11. Surprise

Fanfiction Series 10231

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Jaemin yang berniat mengadakan party bersama teman temannya kini sedang sibuk memerhati beberapa pekerja upahan mamanya yang sedang sibuk mengatur majlis di vila milik keluarganya.

Ia sengaja memilih party untuk diadakan di vila-nya sahaja. Jimat sekaligus nggak perlu repot-repot mau ngadain party-nya berapa jam.

Terserah toh mama Yoona juga nggak ada di rumah. Wanita itu masih berada di Busan.

Setelah persiapan yang berlangsung dari pagi, tepat jam 9 malam, acaranya sudah dimulai. Teman teman Jaemin yang dijemput sudah berkumpul masing-masing ada yang membawa pasangan dan ada juga yang datang sendirian.

Masing-masing sedang menikmati pesta yang disiapkan khas dan mewah oleh putra tunggal Na.

Sengaja Jaemin memesan khidmat katering yang menyediakan pelbagai hidangan seperti stik, barbeque, ikan panggang, french fries dan minuman minuman berunsur buah-buahan.

Ia tidak menyediakan minuman keras. Kerana kebanyakan dari mereka masih anak bawah umur.

"Eh Jaem, si Bunga lo belum pada datang ya? Kita udah nggak sabar nih mau ketemu sama dia." Tegur Mark tidak bisa menyembunyikan kesenangannya untuk bertemu dengan cewek yang ditaksir sahabat nya itu.

Memang, dari dulu, dirinya, Jaemin, Jeno dan Haechan sudah berteman sejak mereka masih anak TK lagi. Sedangkan Renjun dan Chenle datang ke kumpulan mereka saat awal SMP. Jisung yang paling telat, iaitu saat hujung SMP.

Kini mereka berteman hampir 10 tahun lamanya. Makanya, saat tau Jaemin naksir sama cewek, membuat ia dan Haechan tidak mampu menyembunyikan kegembiraan mereka.

Kecualikan Jeno. Cowok satu itu, emang selalunya seperti itu. Tidak peduli dengan sekeliling.

Tapi, biarpun begitu, Jeno tetap panasaran dengan sosok bernama Bunga yang sering menjadi bualan teman temannya kebelakangan ini.

Sehebat atau se-spesial apa sosok yang bisa membuat sahabat sejak kecilnya itu angau seperti ini. Cantikkah? Orangnya seperti apa sampai sampai teman temannya juga tidak henti henti menyebut. Setiap kali mereka bertemu, pasti nama Bunga yang menjadi perbualan.

"Iya, tapi kalian jangan ngomong yang aneh aneh ya. Dia udah punya pacar." Sempat Jaemin berpesan sambil memandangi satu persatu teman temannya yang kini sedang berkumpul di sofa.

"Elah elo mah! Seharusnya ini tuh lo manfaatin sesungguhnya. Lo juga kan yang bilang, pacarnya Bunga nggak hargain dia." Renjun yang sememangnya satu fikiran dengan Haechan ikut menimpali. Jadi kompor.

"Nah di sini nih kita bisa yakinin Bunga buat ninggalin pacarnya. Kan kita juga pasti bisa kok kasih perlindungan ke si Bunga." Sambung cowok itu kemudian yang mana mendapat sokongan dari sahabatnya yang lain.

Sekali lagi, Jaemin tetap bersikeras pada teman temannya untuk tidak membahas hal itu di depan Gya nanti. Takut jika cewek itu merasa tidak selesa.

Sedangkan tanpa Jaemin ketahui, cewek itu sangat dekat dengan teman-temannya. Bagaimana reaksi mereka semua nantinya saat mengetahui insan yang mereka panggil Bunga selama ini ternyata adalah Jung Gya.

Bagaimana pula reaksi Jaemin saat mengetahui orang orang yang baginya sudah merusak hidup bahagia cewek itu adalah teman temannya sendiri?

Atau yang paling gempar lagi, bagaimana reaksi Jeno dan Jaemin nantinya.

Ah, author sendiri nggak tahu bakal gimana.

"Jaem, cewek kamu lama lagi ya sampainya? Gue jadi nggak sabar pengen ketemu dia. Manatahu aja, kita berdua bisa temenan. Kayak kamu, sama Jeno." Lia yang sedang duduk berhimpit dengan Lee Jeno bersuara.

"Ya kan sayang?" Soalnya pada Jeno di sebelah.

"Hmm. Iya."

Cewek yang mengenakan gaun navy blue selutut itu memegang erat lengan Jeno yang berada di sebelahnya. Sesekali, mengelus perlahan hujung sikut Jeno dengan manja.

Jaemin menoleh sekilas pada Lia yang berstatus pacar alias tunangan Jeno itu dan tersenyum sedikit.

"Bentar lagi pasti sampai kok Lia. Gue yakin, lo bakal suka sama dia. Bisa lah lo temenan sama dia."

Lia tersenyum dengan centilnya. "Iya dong. Gue kan nggak punya banyak teman juga di kelompok kita kecuali Nancy." Adunya secara tidak langsung.

Memang, biarpun geng Arthdal yang lain ada yang punya pacar. Tapi, Lia sendiri nggak terlalu dekat dengan mereka.

Bukan kerana sombong, tapi iya begitulah.

"Gimana mau punya temen. Dah kelakuan kayak mak lampir gitu." Gumam Renjun perlahan sebaik saja mendengar kata kata Lia yang baginya munafik banget.

Jisung di sebelah yang kebetulan mendengar gumaman Renjun bertindak menepuk perlahan bahu temen tua dua tahun darinya.

Renjun mendelik tidak suka. Hatinya masih lagi mengutuk diam diam cewek yang berstatus pacarnya Lee Jeno.

Dari dulu lagi, saat pertama kali Jeno memperkenalkan Lia sebagai tunangan laki-laki itu, yang paling nggak suka sama Lia ya Huang Renjun orangnya. Enggak tau kenapa, emosi cowok itu kayak cewek cewek di Arthdal. Satu kepala.

Nggak suka sama yang namanya Kim Lia.

Satu sekolah baik cowok mahupun cewek suka banget sama Lia. Muji muji cantiklah, baik lah, manis lah, sopan lah. (kecuali cewek geng Arthdal). Cocok banget sama Lee Jeno.

Tapi kebalikan sama Renjun, baginya, semua yang disebut sebut itu nggak ada satu pun yang cocok.

Entah itu cuman firasat, atau hormon perempuan yang mengalir secara berlebihan pada nya. Renjun benar benar nggak suka banget sama yang namanya Lia.

Ya hanya saja dia bijak nyembunyiin perasaan demi menjaga hati Jeno, sahabatnya.

Kan enggak enak gitu kalau dia nunjukin perasaan nggak sukanya secara berlebihan di depan Jeno. Bisa menggugat hubungan persahabatan mereka cuman gara gara cewek.

"Loh, itu bukannya si Hyunsuk sama geng Guinevera ya?"

Tiba-tiba Chenle yang tadinya hanya fokus sama hape bersuara yang langsung membuat keenam orang lainnya termasuk Lia memandang ke arah telunjuk Chenle.

"Mana? Mana?" Mark menjengulkan kepala, mengintai antara ramainya tetamu di sana. Mencari kelibat oknum bernama Hyunsuk yang merupakan sahabatnya.

"Oh itu dia si Uncuk. Wah Jaem, lo jemput mereka juga?" Tanya Mark teruja.

"Iya. Geng Hyunjin gue jemput juga kok. Kan sama sama Arthdal." Jaemin bangun dari duduknya, melingkari bahu Mark dan membawa cowok receh itu mendekati tetamu mereka yang baru datang.

Salah satu kenalan Jaemin dari geng sebelah. Sementara Jeno, masih bersama Lia dan lebih memilih untuk duduk saja.

Ia sedang malas berjalan. Pengen duduk aja sambil nemenin Lia yang dari tadi menempel terus di sebelahnya. Sesekali cowok itu tersenyum sedikit pada Lia.

Dia lebih senang menjadi pemerhati dari sini.

"Hey yow. My bro!"

Melihat saja bayang Mark Lee yang mendekatinya, Hyunsuk terus menegur teman satu umur nya itu.

"Hyunsuk! Wah, lama banget nggak ketemu lo. Makin swag aja lo!"

Keduanya mula melagakan kepalan tangan bersama satu sama lain. Di belakang Hyunsuk, menyusul Mashiho, Yedam, Doyoung dan Junghwan. Sebahagian dari geng Guinevera.

"Tahniah Jaem. Udah pindah ke Korea lagi lo." Hyunsuk bicara dengan Jaemin sambil ketawa kuat.

Memang sama banget kayak Mark. Orangnya mudah receh. Dan kalau udah ketawa pasti mood banget. Bikin ketularan.

"Iya nih. Thanks ya udah datang." Giliran Jaemin yang berjabat tangan dengan Hyunsuk dan teman temannya yang lain. Orang yang biasa ditemuinya juga.

"Kira-kira, lo sekolah di mana entar? Di Hanlim apa Serim nih?" Hyunsuk kembali bertanya setelahnya.

Soalan yang nggak memerlukan waktu untuk Jaemin fikirin. Jawaban nya udah ada dan nyata banget. "Ya pasti di Serim lah. Teman teman gue kan semua di sana."

Hyunsuk ketawa lagi, "oh iya ya. Kalian kan sehidup semati bersama gitu."

"Elah lo nanyain si Jaemin mulu dah. Lo nggak kangen apa sama gue nih? Sahabat lain ibu lain ayah lo ini?" Mark yang merasa terabaikan langsung menimpali.

Membuat Hyunsuk yang lagi asik-asikan bicara sama Jaemin langsung memasang wajah seram dengan kata kata Mark Lee yang baginya cringe banget.

"Ngapain bangsat? Uh nggak ah. Mual gue." Jawabnya langsung memasang wajah pengen muntah.

"Dih, jahat banget jadi teman!" Mark membalas dengan menumbuk bahu Hyunsuk kuat hingga cowok mata sepet itu hampir lunglai dan menubruk lantai.

"Wah lagi jahat lo Semangka!"

Keduanya sudah mulai berdebat. Membuat Jaemin yang dari tadi hanya bertindak sebagai pemerhati ketawa dan perlahan lahan beredar dari sana.

Dia masih punya tetamu lain yang harus dilayani nya. Layanan harus sama rata dong. Kan dia yang Tuan Rumah. Biar tetamunya nggak sungkan gitu.

Jaemin berjalan dan menegur teman temannya yang lain. Ada Hyunjin dan juga teman-temannya. Dia bicara sebentar dengan mereka dan kemudian menyesali keputusannya sebaik saja melihat kelibat Nancy yang sudah bergerak menghampirinya.

Aduh! Padahal dia benar benar ingin mengelak dari ketemuan sama sahabat Kim Lia itu.

Namun tampaknya niatnya terhenti apabila cewek itu sudah mula memaut lengannya manja. Jaemin menelan ludah dan merasa nggak enak. Apatah lagi melihat pakaian Nancy yang terlalu terdedah.

Membuatnya sedikit....mual.

"Jaemin-ah, kok kamu nggak bilang sih kamu udah pulang ke Korea. Aku kaget tauk!"

Tanpa dipinta, cewek itu sudah mula menggeletis padanya. Bahkan dengan sengaja menyodorkan bahagian dada dan pehanya yang terdedah ke indera sentuhan Jaemin.

"Err..iya. Maaf, tapi..lo bisa jauh dikit nggak?" Masih dengan riak wajahnya yang tidak selesa, Jaemin menolak bahu Nancy untuk tidak terlalu menempel padanya.

"Jangan gitu dong sayang! Aku kan kangen banget sama kamu."

Langsung riak wajah Jaemin berubah saat Nancy memanggilnya sayang. Ah, ini nggak beres nih.

Gimana kalau Gya melihat ini dan malah salah faham padanya. Kan bisa gawat rencananya pengen nemuin Gya sama teman temannya.

Jaemin menoleh ke sekeliling. Mencuba mencari pertolongan dari teman-temannya. Siapa aja! Renjun kek, Haechan kek, Chenle, Jisung bahkan Jeno sekalipun.

Please jauhin Nancy dari nya! Tapi nihil, nggak satu pun temannya bisa membantu.

Ah, tanpa sedar Jaemin meremat rambut belakangnya. Takut kalau Jung Gya memergokinya dan Nancy yang kayak Koala nggak ada bulu. Nempelnya dekat banget.

Sepertinya dirinya silap kerana nggak berkeras mahu menjemput Gya sendiri. Kalau iya kan dia nggak perlu berurusan sama Nancy sama sekali. Cewek itu harus tahu, dia nggak pernah nyimpan perasaan sama sahabatnya Kim Lia itu.

Dia udah punya orang lain di hatinya.

"Nancy, please. Gue nggak selesa kek gini."

Kerana nggak punya pilihan, Jaemin memegang kedua bahu Nancy dan menolaknya agar menjauhi.

"Jaemin?! Haha kamu ada ada aja deh, masa bertahun tinggal di luar negeri nggak biasa kayak gini sih? Santai aja."

Bukannya menjauh, Nancy malah mendorong tubuh Jaemin ke pilar yang entah kapan ada di sana!

Kini Jaemin bersandar pada dinding putih di belakangnya dan menghadap tetamunya yang terdiri daripada teman teman dekatnya itu. Sial, kenapa dirinya sama sekali nggak perasan kalau orang orang sudah pada memerhatikan drama petangnya dengan cewek segila Nancy.

Satu persatu wajah-wajah yang sedang memandangnya diperhatikan sebelum ia berhenti pada sepasang wajah yang entah sejak kapan berdiri di hadapannya.

"Gya!" Panggilnya sedikit bergetar.

Iya, Jung Gya sudah berada di hadapannya dengan kedua belah tangannya terkepal erat di kedua sisi. Mata gadis itu merah seakan akan sedang menahan amarah.

Refleks, ia mendorong Nancy yang ada di depannya dengan kasar. Ia mula melangkah ke hadapan saat Jung Gya mula melangkah pergi dari sana.

"Gya! Tunggu!"

Panggil Jaemin, menarik lengan kanan beralas Gya sedikit kuat hingga membuat cewek itu terpaling ke belakang.

"A-aku bisa jelasin! Ini nggak seperti yang kamu liat-"

Plakkkkk

Jaemin membeku apabila telapak tangan cewek itu hinggap di pipinya sehingga membuat wajahnya terteleng ke sebelah kanan.

"Puas kamu Na?! Puas?!!"

_____________________________________________

Kakinya yang seakan akan terpaku pada lantai mermar vila ungu tiga tingkat mahu tak mahu melangkah masuk ke kawasan yang penuh dengan para tetamu yang hadir di sana.

Sesekali, ia menoleh ke belakang. Melihat jika cowok bernama Park Jihoon itu masih menguntitinya atau tidak.

Ia baru bisa bernafas lega sebaik saja Jihoon tidak kelihatan sama sekali. Mungkin sudah ketinggalan dan tenggelam dalam lautan orang-orang yang memenuhi kawasan laman vila mewah ini.

Seketika, ia menunduk ke bawah, melihat penampilan ala kadarnya. Ia hanya mengenakan turtleneck berwarna coklat yang dipadankan dengan cardigan rajut berwarna hitam, beserta jeans hitam paras buku lali yang digayakan dengan sneaker. Sling bag berwarna coklat muda menghiasi penampilannya.

Matanya melilau ke sekeliling sebelum kembali menunduk ke bawah kerana pakaian yang dipakainya kelihatan benar benar sedikit berbeda dari tetamu lainnya.

Ah, salahnya juga sih nggak bertanya kepada Jaemin terlebih dahulu dress code malam ini gimana. Mana cowok itu pun hanya memberitahunya agar berpakaian santai.

Ponselnya dikeluarkan apabila gajet mini berwarna hitam itu tidak henti henti berbunyi.

"Hello, Gya. Lo di mana sih?! Kan udah gue bilang tunggu gue. Kita masuk barengan! Batu banget sih kalo dibilangin!!!"

Gya menatap layar ponselnya sebaik saja orang di sebelah sana terus meneriakinya. Tertera panggilan yang tersambung padanya adalah cowok yang bernama Park Jihoon.

"Ya mana gue tau! Habisnya lo sih maksa banget. Nyebelin tau nggak!" Balasnya ikut ngegas.

Ia memandang sekeliling. Ah, ada bagusnya juga jika ia menunggu Jihoon terlebih dahulu. Setidaknya, ada yang nemenin. Gya benar benar tidak selesa untuk berada di sini sendirian.

Apatah lagi melihat tatapan tetamu lainnya yang sedikit berbisik.

"Nih, gue ada di air mancur. Lo ke sini aja. Gue tunggu!" Beritahunya saat matanya menangkap sebuah air pancur tinggi yang terpampang di depannya.

Tanpa menunggu balasan Jihoon, Gya mematikan panggilan dan memutuskan untuk duduk di bangku panjang di sana.

Tadi saat taksi yang dinaikinya berhenti di hadapan pagar vila yang diberitahu Jaemin, entah bagaimana Jihoon juga kebetulan baru sampai dan langsung menegurnya.

Sempat keduanya sedikit hairan kerana bisa-bisanya bertemu di sini sebelum Jihoon yang kelihatan cemas banget langsung menyuruhnya untuk menunggu. Cowok itu ingin menyimpan motor berkuasa tingginya.

Lah, kenapa gue nggak telepon Jaemin aja ya. Kan senang tuh, dia bisa jemput gue di luar. Bisiknya setelah bertele-tele sendiri.

Nggak punya pilihan. Masuk bersama Jaemin lebih menyenangkan daripada bersama Jihoon. Gya malas bertengkar dengan cowok itu hari ini.

Toh dia juga datang ke sini hanya untuk memenuhi undangan Jaemin. Setelah menunjukkan wajahnya, mungkin Gya akan langsung pulang saja.

Nggak betah buat berada di sini.

"Loh Jung Gya?!" Baru saja ingin menekan tombol hijau pada layar ponselnya, satu suara berat menegurnya.

Pantas ia menoleh dan hampir melotot apabila melihat kehadiran Song Yuqi dan Huang Xuxi di sana.

Loh, kok temannya Kak Jeno ada di sini? Soalnya di dalam hati. Mencuba mengawal ekspresi wajahnya.

"Gya ngapain di sini?" Yuqi yang turut sama kaget melihat kedatangan Gya di sini langsung memeluk cewek itu erat.

"Err..gue dijemput sama teman buat ke sini." Gya langsung menjawab sebaik saja Yuqi melepaskan pelukannya.

"Oh, ya udah kalau gitu, masuk bareng aku aja yuk." Ajak Yuqi kesenangan. Lalu berpaling memandang Lucas di sebelahnya.

"Bisa kan babe. Gya masuk bareng kita aja?"

Biarpun sedikit bingung dengan ajakan Yuqi yang tiba tiba, Gya tidak mampu membuka mulut menolak dan secara otomatis, mengikut langkah cewek yang sedang memaut erat lengan kanannya.

Di dalam hatinya, ia sudah mula berdebar.

Bagaiman Yuqi dan Lucas yang setahunya adalah geng Arthdal berada di majlisnya Jaemin? Jika dua oknum itu ada di sini, apa Jeno juga datang?

Dan yang paling penting sekarang, apa hubungan mereka dengan Jaemin?

Tidak mungkin kan?

Sedang dirinya larut dalam fikiran dalamnya, kedua kakinya sudah melangkah masuk ke dalam kawasan vila yang didirikan tenda. Matanya masih mencari-cari jika ada orang lain di sini. Bahkan ocehan Yuqi sudah tidak masuk ke telinganya.

"Hey, pacarnya Jeno kok ada di sini juga? Ngapain dia di sini?"

Hyunjin selaku orang pertama yang menyedari kehadiran Gya di majlis itu langsung bersuara perlahan yang mana menarik perhatian Jeno untuk sama melihat ke arah yang sama.

Dari kawasan dalam, sepasang matanya bisa melihat dengan jelas oknum bernama Jung Gya yang berdiri bersama Lucas dan Yuqi.

Keningnya mengerut aneh. Kenapa cewek itu ada di sini?

Ia ingin bangun tapi pantas dihalang Lia yang sedang berada di sebelahnya. Memeluk pinggangnya posesif. Tunangannya itu menggelengkan kepala dengan tatapan tajam. Dalam artian menghalang Jeno daripada mendekati Jung Gya.

Sementara itu, Gya sudah mula menggigil sebaik saja melihat beberapa wajah dikenalinya ada di sana. Antaranya Soobin dan Yeonjun yang pernah dilihatnya di Wonju. Belum lagi Mark, dan Jisung yang turut sama memandang ke arahnya.

Nggak mungkin Jeno juga ada di sini kan?

Pandangan nya mula meliar ke kiri dan ke kanan sebelum tatapannya terhenti pada dua orang yang kelihatan mesra. Saling berpelukan dengan posisi intim sekali.

"Jaemin?! D-dia..sama Nancy?" Gya memicingkan mata agar bisa melihat jika yang ada di depannya ini bukan lelucon.

"Gue nggak salah liat kan?" Iya, dia memang nggak salah liat.

Dua pasangan yang sedang berpelukan di depannya itu adalah Na Jaemin dan Nancy. Tidak jauh dari cowok itu, ada Kak Mark yang hanya mampu memandangi keintiman dua pasangan itu. Tiba tiba saja, kakinya mengeras.

Jadi, kalau mereka berdua ada di sana, bermakna..

Jaemin? Salah seorang dari Jeno clans.

"Gya!"

Panggilan Jaemin padanya langsung membuatnya tersedar. Ia menggeleng perlahan, jelas, ia terluka saat mengetahui semua ini.

Jadi, Na Jaemin yang selama ini telah menawarkan huluran persahabatan padanya adalah...

Gya tidak sanggup untuk meneruskan fikirannya. Ia melepas pautan tangan Yuqi dan berpaling untuk berlalu dari sana.

Baru saja ingin melangkah, lengannya direntap dari belakang sehingga membuatnya berpusing menghadap pemilik tangan itu secara paksa.

Plakkkk

"Puas kamu Na? Puas?!!" Jeritnya tanpa perlu ditahan lagi.

Dia sudah tidak peduli dengan orang sekeliling yang memandangnya dengan pandangan sinis.

Yang ada kini hanya rasa sakit hatinya pada wajah-wajah di hadapannya. Rasa bencinya meluap-luap kepada mereka yang seolah-olah sedang mempermainkan hidupnya.

"Jaem, lo nggak papa?"

Gya memandang satu persatu wajah Haechan, Mark dan Jisung yang terlebih dahulu mendekati Jaemin lalu menanyakan kondisi cowok itu yang masih terdiam setelah menerima tamparannya.

Benar ternyata. Jaemin salah satu dari mereka.

"G-gya..aku bisa jelasin ke kamu." Pinta Jaemin. Seolah-olah merayu.

Kembali ia ingin meraih lengan cewek itu tapi malah ditepis kasar. Dapat Jaemin lihat, tatapan penuh kecewa pada sepasang mata hazel itu.

"Aku nggak nyangka Na." Gya bersuara perlahan, menahan getar pada suaranya. "Kamu..kamu sama kayak mereka. Bajingan brengsek! Orang kaya gila!"

Hamunan cewek itu lagi-lagi kedengaran yang sontak membuat orang orang di sana turut kaget. Berani-beraninya seorang cewek menghina tuan rumahnya sendiri.

"Gya..please..dengerin aku dulu." Jaemin masih belum berputus asa. Ia tidak sedar dengan situasi yang dihadapinya ketika ini.

Gya melangkah setapak ke belakang. "Stop! Jangan deketin aku!"

"Aku bisa jelasin sayang!"

"Nggak ada yang perlu lo jelasin Jaemin! Gue udah tau! Gue liat sendiri! Lo sebahagian dari mereka!"

Tone suaranya sudah tidak serendah tadi.

"Apa kalian puas ngetawain penderitaan gue?!! Hah??"

Jaemin mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti apa yang diomongin Gya ketika ini. Apa maksud cewek itu kalau dia sedang bersenang senang dengan penderitaan yang dihadapi Gya.

Byarrrr

Mata Jaemin langsung terbuka luas sebaik saja melihat Gya yang sudah basah terkena siraman jus oren di seluruh rambutnya.

"Nancy?!! Lo apa-apaan sih?"

Jaemin menyentak tangan Nancy yang sudah menuang sehingga habis jus oren di dalam gelasnya ke kepala Jung Gya.

Tapi Nancy hanya berlagak selamba dan meleretkan senyuman jahat khas miliknya,

"Itu balasan buat cewek murahan kayak lo Gya. Nggak cukup lo ngerebut Jeno dari Lia, sekarang lo mau ngerebut Jaemin dari gue juga?" Cewek itu tergelak sinis.

Ia berjalan mendekati Jung Gya sebelum berbisik.

"Jangan mimpi!"

Kata-kata yang keluar dari bibir Nancy langsung menjentik hati Jaemin. Spontan, matanya kembali terarahkan pada Gya yang sudah tertunduk menatap lantai rumahnya.

Sebentar! Jadi, selama ini, Jung Gya...

Gya kembali menatap Jaemin. Bibirnya diketap erat. Sungguh, ini penghinaan terbesar yang pernah diterimanya. Dimalukan dan dihina di depan orang ramai seperti ini.

Sungguh, hadiah yang amat bermakna.

"Puas sekarang? Ini kan yang kamu pengen dari aku. Na Jaemin? Ini alasan kenapa kamu sungguh-sungguh temenan sama cewek kayak aku?" Ketus Gya menahan amarahnya.

Dia langsung tidak melihat ke arah Nancy. Tatapan tajamnya masih tertumpu pada Na Jaemin.

Di belakang kedua orang itu, ada lagi dua pasang mata yang kelihatan senang melihat kejatuhannya. Lee Jeno dan Kim Lia. Keduanya juga ada di sana.

Jadi, benar telahannya selama ini. Kesemua mereka berpakat untuk memalukannya begini sekali.

"Liat guys. Ini nih, cewek nggak tau malu datang ke sini. Dengan fashion old class banget. Dia bilang apa tadi? Berteman dengan tuan besar Na Jaemin? Hah, apa apaan itu? Bercanda kali ya?"

Belum cukup dengan apa yang dilakukannya, Nancy menarik perhatian tetamu lain yang ada di sana dan dengan mudahnya menghina Jung Gya.

"Heh, ingat. Lo nggak layak untuk itu." Masih dengan suara lantangnya, Nancy berdiri bersidekap tubuh di depan Jung Gya yang lebih pendek darinya.

"Karna lo, cuman layak buat berteman sama binatang. Sama sama jijik, dan nggak layak buat berdiri sama kita kita yang ada di sini. Kayaknya lo bakal bisa lebih mengerti sama mereka yang sama spesies kayak lo." Hinanya lagi habis habisan.

Membuat maruah Jung Gya benar benar terletak di bawah kaki.

Seolah-olah satu pertunjukan, mereka yang lain juga ikut ketawa dengan kata kata Nancy.

Tentu saja, Jung Gya tidak membiarkan cewek celupar itu terus berbicara.

Menegarkan hati, Gya kembali mendongakkan kepalanya yang tertunduk. Alang-alang ia sudah dimalukan, sepertinya membalas sedikit penghinaan cewek itu tidak masalah kan?

"Pantas aja, gue bisa ngerti bahasa lo! Kayaknya, yang binatang di sini, lo."

Ujarnya sebelum berpaling dan berura-ura untuk pergi dari sana. Sudah cukup, ia mendapat penghinaan malam ini.

"LO!!" Nancy yang tidak berpuas hati mendengar kata kata akhir cewek itu berlari ke hadapan Jung Gya bersama tangannya yang naik ingin menampar wajah cewek itu.

Belum sempat tamparannya mengenai pipi Jung Gya, seseorang terlebih dahulu menahan tangannya.

Nancy menoleh dan hampir terlopong saat melihat Park Jihoon yang entah sejak kapan sudah berdiri menjulang di depannya dengan posisi cowok itu memegang pergelangan tangannya kuat sekaligus melindungi Jung Gya dari tatapan mata mata lainnya.

"Berani sentuh dia, lo bakal berhadapan dengan gue!" Geramnya rendah, menatap tajam ke arah Nancy.

Lalu, tanpa perasaan, cewek itu ditolak sehingga tercampak ke dalam kolam air pancur di sana.

Beberapa tetamu perempuan menjerit kaget. Tidak kurang juga yang menyumpah seranahi Jihoon.

Tapi cowok itu masa bodoh aja dan berpaling menatap Jung Gya. Jaket hitam yang melekat di tubuhnya ditanggalkan lalu disampirkan pada bahu cewek itu. Melindungi pakaian nya yang jelas jelas basah akibat guyuran jus oren Nancy.

"Jangan sampai gue liat kalian deketin Gya lagi. Kalau nggak, kalian mati!"

Kemudian, ia berlalu pergi sambil mendekap Gya erat ke dalam rangkulannya. Bersama sama itu, Hyunsuk dan empat orang lainnya ikut mengekori Jihoon setelah memberi tatapan tajam pada Jeno clans lainnya.

Amaran agar mereka tidak menghalang jalan.

Tampaknya, geng Arthdal dan Guinevera bakal memulakan perseteruan.

Iya, Jihoon adalah salah satu dari mereka.

Apa yang dilindungi cowok itu, juga akan dilindungi seisi Guinevera.

--------------

Gya hanya mengikuti arah langkah kaki Jihoon tanpa bersuara ataupun membantah walau satu perkataan pun. Dari saat cowok itu mengheretnya keluar dari vila yang dipenuhi orang-orang sialan itu, hingga ke saat Jihoon menyuruhnya boncengan di motor cowok itu.

Satu demi satu arahan Jihoon dituruti. Dirinya seolah-olah terhipnotis oleh segala langkah Jihoon.

Sampailah ketika cowok itu memberhentikan motornya di satu tempat yang sama sekali tidak Gya ketahui.

"Jihoon-ah, kita kita pulang dulu ya? Lo bisa kan sendirian di sini?" Hyunsuk yang juga memberhentikan motornya di sebelah Jihoon membuka penutup helm separuh wajah, berbicara dengan Jihoon.

Jihoon balas mengangguk, "iya bro. Thanks banget ya. Maaf juga, kayaknya kita bakal terus-terusan berseteru sama geng Arthdal."

Hyunsuk menepuk bahu Jihoon beberapa kali, tanda tidak mengapa, ia cukup mengerti dengan itu semua.

"Lo nggak usah khawatir soal itu. Gue yang bakal berurusan sama dia. Yang penting, lo tuh, jaga baik baik gebetannya. Jangan sampai dia kembali ke sarang mereka lagi." Bicara Hyunsuk seraya menunjuk Gya yang sudah berjalan menjauhi mereka dengan hujung dagunya.

Jihoon menaikkan alisnya, hairan. "Siapa? Tuh cewek? Gebetan gue?"

Hyunsuk mengangguk menanggapi. Ya iyalah. Siapa lagi kan selain cewek itu. Apa jangan-jangan ada cewek lain selain dia yang tidak Hyunsuk ketahui?

"Uh, ogah gue. Bukan gebetan gue tuh."

"Ya elah, nggak usah malu malu gitu dong, mas bro! Kita ngerti kok." Yedam yang dari tadi menjadi pemerhati ikut menimpali.

"Eh eh, ngadi-ngadi amat kalian. Gue bilang bukan ya bukan!" Tempik Jihoon masih lagi tidak mahu mengakui kebenaran kata kata teman-temannya.

Kata kata penuh penolakan Jihoon malah membuat mereka merasa geli hati.

"Yeyeye. Kita percaya kok." Akhirnya, Jaehyuk mengiyakan saja kata kata Jihoon.

"Bukan gebetan. Tapi posesif banget sampe nolak cewek Arthdal ke kolam."

Oh, sepertinya tidak, mereka masih mahu mengusili Jihoon yang telinganya udah merah banget menahan malu.

Sedetik kemudian, mereka menghidupkan kembali motor berkuasa besar mereka dan menderu laju meninggalkan Jihoon. Mereka juga harus cari makan kan?

Haih, niatan tadinya buat makan enak di acara ahli Arthdal. Tapi malah kejadian lain. Nggak ada angin nggak ada ribut, jadi berantem lagi sama geng Arthdal.

Jihoon memandangi deru motosikal teman temannya sehingga benar benar hilang dan tidak kedengaran sebelum pandangan nya kembali teralihkan pada Jung Gya yang sudah mengambil tempat di bangku taman.

Malah helm miliknya yang dipakai cewek itu saja belum ditanggalkan.

Sambil menghela nafas berat, seberat langkah kakinya ketika ini, Jihoon tetap mendekat ke arah Gya. Mengambil tempat di sebelah cewek itu dan otomatis memejamkan matanya, bersandar lelah.

Teringat kembali peristiwa tadi, membuatnya ingin berteriak frustasi.

Wajar saja hatinya merasa tidak enak hari ini dan entah kenapa memenuhi jemputan Hyunsuk untuk ikut ke majlis Na Jaemin, salah seorang ahli Arthdal yang bersengketa dengan geng-nya sejak setahun yang lalu.

Rupa-rupanya kerana ini.

Instingnya tidak pernah salah. Sentiasa, ada saja perkara buruk menimpa jika dirinya tiba tiba merasa gelisah.

"Kalau mau nangis, lo nangis aja."

Jihoon bersuara, memecahkan kebisuan malam antara mereka. Sengaja, kata katanya ditujukan pada Jung Gya yang sejak tadi hanya membatu di sebelahnya.

Tiada respon dari Gya, Jihoon memajukan tubuh, mencuba mencapai helm separuh wajah yang masih melindungi kepala cewek itu, dan cuba melepasnya.

Namun, dengan pantas, Gya menggelengkan kepalanya. Tidak mahu disentuh. Membuat tangan Jihoon tergawang di udara.

Tidak berputus asa, Jihoon maju lagi.

"Jangan maksa, bisa nggak sih?!!" Akhirnya Gya membuka mulut, memarahi Jihoon.

Tapi, bukannya kedengaran garang, suara cewek itu malah bergetar hebat seperti orang yang sedang menahan tangis.

"Nah, tuh kan apa gue bilang. Gya, kalau lo mau nangis, ya nangis aja. Nggak usah ditahan. Entar lo sendiri yang sakit hati."

Jihoon berdecik kesal. Kesal dengan tingkah keras kepala Gya.

"Gue selalu bilang berkali-kali ke lo, Gya. Kenapa sih keras kepala banget? Gue bilang, jangan berhubungan sama Jeno atau teman-temannya. Nggak bawa manfaat buat lo! Tau nggak."

Jihoon menahan perasaannya agar tidak terlanjur membentak Gya. Tapi cewek itu yang keras kepala! Langsung tidak peduli dengan amarannya sebelum ini.

"Gue nggak tau, dan nggak mau tau isi perjanjian lo sama cowok sialan kayak Lee Jeno. Yang penting, mau atau nggak, lo harus tarik balik untuk jadi pacar kedua cowok sialan itu!"

Tanpa basa basi, Jihoon terus meluapkan rasa tidak puas hatinya. Biar! Biar Gya sedar, dia bisa dapat yang lebih baik daripada ini.

"Lo-"

"Urgh...uh..sksksk.."

Jihoon langsung menghentikan kata katanya sebaik saja mendengar isak tangis Gya yang datang tiba tiba.

Bahu cewek itu terhinjut-hinjut. Tangannya menekan nekan bahkan menumbuk dadanya sendiri. Membuat amarah Jihoon langsung padam melihatnya.

"Sak-kitt..hati gue benar benar sakitt Ji! Kenapa semua ini harus terjadi ke gue! Salah gue apa?!"

Tangisan Gya langsung meruap apabila Jihoon bertindak menarik tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Masih dengan helm milik cowok itu yang terpasang di kepalanya.

"Gue cuman mau hidup kayak orang lain! Gue cuman pengen bahagia sama Gyo! K-kenapa..." Jihoon menggosok belakang Gya ketika tangisan cewek itu semakin menjadi jadi.

"... semua orang melihat itu sebagai kesalahan! Apa..apa kerana aku dan Gyo cuman anak perempuan simpanan?! Apa kerana itu?!!"

Nafasnya tersekat-sekat sambil cuba berbicara. Mengeluarkan segala rasa sakit yang dipendamnya sejak tadi.

Di mana saat pertama Gya melihat Nancy yang berada dalam rangkulan Jaemin. Kedatangan teman teman Jeno di hadapannya. Kata kata hinaan Nancy tentang dirinya. Juga tatapan miris Jeno dan Lia padanya.

Benar-benar keterlaluan!

Gya merasa terkhianati oleh Jaemin. Difikirannya, cowok itu berbeda dan benar benar ikhlas. Tapi ternyata, Jaemin sama saja seperti mereka yang lain! Senang, suka akan penderitaan nya.

"Dari dulu, setelah bunda pergi, gue sama Gyo nggak punya siapa siapa. Kecuali lo, sama tante Rose'. Sebelum ayah kandung gue ngambil aku sama Gyo. Gue kira, dia bakal sayang sama gue! Sama Gyo tapi.."

Gya menarik nafas dalam.

"..dia ngebuang kami. Lagi! Cuman gara gara anak sah-nya yang nggak suka sama gue!"

"Apa itu adil buat gue?!! Buat Gyo?!!" Hamburnya tanpa tertahan lagi.

Isakannya berubah dalam dan parau. Seolah olah hatinya ditusuk dalam dan direnggut paksa. Membuka semula luka lama yang sama sekali belum sembuh.

"Shhh..jangan bilang gitu Gya." Jihoon terus terusan memujuk Gya. Dekapannya semakin erat biarpun sedikit kesulitan kerana helm besar miliknya yang masih dipakai cewek itu.

"Lo layak! Siapa bilang lo nggak layak? Hah? Yang nggak layak tuh, mereka semua. Mereka yang nggak layak buat lo!"

"Mau ayah lo, keluarganya, apatah lagi si brengsek itu, semua nggak layak buat lo Gya! Bukan lo yang harus ngerasain semua ini. Tapi mereka! Mereka yang udah khianatin lo! Mereka yang harus rasain semua ini."

Jika ketika ini Gya sedang menangis di dadanya tanpa helm, Jihoon sudah ingin mengusap air mata gadis itu. Tidak ada gunanya Gya terus-terusan menangis cuman gara gara manusia berhati busuk kayak mereka.

"Lo harus ingat, ada gue, mama sama papa yang sayang dan nerima lo seadanya Gya. Kita nggak pernah lupain lo biar sedetik pun." Jihoon mengusap kepala tertutup helm Gya lembut.

"Lo kira, kalau bonyok gue tau, bakal kaya gini, mereka bakal mau, ngelepas kalian ke keluarga ayah kandung lo? Pasti enggak lah."

Malam ini, Gya benar benar menangis, meluahkan segala rasa sakitnya di dada Jihoon.

Rasa sakit yang sudah dipendamnya sendirian selama bertahun lamanya.

10 tahun, Gya sudah terbiasa menjadi anak terbuang yang tidak diinginkan.

Sejak bundanya meninggal ketika dirinya dan Gyo baru berusia 8 tahun, mereka diambil dan dijaga oleh orang tua Jihoon, Tante Rose dan Om Chanyeol di Amerika. Kedua kembar itu mendapat kasih sayang secukupnya sebelum ayah kandung nya mengambil hak penjagaan.

Tapi, tidak sampai 3 bulan, mereka dibuang lagi. Atas alasan, anak papanya tidak menyukai mereka.

Papanya harus memilih antara mereka, anak dari perempuan yang dicintai atau, anak dari isteri sah yang mengugut untuk bunuh diri dan menjadikan penyakitnya sebagai senjata.

Akhirnya, lagi sekali, Gya dan Gyo dibuang. Menjadi pilihan kedua yang mengharuskan kedua mereka keluar dari rumah papanya.

Dan, menghidupi diri sendiri.

Kerana itulah, Gya dan Gyo hidup seperti ini. Terus bersembunyi dari orang orang papanya yang berusaha menjejak mereka kembali. Tapi, tidak semudah dirinya akan tertipu lagi.

Cukup dua kali, ia menerima pengkhianatan papanya. Kali ini, Gya tidak mahu lagi terjebak ke dalam harapan palsu papanya.

Dia takut, andai kepercayaannya lagi lagi dikhianati lelaki bergelar ayah itu. Takut, andainya hatinya sudah tidak mampu memaafkan kesalahan demi kesalahan yang dilakukan. Takut, untuk menambah luka baru di atas luka lama yang masih belum sembuh.

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience