25. Hard for Me

Fanfiction Series 10231



"Every touch of you make me go crazy."



WARNING??????

"Touch me please... Make it go.."

Jeno tidak bisa menahan dirinya mendengar desahan Jung Gya yang bergema di tepi telinganya.

Ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak tertarik. Nafasnya ditahan sedaya upaya. Tangannya naik mencengkeram kedua sisi pinggang gadis itu agar tidak bergerak sama sekali.

Namun, usahanya sia-sia kerana Jung Gya yang sudah terbakar malah mendekap erat tubuhnya, menduselkan kepalanya di ceruk leher Jeno.

Sekujur tubuh Jeno meremang saat dirasakan kulit lehernya dihirup kuat. Tidak cukup dengan itu, malah sepasang bibir tipis itu naik ke telinganya, mengecup beberapa kali cuping telinganya.

"Shit!"

Kerana sudah tidak tahan, Jeno bertindak membanting tubuh kecil itu ke atas kasur. Membuat Jung Gya yang masih memejamkan mata terbaring di atas kasur gadis itu sendiri.

"Kakk Jenohh..."

Jeno langsung menghentikan pergerakan Jung Gya yang ingin bangun dengan mencekal kedua tangan gadis itu ke kiri dan kanan kepala. Kakinya menjepit kedua kaki Jung Gya agar tidak bergerak.

Kini, Jung Gya berada di bawah kungkungan Jeno.

"Jangan mancing yang kayak gituan, gue takut gue gak kuat!" Desis Jeno, masih berusaha menahan dirinya.

Sungguh ini cubaan terberat hidupnya dalam mengontrol diri.

"Gak papa..kakk..panas.. badan ku.. sakit semuaa.."

Jeno mengerenyitkan kening mendengarkan itu. Wajah yang ada di bawah kungkungannya itu ditatap lekat.

Dahi hingga lehernya penuh dengan keringat. Kedua belah pipinya juga merah semerah tomat bak terbakar. Matanya terpejam namun bibirnya masih saja melenguh kesakitan.

Suhu tubuhnya juga mendadak naik. Panas.

"T-tadi, mereka kasihh akuu minumm airr."

Mendengar itu, rahang Jeno langsung mengeras. Kedua tangannya terkepal erat. Dia tahu apa yang terjadi. Gya diberikan ubat perangsang.

"Kakk.. sakittt."

Air mata Jung Gya mula mengalir dari dua sisi matanya. Membuat hati Jeno semakin diremat.

"Tenang. Gue bakal hilangin rasa sakit itu."

Jeno berbisik perlahan lalu tubuhnya dicondongkan ke hadapan. Tangan Gya yang tadinya dicekal dalam pegangan dilepaskan.

Dalam sekali kaut, Jeno menarik Jung Gya ke dalam pelukan.

"Kakk.. sakittt."

"Iya, tenang." Jeno mengusap perlahan belakang kepala Jung Gya yang berada di dalam pelukannya.

Gya mengeratkan pelukannya pada tubuh Lee Jeno. Tangannya dikalungkan ke leher Jeno erat sebelum menyelusupkan kepalanya di ceruk leher cowok itu.

Efek ubat perangsang yang diberikan padanya seolah-olah menghipnotis Jung Gya sehingga dirinya tidak sedar, yang sedang menggendongnya sekarang adalah Lee Jeno.

Pria yang terakhir kali ditemuinya empat tahun lalu.

Dengan mudah, Jeno bangkit bersama Jung Gya di dalam dekapannya. Kakinya melangkah perlahan menuju ke kamar mandi gadis itu.

Gya harus 'ditenangkan'.

Byarrrr!!

"Aaaa kakkk! Dinginnn!"

Pekikan Jung Gya langsung kedengaran apabila Jeno bertindak membuka keran shower. Mengguyur Jung Gya yang didudukkan di dalam tab mandi dengan air shower yang dingin.

Gya beberapa kali memberontak ingin melepaskan diri namun Jeno yang berlutut di dalam tab mandi, masih dalam posisi Jung Gya yang memeluknya erat.

'Maaf ini satu-satunya cara. Gue gak bakalan bisa ngelakuin itu dalam kondisi lo yang lagi di bawah pengaruh obat.'

Jeno masih belum brengsek untuk 'melakukannya' dengan Jung Gya dalam keadaan seperti ini.

Tanpa peduli dengan kemeja putihnya yang sudah basah, Jeno masih tetap menyiram Jung Gya dengan air shower. Mudah-mudahan ini bisa mengurangkan efek 'panas' yang dialami gadis itu.

Dalam beberapa detik, Jung Gya sudah mulai tenang. Tubuh itu terkulai lemah dalam dekapan Lee Jeno yang sudah basah kuyup. Bahkan kemejanya mencetak tubuh kekarnya.

Merasakan Gya sudah tenang, Jeno mematikan shower. Sekali lagi, tubuh itu diangkat dalam posisi seperti koala dan membawanya keluar dari kamar mandi, menuju cermin solek wanita itu.

Tubuh kecil itu didudukkan di atas meja lalu tangannya sendiri merogoh ke dalam laci, mengeluarkan sehelai comforter. Pantas comforter itu dibalutkan ke tubuh Gya. Menutupi segala bahagian badan yang terekspos di depannya.

"Gya...bangun." Jeno berbisik tepat di tepi telinga gadis itu. Menghirup rambut basah yang menguarkan aroma harum itu.

Ahh, Jeno bisa gila jika begini. Mark belum kembali sedangkan di hadapannya ini, sosok yang dirinduinya sedang tidak sedarkan diri.

Kenapa juga mereka harus dipertemukan kembali dalam keadaan seperti ini? Benar-benar menguras emosi Jeno.

"Dinginn.." Lirihan pilu itu lagi sekali mengejutkan Jeno.

Pandangan nya ditundukkan agar bisa bersejajar dengan wajah Jung Gya yang tersembam di dadanya.

Bisa dilihat, wajah Jung Gya yang memucat. Bibirnya sampai bergetar kerana kedinginan. Padahal AC di ruangan sudah dimatikan.

"Kakk..dingin." Lirih Jung Gya lagi sembari tangannya yang tadinya mengalung di leher Jeno mula bergerilya, meraba tubuh Jeno dengan gerakan sensual.

Tindakan ini sontak membuat hati Jeno kembali meronta. Nafasnya tercekat seakan-akan oksigen di ruangan itu disedot habis.

"G-gya... j-jangan." Bisiknya dengan mengetap bibir.

Belum lagi bibir mungil itu sudah mula mengecup dada sehingga ke lehernya. Menghirup kuat hingga membuat Jeno meremang hebat.

"Ahhh..shit!"

Pertahanan Jeno langsung runtuh sebaik saja Jung Gya menggigit kecil leher dan dadanya. Pantas tubuh kecil itu dirangkul ke dalam gendongan.

Dalam sekali gerakan, Jeno membanting Jung Gya ke atas kasur hingga selimut yang membaluti tubuh itu kembali tersibak. Menampakkan apa yang sedari tadi menjadi godaan buat diri Lee Jeno.

Jeno membuka kemejanya yang basah dan melemparkannya ke bawah kasur. Sehingga kini Jeno hanya bertelanjang dada.

Tanpa aba-aba, Jeno mencapai kedua lengan Gya, ditarik perlahan lalu memeluknya erat. Pinggang gadis itu ditarik dan didudukan di atas pangkuannya.

Cuppp

Jeno langsung menemukan bibirnya dengan bibir lembut Jung Gya yang sedari tadi bertindak nakal dengan terus-terusan menggodanya.

Kedua mereka berciuman kasar, saling menyesap dan menarik lidah masing-masing. Tubuh keduanya menempel erat seolah-olah tidak bisa lepas.

Ini benar-benar gila! Jeno umpama hilang kendali. Tangannya juga aktif menyentuh segenap inci tubuh kecil itu.

Setelah hampir 4 tahun dirinya mencipta jarak dengan Jung Gya. Menyaksikan sendiri bagaimana gadis itu menjadi buruan pelbagai lelaki yang mencuba mendekati. Melihat sendiri bagaimana layanan Park Jihoon dan Na Jaemin yang mencuba menakluki hati gadis itu.

Semuanya bisa Jeno tahan dengan niat untuk menjauhkan gadis itu dari menjadi incaran paman dan sepupunya sendiri.

Tapi, usaha itu hancur dalam satu malam.

Jeno sudah tidak peduli. Jung Gya miliknya dan selamanya akan begitu. Gadis itu harus ada di sisinya. Jeno akan mengklaim semula apa yang menjadi haknya.

Kini, tangan Jeno sudah tidak jujur. Gaun hitam yang sedari mula sudah tersibak itu diloloskan dari tubuh Jung Gya. Yang tersisa kini hanya pakaian dalam gadis itu.

Bibirnya mula mengecupi seluruh wajah, leher, dada hingga tangan gadis itu. Tiada satu pun yang tertinggal dari jamahan bibir kasarnya.

Sedangkan Jung Gya yang tidak menyedari apa yang berlaku hanya mampu pasrah dan memeluk kepala Jeno erat.

Entahlah. Dia sendiri juga bingung untuk bereaksi bagaimana.

Efek obat perangsang itu memang menghilangkan kesedarannya. Yang diinginkan nya ketika ini adalah kegiatan ini tidak berhenti.

Kini tangan kanan Jeno merangsek turun dari perut hingga mencapai area kewanitaan Jung Gya.

Desahan dan rintihan gadis itu seakan-akan memberikannya semangat untuk meneruskan kegiatannya. Jeno tidak peduli, toh dirinya juga tidak bisa membohongi diri sendiri.

Bibir Jeno semakin gencar mencium rahang, leher hingga dada Jung Gya. Sesekali ia menghisap kulit leher gadis itu hingga meninggalkan bekas merah di mana-mana.

Ceklekkkkkk

Baru saja tangan itu hampir menyusup masuk, pintu kamar terbuka dari luar.

"Lee Jeno!!"

Panggilan nyaring Mark mengembalikan kesadaran Lee Jeno. Matanya yang terpejam itu langsung terbuka dan gerakan tangannya terhenti mendadak.

"Shit!! Hei, lo ngapain?!"

"Close your eyes!!"

Kedua orang yang berada di depan pintu kamar itu melaksanakan perintah Jeno. Keduanya berpaling menghadap daun pintu.

"Gue keluar dulu!" Mark menyahut. Mengambil inisiatif sendiri untuk keluar dari kamar Jung Gya setelah hampir menyaksikan adegan live.

Sementara itu, Jeno melepaskan tautan kedua mereka. Selimut langsung dicapai dan digunakan untuk membaluti tubuh Jung Gya yang hampir telanjang. 

Nafasnya masih berderu laju.

'Gila! Gue hampir ngelakuin itu sama lo.'

Jeno menggerutuk di dalam hati melihat Jung Gya yang sudah tidak sedarkan diri dalam balutan selimut.

Dia bangkit dari kasur lalu berjalan menuju pintu mendekati kedua orang yang sama kagetnya.

"Periksa dia!"

Dokter Yeeun yang juga salah seorang kenalan dekat Jeno menoleh dengan takut-takut. Jujur dadanya juga berdebar hebat ketika ini.

Melihat adegan dewasa yang hampir terjadi di depan matanya, bohong jika dirinya tidak kaget. Seketika tubuhnya merinding. Jeno yang hanya mengenakan jeans langsung tidak diliriknya.

Sebaliknya, matanya fokus pada sosok gadis di depannya yang sudah tidak sedarkan diri.

Yeeun bergerak bersama beg perubatan di tangannya.

Jeno yang masih mencuba menetralkan nafasnya hanya memandang dari kejauhan.

Hatinya tidak henti-henti mengutuk diri sendiri. Mujur saja Mark dan Yeeun datang jika tidak... Ahhh!

Jeno pasti dia sudah melakukannya dan pasti itu menjadi bumerang dalam hidupnya.

"Aku harus ganti pakaiannya dulu." Kata Yeeun melirik Jeno.

Dengan bersidekap dada, Jeno hanya mengangguk. Tapi tatapannya masih tidak dialihkan daripada memandang Jung Gya. Membuat Yeeun seketika serba salah.

"Gue tunggu di luar." Menyedari kecanggungan antara mereka, Jeno memilih untuk menunggu di luar.

"Tapi ingat kalau lo berani macem-macem, gue pastiin hidup lo dan keluarga lo hancur!"

Sempat ia memberikan ancaman sebelum benar-benar melangkah keluar. Yeeun yang mendengarnya langsung kecut perut. Kepalanya menggeleng-geleng beberapa kali tanda dia tidak berani.

Jeno berjalan menutup pintu kamar Jung Gya dan melangkah menuju ke ruang tamu. Di mana Mark menunggunya. 

Kehidupan yang dilaluinya cukup untuk mengajarnya agar tidak percaya dengan orang luar semudahnya. Apa lagi ini membabitkan Jung Gya.

Jeno merehatkan tubuhnya di salah satu sofa yang berhadapan dengan Mark yang sedang asyik memandang ponsel.

Sesekali Jeno menyedari kalau Mark memandangnya.

"Lo gak liat apa-apa kan?" Soalnya dingin.

"Hah? Ngeliat? Liat apa maksudnya?" Mark yang bingung membalas dengan wajah tanpa dosa.

Jeno tersenyum miring, mirip psikopat. Dan ketika itulah Mark menyedari maksud sahabatnya itu.

"Oh—ya ampun Jen! Pasti gak lah! Lo kira gue cowok apaan?" Tergagap-gagap Mark menjawab.

Cis, bohong sekali. Sebenarnya Mark melihat apa yang terjadi. Bagaimana kedua mereka berciuman panas, bahkan tubuh Jung Gya yang hanya dibaluti pakaian kecil itu pun sempat menjadi tatapan matanya.

Tapi, dia belum cukup gila untuk mengakui itu di hadapan Jeno. Bisa-bisanya dia ditebas sahabatnya yang posesif itu.

"Bagus! Tapi gue mau lo lupain apa yang lo lihat tadi. Hapus semuanya dari minda lo kalau lo gak mau gue bunuh!"

"Err—okay. Okay."

Selang beberapa menit kemudian, Dokter Yeeun keluar dari kamar Jung Gya, menutup knob pintu perlahan sebelum melangkah perlahan ke arah Mark dan Jeno.

"Dia sudah bisa ditangani. Aku udah kasih obat penenang dan sekarang dia lagi tidur." Yeeun menelan ludah kelat. Ragu apakah dia harus memberitahu ini kepada Jeno atau tidak.

Tapi, melihat wajah serius cowok itu, Yeeun tidak mahu mengambil risiko yang bakal berimpak fatal kepadanya dan kariernya nanti.

"Dia diberikan obat perangsang yang sangat kuat, zombie drug. Menurut pemeriksaan aku, obat itu tidak dijual di pasaran kerana efeknya akan berbahaya. Sesiapa yang mengambil obat itu akan mempunyai keinginan seks tinggi. Dalam kondisi Jung Gya, dia diberikan dalam dos yang berlebihan."

"Makanya, walaupun sudah diguyur air, efeknya tidak hilang. Tapi gak usah khawatir, dia bakal baik-baik saja setelah bangun nanti. Jangan lupa diberi obat."

Panjang lebar penerangan Dokter Yeeun yang mana membuat angin Jeno naik ke atas kepala.

Berani-beraninya bedebah gila itu memberikan Jung Gya obat sekuat itu.

Kedua tangannya terkepal erat.

Bagaimana jika dia lambat tadi? Apakah Jung Gya akan menjadi mangsa mereka? Dijamah beramai-ramai begitu?

"Ini bayaran lo." Jeno menghulurkan sebuah kartu kredit kepada Yeeun. Yang mana membuat dokter muda itu kaget.

"Jumlah di dalam kartu itu cukup buat lo beli sepuluh pulau di Maldives."

What?!! Bisa beli sepuluh pulau?!!

Bukan hanya dokter Yeeun, malah Mark sendiri kaget dengan pengeluaran Jeno hanya untuk merawat Jung Gya.

Sahabatnya ini benar-benar gila!

"Dan gue mau, lo rahsiain pesakit lo kali ini. Jangan sampai sesiapa pun tahu. Mengerti?"

Yeeun menganggukan kepala. Tidak masalah buatnya. Lagi-lagi melihat bayaran yang didapatinya daripada Jeno sangat lumayan.

Dia bisa membuka klinik sendiri jika begini.

Jeno mendengus kasar, mengambil ponsel di dalam saku dan mendail nomber seseorang.

"Hello." Sambungan tersambung.

"Gue mau lo siasat soal WMN Group. Gue mau CEO-nya dilucutkan jawatan. Beli semua saham mereka. Gue mau jadi pemegang saham tertinggi. Pastikan hidup CEO nya hancur sehancurnya!"

Tanpa menunggu balasan, Jeno langsung memberikan arahan. Tidak peduli dengan siapa saja yang sudah melakukan hal terkutuk itu kepada Jung Gya.

Yang Jeno tahu, orang itu harus hancur dan menderita kerana sudah berani menyentuh miliknya.

"Hubungi Yuqi." Jeno memberikan perintah kepada Mark untuk menghubungi pacar Lucas itu.

Jeno tidak bisa berada di sini menemani Gya hingga pagi. Akan sulit untuknya menceritakan hal sebenarnya. Bisa-bisa gadis itu akan marah besar padanya.

Sungguh Jeno tidak mahu itu terjadi. Dia akan membawa gadis itu kembali ke hidupnya secara perlahan. Bukan dalam keadaan mendadak seperti ini.

Sepeninggalan Mark, Jeno masuk ke dalam kamar Jung Gya.

Kakinya menghampiri kasur tempat gadis itu berbaring. Kelihatan Jung Gya yang sedang tertidur pulas. Mungkin akibat ubat penenang yang diberikan Yeeun.

"Gya.." panggilnya sembari duduk di pinggir ranjang.

"Maaf."

Sepatah kata itu meluncur keluar dari bibirnya. Tangan kecil itu dicapai dan disusupkan di sela-sela jemarinya.

"Maaf atas segalanya. Itu yang gue mau bilang dari empat tahun dulu. Maafin gue."

Ditariknya tangan itu dan dikecup perlahan. Ditahannya tangan itu di bibirnya.

"Dan maaf untuk hari ini. Gue hampir rosakkin lo." Sebelah tangannya mencapai kening gadis itu dan diusap lembut.

Jeno melepaskan kerinduan nya selama empat tahun ini. Ditatapnya satu persatu wajah itu dalam jarak dekat. Wajah yang sangat dirinduinya.

"Gue janji, lo gak bakalan menderita lagi setelah ini." Janjinya lalu mengecup bibir tipis itu lama.

Setelah itu, tubuhnya mendaki naik ke sebelah Jung Gya. Perlahan-lahan, Jeno masuk ke dalam selimut yang digunakan gadis itu, merapatkan tubuhnya yang tidak berbaju dan menarik Jung Gya dari belakang.

"Good night." Kecupan lembut didaratkan pada dahinya sebelum Jeno ikut memejamkan mata.

Biarlah dia menikmati saat ini sementara sebelum pagi menjenguk. Kerana Jeno sadar, sebaik saja matahari terbit, dia tidak bisa berada di sini lagi.

______________________________________________

Jung Gya bergumam perlahan dalam tidurnya. Entah kenapa hari ini, matanya benar-benar sulit untuk dibuka. Seakan-akan ada lem yang menempel pada kedua kelopak matanya.

"Urgh!" Lenguhnya setelah sedaya upaya mencelikkan mata.

Cahaya matahari yang menembusi gorden menyerang kedua matanya, membuat Gya meringis seketika. Matanya kembali dipejamkan sembari mencuba meregangkan sekujur tubuh yang benar-benar terasa kaku.

"Aww.." desisnya saat merasakan sekujur tubuhnya yang tegang.

Seolah-olah dirinya baru habis berkelahi dengan sepuluh ekor gorilla. Belum lagi dengan kepalanya yang pusing dan tekaknya yang terasa kering.

Ada apa ini?, Soalnya pada diri sendiri.

Otaknya mencuba mencantumkan sekeping demi sekeping memori tentang semalam.

Kenapa sulit sekali untuk diingat?

Yang dia tahu, tengahari itu, dia berada di kafe pasangan Wendy-Johnny sebelum panggilan dari Mark datang memberitahu tentang Yuqi.

Seterusnya, dirinya yang pergi ke ATLIT dan menjadi model untuk Yuqi. Naik ke pentas peragaan sebelum sahabatnya itu kembali untuk menyuruhnya bergabung dengan—

Sontak matanya membulat sempurna setelah berjaya mengingat kronologi peristiwa kemarin malam.

Perkara terakhir yang diingatnya, dia meneguk air yang diberikan oleh salah seorang pria tua dan setelah itu.

Owh shit!!

Tubuhnya langsung terduduk di atas kasur. Tidak peduli dengan tubuhnya yang kembali sakit, ia meraba-raba tubuhnya, memeriksa sesuatu. Gaun yang dikenakannya semalam sudah digantikan dengan sepasang kaos besar dan safety short separas paha.

Apa yang terjadi semalam? Bagaimana dirinya bisa pulang ke rumah? Siapa yang menggantikan pakaiannya? Bagaimana mereka tahu lokasi rumahnya?

Satu demi satu persoalan itu masuk ke fikiran Jung Gya namun tiada jawaban yang bisa menjawab.

Satu satu hal yang diingatnya ialah figura dirinya yang minum segelas air.

Ahhh... memikirkannya saja membuat Gya bertambah pusing.

Lupakan. Mungkin saja Yuqi yang membawanya pulang. Kerana setahunya selain Jihoon dan Yuqi, tiada yang tahu keberadaan rumahnya di sini. Bahkan Lucas sekalipun tidak tahu.

Malas mahu berfikir lebih lanjut, Gya mengambil keputusan untuk bertanya pada Yuqi nanti.

Yang penting sekarang dia harus mencari makanan untuk mengisi perut dan minuman untuk menghilangkan serak pada tekaknya.

Huh, sungguh Gya tidak suka perasaan seperti ini.

Langkahnya masih lunglai sedangkan mulutnya terasa pahit. Semacam habis menelan ubat.

Kakinya dibawa keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Peti ais menjadi sasaran utamanya. Walaupun masih lemah dan merasa sakit-sakit di sekujur tubuh, rasa dahaganya masih mendominasi.

Tanpa sedar, Gya melintasi sekujur tubuh yang sedang tidur di sofa ruang tamunya hanya berbantalkan lengan. Pandangannya langsung tidak memandang ke sana.

Peti ais dibuka sebelum mengeluarkan satu botol aqua yang masih bersegel. Dalam sekali tegukan, sebotol air itu licin meluncuri tekaknya yang benar-benar kering.

"Ahh." Barulah Jung Gya merasa tekaknya sedikit nyaman.

Kini, matanya sudah kembali fokus untuk melihat-lihat di kawasan dapur. Siapa tahu ada makanan yang bisa dimakannya pagi ini.

"Eh? Itu siapa? Jihoon?"

Kali ini, matanya menangkap sekujur tubuh yang berbaring di atas sofa membelakanginya.

Matanya menyipit mencuba mengenal siapa yang berada di sofa.

Jarang sekali Jihoon tidur di ruang tamu jika bertandang ke sini.  Selalunya cowok itu akan pulang ataupun memilih untuk tidur di kamar tetamu.

Tapi ini? Di sofa? Bukan gaya seorang Park Jihoon.

Tanpa sedar, kakinya melangkah dengan tenang, mendekat, mencuba memastikan gerangan Jihoon yang sedang tertidur pulas di sofanya pagi-pagi buta begini.

Seakan-akan mengerti, figura itu langsung memalingkan wajah menghadap Jung Gya.

Zuppp

"KAKK MARKKK?!!!"

Tidak bisa dipungkiri, kali ini, Gya benar-benar kaget. Seluruh darahnya seakan-akan naik ke ubun-ubun tanpa tersisa.

"KOK KAK MARK BISA ADA DI SINI?!!"

"Hah? Hah?"

Nyatanya suara nyaring gadis itu membuat Mark terjaga dari tidurnya. Cowok Kanada itu terpinga-pinga dan sama kagetnya saat melihat Jung Gya yang berdiri bercekak pinggang di hadapannya.

"Kenapa kakak bisa ada di sini?!! Kakak tidur di sini semalaman?!! Jadi, yang bawa aku pulang tadi malam itu kakak?!!"

"Ehh?" Mark yang masih linglung tidak bisa menjawab, al hasilnya ia hanya terpinga-pinga bingung.

Darah Jung Gya menyerbu ke wajahnya, pantas tangannya mencapai kayu besbol yang berada di tepi pasu.

"Loh?! Eh, lo mau ngapain?!"

"Harusnya aku yang nanya! Ngapain di sini? Gimana bisa tau kalau aku tinggal di sini? Gimana bisa masuk ke rumah aku? Hah?!"

Soal Jung Gya garang sembari mengangkat kayu besbol tinggi. Bersedia untuk menghayunkan kayu keras itu kepada cowok di depannya ini.

"Eh dengar dulu penjelasan gue! Ini gak kayak yang kamu pikirin loh!" Jelas Mark, ia bangun dari sofa dan menjauh.

"Terus?! Gimana?! Ayo jelasin!"

"Iya! Gue jelasin tapi kayunya disimpan dulu elah! Gue takut nih!" Rengek Mark seperti anak-anak.

Siapa yang tidak kaget coba. Bangun tidur bukannya dihidangkan dengan pemandangan indah malah mahu dipukul.

Ceklekkkk

"Eh? Ini ada apa?"

Satu suara yang datang dari pintu rumahnya mengejutkan kedua Mark dan Jung Gya.

Keduanya memandang serentak pada sepasang kekasih yang juga kelihatan bingung.

"Yuq?" Panggil Gya perlahan. Seketika tumpuannya teralihkan memandang Lucas dan Yuqi yang kelihatan kaget.

Mark mengambil kesempatan, ia berlari menuju ke arah Lucas dan bersembunyi di belakang cowok bongsor itu.

"Ya Tuhan! Syukur aja lo udah bangun! Gue benar-benar khawatir tau gak!"

"Eh?"

Kini giliran Gya yang kebingungan kerana Yuqi tiba-tiba datang ke arahnya dan memeluknya erat.

"Sini, kayu nya simpan dulu. Biar gue jelasin." Yuqi mencapai kayu yang ada di tangan sahabatnya dan menyerahkannya kepada Lucas yang siap siaga berada di belakangnya.

Gya hanya mengikut dengan bingung apabila Yuqi menyeretnya ke ruang tamu. Sedangkan Lucas dan Mark, keduanya berjalan ke meja makan.

Menyediakan sarapan yang baru dibeli mereka tadi.

"Ya Tuhan! Untung lo selamat! Gue hampir mati saat tau lo dibawa sama om-om mesum itu. Tapi lo jangan khawatir ya, mereka udah diurusin sama papanya Lucas. Mereka gak bakalan gangguin lo lagi." Jelas Yuqi panjang lebar.

Sementara Gya yang pada mulanya sudah bingung kian bertambah bingung.

"Gak papa kalau gue gak dapat sponsor itu. Gue juga gak lapar sama uang mereka sampai membahayakan sahabat sendiri."

Gya mengerenyit, pelukan Yuqi dilonggarkan, "sebentar. Gue masih gak ngerti! Apa yang terjadi sebenarnya?"

Yuqi menghela nafas berat.

"Gini, tadi malam, mereka bikin lo mabok. Terus bawa lo kelab. Untung aja Mark liat dan ngekorin mereka. Dia yang udah nelpon gue buat jemput lo di kelab itu. Dia juga yang bantuin gue bawa lo naik ke sini. Gue gak bisa mapah lo sendiri."

"Karna udah lewat, gue nyuruh Mark nginap aja di sini. Gue tidur di kamar tetamu sama Lucas."

Gya mula mendapatkan gambaran apa yang terjadi.

"Tadi, kita beli sarapan. Takut lo laper. Mana isi kulkas lo benar-benar kosong lagi. Sengaja gak bangunin Mark soalnya dia capek."

Gya memejamkan mata. Ahh, dia sudah salah faham dengan Mark tadi.

"Gue mohon ya. Lo jangan marah karna gue bawa Mark sama Lucas ke sini. Soalnya gue benar-benar bingung tadi malam." Yuqi merayu.

"Sebentar. Jadinya, gue dibawa ke kelab sama om-om mesum itu? Terus Kak Mark yang nyelamatin gue? Gitu?"

Yuqi mengangguk sebagai balasan.

Mark dan Lucas yang sudah menyediakan sarapan di atas piring langsung membawa sarapan ke ruang tamu.

Kedua pemuda itu mengambil tempat di sofa yang berhadapan dengan keduanya.

Jung Gya memejamkan mata. Ahh, hal ini benar-benar susah untuk difahami. Sekarang lokasinya terdedah kepada Mark dan Lucas.

Mustahil kedua cowok itu tidak akan bercerita pada seseorang. Seseorang yang sangat dihindari Jung Gya.

Ayo fikir gimana. Ayo otak, cepat fikirin gimana.

Apa dia harus pindah ke apartment baru?

"Tapi lo gak usah khawatir. Gue gak bakalan bilang ke siapa-siapa kalau lo tinggal di sini. Tenang aja." Lucas yang sedar dengan kekhawatiran Jung Gya memberi jaminan.

"Iya. Lo bakal tetap selamat di sini. Gak usah khawatir. Gue juga gak bakalan bilang ke Jeno kalau lo tinggal di sini." Ucap Mark selanjutnya yang langsung mendapat tatapan tajam dari Yuqi.

Ketiga mereka saling berbalas pandang.

"Udah. Jangan terlaku difikirin. Ini, makan. Badan lo lemah banget. Entah apa aja yang mereka kasih ke lo." Yuqi mengalihkan perhatian Jung Gya.

"Hah? M-mereka kasih apa ke gue Yuq?" Gya bertanya hairan.

Membuat Yuqi langsung gegalapan menjawabnya.

"Err..gak! Maksud gue, lo kan mabok. Ya gak tau aja minuman apa mereka kasih ke lo. Soalnya semalam lo mabok banget. Khawatir gue lihatnya!"

Gya mengangguk mengerti. Bubur yang dihulurkan Yuqi dicapai.

Yuqi yang hampir pecah rahsia langsung bisa bernafas lega. Begitu juga dengan Mark yang sedari tadi merasa panik untuk menyembunyikan hakikat sebenarnya.

Mereka sengaja tidak memberitahu Jung Gya kalau yang menyelamatkannya adalah Lee Jeno.

Mereka juga berbohong mengenai apa sebenarnya yang terjadi kepada cewek itu. Dari dirinya yang diberi obat perangsang, hingga fakta kalau Jung Gya dan Lee Jeno hampir...

Ahhh...

Yuqi benar-benar merasa serba salah kerana sudah membohongi Jung Gya.

Tapi dia tidak punya pilihan. Sahabatnya itu baru bisa pulih dari trauma empat tahun lalu dan Yuqi tidak mahu trauma gadis itu datang lagi.

Bisa-bisa Jung Gya mengambil keputusan gila.

Menghilang contohnya.

Biarlah apa yang terjadi tadi malam menjadi rahsia antara dirinya, Lucas, Mark dan Lee Jeno sendiri.

Walaupun Yuqi sulit untuk percaya pada Lee Jeno, namun Yuqi benar-benar berterima kasih kerana cowok itu menyelamatkan Jung Gya semalam.

Pasti dirinya akan menyimpan rasa bersalah andainya pria-pria tua itu berjaya menyentuh Jung Gya..

Lagian, Jeno sudah berjanji tidak akan muncul di hadapan Jung Gya.

Yah, walaupun fakta bahawa kedua mereka hampir saja melakukan —ehem— tadi malam. Yuqi tidak mahu Gya tahu.

"Kok kalian gak makan?"

"Huh?" Ketiga orang itu tersentak.

Rupanya ketiga mereka sedang tergamam. Sarapan yang ada di meja tidak bersentuh.

Dengan gegalapan, mereka bertiga mencapai bekas bubur dan mula menikmati sarapan. Untung saja Jung Gya tidak perasan dengan kecanggungan ketiga orang di hadapannya itu.

Gadis itu sedang lahap menikmati sarapan miliknya.

"Oh iya, kak Mark. Thanks udah tolongin aku. Kalau gak ada kakak, kayaknya aku bakal jadi mangsa mereka. Dan maaf udah layan kakak kasar tadi." Jung Gya berbicara sembari memandang Mark yang sedang tunduk menghadap bubur di tangannya.

"Iya. Gak papa." Balasnya sedikit canggung.

Yuqi hanya mampu memandang Jung Gya dengan tatapan sayu. Hatinya berbelah bahagi antara rasa bersalah dan kasihan.

Bagaimana jika Jeno tidak menepati janji dan memilih untuk datang kembali ke kehidupan Jung Gya? Bagaimana jika sahabatnya ini akan terluka lagi kerana orang yang sama.

'Maafin gue, Gya. Maafin gue.'

_____________________________________________

"Papa!"

"Iya sayang, anak papa. Kenapa? Gembira banget sih kayaknya."

Kim Suho menggamit anaknya untuk mendekat padanya yang mana dituruti oleh sang anak dengan riak senang.

"Gak kok. Cuman senang aja papa ada di rumah." Kim Lia bersuara riang.

Punggungnya dilabuhkan pada sisi kerusi yang ditempati papanya. Tangannya merangkul bahu sang ayah erat seolah-olah tidak ingin lepas.

Suho tertawa kecil, mengusak gemas hujung kepala Lia, "maaf ya. Papa sama mama lagi sibuk ngurusin syarikat."

Pria itu tertawa kecil, "sampai gak punya waktu untuk putri papa ini."

"Ck, gak papa kok pa. Lia ngerti kok." Lia membalas seraya memijit pelan lengan papanya.

"Hmm...kalau gitu, apa kata, kita pergi bercuti, mau gak?"

"Serius pa?"

Ucapan Suho selanjutnya mampu membuat satu senyuman lebar terukir di bibir Lia. Matanya berbinar memandang papanya.

Suho mengangguk sebagai balasan yang lagi-lagi membuat Lia tidak mampu menyembunyikan keriangannya. Sudah lama sekali mereka tidak bepergian bersama sebagai satu keluarga.

"Yeayy!" Soraknya gembira.

"Kalau gitu, Lia mau kita ke Maldives bisa gak pah? Ataupun Hawaii aja. Lia pengen banget deh main pantai di sana. Pasti cantik banget kan?!" Bicaranya antusias.

"Kita ajak Jeno juga yuk? Entar biar Lia jalannya sama Jeno, papa bisa quality time sama mama. Gimana? Pasti seru deh."

Kim Lia terus-terusan berbicara dengan antusias tanpa menyedari riak Kim Suho yang sudah berubah total.

Pria itu kelihatan serba salah untuk mengutarakan hal ini. Tapi lambat-laun, dia harus mengatakannya juga.

Dia ingin membina semula keluarganya agar menjadi satu keluarga utuh. Meskipun dia bisa digelar sebagai salah satu usahawan terkenal di Korea dan di seluruh dunia, itu sama sekali tidak memberikan kebahagian kepadanya.

Keluarga nya hancur. Dan itu sangat menyedihkan jika orang-orang tahu.

"Kenapa pa? Emang papa udah milih tempat lain?" Lia yang menyedari perubahan wajah papanya bertanya.

Ini kesempatan terbaik buat Kim Suho untuk menyatakan niat sebenarnya.

"Kali ini, bukan percutian biasa." Ludahnya ditelan susah payah. Mencuba mencari perkataan sesuai tanpa menyinggung perasaan putrinya yang ini.

Kerana Kim Suho tahu, topik ini sangat sensitif untuk dibicarakan dengan Kim Lia.

"Maksud papa?" Soal Lia lagi. Tanda tanya memenuhi wajahnya.

"Kita akan ke Melbourne. Kita bakal jemput adik kamu di sana."

Riak wajah Kim Lia berubah total sebaik saja mendengar kata-kata papanya. Tanpa diberitahu pun, Lia sendiri mengerti dengan perkataan adik yang disebut papanya.

Itu tidak lain tidak bukan adalah Jung Gya! Musuh terbesarnya!

Pegangannya pada lengan papanya melonggar sebelum punggungnya diangkat. Dia benar-benar tidak suka dengan perkara ini.

"Enggak! Kita gak bakalan pergi ke sana. Apatah lagi jemput dia buat pulang ke rumah ini! Lia gak mau dan Lia gak akan ijinin papa lakuin itu!" Lia membentak kasar yang mana membuat Suho tersentak kaget.

Dia berdiri dan berura-ura untuk mendekati anaknya.

"Dengerin papa dulu sayang. Jangan begini. Papa cuman mau keluarga kita bahagia seperti dulu lagi." Jelasnya namun mendapat decihan kasar daripada Kim Lia.

"Bahagia pa? Kita udah cukup bahagia kok tanpa dia! Tanpa cewek itu juga kita bahagia kan pa! Di sisi mana lagi papa bisa bilang papa gak bahagia?!"

Suho tersentak dengan suara tinggi yang digunakan Lia. Wajah putrinya itu merah padam menahan amarah yang membuncah.

"Papa punya aku! Papanya punya mama! Harta kita udah banyak! Papa sama mama berjaya nyelamatin syarikat yang hampir rusak gara-gara Kak Jaehyun!"

"K-kamu tau?"

Lia tersenyum sinis, "apa? Papa fikir aku gak tau kalau Kak Jaehyun mutusin untuk keluar dari keluarga kita gara-gara anak itu?! Papa fikir aku gak tau kalau Kak Jaehyun melepas jabatannya di perusahaan di Paris demi anak itu?!"

"Aku tau pa!! Aku tau semuanya! Aku tau kalau perusahaan di sana hampir bangkrup sampai mama sama papa harus bolak-balik ke sana cuman buat nyelamatin perusahaan yang dilepas Kak Jaehyun! Aku tau pa!"

Suho tidak bisa berkata-kata sebaik saja mendengar pengakuan jujur Lia.

"Dengan segala yang terjadi, papa masih mahu cari anak gak sadar diri itu? Papa masih mau bawa dia masuk lagi ke keluarga kita?"

"Wow! Amazing!"

Lia ketawa kecil. Hampir tidak kedengaran. Dadanya turun naik menahan amarah. Segala rasa bencinya naik meruap begitu sahaja.

"Papa masih gak sadar? Butuh aku buka mata papa biar bisa lihat kalau dia itu gak baik untuk kebahagiaan keluarga kita. Dia dan ibunya itu hanya bisa bawa sial ke rumah kita! Gak lebih!"

"Lia!"

Pandangan keduanya teralihkan pada ambang pintu. Di mana suara pekikan itu datang.

"Ngomong apa kamu?!" Bae Irene yang entah sejak kapan ada di sana memarahi anaknya yang sudah keterlaluan.

Kini Lia menghadap mamanya yang berdiri di hadapan pintu.

"Kenapa mama sekaget itu? Bukan apa yang aku bilang ini benar? Iya kan? Pasti mama juga mengakui kalau kata-kata aku soal mereka itu benar! Mereka yang hampir merampas kebahagiaan mama dulu!"

"Apa aku juga harus bantu mama biar bisa lihat semuanya?! Iya!"

Irene yang begitu tidak percaya dengan kata-kata anaknya menghampiri Lia. Sedaya upaya dia menahan diri untuk tidak hilang kesabaran kepada putri satu-satunya itu.

Lia menepis tangan Irene yang cuba menggapai tangannya.

"Kenapa sih sama semua yang ada di keluarga ini? Gak Kak Jaehyun, gak papa dan mama juga! Mati-matian belain mereka seolah-olah mereka itu benar-benar penting!"

"Gya juga anak papa, Lia. Kalau kamu lupa." Lirih Suho lembut. Berharap agar anaknya itu bisa memahami.

Sedikit saja.

Namun, tidak sesuai ekspektasi, Lia malah mendelik tajam.

"Anak? Iya, dia anak papa?" Sinis Lia.

"Tapi apa dia pernah anggap papa sebagai ayahnya? Atau cuman papa yang berfantasi sendiri?"

"Buktinya dia malah milih untuk ikut sama orang lain kan daripada papa. Dia lebih rela ke Melbourne, buat tinggal sama orang asing daripada pulang ke sisi papa? Bukan itu sudah jelas buat buktiin kalau dia gak pernah anggap papa sebagai ayahnya?"

Kali ini, pernyataan Lia berjaya menohok hati Kim Suho. Dadanya terasa diremat kasar. Ia seolah-olah ditampar kenyataan kalau anaknya sendiri tidak pernah menganggapnya sebagai ayah.

Apakah ini hukuman Tuhan kepadanya kerana telah menyia-nyiakan Jung Jisoo dulu? Apakah ini karma yang harus ditanggungnya?

Kerana jika benar, ini benar-benar menyiksanya.

Dada kirinya mendadak sakit seolah-olah direntap kasar. Tangannya memegang dadanya erat sementara kakinya sudah terasa lemah.

"Aku gak peduli! Aku gak akan biarin dia masuk ke rumah ini! Dan kalau papa sama mama masih berkeras, aku yang bakal pergi selamanya!"

Lia tidak mempedulikan papanya yang jelas-jelas sedang kesakitan. Egonya sendiri sudah mengelabui matanya untuk melihat apa yang terjadi di hadapannya.

Setelah mengeluarkan kata-kata itu, Lia langsung berlalu keluar, meninggalkan ruangan itu.

"Lia! Kim Lia!" Irene menyusul dari belakang.

Sepeninggalan mereka berdua, Suho yang sudah tidak mampu menahan bobot tubuhnya langsung terduduk lemah di atas kerusi kerjanya.

Hatinya menganjal dengan rasa sakit.

Semuanya salahnya. Kehancuran keluarganya hari ini berpunca daripada dirinya sendiri.

Kesalahan masa lalunya kini menjadi bumerang dalam hidupnya sendiri. Hingga dia gagal mendapat kebahagiaan.

Dia gagal melindungi keluarganya sendiri.

'Jisoo-ya.. maafin aku. Maafin aku.'

Lagi-lagi, nama wanita itu meniti di bibirnya.

Bersambung....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience