"Benar, gak mau ikut kakak ke Paris?"
Buat kali keseribu, Jaehyun mengulangi pertanyaan nya buat sang adik.
Tapi, seperti tadi, jawaban yang diterimanya tetap sama. Jung Gya hanya menggelengkan kepala pelan bersama senyuman tipis yang sudah mula bisa terukir di sepasang bibir itu.
"Gak mau ikut mommy sama daddy juga? Kalau gak pengen ke Paris, kita ke Melbourne." Kali ini, Rose' yang bertanya.
Tatapannya penuh harap agar anak gadis itu akan mengubah fikiran di saat-saat akhir meskipun tampaknya seperti mustahil.
Sama seperti tadi, Jung Gya menggelengkan kepala tanda menolak.
"Ya udah, kalau gak mau, daddy sama mommy gak maksa." Putus Chanyeol kemudian.
Pria itu berdiri di sebelah isterinya yang kelihatan benar-benar sedih dan berat hati untuk meninggalkan Korea setelah lebih sebulan mereka tinggal di sini menemani Jung Gya.
?
Rencana asalnya, mereka ingin membawa Jung Gya pindah ke Melbourne tapi anak itu bersungguh-sungguh menolak ajakan mereka.
"Mom sama dad gak usah khawatir. Jihoon ada kok. Bakal selalu temenin Gya di sini." Kata Jihoon yang dari tadi hanya diam memerhatikan interaksi kedua orang tuanya bersama Jung Gya.
Jihoon merasa jengah sebenarnya kerana dari tadi mommy nya merengek agar Jung Gya mengikut mereka pulang ke Melbourne.
Tapi, mommy nya tidak salah sih.
Hanya Jung Gya saja yang terlalu keras kepala.
"Okay then, but still, I hope you will come with us."
Jihoon hanya bisa menepuk dahinya sendiri dengan ketekunan mommynya
memujuk Jung Gya dan bagaimana cara gadis itu yang bersikukuh menolak.
?
Kalau dirinya, lebih baik memilih untuk patuh daripada harus menjawab soalan sama berkali-kali.
"But promise mommy, keep in touch. Kalau ada apa-apa, langsung kasi tau Jihoon. Jangan simpan sendiri. Ya?" Pesan Rose'.
Tubuh kecil itu dipeluk erat.
Di dalam hati, ia merasa bersyukur kerana Jung Gya mulai pulih setelah sebulan dirinya terpuruk dalam jurang kesedihan gadis itu sendiri.
Luka di wajahnya juga sudah membaik. Hanya menyisakan sedikit parut pada hujung dahi sebelah kanan. Namun tetap bisa disembunyikan dengan poninya.
"Mommy love you so much. Remember that!"
Belakang badan Jung Gya diusap penuh sayang. Rose' tidak akan pernah bosan untuk mengingatkan gadis kecil itu betapa dia menyayanginya.
Jung Gya anak sahabatnya.
Dulu, Rose' pernah gagal melindungi Jung Jisoo sehungga sahabatnya itu pergi tanpa pernah merasakan bahagia, penuh penderitaan. Dia tidak mahu hal yang sama berlaku kepada anak-anak wanita itu lagi.
Tambahan kini, Jung Gyo sudah tiada. Rasa penyesalan Rose' masih berbekas sehingga sekarang.
Kenapa mereka mengambil masa terlalu lama untuk kembali ke Korea.
Seandainya mereka bertindak lebih awal, mungkin mereka bisa mengelakkan hal ini daripada berlaku.
Rose' melepaskan pelukan. Wajah cantik itu ditangkup dengan kedua belah tangan.
"Jaga diri ya sayang. Jangan lupa makan. Mommy gak mau kalau entar mommy pulang anak mommy ini kurus." Kedua pipi gembul itu dikecup lembut.
Jung Gya tersenyum manis. Membalas memeluk wanita di depannya penuh sayang.
"Iya, mommy. Mommy juga harus jaga diri. Jangan mikirin Gya mulu. Gya baik-baik aja kok."
"Iya, mommy percaya."
Sepertinya Rose' tidak mahu melepaskan pelukan dengan Jung Gya. Semakin lama semakin erat pelukan wanita itu.
Setelah hampir lima menit, baru Rose' melonggarkan pelukan. Itu pun setelah pengumuman penerbangan mereka diumumkan. Jika tidak, mungkin Rose' akan benar-benar membawa Jung Gya ke Melbourne bersamanya.
"Jaga diri ya sayang. Daddy pulang dulu. Yang sehat ya cantiknya daddy." Giliran Park Chanyeol untuk mengucapkan selamat tinggal.
Anak itu didekap erat. Sesekali diusap belakang kepala itu penuh sayang layaknya seorang ayah.
Park Chanyeol sudah berjanji kepada mendiang Jung Jisoo dahulu kalau anaknya tidak akan pernah kekurangan kasih sayang seorang ayah. Dia rela berkorban apa saja asalkan anak ini bahagia.
"Kapan-kapan, mommy sama daddy pulang lagi. Atau kamu juga bisa ke Melbourne kapan pun yang kamu mau."
Jihoon yang dari tadi menjadi pemerhati interaksi kedua orang tuanya dan Jung Gya sesekali menggelengkan kepala pasrah. Jika orang lain melihat situasi ini, pasti akan tertanya-tanya, anak kandung pasangan Park itu dirinya atau Jung Gya sih.
"Kamu kenapa? Pengen papa peluk juga?"
Chanyeol yang masih memeluk Jung Gya menggoda Jihoon yang kelihatan seperti orang cemburu.
"Sini, peluk papa kalau gitu." Kedua tangan direntangkan pada sang anak. Membuat Jihoon bergidik ngeri.
"Err, gak dulu deh pa."
Kemudian, Jihoon langsung menjauh dari papanya. Akan terlihat menyeramkan apabila seorang Park Jihoon dan Park Chanyeol berpelukan. Jihoon sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya memeluk ayah sendiri.
Kerana dirinya memang tipe yang tidak suka dengan skinship. Bahkan dia sudah mulai tidur sendiri di usia 5 tahun dan enggan dimanja oleh mommy dan daddy nya.
Bukan kerana mereka tidak sayang, tapi Jihoon sendiri yang menolak.
Tiba-tiba, Jihoon teringat pada seseorang. Seseorang yang mendapat pengecualian untuk itu.
Seorang wanita yang sangat Jihoon sayangi.
Jung Jisoo.
Iya, bunda Jung Gya sendiri.
Entah kenapa, sejak dulu, Jihoon sangat candu dengan wanita yang bergelar sahabat mommynya itu. Jika Jung Jisoo bertandang ke rumah, Jihoon akan sangat menyukainya.
Bahkan tanpa disuruh sekalipun, ia akan automatis duduk bersama Jung Jisoo. Membuntuti setiap langkah wanita itu ke mana saja hingga wanita yang dipanggil bunda itu lelah.
Ia sanggup jika harus berebut kasih sayang bunda dengan Jung Gya. Begitu besarnya kasih sayang Jihoon kepada wanita baik berhati malaikat itu.
Ketika Jihoon pertama kali mendengar dari mommynya mengenai apa yang terjadi pada Jung Jisoo, ketika itu juga ia bertekad untuk melindungi si kembar. Terutama sekali Jung Gya.
Gadis kecil ceroboh itu sangat terpuruk kerana kehilangan bunda tersayang.
Sejak itu, dirinya lah yang selalu hadir dan berada di sisi gadis itu. Setiap masa.
Saat gadis itu ingin belajar melangkah semula, matanya akan sentiasa mengawasi dari belakang.
Saat gadis itu terjatuh, dia orang pertama yang akan menghulurkan tangan, memimpinnya bangun lagi.
Saat gadis itu terdedah bahaya, badannya yang akan menjadi perisai pelindung. Biarpun badannya sendiri yang remuk hancur dilibas badai.
Saat gadis itu terluka, pelukan hangatnya yang akan menjadi wadah untuk gadis itu berbagi rasa.
Semuanya, akan dilakukan untuk gadis satu-satunya itu.
"Gue titip adek gue. Tolong jaga dia." Suara Jaehyun mengejutkan Jihoon yang sedang larut dalam kenangan nya mengenai Jung Jisoo.
"Tenang aja. Gue gak akan izinin siapa pun nyentuh dia lagi."
Jaehyun menganggukkan kepala beberapa kali sembari menepuk-nepuk bahu lebar Jihoon.
"Sakit saat liat dia nangis gitu. Dan gue tau, lo juga merasakan hal yang sama."
Jaehyun mengerling Jihoon dengan hujung matanya. Cowok itu adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan untuk menjaga adik kesayangannya itu.
"Jangan biarin dia merasa sakit yang sama lagi. Gue sayang banget sama dia dan gue yakin, perasaan lo ke adik gue pasti lebih besar daripada apa yang gue rasain. Kan?"
Kali ini Jaehyun berbicara frontal.
Jihoon berdecih tanpa suara. "Sok tau aja lo!"
"Haha." Cowok bongsor itu hanya ketawa kalem dengan mata yang tidak lepas memandang adik kesayangannya yang sedang mengucapkan selamat tinggal kepada orang tua Jihoon.
"Soal orang-orang yang udah jadi punca kematian Gyo, gak usah khawatir. Gue udah urusin itu."
"Oh ya?"
"Iya, ayah gue mungkin bisa kompromi sama mereka. Tapi bukan gue. Mereka harus nerima balasan yang setimpal."
Dalam dan jauh arti kata-kata Jihoon.
Daddy nya memang sudah menguruskan hal itu tapi dia bukanlah seorang yang mudah berpuas hati. Hanya di expell dari sekolah dan digantung, itu tidak cukup.
Rencananya adalah lebih besar daripada itu.
Sudah dua hari ia menyiapkan segalanya bersama orang suruhannya. Mengikut perkiraan, malam ini adalah malam penentuan nya.
Keduanya berhenti bicara saat Jung Gya berjalan menghampiri Jaehyun dan memeluk erat tubuh abangnya. Kedua lengan gadis itu melingkari pinggang sang abang sementara pria yang lebih bongsor itu mendekap sang adik rapat ke dada.
"Kakak hati-hati pulangnya. Gak usah khawatirin aku. Urusin kerjaan kakak. Pasti banyak banget kan?" Pesannya sembari memejamkan mata rapat.
Merasakan detak jantung sang abang sambil sesekali menghirup aroma harum dari tubuh itu.
"Maafin kakak ya gak bisa lama temenin kamu di sini." Jaehyun mengusap pucuk kepala Jung Gya lembut.
"Tapi kakak janji, setelah kakak udah bisa berdiri sendiri, kakak bakalan kembali buat kamu."
Badannya ditundukkan sedikit agar bisa bertentangan dengan tubuh sang adik yang lebih rendah. Satu kecupan didaratkan pada hujung pelipis kanan adiknya sebagai tanda perpisahan sementara mereka.
Tindakan manis Jaehyun itu sontak membuat beberapa gadis yang kebetulan berada di sana merasa iri. Ada yang berbisik-bisik sesama mereka kerana melihat kemesraan Jaehyun kepada adiknya.
Tidak kurang juga yang salah anggap mengatakan bahawa Jung Gya tidak sesuai untuk menjadi pacar Jaehyun.
Tapi kedua beradik itu sama sekali tidak peduli dengan orang sekeliling.
Jung Gya terlebih dahulu melepaskan dekapan sang abang. "Daripada pulang ke sini buat aku, aku lebih pengen liat kakak pulang sama calon kakak ipar aku."
Jaehyun tertawa renyah mendengar permintaan adiknya. Spontan hidung kecil itu ditarik perlahan membuat adiknya ketawa geli.
"Take care princess."
Jaehyun berbicara lembut sebelum benar benar melepaskan pelukan.
Penerbangannya akan berangkat sebentar saja lagi. Begitu juga dengan pasangan Park yang juga harus berangkat agar tidak ketinggalan pesawat.
Mereka harus bergegas pulang ke Melbourne hari ini. Sementara Jaehyun akan terus mengambil penerbangan ke Paris.
Cowok 25 tahun itu sedar, sebaik saja dirinya melepaskan segala syarikat kepada ayahnya semula, ia harus bekerja keras untuk membina empayar perniagaan sendiri. Bahkan ia juga sudah berfikir untuk keluar dari apartment miliknya sekarang dan berhijrah ke New York.
Jaehyun benar-benar sudah bulat hati dengan kata-katanya yang tidak ingin lagi terlibat dengan papanya.
Biarlah papanya menjalani hidup bahagia pilihan nya sendiri.
Kepergian ketiga sosok itu dipandang sayu oleh Jung Gya. Sesekali tangannya melambai ke arah mereka dengan senyuman manis yang tersungging di sepasang bibir polosnya.
Namun, senyuman penuh kepalsuan itu langsung hilang sementelah ketiga manusia itu benar-benar masuk ke balai berlepas.
Iya, senyum kepalsuan.
Senyuman yang dipamerkannya kepada ketiga orang itu hanyalah sebuah senyuman penuh kepuraan semata-mata untuk menutupi kesedihan hatinya.
Dia belum benar-benar pulih setelah apa yang terjadi.
Namun, keterpurukan itu sengaja ditutupi daripada orang-orang yang sudah mengkhawatirkannya itu. Sudah cukup ia menjadi beban selama ini. Tidak selamanya ia akan terus-terusan mengharap pembelaan orang lain.
Dirinya juga mempunyai rencana sendiri.
"Oit, yuk pulang."
Dan pada akhirnya, Jung Gya mengikut langkah Jihoon untuk pergi dari sana. Gadis itu berjalan perlahan di belakang Jihoon tanpa berbicara sepatah pun.
Cowok bermarga Park itu juga kelihatan lebih kalem daripada kebiasaannya. Yah, kalian tahu saja jika Park Jihoon itu sebenarnya anak yang sangat aktif dalam hal mengerjai Jung Gya.
Hanya hari ini, ia lebih berlembut hati. Memikirkan kondisi gadis Jung yang baru saja bisa bangun dari lembah keterpurukannya sendiri.
Bahkan ketika mereka berada di dalam mobil pun, keduanya tidak banyak bicara.
Jung Gya lebih suka memusatkan perhatiannya ke luar mobil. Membiarkan Jihoon sendiri tenang menyetir mobil menuju ke destinasi mereka. Suasana di mobil hari itu terasa janggal kerana selalunya pasti ada sahaja yang diperdebatkan oleh keduanya.
____________________________________________________
"Gue tinggal, lo gak papa kan?"
Langkah kaki Jung Gya yang baru saja melangkah masuk ke dalam kamar langsung terhenti mendengar pertanyaan tiba-tiba dari mulut Jihoon.
Sontak ia berputar dan menatap Jihoon rekat.
"Iya gak papa. Gue baik-baik aja. Lagian, gue bisa sendiri." Datar suaranya masih dalam posisi tegak berdiri.
Sekeliling ruangan diperhatikan dengan saksama. Ruangan baru yang bakal membuka lembaran baru dalam hidupnya setelah 19 tahun lamanya.
Dengan bantuan Rose' dan Chanyeol, Jung Gya memilih untuk berpindah keluar dari rumah lama yang ditempatinya. Kedua pasangan itu berjaya mendapatkan sebuah penthouse di salah sebuah kompleks milik keluarga mereka.
Kini, Jung Gya akan tinggal sendiri di sini. Di Alamanda Hills. Sebuah perumahan penthouse mewah yang fitur keselamatannya sangatlah ketat.
Hanya orang-orang tertentu yang bisa tinggal di sini.
Apartment yang berkeluasan sederhana. Tapi tetap mengekalkan nuansa mewah yang sangat kentara di balik dinding pastel lembut.
?
Biarpun pada mulanya ia bersungguh-sungguh menolak pemberian ini, tetap saja paksaan dari Tante Rosé tidak bisa ditolak.
Jika diri nya berkeras, wanita itu berniat untuk memaksanya ikut pulang ke Melbourne. Dan akhirnya, ia hanya mampu pasrah dan menerima segala keputusan yang dilakukan oleh Rose'.
Rumah lamanya masih ada dan akan kekal seperti itu. Gya sudah menitipkan rumah kecil penuh kenangan itu kepada Tante Lisa.
"Lo bisa bodohin orang tua gue bahkan kakak lo sendiri. Tapi, lo gak bisa bohongin gue, Gya." Ucap Jihoon penuh makna.
Ia mendekat kepada Jung Gya dan dengan perlahan, pucuk kepala gadis itu diusap perlahan.
"Gue kenal lo bukan sebentar. Jadi gue tahu, kalau sebenarnya lo cuman palsuin keadaan sebenar lo."
Pernyataan Jihoon setelahnya mampu membuat Jung Gya kalah telak. Ia hanya menundukkan pandangan menatap hujung jarinya yang bergerak gelisah.
Park Jihoon terlalu bijak untuk dibohongi olehnya. Gya lupa kalau cowok itu sudah ada dalam hidupnya sejak ia mula mengenal dunia. Satu-satunya orang yang lebih tahu isi hatinya.
"Tapi gue gak akan maksa lo. Cuman satu yang gue minta." Jihoon menjedakan kata-katanya. Kedua bahu ringkih itu diraih lalu diremat lembut.
"Gue bakal selalu ada di sisi lo sampai kapan pun. Dan lo bisa kapan saja datang ke gue seandainya lo butuh teman buat curhat."
Gya tersentak dengan kata kata hangat Jihoon. Kedengaran benar benar tulus.
Walaupun kehadiran cowok itu sering membuatnya kesal dan dirinya juga sering mengabaikan cowok itu. Di saat-saat begini, ternyata Jihoon lah yang ada di sisinya.
"Dah gue pamit. Banyak urusan. Barang rumah, lo gak usah khawatir. Gue udah stok banyak di kulkas. Dan ini..."
Jihoon menghulurkan satu benda kecil berwarna hitam ke genggaman Jung Gya.
"Hape sama nombor baru. Di dalamnya ada nomber mommy sama daddy. Terus si Jaehyun dan nombor gue. Pake, takut-takut kalau ada kecemasan, lo hubungin gue. Gue bakalan datang kapan aja."
Setelah meninggalkan pesan yang sangat panjang, Jihoon langsung melangkah pergi meninggalkan apartment Jung Gya.
Orang-orangnya sudah bersedia untuk operasi penting mereka malam ini.
Walau apa pun yang terjadi, Kibum harus membayar harga atas penderitaan yang ditanggung Jung Gya dan Jung Gyo.
Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa.
Setelah Jihoon pergi, Gya hanya termangu sendiri bersama gajet di tangan. Satu nafas berat kedengaran dari sepasang bibirnya.
Kenapa dirinya harus hidup seperti ini. Dalam ramai-ramai orang, kenapa dirinya yang baru berusia 19 tahun harus berhadapan dengan cobaan sebesar badai seperti ini.
Salahkah dirinya kerana terlahir dari hubungan yang tidak direstui semesta dan dunia? Terlalu hinakah asal usulnya yang dilahirkan dari rahim seorang perempuan simpanan yang bahkan tidak mengetahui apa-apa.
Jika ditanya, dia tidak pernah mahu hidup begini. Dirinya juga ingin hidup seperti remaja biasa.
Bebas dan penuh kasih sayang.
Dan dia mencuba. Benar-benar mencuba dengan sepenuh daya dan upayanya.
Saat diminta untuk menghilang dari kehidupan ayahnya sendiri. Satu-satunya ahli keluarga yang ia punya. Sudah dilakukannya tanpa meminta satu sen harta pun.
Tidak mengakui asal-usul keluarganya? Juga sudah dilakukan. Dia tidak pernah menyebut dirinya sebagai putri ayahnya.
Bahkan namanya juga menggunakan marga mendiang ibunya.
Apa itu semua tidak cukup? Apakah mati merupakan satu-satunya jalan, agar ia tidak terus-terusan menerima caci benci manusia manusia itu?
Begitu?
Pernah ia pernah berfikir untuk bunuh diri. Tapi setiap kali fikiran itu muncul, wajah bundanya kerap kali menghalang niat satu itu.
Bagaimana dia bisa mengakhiri hidupnya sendiri bila mengingat semula jerih payah bundanya untuk membesarkan nya dan Gyo dulu.
Pekerjaan apa saja yang tidak dilakukan bundanya.
Menjadi tukang cuci piring di restoran, mengambil upah membasuh pakaian orang, menjahit bahkan bundanya pernah tidak dibayar oleh majikan kerana membawa Gyo ke tempat kerja.
Mengingat itu semua, satu bulir air mata jatuh di pipi nya.
Bingkai gambar ibunya dicapai kembali.
'Maafin Gya bunda, kerana pernah berfikir untuk bunuh diri. Anak bunda ini hanya lelah aja. Lelah sama semuanya. Kenapa? Kenapa harus Gya yang jalanin semua ini?'
Tanpa sedar, satu demi satu kristal putih jatuh membasahi pipinya. Puas ditahan dengan berketap bibir tapi tetap saja, rasa sesak itu tidak bisa hilang begitu saja.
Pernah gak sih kalian merasakan, di saat kalian gak mau menangis tapi semakin ditahan, rasa sesak itu akan bertambah dalam dan menyakitkan. Mending dilepas saja.
'Gya gak kuat, bunda! Putri kecil bunda ini udah gak tahan. Pengen meluk bunda, meluk abang. Gya kangen rasanya berada dalam dekapan hangat bunda lagi.'
Ia terus-terusan berbicara pada gambar kaku di depannya. Mengusap permukaan itu dengan lembut. Senyuman bundanya yang manis, membuatnya seolah-olah bisa merasakan kehadiran bundanya lagi.
'Maafin Gya, karna udah gagal lindungin Gyo. Pasti——abang sudah ada sama bunda, kan? Jaga abang ya, bunda. Maaf kerana bunda harus lihat Gyo secepat ini. Gya juga gak sanggup hidup tanpa abang. Tapi...abang pasti udah kangen banget sama bunda. Makanya....'
Nafasnya tercekat.
'...abang lebih milih untuk pergi dulu. Dia, udah terlalu kangen pengen dipeluk bunda.'
Kini tangannya ganti mencapai sweater Gyo. Dirematnya kain itu kuat lalu didekatkan ke indera penciumannya. Mencuba menyesap aroma tubuh sang kembar.
'Abang... masih luka gak? Pasti sakit banget, kan?'
Perpisahan dengan Gyo merupakan tamparan terbesar dalam hidupnya. Separuh jiwanya, bahagian dari dirinya, alasannya untuk bahagia, juga alasannya untuk bisa bertahan sehingga sekarang.
Gelak tawa, keluh kesah, cerita pahit mereka bersama.
Memori itu, tidak akan bisa terulang lagi. Kini mahupun selamanya. Dirinya umpama debu yang kesepian sekarang.
Hanyut dibawa angin yang kuat, dicampakkan digulingkan ke mana-mana saja. Bahkan dipijak-pijak. Tiada yang bakalan peduli.
Benar-benar, dirinya benar-benar sendirian sekarang.
'Abang, sudah sama bunda sekarang. Jagain bunda ya, abang. Maaf, Gya gak bisa buat menuhin janji kita untuk terus barengan sampai kapan pun. Nyatanya, Gyo harus pergi dulu.'
Isakan gadis kecil itu kembali kedengaran. Di ruangan luas yang sepi itu, tangisan seorang gadis kedengaran begitu dalam dan penuh kesunyian.
'Gak papa. Yang penting, abang gak akan merasa sakit lagi. Tunggu Gya ya, abang. Bunda juga, tunggu Gya.'
Tubuh kecil itu perlahan-lahan mengecil, terduduk di pojokan sofa sehingga benar-benar tidak kelihatan.
Menangislah.
Menangis sepuasnya.
Biarlah hari ini, tangisan yang memberi jawaban isi hati sebenarnya. Dia akan menangis sehingga senja menjenguk. Meluahkan segala rasa sakit hatinya. Menangis sehingga sepasang matanya tak bisa lagi mengeluarkan air mata.
Menangis sehingga dirinya lupa, hangatnya air mata itu.
Kerana apabila dirinya bangun besok, ia punya satu tekad.
Tekad untuk tidak menangis lagi. Biar sesakit mana, ia tidak akan menangis lagi.
Selamanya...
___________________________________________________
Serim High bukanlah Serim High jika tidak berlaku keributan sejak awal pagi.
Begitulah yang terjadi saat ini di sekolah berprestasi tinggi itu. Lebih tepatnya, di kantin sekolah itu.
Kehadiran satu wajah familiar yang sudah berubah penampilan benar-benar menggemparkan Serim High seawal jam 8 pagi. Setiap mata yang memandang tidak lepas daripada ikut mengkritik kehadiran semula Jung Gya setelah sebulan.
"Dih, bisa-bisanya dia masih berani datang ke sekolah."
"Mata gue gak salah liat dia di sekolah kita sekarang? Kalau gue mah pasti udah pindah sih."
"Gak tau malu kali ya. Udah bikin nama Serim High busuk, eh malah berani nunjukin muka ke kita."
"Setuju gue. Kirain dengan dianya potong rambut kek gitu kita bisa lupain segalanya. Berlagak biasa aja."
Begitulah beberapa protes dan gunjingan yang bisa didengari di serata sekolah. Masing-masing sudah membeberkan fakta kehadiran semula Jung Gya yang kini berwajah baru.
Rambut panjang hitam sepinggang miliknya sudah tiada lagi. Digantikan dengan rambut paras bahu yang dikeritingkan di hujung. Juga dilengkapi dengan poni sederhana yang dulunya tidak pernah difikirkan Jung Gya untuk dimilikinya.
Wajah baru yang kelihatan lebih segar dilengkapi dengan polesan bedak dan sedikit lip balm berwarna natural.
Benar-benar mengubah penampilan seorang gadis berwajah pucat yang selama ini disandangnya.
Setelah berfikir-fikir sepanjang hari sebelumnya, Jung Gya mengambil keputusan untuk terus bersekolah di Serim High dan mengubah penampilannya.
Dia mahu menunjukkan kepada orang-orang di sekolah yang sudah merundung mereka selama ini kalau dirinya bukanlah seorang yang lemah.
Sudah masanya ia menunjukkan sisi sebenarnya yang selama ini sengaja disembunyikan demi kebaikannya dan Gyo.
Sekarang, sudah tidak ada halangan untuknya bukan?
Mereka mereka ini harus diberikan pengajaran.
Dan sepertinya Nancy adalah yang pertama akan menerima karma darinya.
Sejak tadi cewek bule itu sengaja berjalan di belakang Jung Gya bersama dua orang temannya lagi.
"Guys, liat nih siapa yang datang sekolah hari ini nih. Benar-benar gak punya malu ya. Kalau gue sih, pasti udah pindah ke hujung dunia biar gak ada yang kenal sama gue!"
Gadis bermulut jahat itu masih saja tidak berhenti-henti mencuba memancing emosi nya. Sepertinya urat malunya sudah benar-benar putus.
Tidak cukup dimalukan oleh Yuqi, masih saja gadis itu tidak ada kapok-kapoknya.
Tapi Jung Gya hanya berjalan laju ke hadapan. Malas ingin meladeni kerenah gila Nancy. Dirinya juga punya urusan lain yang harus diselesaikan.
Tekadnya sudah tinggi untuk tidak terlalu meladeni orang-orang gila di Serim High termasuk 'mereka'.
"Gue tau, pasti dia berani datang ke sekolah kerana kembar cacatnya itu udah mati."
Satu ayat yang keluar dari bibir Nancy nyatanya mampu membuatnya terpancing. Kedua tangannya terkepal erat ingin menghabiskan hidup Nancy di sana juga. Tapi ditahannya untuk tidak mencipta drama di kantin sekolah lagi.
"Syukurin tuh karma dasar pelakor. Makanya jadi orang harus sadar diri. Jangan kek jalang!"
Semakin dibiarkan, seulas bibir itu semakin menjadi-jadi. Sambil dua temannya yang sejak tadi menjadi kompor.
"Keknya dia ngikut orang tuanya kali ya. Gue dengar-dengar mamanya dulu juga pelakor. Jual tubuh ke suami orang biar dapat uang. Jangan-jangan dia sama kembarnya juga gak tau siapa ayahnya!"
Klikkk
Ketika itulah, Nancy benar-benar sudah mencapai batas yang bisa dilanggarnya.
Jung Gya menekan rem mendadak, menghentikan langkah kakinya di tengah-tengah kawasan kantin. Lalu menyebabkan belakang tubuhnya berlanggaran dengan Nancy dan kedua temannya.
Bukk!!
Seperti buah busuk, ketiga cewek itu jatuh tersungkur kerana melanggar keras Jung Gya. Malang buat kedua teman Nancy kerana kebetulan mereka berada dekat dengan longkang. Akibatnya kedua cewek kurang adab itu terjatuh ke dalamnya.
"Lo kenapa sih?! Gila ya?! Dasar anak jalang murah——ahh!!"
Belum sempat menghabiskan umpatannya, Nancy sudah terpekik kesakitan apabila Jung Gya bertindak berani mencekal kerah seragam Nancy kuat dan menarik paksa cewek itu untuk berdiri.
Kesemua anak-anak yang sedang berada di kantin turut merasa terkejut dengan apa yang tersaji di hadpan mereka.
"Auww!! Sakit!!"
Belum habis keterkejutan mereka, sekali lagi mata mereka seakan-akan melotot keluar dari tempatnya apabila melihat Jung Gya yang bertubuh kecil menyudutkan tubuh Nancy yang lebih tinggi daripadanya ke papan buletin di pinggiran kantin.
Kedua tangan Nancy dikunci ke belakang menyebabkannya kesulitan untuk melepaskan diri.
Tanpa aba-aba, Gya membalik tubuh Nancy agar terpepet rapat ke papan buletin dengan kedua tangan yang dikilas ke belakang.
Belum cukup dengan itu, tangan Gya yang bebas digunakan untuk memegangi tengkuk Nancy kuat sehingga Nancy tidak bisa bergerak seinci pun.
"Lo kenapa sih?! Sakit, tau gak! Lepas!!" Ketusnya sembari mencuba melepaskan cekalan tangan Jung Gya yang tidak main-main.
Kedua matanya hampir mengeluarkan air mata saking rasa sakitnya cengkaman Jung Gya padanya.
Gya menarik hujung bibirnya ke tepi. Puas mendengar rayuan Nancy yang minta dilepaskan.
"Huh? Sakit? Ohh kasihan banget sih, tuan putri merasa sakit? Hmm?" Sinis suara Jung Gya kedengaran sangat berbeda dari dirinya yang sebenar.
Bukan hanya Nancy malah anak anak lain yang sudah mulai berkumpul mengelilingi mereka juga ikutan kaget melihat situasi langka di hadapan mereka.
"Lo ngapain sih? Lepasin dia!"
Salah seorang teman Nancy yang mencuba membantu langsung menerima ceplosan tajam dari Jung Gya.
"Lo mendekat, nasib lo bakal berakhir sama cewek sialan ini!"
Automatis, kedua teman Nancy itu berundur ke belakang. Rasa gentar tiba-tiba menyelusup masuk ke hati mereka masing-masing.
Melihat kekuatan tersembunyi Jung Gya pada Nancy, mereka sendiri tahu, itu pasti sakit. Belum lagi dengan Nancy yang merintih seperti kambing tersepit. Jadi mereka memilih jalan selamat.
Iaitu, tidak ikut campur dalam urusan Jung Gya lagi.
"Dasar anak haram, berani lo bilang gue kayak gitu?! Awas aja gue bakal balas perlakuan lo ini! Arghh!"
Jeritan Nancy lagi-lagi kedengaran apabila Jung Gya mengeratkan semua pegangannya. Rasanya seperti satu alat seksaan bagi Nancy kerana setiap kali Jung Gya bergerak, tulang-temulangnya terasa seperti dipulas kasar.
"Sakit, goblok!! Lepas!!" Bermacam umpatan keluar dari bibir Nancy.
"Jadi lo tau apa rasanya sakit? Tapi ini juga kerana kesalahan lo sendiri! Makanya, gue ingatin lagi sekali, jangan pernah bangunin singa yang tidur."
Rasain! Jika dulu, dirinya akan berlembut saja dengan segala yang dilakukan Nancy padanya kerana mengingatkan keselamatan Gyo yang bisa saja terancam.
Tapi sekarang, huh, ia sama sekali tidak akan membiarkan perkara itu berlaku.
"Oh, jadi sekarang lo jadi berani kek gini karna kembaran lo yang cacat itu udah mati? Pasti kembaran lo yang dah mati itu dulu bikin lo lemah! Dasar!"
Sengaja Nancy menyenggol mengenai kembaran cewek itu.
Rata-rata mereka yang ada di sana lagi-lagi mengutuk Nancy di dalam hati. Bagaimana cewek itu bisa bertindak bodoh seperti itu di saat dirinya berada dalam situasi yang benar-benar tidak menguntungkan.
Gya mengetap bibir, kemudian mendecih lagi.
"Buat pengetahuan lo, gue yang dulu lebih kuat daripada ini. Salah besar lo sekarang kerana berurusan dengan gue saat Gyo udah gak ada."
Nancy meringis masih mencuba berdebat dengan Jung Gya, "mana? Bukti nya lo cuman diem aja kan? Itu maknanya lo lemah!"
Ketawa sinis keluar dari bibir Jung Gya.
"Sebenarnya, lo harusnya berterima kasih sama kembaran gue untuk itu. Karna sekarang, kerana dia udah gak ada, gue benar-benar lemah."
"Lemah buat nahan diri daripada menghabiskan hidup lo di sini juga!"
"Argh!! Mama!!"
Kata kata Gya disahut dengan pekikan kuat Nancy kerana pegangan yang semakin mengencang pada tangan dan tengkuknya.
"Sekarang, gue ingatin sama lo. Jangan pernah muncul di depan gue, apatah lagi sampai gue dengar mulut busuk lo nyebut nama abang dan ibu gue."
Jung Gya berbicara berbisik tepat di telinga Nancy.
"Kalau sampai hal itu terjadi, gue gak akan segan silu untuk bikin lo gak bisa bicara sama sekali. And one more thing..."
Pesanan kali ini adalah khas buat seseorang.
"...tell my beloved sister. Jangan pernah terlibat urusan sama gue lagi. If not, she will pay the price for it."
Itu untuk kakak tiri kesayangannya.
"Ngerti?!!"
Nancy menelan ludah kasar sebaik saja mendengar itu. Dari suara dalam cewek itu, bisa Nancy rasakan jika kata kata Jung Gya bukan candaan seperti biasanya.
Suara cewek itu penuh dengan dendam dan tekad yang menggunung tinggi.
"Buat sekarang, gue bakal lepasin lo. Lain kali, lo bikin masalah sama gue, lo habis!"
Dengan sekali gerakan, Gya langsung melepaskan pegangannya pada Nancy. Menyebabkan tubuh cewek itu langsung linglung dan terjerumpuk begitu saja di atas lantai kantin.
Kedua teman cewek itu langsung mendekati Nancy dan membantunya bangun bersama suara gadis itu yang kedengaran mengomel tidak jelas.
Pakaian dan rambut cewek itu kelihatan berantakan dengan kedua belah mata yang berair kerana menangis kesakitan tadi. Riasannya juga berantakan hingga maskara gadis itu yang mencair.
"Gue kasih peringatan buat kalian semua juga. Dulu, kalian bisa macem-macem sama gue. Dan gue milih buat gak ambil peduli kerana Gyo. Tapi sekarang, gue gak akan kasih muka lagi."
"Siapa-siapa saja yang berani jelek-jelekin Gyo, apatah lagi sampai ngungkit soal ibu gue, kalian habis!"
Kerumunan pelajar yang melihat mereka pantas dilalui.
Meninggalkan memori yang sama sekali tidak bisa dilupakan. Saat mangsa perundungan melawan semula sang pembuli.
Mereka semua langsung kicep. Seperti nya setelah ini mereka tidak akan berani bermain-main dengan Jung Gya lagi.
Apatah lagi dengan khabar angin bahawa sekolah mereka sudah mempunyai ketua pengarah yang baru. Kabarnya, penjaga sah Jung Gya yang merupakan seorang bilionaire dari Australia.
Sebaiknya mereka tidak mencari masalah jika ingin hidup tenang di sekolah ini.
"I hate you, bitch!!"
Sayup-sayup kedengaran pekikan kekesalan Nancy namun diabaikan oleh Jung Gya.
Cewek itu hanya melambaikan tangan tanpa memandang ke belakang. Membuat Nancy semakin tersulut emosi dengan reaksi cewek itu.
__________________________________________________
Jung Gya berjalan ke kelasnya dengan langkah selamba.
Kejadian tadi memang langsung tidak memberi kesan kepadanya.
Ini adalah salah satu tekad barunya.
Iaitu, melawan kembali sesiapa saja yang berani menindasnya. Bukan seperti dulu, diam dan hanya menerima.
Gya baru sedar, sebenarnya perbuatan nya dulu salah. Harusnya ia lebih bertegas supaya mereka semua sedar yang dirinya bukanlah orang yang bisa diajak bermain-main.
Penampilan baru, kehidupan baru.
Sampai sahaja di hadapan kelasnya, Jung Gya sudah ingin melangkah masuk namun tiba-tiba seseorang mencekal tangannya dan menariknya begitu saja.
Wajah yang memegang tangannya tidak kelihatan tapi sekilas pandang dari belakang tubuh pun, Gya tahu siapa.
Itu Na Jaemin.
Tanpa niat untuk melawan, Jung Gya hanya mengikuti langkah Jaemin. Entah ke mana saja cowok itu ingin membawanya.
Sehingga beberapa detik kemudian, keduanya berhenti di halaman belakang gudang sekolah. Di bawah sebuah pohon rendang yang sememangnya berada di sana.
Jaemin melepaskan pegangannya. Tubuhnya berpusing menghadap Jung Gya.
Tatapan reduh dihadiahkan pada Jung Gya yang juga masih terpaku tanpa suara di depannya. Bola matanya menandai keseluruhan wajah kecil itu.
Jaemin sendiri sempat kaget apabila teman-teman sekelasnya membicara mengenai Jung Gya yang sudah kembali ke sekolah.
Dia yang baru saja sampai ke sekolah terus mencari gadis ini ke mana-mana. Hinggalah peristiwa di kantin tadi juga tidak lepas dari pandangannya.
Niatnya ingin membantu tadi tapi langkah kakinya seakan-akan terpahat pada lantai sebaik saja melihat Jung Gya yang sudah berani melawan Nancy kembali.
Tanpa sedar, satu senyuman muncul dari sepasang bibirnya.
Jung Gya telah kembali. Biarpun dengan penampilan baru.
Tiada lagi rambut panjang sepinggang yang dulu sering dikuncir satu. Sekarang digantikan dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai bebas.
?
Tiada lagi tatapan penuh kesedihan mendalam. Digantikan dengan tatapan tajam yang penuh keyakinan dan kebangkitan.
Melihatnya saja sudah cukup membuat Jaemin bahagia.
Jung Gya yang sedar diperhatikan mula salah tingkah. Apatah lagi dengan Jaemin yang menatapnya tajam bersama senyuman di bibir.
"Na, k——"
"Kamu udah kembali!"
Nafas Jung Gya tercekat apabila Jaemin bertindak menariknya ke dalam pelukan cowok itu.
"Aku senang kamu udah sekolah lagi. Aku benar-benar bahagia. Sebulan ini rasanya aku hampir gila tiap hari mikirin kamu. Maaf kerana gak bisa ada di sisi kamu saat itu. Maaf."
Kata maaf diulang Jaemin berkali-kali masih dengan pelukan eratnya pada Jung Gya.
"Aku tau, kamu gak mau terlibat urusan apa-apa sama aku lagi. Aku ngerti kalau kamu udah benci samq aku. Aku janji bakalan pergi, tapi hanya sekali ini aja. Biarin aku peluk kamu buat kali terakhir." Ujar Jaemin tanpa melonggarkan pelukan barang sedetik pun.
Dirinya faham jika Jung Gya tidak mahu terlibat urusan dengan segala hal yang berkaitan dengan Nevada lagi. Rasa sakit yang dirasai cewek itu pasti sangat dalam dan sukar untuknya melupakan semua itu sekelip mata.
Makanya, Jaemin bertekad untuk sekali ini saja muncul di hadapan Jung Gya. Setelah ini dia akan benar-benar menjauh dari cewek itu.
Baru ingin melepaskan pelukan, Jaemin meneguk ludahnya apabila merasakan Jung Gya yang balas memeluknya.
"Aku gak papa, Na. Jangan bilang kayak gitu. Aku gak pernah benci sama kamu. Kita masih bisa berteman kayak dulu."
Ayat terakhir Jung Gya sontak membuat Jaemin melepaskan pelukannya.
"Kamu bilang apa? K-kita masih...."
"Iya, kita masih temenan. Aku gak akan mutusin persahabatan kita. Aku gak akan campur-aduk persahabatan kita sama kehidupan peribadi kamu. Kamu gak salah sama sekali."
Jaemin terkebil-kebil tidak percaya. Ia tidak salah dengar kan? Jung Gya, masih mahu berteman dengannya?
"I-ini, kamu beneran?" Soalnya lagi saking tidak percayanya dengan kata-kata Jung Gya sebentar tadi.
"Iya, Na. Aku serius."
"Tapi, aku masih belum bisa lupain segalanya. Kamu tau kan, itu terlalu sakit buat aku. Makanya, sebisa mungkin, aku mohon sama kamu, untuk gak mengungkit-ungkit nama mereka. Aku takut, rasa trauma itu datang lagi." Pohon Gya penuh pengharapan.
Berharap Jaemin bisa memahami maksud dari kata-katanya.
Sekali lagi, tubuh kecil itu langsung dipeluknya erat. Dan kali ini, Gya ikut membalas pelukannya erat. Membuat Jaemin tersenyum di tengah-tengah pelukan itu.
"Thanks, Gya. Thanks."
Mulai hari ini, Jaemin berjanji akan terus berada di sisi Jung Gya. Mungkin gadis itu tidak mahu mendengarnya tapi Jaemin berjanji untuk sentiasa melindungi Jung Gya daripada mereka.
Teman-temannya sendiri. Ia tidak akan membiarkan Jung Gya tersakiti kerana Lee Jeno lagi.
Kerana gadis dalam rengkuhan ini sudah mendapatkan cintanya.
Iya, setelah sebulan lamanya, dirinya menyelami hatinya sendiri, Jaemin sadar. Perasaannya kepada Jung Gya selama ini bukan hanya sebatas persahabatan.
Sejak pertemuan pertama mereka, Jaemin sudah jatuh ke dalam pesona Jung Gya. Gadis ini adalah cinta pandang pertamanya.
Jung Gya tersenyum.
Dia sama sekali tidak memiliki rasa dendam pada Jaemin. Persahabatan mereka tulus dan bukan kepura-puraan. Tidak mungkin juga kan, Jung Gya menghukum mereka yang sama sekali tidak melakukan kesalahan padanya.
Ada satu lagi wajah yang sejak tadi bermain-main di mindanya.
Song Yuqi. Entah ke mana saja sahabat nya yang seorang itu menghilang.
Jung Gya akan mencari gadis itu nanti.
Prikk!
Seakan-akan menjawab soalan Jung Gya, bunyi ranting patah tidak jauh dari tempatnya dan Jaemin berada menarik perhatiannya. Kelihatan Song Yuqi yang sedang berusaha sedaya upaya bersembunyi dari pandangan Jung Gya.
"Yuqi, tunggu!"
Tapi Jung Gya terlebih dahulu menyedari kehadiran Yuqi di sana. Pelukan Jaemin langsung dilepaskan.
"Oh my gosh!"
Merasa dirinya ketahuan, Yuqi langsung membuka langkah ingin lari di sana. Bisa-bisanya dirinya ketahuan ketika ingin melihat Jung Gya.
"Yuqi! Yuqi!!"
Berkali-kali Jung Gya memekikkan nama Yuqi sehingga pada akhirnya cewek berambut ikal itu tidak mempunyai pilihan selain berhenti. Langkah kakinya langsung dipasakkan pada tanah.
Saking gugupnya, hujung jari kakinya bergerak-gerak gelisah di dalam balutan kasut hitam yang dikenakannya.
Sekelip mata, Jung Gya sudah berada di hadapan Yuqi yang hanya menundukkan pandangan. Tidak berani bertatapan wajah dengan sahabatnya sendiri.
Ah, entah Jung Gya masih menganggap nya sahabat atau tidak.
"Kok lo cuekin gue sih. Kan gue manggil-manggil lo dari tadi!" Ketus Jung Gya. Kedua tangan Yuqi yang masih menunduk dicapai dan digenggam erat.
"Loh, lo kenapa? Sakit?"
"Err...gue... sebenarnya. Ermm, sebenarnya. Mau ke kelas!" Yuqi memelas. Mencari alasan agar bisa kabur.
"Ya udah, kita ke kelas barengan. Yuk!"
Yuqi masih tidak berganjak. Tatapannya lurus memandang tanah. Nafasnya terdengar berat seakan-akan sesak nafas.
Dan akhirnya, Jung Gya menyedari ada yang tidak beres dengan gadis di depannya itu.
"Hiks..hiks..hiks."
Ketika itulah Jung Gya menyedari kalau Yuqi sedang menangis. Dia pun mengambil inisiatif untuk mengangkat wajah Yuqi agar bertatapan dengannya.
"Kenapa lo nangis? Ada yang sakit? Di mana? Sini bilang ke gue." Tanya Gya sembari mengusap air mata di wajah Yuqi.
Namun, tindakan itu semakin membuat Yuqi terisak.
"Kok, lo..tanya sih? Kalau lo tanya...kan gue..pengen nangis lagi! Uwaaa!"
Ketawa Jung Gya langsung pecah melihat kelakuan Yuqi. Bisa-bisanya suara tangisannya semakin nyaring kedengaran.
Mana mereka masih ada di gudang belakang lagi.
"Kok ketawa sih? Peluk gue dong!"
Gya ingin ketawa lagi tapi langsung ditahannya kerana tidak mahu Yuqi semakin menangis.
"Ya udah, sini gue peluk."
Lantas tubuh gadis keturunan China itu ditarik ke dalam dekapannya. Tanpa segan silu, Yuqi langsung membalas pelukan itu masih dengan tangisan yang kedengaran.
"Gue takut..takut kalau lo, gak mau temenan sama gue lagi. Padahal kan gue pengen temenin lo di rumah pas kemarin-kemarin."
"Terus kenapa lo gak datang? Padahal gue tungguin loh."
"Gue gak berani. Gue takut kalau lo benci sama gue. Pas malam itu lo juga bilang, gak mau ketemu gue lagi. Makanya, gue takut. Gue sedih. Tapi, gue mau ketemu sama lo! Kangen!"
Adu Yuqi masih dengan tangisannya. Suaranya kedengaran berdengung masih dengan posisi memeluk Jung Gya erat.
"Maaf, ya. Gue bilang gitu ke elo. Tapi, gue gak maksudin itu sama sekali. Lo kan sahabat gue, mana mungkin gue benci. Lo sendiri yang bilang, kita sahabat." Pujuknya pelan.
Jung Gya sama sekali tidak menyalahkan Yuqi mahupun Jaemin sih kerana sempat berfikir dia membenci mereka. Kerana nyatanya juga dia tidak sedar dengan apa yang dikatakannya malam itu.
Bahkan Jihoon yang menjadi mangsa gigitan nya juga ia tidak sadar.
Rasa kecewanya benar-benar mengelabui pandangannya sepanjang malam itu.
Jaemin yang sedari tadi menjadi pemerhati dari jauh menggelengkan kepala hairan sekalian gemas dengan Yuqi dan Gya. Kakinya mendekat ke arah kedua gadis yang sedang berpelukan itu.
"Gue gak mau, gara-gara kesalahan orang lain, gue kehilangan sahabat sendiri. Gue juga gak mau kali kan tinggal sendirian tanpa kalian."
Dekapan Jung Gya pada Yuqi terlepas.
Gadis itu memandangi Jaemin dan Yuqi bergantian. Mereka sama berharga padanya. Jadi dia tidak akan membenci mereka sama sekali.
"Bantu gue, biar gue bisa bahagia. Sama kalian."
Bersambung....
Share this novel