigil, Leo hampir tidak pernah pulang ke rumah. Saira
bahkan hampir tidak pernah bertemu dengan suaminya.+

Saira amat sangat merindukan rumah kacanya, dia sudah berusaha menunggu
supaya suasana hati Leo baik dan kemudian dia bisa membahas tentang
rumah kaca itu lagi. Tetapi suasana hati Leo tampaknya tidak pernah
baik. Dalam pertemuan singkat mereka di kala sarapan pagi, kalau Leo
sedang tidur di rumah, lelaki itu selalu memasag tampang cemberut yang
tidak menyenangkan.+

Saira beberapa kali tergoda untuk kabur ke rumah kacanya, apalagi Andre
yang selalu meneleponnya setiap malam dan menghiburnya menceritakan
bahwa beberapa varietas bunga yang mereka kembangkan telah mekar dengan
wanginya dan begitu indah warnanya.

Saira rindu berada di sana, amat sangat merindu sampai ingin menangis
setiap dia berusaha menahan dorongannya untuk pergi dari rumah ini. Para
pegawai rumah ini mengawasinya, Saira tahu pasti. Mereka tidak akan
segan-segan mengangkat telepon dan memberitahu Leo kalau dia sekali saja
melewati gerbang itu dengan sembrono. Lagi pula gerbang itu dijaga dua
pegawai Leo yang sudah pasti tidak akan membiarkannya keluar, kalau dia
tidak memakai mobil dan sopir yang disediakan oleh Leo. Mobil dan supir
itu sama saja, Leo pasti sudah menginstruksikannya untuk selalu
mengawasi Saira. Saira hanya bisa keluar kalau dia berbelanja ke
supermarket atau ke tempat-tempat umum, dengan supir itu terus mengikuti
dan mengawasinya. Dia sama saja terpenjara di balik pagar rumah yang
mewah ini.+

Pagi itu, Leo sedang sarapan dengan wajah dinginnya seperti biasa. Saira
dengan langkah pelan, berusaha memberanikan diri mendekatinya. Mereka
sudah jarang sekali berbicara akhir-akhir ini. Setelah pesta itu, Leo
bisa dikatakan hampir mengabaikan Saira. Kalaupun mereka bercakap-cakap
itu hanyalah berupa kalimat-kalimat singkat yang ketus dari Leo.+

“Aku ingin ke rumah kaca.” Saira segera berkata ketika melihat Leo sudah
menyelesaikan makannya.+

Leo mengelap mulutnya dengan serbet dan menatap Saira dengan dingin,+

“Bukankah aku sudah bilang kau tidak boleh mengunjungi rumah kaca itu
lagi?”+

“Tapi itu bisnisku, usaha yang aku bangun dari awal, dan rumah kaca itu
hampir seperti hidupku...”+

“Kau tidak butuh membangun bisnis apapun, aku bisa menghidupimu dengan
berlebih, berikan semua kepada Andre. Mengenai rumah kaca itu, aku tidak
peduli.”+

“/Oh ya ampun/!” Saira berdiri menatap Leo dengan pedih, “Sebenarnya apa
yang kau inginkan dariku? Kau ingin aku pada akhirnya bunuh diri karena
frustrasi ya? Itu yang kau inginkan? Aku tidak tahu kebencian dari mana
yang mendorongmu Leo, tetapi kau telah melakukan perbuatan keji,
menggunakan pernikahan ini untuk menjebak seseorang..... dan sengaja
membuatku menderita hanya..”+

“Apa yang kau ketahui tentang menderita?” Leo berdiri dengan marah,
menghampiri Saira, “Apa yang kau tahu hah? Kau selalu hidup dalam
limpahan kasih sayang! Semua orang menyayangimu dan menjagamu dalam
duniamu yang manis dan indah, kau bahkan tidak perlu mengemis kasih
sayang siapapun! Tidak seperti kami!”

Saira menatap Leo dengan terkejut, Apa yang dikatakan Leo kepadanya
tadi? Kenapa Leo membandingkan kasih sayang yang diperoleh dari
orangtuanya? Dan kenapa dia menyebut /‘kami’/ ? siapakah /‘kami’/ yang
Leo maksud itu?+

Leo sendiri tampak begitu marah dan menakutkan, dia memegang kedua
lengan Saira dengan keras,+

“Aku ingin kau merasakan apa itu penderitaan, bagaimana rasanya kau
terus menerus ditolak dan disakiti oleh orang yang kau cintai! Aku
ingin kau merasakannya!” dalam kemarahannya, Leo mengguncang-guncang
lengan Saira dengan keras, membuat kepalanya pusing.+

Pusing itu makin menjadi ketika perutnya bergolak dan membuatnya mual
luar biasa, Saira tidak bisa menahan muntahnya.+

Dia mendorong Leo sekuat tenaga, lalu berlari ke arah wastafel yang
berada di kamar mandi yang berhubungan dengan ruang makan itu, dengan
dorongan sepenuhnya dari mulutnya, dia muntah-muntah hebat, memuntahkan
seluruh isi sarapannya.

Ketika dia selesai, dengan terengah-engah dia menyalakan kerannya, dan
membasuh mukanya. Didongakkannya kepalanya, dan dari cermin di
hadapannya, dia melihat Leo berdiri di belakangnya dengan wajah pucat
pasi.

Mata mereka bertatapan dan ingatan mereka langsung berpadu ke malam itu,
malam dimana Leo memperkosa Saira dengan kejam... tanpa pengaman apapun.+

Tanggalnya pas, semuanya tepat.. Saira mulai gemetaran, menatap Leo
dengan meringis perih.+

Akhirnya kata-kata itu keluar dari bibir Leo, dia menatap Saira dengan
sama /shock/nya, suaranya tampak tercekat ketika dia berkata,+

“Kau... hamil ya?”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience