·
·
·
"Semakin keras aku berusaha untuk bertahan,
semakin dalam luka yang kau coretkan.
·
·
·
"Phewiit. Tuh udah datang primadona kalian." Suara siulan dan sorakan kedengaran sebaik saja Gya dan Gyo berjalan keluar dari mobil milik Renjun.
Berusaha mengabaikan suara suara dari perkumpulan beberapa orang cowok dan cewek yang tidak lain tidak bukan adalah teman teman Jeno dan Lia. Mereka sedang duduk di parkir. Di atas motor masing masing.
Oh, juga cewek itu sudah kembali ke sekolah setelah dua minggu ini tidak masuk. Atas alasan sakit.
"Eh Gya, lo ke sini. Bawa sekalian kembar cacat lo." Itu suara Haechan yang lagi lagi memanggil Gya dan Gyo dengan panggilan kasar.
Langkah Gya terhenti lagi di sana. Tangannya terkepal erat, cuba menahan segala amarahnya mendengar Gyo dipanggil cacat. Jika ketika ini mereka tidak berada di kawasan sekolah, Gya pasti akan menghajar cukup cukup cowok itu.
Cewek itu berpaling, memandang Gyo. Kemudian, matanya menangkap kelibat Ningning, salah seorang teman sekelas Gyo. Gadis China itu baru melepasi gerbang sekolah.
"Ning, bisa bantuin nggak?" Soalnya lembut.
Menoleh perlahan, Ningning mengangkat keningnya sebelah. Memandang Gya yang masih memaku di tempatnya. Belum berganjak sama sekali dari tempatnya berdiri.
"Heh, udah kembarannya bisu keknya lo juga ikut ikutan tuli ya? Cepetan ke sini!!" Kali ini, suara Nancy, sahabat Lia yang memanggilnya. Kedua cewek yang baru saja berinteraksi itu pantas menoleh, memandang ke hadapan.
Berdesing telinga Gya mendengar hinaan itu. Sementara Ningning, memahami maksud panggilan Gya tadi. Dia menghembus nafas perlahan, kemudian tersenyum dan mencuba menarik tangan Gyo untuk ikut dengannya.
Gya langsung lega melihat itu. Syukurlah setidaknya ada orang yang benar benar ikhlas membantu mereka berdua.
Pandangan nya teralihkan pada kembarannya, "Gyo, ke kelas dulu ya sama Ningning. Entar istirahat Gya samperin Gyo."
Gyo menggeleng tidak mahu. Mengeratkan genggaman tangannya pada adik kembarnya. Walaupun dia berkekurangan, Gyo tidak bodoh untuk memahami situasi.
Anak anak nakal yang memanggil adiknya itu pasti akan menyakiti Gya. Begitu fikirannya.
Gya tidak tega melihat itu, pantas menarik Gyo ke dalam pelukannya, melingkarkan lengannya ke tengkuk Gyo. "Udah nggak papa. Mereka nggak bakalan nyakitin Gya. Gya kuat kok." Pujuknya lagi.
Setelah itu, barulah Gyo mahu ikut dengan Ningning. Menuju ke kelasnya bersama.
Melihat kembarnya sudah menjauh, barulah Gya berpaling dan terus melangkah ke arah Jeno clan. Mencuba menahan segala rasa geramnya dalam dalam.
"Kenapa kak?"
Sampai saja di depan mereka, lebih tepatnya hadapan Jeno, dia langsung membuka mulut. Sebenarnya merasa malas untuk berlama lama dengan mereka.
"Kenapa lo nggak bawa si bisu ke sini sih?" Soal Nancy lagi tajam.
Malas menjawab, Gya mengabaikan kata kata itu. Dia tidak mempunyai urusan dengan Nancy, jadi buat apa jika dia menjawab pertanyaan gila cewek blasteran itu.
Tidak! Dia sama sekali tidak akan membawa Gyo ke hadapan mereka. Cukup dirinya. Gyo jangan.
"Kak Haechan ngapain manggil aku." Mengabaikan Nancy, Gya lagi lagi bertanya pada Haechan. Lagian yang memanggilnya tadi adalah Haechan. Bukan Nancy.
Seketika, Gya mengerling ke arah dua pasangan yang melekat bersama seperti belangkas. Jeno yang duduk di tempat duduk motor berkuasa tinggi nya, melingkarkan lengan kekarnya di bahu Lia dengan posisi cewek itu juga bertengger pada motor Lee Jeno.
"Argh!"
Gya menjerit perlahan apabila dengan tiba tiba, dirinya ditolak dari belakang oleh tangan seseorang. Tolakan yang sangat kuat dan tiba tiba sehingga membuat Gya tidak sempat menyeimbangkan badan dan terjatuh begitu saja dalam posisi melutut. Tas sekolahnya tercampak dan isinya berkeluaran.
Meringis sakit, rasanya lutut Gya bisa robek. Apalagi dia terjatuh tepat di atas jalan berkelikir.
Kemudian, kedengaran ketawa Nancy yang kuat di tepinya, "HAHAHA"
Jeno dan teman temannya yang lain, hanya diam tanpa berkutik di sana. Menjadi saksi penindasan yang dialami Gya. Sementara Lia, cewek manis itu menoleh sekilas untuk melihat reaksi Jeno.
Datar. Jeno tidak menunjukkan reaksi apa apa. Sebaliknya, hanya memandang jauh ke arah Gya yang kini melutut tepat di hadapannya.
"Rasain lo. Makanya jangan sok genit lo depan kita. Emang lo nggak dengar gue punya pertanyaan tadi? Apa lo juga ikutan tuli kayak si kembar lo itu?" Bentak Nancy.
Sakit hatinya apabila cewek itu tidak melayani pertanyaan nya tadi dan sebaliknya berbicara dengan Haechan.
"Kalau benar, ya cocok dong lo sama kembaran lo. Sama sama cacat." Sinisnya tajam. "Apa jangan jangan mama lo juga bu-"
"Nan, jangan kayak gitu lah. Kasian." Nancy tidak sempat menghabiskan kata katanya apabila Lia yang sedari tadi siap menempel bersama Jeno kini menghalang kata katanya.
Cewek berkuncir satu itu kemudian menoleh pada Lee Jeno di sebelahnya, mengusap perlahan pipi kekasihnya itu seraya berbicara, "Jen, aku ke kelas dulu ya. Nggak papa kan?"
Nada manja cewek itu berhasil membuat Lee Jeno menoleh, sekilas senyuman terbit dari bibirnya tapi tidak sampai menampakkan eye smile nya.
"Ya udah. Duluan aja sana." Balasnya perlahan lalu mengusap sayang kepala Lia yang dikuncir satu dengan karet rambut berbentuk reben di atasnya.
"Okay. Entar istirahat aku samperin kamu ke kelas ya?" Dan dengan selamba, Lia mengucup lembut bibir Jeno tanpa mempedulikan reaksi teman teman Jeno yang berdehem kecil mengusik.
"Lah ini juga anak dua nggak liat liat keadaan. Ingat sekolah oii." Renjun yang sememangnya anti romantik itu berdengus geli.
"Better get a room dude." -Mark.
Sementara Haechan, Chenle dan Jisung hanya diam. Mana berani mereka mahu menyampuk kemesraan antara sang raja dan ratu Serim High.
Suara gunjingan gunjingan itu hanya dipandang sepi oleh Lia. Ya dia tidak peduli. Lagian juga Lee Jeno kan memang miliknya seorang.
Makanya tiada alasan untuk dirinya merasa malu.
Kemudian, cewek itu lantas menggapai lengan Nancy yang sudah seperti gunung berapi. Hampir meletus kerana geram. Mendingan dia membawa temannya itu untuk ke kelas duluan.
"Udah Nan. Ayo ke kelas." Nancy yang melihat Lia sengaja menghentikan aktiviti nya membuli Jung Gya berdengus kasar dan berpeluk tubuh.
Lia selalu saja seperti itu. Sahabat nya yang satu itu akan selalu menghentikan segala apa yang dilakukannya kepada Jung Gya.
Sampai kadang kadang Nancy sendiri terheran heran. Jelas jelas Jung Gya itu selingkuhan Lee Jeno. Cewek murahan yang sudah menggoda pacar cewek itu sendiri. Masa dia hanya membiarkan sih.
"Untung lo ya teman gue ini baik. Kalau nggak nahas lo!" Sempat dia mencaci Gya sebelum berlalu melangkah bersama Lia. Tapi sebelumnya, Nancy menoleh memandang ke arah Jeno.
"Nggak habis fikir gue gimana si Jeno bisa selingkuhin lo sama cewek rendahan kayak dia. Kayak nggak ada cewek lain aja. Setidaknya yang setaraf kek sama lo!" Keletus cewek bule itu geram.
Dan melangkah pergi meninggalkan Jeno dan teman temannya.
Tinggallah Gya yang masih terduduk di atas jalan tanpa ada satu pun yang mahu membantu. Malah yang lalu lalang di sana juga hanya melihat saja sambil kadang kadang melemparkan cacian tidak jelas.
Gya menggenggam erat tangannya sebelum mencuba untuk bangun. Menepuk nepuk sedikit seragam sekolahnya. Lalu mengutip tasnya sambil tertunduk. Menyembunyikan wajahnya yang merah padam dan giginya yang terketap rapat.
Jujur, dia nyaris lepas kendali dan menyeran Nancy semula ketika Nancy berbicara mengenai ibunya. Untung saja, ada Kim Lia yang menghalang.
Dasar munafik!
"Cukup kan hari ini?" Sinisnya sembari memandang singkat kepada Haechan serta mereka yang lainnya. "Kalau nggak ada apa apa lagi, aku ke kelas dulu. Bel mau bunyi."
Laju saja bibirnya berbicara sebelum berpaling dan ingin melangkah pergi.
Srett..
Baru beberapa langkah, Gya kembali terjingat kecil apabila seseorang lagi lagi memegang tasnya. Apa lagi sih yang mereka mahu? Apa belum cukup 'hadiah' pagi hari mereka tadi?
Malangnya kata kata itu hanya tersekat di kerongkongannya apabila mendapat tahu yang sedang menarik kasar tasnya tika ini adalah Lee Jeno.
"Kita mau ke mana kak?!" Jerit Gya apabila Jeno mencengkam tangannya dan mengheretnya menyaingi langkah besar cowok itu.
Tapi seperti biasa, Jeno tidak menjawab. Hanya menonong pergi dengan Gya di tangannya.
______________________________________________
Gya berjalan sendirian sambil kepalanya tertunduk. Luka di lutut dan telapak tangannya terasa sedikit perih. Sesekali Gya melirik perban luka di lututnya.
Tadi pagi, Jeno membawanya ke belakang bangsal sekolah, menyuruhnya menunggu di sana sebelum cowok itu sendiri berlalu dari sana. Tidak lama kemudian, cowok itu datang, bersama seorang adik tingkat yang kelihatan takut takut.
Heejin. Dengan bekas P3K di tangannya.
Adik manis itu yang merawat lukanya. Dan ketika ditanya, Heejin bilang, Jeno yang memanggilnya untuk ke sini. Tentu saja Heejin takut tapi Jeno membayarnya.
Hasilnya, ya seperti ini.
Gya entah kenapa merasa serba salah dengan anak itu. Dia kan bisa saja pergi ke UKS sendiri. Atau paling tidak, membeli perban di koperasi sekolah dan merawatnya sendiri. Tidak perlu cowok itu membawa orang ke depannya.
"Oh jadi ternyata lo sekolah di sini?"
Teguran itu membuat Gya yang sedang berfikir sendiri itu terhenti. Itu suara yang dikenalinya. Sontak kepalanya terangkat, melihat oknum yang ada di depannya.
"Lo?!! Kok di sini?!"
Pekiknya sedikit kuat, membuat suaranya kedengaran sedikit bergema di balkon perpus yang berada di tingkat atas itu. Untung saja tidak ada orang di sana selain dirinya dan oknum yang menegurnya barusan.
Cowok bertubuh bongsor itu berjalan maju beberapa langkah sembari melipat lengan ke dada. Menatap lekat ke arah Gya yang masih kaget dengan kehadirannya.
"Finally, setelah berbulan bulan lamanya gue cari lo." Decihnya bersama senyuman miring khas miliknya. Membuat gadis di depannya itu berundur beberapa langkah ke belakang.
"Gue cari ke kafe tapi kata si Johnny, lo udah nggak kerja di sana. Dan lo fikir, bisa lari dari gue setelah pindah ke kafe tunangannya Johnny. Ch. Silap besar Gya."
Kerana menerima asakan demi asakan sebegitu, tanpa sedar, tubuh kecil Gya sudah bersandar pada tepi dinding perpustakaan. Sementara cowok bermata sepet di hadapannya itu sudah berdiri sangat dekat di depannya.
"Ji-hoon, lo kenapa bisa di sini?"
Sedikit terbata, Gya menanyakan soalan itu. Mencuba melangkah pergi, tetapi tubuhnya terperangkap di antara kedua lengan cowok itu yang sengaja diletakkan di tepi kedua tubuhnya.
"Ya nyariin lo lah. Lo tau kan, gue-" sengaja cowok bernama itu mengangkat jari telunjuknya, mengemas sedikit rambut Gya yang terkeluar dari kunciran satunya. "..suka banget sama lo."
Gya merinding. Tidak menyangka yang Jihoon akan menemuinya di sini setelah beberapa waktu berusaha lari dari cowok itu. Dan melihat seragam Serim High yang dikenakan Jihoon, Gya tahu, sama sepertinya, Jihoon sekolah di sini.
Ah bala apa lagi ini? Tidak cukup kah penderitaan nya ditindas Jeno tika ini?
"Ji, k-kita di sekolah.." Gya mencuba menolak Jihoon menjauhinya sambil memandang ke sekeliling. Takut jika ada orang yang akan melihatnya di sini.
Jihoon berdecih perlahan, mengabaikan kata kata Jung Gya. "Terus? Kenapa kalau kita di sekolah? Lagian juga nih sekolah punya bokap gue."
"Lo fikir sampai kapan lo bisa kabur dari gue Gya?" Jihoon mendesis. "Ke mana pun lo kabur, gue pasti bisa temuin lo."
Gya benar benar gelabah. Tidak cukupkah lagi dia harus berhadapan dengan perangai devil Lee Jeno? Kehadiran Park Jihoon sama sekali tidak membantu nya untuk menjadi lebih baik.
Cowok itu tidak ada bedanya dengan orang orang yang merundungnya.
Ahh, stress!!
"Jihoon, please gue mohon sama lo. Stop kejar kejar hidup gue sama Gyo! Gue nggak butuh satu lagi masalah dalam hidup gue!"
Jihoon tidak peduli, menggeleng perlahan.
"Okay, kalau lo maunya kayak gitu." Seakan akan ada harapan dalam kata kata Jihoon, membuat Gya mula tersenyum.
"Tapi ada syaratnya.." Dengan suara sengaja dileretkan, Jihoon kembali mengusak poni Gya yang menutupi separuh kepalanya.
"Apa?"
"Ikut gue pulang ketemu bonyok gue!"
Shit! Lagi lagi syarat itu.
Gya menahan geram di dalam hatinya. Mengumpulkan segala kekuatan dalamnya, Gya mengangkat kaki kanannya lalu menginjak kuat kaki cowok bongsor itu.
"Aww hey Jung Gya!" Jihoon meringis sakit. Pegangannya melonggar membuat Gya berura ura untuk melarikan diri.
"Lo mau ke mana hah?" Refleksnya lebih pantas apabila dengan mudah, Jihoon kembali memegang lengan kanan Gya, membuat cewek itu kembali terdorong ke belakang dan menabrak cowok itu.
"Ji lepasin gue! Gue nggak mau!!" Cewek itu berontak. Menahan berat badannya agar tidak terseret oleh Jihoon.
"Ahh gue nggak peduli. Lo harus ikut gue pulang ke US." Cowok itu serius. Dia akan membawa Gya terbang ke US hari ini juga.
Sudah cukup 9 bulan dia menjejak cewek itu.
"Gue teriak nih!!"
"Ye ye teriak aja gue nggak peduli." Jihoon kembali menyeret cewek itu untuk turut dengannya. Mudah baginya untuk menyeret Gya yang kecil dan pendek.
"Bangsat lepasin dia!!"
Belum juga Gya sempat mengelipkan mata, satu suara kasar menerpa halwa telinganya. Dan tanpa Gya sedar Jihoon yang tadinya berada dekat dengannya kini sudah terlempar ke sudut dinding.
"Jihoon!" Pekik Gya kaget tapi apa yang lebih membuatnya kaget, yang baru saja menumbuk Jihoon sebentar tadi tidak lain tidak bukan adalah Lee Jeno.
Gya panik. Tidak sempat berfikir dari mana Jeno bisa mengetahui dirinya berada di sini.
"Lo siapa nyentuh nyentuh dia? Hah?! Mau mati lo!!" Wajah Jeno merah padam dan tanpa henti menghadiahkan tumbukan pada Jihoon sedangkan cowok itu tidak melawan sama sekali.
"Kak Jeno! Stop! Plis stop!" Gya cuba menghalang, mendekat ke arah Jeno yang seakan akan kehilangan kendali dan tanpa peduli menghentam Jihoon.
Sedangkan Jeno sendiri benar benar marah melihat cowok baru ini sewenang wenangnya menyentuh Gya. Tidakkah cowok ini tahu kalau dia tidak suka miliknya disentuh.
"Kak...sudah kak." Jeno menarik lengan Gya tapi malah ditepis kasar.
"Arkhh, kak Jeno!" Gya meringis sakit apabila belakang kepalanya menghentam dinding. Lututnya yang tadi sakit seakan kembali robek.
Belum lama kemudian, datang Mark yang sememangnya satu kelas dengan Jeno. Berusaha menahan tubuh cowok itu daripada terus terusan menghentam Jihoon.
"Hey, Jeno! Stop it." Mark menahan Jeno dari belakang dengan susah payah. Menariknya untuk berhenti.
"LEE JENO HENTIKAN!!"
Suara Pak Kyungsoo, salah satu guru tergalak di sekolah itu akhirnya berjaya membuat Jeno, Mark dan Jihoon berhenti.
Gya yang menyedari kehadiran guru disiplin itu pantas bangun. Dan ketika itulah matanya bisa melihat kerumunan yang rupa rupanya dari tadi menjadi saksi keributan mereka.
Semua berstatus kakak tingkat yang berada satu kelas dengan Jeno. Gya dapat mengagak bahawa tadi kelas Jeno berada di dalam.
"Apa apaan kamu Lee Jeno! Hari hari kerjaan kamu cuman bikin keributan aja! Apa hak yang kamu punya untuk membelasah anak anak lain? Hah?"
Anak anak lain sudah kicep sebaik saja Pak Kyungsoo membuka suara sedangkan Jeno sendiri memilih untuk pura pura budeg. Dia melepaskan pegangan Mark tapi matanya menusuk tajam kepada satu orang.
Jung Gya.
"Sekarang, ikut saya ke- LEE JENO!"
Belum sempat Pak Kyungsoo menghabiskan ayat, Jeno sudah berlalu dari sana. Dan buat sekian kalinya, tangan Jung Gya berada dalam genggaman nya.
Cowok itu mengheret Gya untuk ikut bersamanya. Tanpa mempedulikan jeritan kesakitan cewek itu.
"Kak Jeno!! Kak...kita mau ke mana?!"
Gya tahu, riwayatnya akan tamat setelah ini. Minggu ini, dua hari berturut-turut, dia membuat sisi gelap Lee Jeno bangun.
Sungguh minggu yang sangat sial bagi Gya.
Share this novel