Jeno menekan pedal minyak kuat. Seakan akan tidak takut dengan kelajuan mobil yang sudah melesak laju di tengah tengah jalan gelap.
Adrenalin nya meningkat dan tidak terpuaskan. Sudah hampir 2 jam mengenderai secara berbahaya di balapan mobil Kak Doyoung, salah satu kenalannya yang punya balapan mobil secara legal.
Juga, orang yang paling dekat sama dia.
"Arghh!! Shitt!" Umpatnya kasar sebaik saja mobil dihentikan di tengah putaran berputar yang ada di trek.
Ia merasa rugi. Ini sama sekali tidak membantu nya untuk tenang sama sekali. Bahkan rasa marahnya semakin membara. Ia butuh pelampiasan kekesalan.
Jika balapan tidak membantu banyak, mungkin setelah ini, dia akan pergi ke gym. Workout agar adrenaline rush-nya bisa terbayarkan. Ataupun..jika tidak membantu juga. Mungkin..mengunjungi Gya?
Argh, sepertinya bukan pilihan yang tepat!
Dengan hatinya yang sedang marah begini, jika berhadapan dengan Jung Gya, Jeno tidak mahu amarah itu terlampiaskan ke cewek itu. Tidak, amarahnya yang kali ini bukan amarah biasa ketika cewek itu membantah nya atau ketika Jung Gya berdebat dengannya.
Amarahnya kali ini berasal dari sosok sialan yang entah sejak kapan muncul lagi di depannya.
Lee Taeyong, anak Lee Jeongho. Notabene-nya, sepupu Lee Jeno.
Huh, hidupnya miris banget. Nggak ada satu pun yang tahu mengenai hal yang satu ini. Selama ini, sahabat sahabatnya itu hanya tahu masalah yang dihadapinya hanya sebatas pertengkaran dengan paman yang pemaksa.
Sebatas itu. Tiada siapa yang tahu, perbalahan keduanya malah lebih besar daripada itu.
Dan pada akhirnya, Jeno memilih untuk keluar dari balapan. Membawa mobil Spencer-nya melaju dan kali ini membelah jalan raya Seoul.
Ia memilih untuk pergi ke rumah Jung Gya. Semoga cewek itu bisa meredakan api amarahnya.
Lupakan dahulu mengenai hal ia ternampak cewek itu makan siang dengan laki laki lain. Hal itu akan dibahas kemudian. Yang penting, kali ini, dia harus menemui cewek yang selalu menjadi sumber ketenangannya.
Hanya dengan menghirup aroma khas yang dimiliki cewek itu. Fetish aneh yang dimiliki Jeno pada seorang cewek bernama Jung Gya.
Setengah jam melalui perjalanan yang terasa panjang, Jeno kini berada di depan pagar rumah kecil yang kelihatan aneh kerana berada di tengah tengah lautan rumah lain yang lebih mahal dan berkelas.
Pertama kali datang ke rumah ini dulu, Jeno juga sempat mengutuk. Kenapa rumah buruk kayak ini masih dipertahanin oleh orang-orang di sekeliling. Kenapa nggak diroboh aja terus tapaknya digunakan buat bina rumah yang lebih mahal.
Jam 9.45 malam. Harusnya Gya belum tidur kan saat saat begini.
Jeno masih diam di dalam mobil. Matanya tertumpu tepat pada pintu rumah kayu yang tertutup rapat. Hatinya dipujuk beberapa kali agar tidak menempiaskan kemarahan pada pemilik rumah itu nanti saat mereka ketemu.
Huh, sejak kapan ia peduli dengan Jung Gya. Sedangkan sebelum ini, dia sering seenaknya pada cewek itu.
Kalau mau marah, ya marah aja. Kalau mau nyosor, ya nyosor aja.
Nah, tepat seperti jangkaan Jeno, daun pintu terkuak dari dalam. Menampilkan sosok seorang cewek yang sedang berjalan ke arahnya dengan tubuh yang terbalut kaos merah jambu bergambar Mickey Mouse dan seluar tidur selutut bercorak kotak kotak.
Rambutnya yang panjang mencecah pinggang dibiarkan tergerai sambil sesekali beralun ditiup angin.
Kaca mobilnya diketuk.
"Kak Jeno ngapain di sini?"
"Emang gue nggak boleh ke sini?"
Soalan dibalas dengan soalan. Jeno menyalakan rokok mint yang dicapainya dari dashboard lalu dinyalakan dengan korek api perak miliknya.
Kedengaran hembusan kekesalan dari Gya di luar sana.
"Kalau kak Jeno nggak punya urusan ke sini, mendingan kakak pulang aja gih. Entar nggak enak sama tetangga kalau liat ada cowok di rumah Gya malam malam kayak gini."
Jeno mengerutkan keningnya bersama kepulan asap yang keluar dari mulut dan hidungnya, tepat mengenai wajah polos tanpa make up Gya.
"Ish, Kak Jeno.."
Senyuman kecil terlihat di bibir tipis cowok itu saat melihat Gya yang merungut kecil sambil mengibas tangannya. Menghalang asap rokok yang terkena pada nya.
"Tumben tuh peduli. Bukan selalunya gue masuk ke dalam rumah lo? Apa..tetangga lo nggak curiga? Nggak ada yang ngatain kalau lo sama gue lagi nge-"
Belum sempat menuntaskan ayat, bibir cowok itu sudah dibekap dengan tangan halus Jung Gya.
"Eeee, kak Jeno!!"
Lagi-lagi, bekapan itu terlepas apabila Jeno bertindak nakal dengan menjilat telapak tangan cewek itu dengan lidahnya.
Sengaja, ingin melihat cewek itu merungut sebal dengan tindakannya.
"Maunya apa sih? Cepat kasih tau. Kalau nggak ada apa apa, pulang aja sana ke habitat Kak Jeno!"
Gya merungut geram dengan kedatangan tiba tiba Jeno pada malam yang tenang ini. Serta merta malam indahnya yang dihabiskan dengan menonton Drakor Penthouse langsung gonjang ganjing ketika melihat mobil Jeno yang tergeletak di depan pagarnya.
Tidak biasa Jeno datang ke rumahnya saat liburan semester. Kerana setahunya, Jeno lebih senang meluangkan masa dengan pacar asli cowok itu.
"Lo liatkan rokok gue udah mau habis?" Ujar cowok itu seraya menunjukkan puntung rokoknya yang hampir habis.
"Iya! Terus kenapa? Pengen dibawain asbak?"
Jeno menggeleng dengan rungutan frustasi cewek itu. "Gue kasih lo masa, sampai rokok gue habis, ganti baju, terus ikut gue."
Hah? Rasanya rahang Jung Gya hampir copot setelah mendengar arahan dadakan Lee Jeno di depannya ini dengan wajah tanpa dosa.
"Mau ke mana?! Ini tuh udah malam kak Jeno. Yang benar aja!"
Benar, ini sudah malam banget. Lagian Gya tidak tahu entah Jeno kesambet hantu apa sampai sampai cowok itu datang ke rumahnya dan menyuruhnya untuk ganti baju.
"Ogah ah. Gya nggak mau."
Cewek itu sudah ingin berlalu pergi dari hadapan Jeno namun langkahnya lagi lagi mati apabila oknum bernama Lee Jeno itu menekan hon panjang. Benar benar panjang.
"Lee Jeno!!" Gya kembali berlari ke mobil Jeno, menyuruh cowok itu untuk berhenti menekan hon.
Malam-malam begini, saat tetangganya sudah tidur, Jeno malah melakukan keributan!
Jeno mengangkat keningnya, tersenyum miring.
"Lo ngebantah, gue bakal bikin yang lebih teruk dari ini." Rokok yang sudah tinggal sedikit kembali dihisap.
"Gue bakal bikin keributan sampai semua tetangga lo bangun. Biar mereka tauk, kalau selama ini, anak gadis di rumah buruk ini, selalu bawa cowok pulang." Sambungnya bersama smirk nakal yang tersungging di bibirnya.
Ugutan Jeno berjaya apabila Jung Gya bertindak menghentakkan kakinya kesal. Wajahnya cemberut, mengutuk Jeno yang memaksanya sewenang nya.
"Cepetan! Sebelum rokok gue habis, lo udah harus ada di sini!"
"Yeyeye!" Cibir Gya sambil melangkah dengan langkah berdentum-dentum.
Mulutnya tidak habis habis mengerutuk dan mengatai Lee Jeno. Dan tanpa sedar lagi, aksi itu berjaya membuat Jeno tersenyum.
________________________________________
"Kak Jeno, Gya nggak mau masuk!"
Jung Gya menahan diri dari pegangan erat Lee Jeno pada lengannya apabila cowok itu bertindak mengheretnya untuk ikut masuk ke dalam gim.
Sebuah gim mewah yang terletak di Gangnam.
"Bisa nggak lo nurut aja! Gue bawa lo ke sini bukan mau denger penolakan ye!" Marah Jeno seraya kembali meneruskan langkah, menarik Gya untuk membuntuti langkahnya.
Lagi-lagi, Gya sengaja menambah beban pada kakinya untuk tidak terseret akibat seretan Jeno yang bertenaga.
Sungguh, ia takut untuk masuk ke bangunan yang tertulis XJ GYM di pintu masuknya itu. Ia tidak biasa dan masih terbayang peristiwa Jeno yang membawanya ke markas Arthdal dan hampir menjadi taruhan balapan mobil.
Entah kali ini apa yang bakal terjadi kepadanya.
"Sebaiknya lo nggak mencabar kesabaran gue Gya. Suasana hati gue emang udah buruk banget dari tadi siang! Jangan nambah-nambahin kesal gue!"
Ketus Jeno seraya memandang Jung Gya yang kelihatan berat amat untuk menurut dengannya. Cewek yang mengenakan kaos hitam lengan panjang dan jeans separas bawah lutut itu dipandang tajam.
"Lo benar-benar nggak mau ikut gue masuk?!" Soalnya lagi apabila Gya masih saja membisu. Kini suaranya sedikit perlahan daripada tadi.
"Iya, Gya nggak mau. Kita pulang aja." Lirih Gya dengan suara yang sengaja disayukan. Berharap Jeno mau mendengarkannya.
Jeno menekan hujung lidahnya ke tepi gigi kanan seraya menganggukkan kepala beberapa kali.
Yes! Gya sudah bersorak di dalam hati kerana Jeno seolah olah terpujuk. Ayo, terusin memujuk.
Tangan Jeno yang berada di lengan kanannya dileraikan.
"Yuk, pulang aj-AAAAA KAK JENO!!"
Belum sempat menghabiskan kata kata, Gya udah kembali terpekik apabila Jeno bertindak mengaut tubuhnya dengan mudah lalu diletakkan di bahu kanan cowok itu.
"Kak!! Lepasin Gya! Gya bisa jalan sendiri! Nggak perlu di-loh?!! Kok kita masuk ke sini sih?? Katanya mau pulang?!!!"
Bertubi tubi soalan meluncur keluar daripada mulut Jung Gya apabila langkah Jeno kini semakin hampir menuju ke arah pintu gim.
Dengan tubuhnya yang berada di bahu kekar Jeno, kedua kakinya berada di depan dan ditahan agar tidak terjatuh ke jalan tar yang kasar.
Gya berontak. Memukul belakang tubuh Jeno sekuat tenaga tapi langsung tidak memberi kesan. Malah Jeno dengan antengnya bersiul senang dan semakin hampir ke pintu gim.
"Hey bro! Lama banget nggak ketemu!"
Masuk saja ke dalam, di hadapan meja repsesionis, seorang cowok berkaca mata menyapa kedatangan Jeno. Mereka bersalaman dengan posisi Jeno yang masih menggendong Jung Gya.
"Wah, bawa pacar ya? Pake digendong segala lagi." Cowok itu menegur melihat seorang cewek yang sedang menutup wajahnya kerana malu.
"Lo pengen nunjukin lo workout ya?" Soalnya nakal yang sialnya membuat Gya bertambah malu.
"Xiaojun! Aha, iya, kayak biasa ya. Gue pake kamarnya."
Tanpa mempedulikan kata kata Xiaojun, Jeno memberitahu.
"Alright. Entar ada apa apa panggil gue aja. Gue anterin minum deh nanti." Pesan cowok itu dan ditanggapi ala kadar oleh Lee Jeno.
Kemudian, cowok itu kembali berjalan dengan selamba seolah olah berat tubuh Jung Gya tidak memberi kesan padanya.
XJ GYM adalah gim milik salah satu teman nya, Xiaojun. Malah Jeno sendiri juga berdonasi dalam pembinaan gim ini. Makanya, cowok itu mempunyai ruang peribadi untuknya olahraga. Agak terpisah dengan yang lain.
Kini, kakinya sedang melangkah ke arah kamar tersebut sambil bersiul senang.
Gya sedang menahan diri daripada menjambak rambut Jeno yang diwarnakan biru, takut jika tindakannya nanti malah membawa kecelakaan padanya. Bagaimana Jeno bisa tahan menampung badannya?
Kamar? Kamar apa? Teriaknya di dalam hati apatah lagi melihat beberapa pengunjung yang bersorak melihat kedatangan Lee Jeno bersama seorang cewek di dalam gendongan.
Tiba di kamar dan menutup pintu, Jeno menurunkan Gya ke lantai secara perlahan. Jika dikasarin, takut cewek itu akan mengamuk padanya, yah biarpun ia sendiri tidak yakin Gya berani.
"Kita kenapa ke sini sih kak?!" Ketus Gya sambil merapikan rambut dan pakaiannya yang sedikit berantakan. Perutnya yang sedari tadi tertengger di bahu Jeno digosok perlahan.
Gila! Sepertinya bahu Lee Jeno hanya dipenuhi otot keras kerana perutnya terasa sedikit senak.
Tanpa mempedulikan Jung Gya, Jeno berjalan perlahan ke arah sudut kamar. Menanggalkan jaket hitam di tubuhnya yang. Menyisakan singlet putih yang dipadankan dengan jeans hitam.
"Lo nggak liat tadi kita di mana? Kan jelas tuh di sana, ini ni gim."
Cowok itu mula berjalan kembali ke arah Jung Gya dan menghidupkan dua buah speaker besar di dalam kamar lalu mensetel lagu yang selalu dipasangnya untuk menemani kegiatan workout nya.
"Dan gue rasa lo nggak sebodoh itu buat nanya ke gue, kita ngapain di sini. Kan?" Ledek Jeno apabila menyedari Gya ingin membuka mulut.
"Iya aku tau kak, gim itu untuk olahraga. Tapi nggak gini juga!" Rutuk Gya.
Matanya memerhati ke sekeliling ruangan luas bernuansa biru dan hitam itu. Warnanya, sama dengan kamar Jeno yang ada di markas Arthdal. Yang berbedanya, selain sofa hitam di sudut kanan, sekelilingnya dipenuhi dengan pelbagai alat gim yang tidak diketahuinya.
"Kak Jeno kan pengen olahraga, nah sebaiknya aku pulang aja deh kalau gitu. Ya?" Gya melabuhkan punggung di sofa, memandangi sekilas Jeno yang masih berdiri di hadapan speaker.
Namun, Jeno hanya mengabaikan kata katanya dan kembali fokus pada kegiatannya pada speaker besar miliknya.
"Kak Jeno? Denger Gya nggak? Kak?"
Krik.. krik.. krikk..
"Urgh!"
Kerana tidak menerima respon, Gya merutuk sendirian dan mengambil keputusan untuk berbaring. Melunjurkan kedua kakinya pada sofa Jeno. Flat shoes nya sudah hilang entah ke mana tadi ketika Jeno bertindak mengangkatnya ke bahu cowok itu.
Biarin aja. Entar dia akan meminta ganti rugi pada Jeno.
Iya, ganti rugi untuk kasutnya dan masa lapangnya yang telah diambil secara paksa. Seharusnya ketika ini ia sedang marathon drama tapi terpaksa mengikut Jeno ke tempat tidak berfaedah ini.
Lengan kanannya diletakkan di atas dahi, dengan bibirnya yang tidak henti henti mencibir. "Huh, dasar cowok nggak jelas. Ngapain juga aku dibawa ke sini. Nggak ada kerjaan?"
Mujur saja, hari ini Gyo memang menginap di rumah Dokter Jennie, dokter yang merawat Gyo untuk sesi kaunseling. Juga, salah satu teman mendiang bunda. Dia jadi tidak perlu khawatir tentang Gyo.
Matanya mula terasa mengantuk. Biarpun lagu yang dipasang Jeno adalah lagu khas untuk workout, ya kalian tahu sendiri kan gimana lagunya?, tapi rasa kantuk itu masih saja menyerangnya.
Ingin tidur tapi, cowok gila seperti Jeno tidak bisa dipercayai. Entah entah dia dikunci di dalam gim dan cowok itu pulang meninggalkannya.
Huh, membayangkan saja sudah cukup menyeramkan.
Ketika sedang larut dalam fikirannya, suasana kamar itu terasa sedikit aneh. Dadanya berdebar tanpa alasan. Hanya ada bunyi lagu sedangkan tidak kedengaran biar sedikit pun pergerakan Lee Jeno.
Dengan berani, Gya membuka mata, memalingkan wajah ke sisi kanan sofa. Dan apa yang benar benar mengagetkannya saat itu adalah wajah Lee Jeno yang sangat dekat dengannya.
"K-kak Jeno..kakak kenapa?" Soalnya terbata bata apabila melihat Jeno yang sedang menatapnya tajam dalam posisi cowok itu menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan pada hujung sofa.
Benar benar dekat dengannya sehingga ia bisa melihat dengan jelas pahatan wajah sempurna Jeno.
Ketika awal melihat cowok itu, Gya sempat berasumsi kalau Jeno blasteran. Tapi ternyata orang Korea asli.
Tampan sih, tampan. Banyak banget cewek yang tergila gila dengan Jeno tapi mengingat kelakuan lelaki itu, huh! Rasanya cewek cewek di Serim High benar benar gila.
"Jangan dekat dekat kak!" Aku bisa jantungan kalau ditatap kayak gitu.
Gya mencuba menolak kepala Jeno yang masih tidak mengalihkan tatapannya.
Jeno masih bersikeras. Enggan mengalihkan kepalanya. Sampai sampai membuat Jung Gya berdebar hebat.
"Bisa nggak, lo berhenti berontak!?" Desisnya dingin.
Ia hanya ingin menatap wajah manis Jung Gya dalam posisi sedekat ini. Wajah yang entah kenapa, benar benar menarik perhatiannya.
Dari awal pertemuan mereka, tepatnya 3 bulan yang lalu, cewek di depannya ini berjaya mengikat tumpuannya. Bagaimana ketika Gya menangis dan merayu padanya untuk membantu kembar cewek itu.
Sejak itu, Jeno seakan akan diikat dengan pesona wajah manis ini. Jeno akui, Gya bukan cewek tercantik yang pernah ditemuinya. Bahkan Lia saja lebih cantik.
Tapi, wajah dengan parut kecil di hujung kening itu jugalah yang menambat hatinya. Sejak bertemu Jung Gya, hidupnya yang terasa berat dan sukar, perlahan lahan terasa menyenangkan.
Iya, menyenangkan hanya dengan membuat Jung Gya kesal. Membuatnya tersenyum tanpa sedar saat cewek itu membantahnya. Dan, ketika cewek itu menangis, akibat tingkahnya, membuat sisi gelap dalam dirinya terkurung kembali.
Perlahan, tangannya naik menyentuh parut lama pada kening cewek itu. Mengusap lembut.
"Gya..." Suaranya perlahan, bahkan lebih lembut dari kebiasaannya.
"...kenapa, lo bisa buat gue setenang ini? Hmm?"
Sementara itu, Gya menelan ludah susah payah. Ini terlalu baru untuknya menghadapi sisi lain Jeno yang seperti ini. Sisi manis seorang Lee Jeno.
Jantungnya terpacu laju lagi lagi saat Jeno bertindak mendekatkan wajahnya. Tangan kekar lelaki itu kini beralih dari mengusap keningnya, dan kini menangkup pipi kanannya.
Gulp! Gila, Gya seakan akan terpukau dengan sepasang mata gelap Jeno yang seolah olah menghipnotisnya.
Selalu saja, Gya akan kalah dengan tatapan mata Lee Jeno. Tidak kira, tatapan matanya yang tajam seakan membunuh. Atau tatapan dalam seperti ini.
Tetap saja mampu membuat Jung Gya ketar ketir sendiri.
Dan entah sejak kapan, Jeno sudah mula memajukan wajah. Tujuannya, tidak lain tidak bukan adalah benda lembut berwarna pink di depannya.
Dupp... Dapp.. Dup.. Dap..
Detak jantung keduanya seakan akan bisa terdengar meskipun ruangan itu sudah dipenuhi dengan suara lagu yang keluar dari speaker besar milik Jeno.
Jeno memejamkan mata dan kembali bergerak ke hadapan.
"Oh my God!"
Lagi seinci sahaja bibirnya akan menyentuh permukaan bibir Jung Gya, suara Xiaojun dari pintu kamar langsung menghentikannya.
"Kayaknya gue salah timing nih masuknya. Sorry Jen, niatnya pengen ngasih air aja. Nggak tau kalau kalian lagi ehem ehem!" Pantas Xiaojun bersuara membela diri.
Takut andainya Lee Jeno mengamuk padanya. Itu bakal parah banget! Bisa bisa dia dibanting keluar dari gim.
Jeno mendengus kasar. Berdiri dari tempat duduknya sebelum berjalan mendekati Xiaojun di ambang pintu.
"Hmm." Tangannya mencapai tiga botol air mineral yang dihulurkan Xiaojun sebelum mengarahkan temannya itu untuk keluar dari kamar nya.
Tanpa mempedulikan Gya yang kini sudah bangun dari sofa dan duduk bersila, Jeno meletakkan air mineral pemberian Xiaojun di atas meja. Dari sudut matanya, Jeno bisa melihat cewek itu mengibas tangannya ke wajah.
Hujung bibirnya terseret ke tepi. Ia tahu, cewek itu malu.
"Lo duduk aja di sini. Sampe gue selesaiin aktiviti gue. Jangan bawel, kalau lo nggak mau gue bikin lo terbaring di sofa sama gue!"
Gya memutarkan bebola mata mendengar ugutan mesum Jeno padanya. "Yeyeye.."
Huh, dia juga tidak bodoh kan untuk membiarkan Jeno memperlakukannya seenaknya. Daripada menempah masalah, lebih baik ia menunggu. Lagipula, menunggu tidak terlalu sukar kan?
Daripada harus melayani fikiran mesum Jeno.
Jeno kemudian mengabaikan Gya dan mula melakukan pemanasan.
Di dalam kamar khas ini, memang tersedia segala alatan untuk olahraga yang lengkap seperti dumbell, barbell, dan treadmill. Tempat ini sudah seperti tempat rahsianya untuk melepaskan tekanan.
Jung Gya adalah orang pertama yang dibawanya ke sini. Bahkan teman temannya juga tidak tahu.
Setelah menyelesaikan pemanasan, ia mula mengangkat dumbell tanpa mempedulikan lagi mengenai Jung Gya yang sedang bermain dengan ponsel. Biarin saja, asalkan gadis itu diam dan mahu menemaninya di sini.
Gya yang kini sudah selesa berada di sofa sesekali mencuri pandang pada Jeno yang sedang olahraga ditemani peralatan peralatan yang sama sekali tidak dikenalinya. Kecuali dumbell.
Wajar saja tubuh cowok itu tegap dan penuh otot, rupanya hasil olahraga.
Huh, tiba-tiba saja, ia merasa sedikit mengantuk kerana hampir 2 jam duduk di sini dan tidak melakukan apa-apa. Plus, ia lapar kerana belum makan apa apa semenjak pulang dari kafe tadi siang.
Ah, oknum yang membawanya ke sini juga bukannya mahu membelikannya cemilan. Bahkan air juga tidak ada.
Ingin mengambil sebotol aqua milik Jeno, takut kalau cowok itu marah.
"Pendek! Sini lo! Bawain air mineral gue." Suara teguran Jeno langsung membuat matanya segar.
Gya mengangkat wajah, menoleh ke arah Lee Jeno yang sedang berdiri sambil menatapnya.
Nggak bisa ambil sendiri apa? Main nyuruh-nyuruh gue segala. Otot banyak banyak dipelihara buat apasih.
Biarpun bibirnya menggerutuk, kakinya tetap melangkah menghampiri Jeno bersama botol air di tangan.
Hal seterusnya yang membuat Gya langsung memalingkan tubuhnya ke belakang kerana Jeno bertindak menanggalkan satu satunya singlet putih yang membaluti tubuh atasnya.
Jeno mengerutkan kening melihat tindakan tiba tiba Jung Gya yang bertindak membelakanginya, "lo kenapa dah? Cepetan sini air gue! Haus nih!"
"K-kak Jeno ihh! Bajunya! Dipake dulu!"
"Apaan sih lo?!! Sini cepetan. Gue nggak punya masa buat main main sama lo nih!"
Gya diam, mengeratkan pegangannya pada botol di genggamannya. Uh, perasaan ingin menjambak rambut biru cowok itu kian membara!
"Cepet Gya sebelum kesabaran gue hilang!" Jeno sudah mula bercekak pinggang sembari mengelap peluh di dahinya kasar.
"Urgh! Iya iya. Bentar."
Gya menarik nafas dalam dan menghembuskannya beberapa kali. Sungguh, berhadapan dengan Lee Jeno bisa menguras emosinya.
Masih dalam posisi membelakangi, Gya menghulurkan botol air di dalam tangannya ke belakang. Kakinya menapak ala kadar.
"Kak, ini airnya." Ia memanggil Jeno, menyodorkan botol di tangannya.
Manasih orangnya? Ugh, mana nggak keliatan lagi! , Rutuknya di dalam hati sambil masih menghulurkan botol air.
Kakinya menapak selangkah lagi, dalam perkiraan nya, seharusnya Jeno benar benar berada di belakangnya tapi tetap saja, tiada penerimaan dari Jeno.
Mana tangannya sudah mula pegal lagi.
Dan dengan beraninya, ia menoleh ke belakang.
"Ish, Kak Jeno, nih airnya ambil-" Terus botol di tangannya di lemparkan kepada Jeno yang benar benar berada di belakangnya.
Namun, dengan tangkas, Jeno mengelak lemparan botol dari Jung Gya dan dengan refleks tangannya memaut pinggang cewek itu sehingga terjatuh bersamanya.
Dengan pantas juga, Jeno mengubah kedudukan, membuat tubuhnya kini berada di atas Jung Gya dalam posisi tubuhnya menahan berat badannya sendiri dengan kedua belah tangan.
"Kak Jeno ngapain sih?!! Lepasin Gya!"
Gya seakan akan membeku di bawah kunkungan Jeno yang shirtless menampakkan tubuh atletisnya. Bahkan Gya bisa melihat dengan jelas otot perut di badan Jeno yang terukir cantik.
Wajahnya bersemu malu dengan posisi begini. Kelihatan agak ambigu ya jika dilihat oleh orang lain.
"Diem aja." Ketus Jeno tidak peduli. Bibirnya mengukir smirk nakal apabila melihat Gya yang berada di bawah kungkungannya.
"Sebaiknya lo nurut sama kata kata gue Gya." Jeno terkikih perlahan. Suka melihat posisi cewek di bawahnya ini.
Bukannya ia tidak sadar dengan pandangan mata Gya yang sesekali terarah pada perut six pack nya. Sesekali melihat Gya salah tingkah seperti ini ternyata jauh lebih menyenangkan ternyata.
Gya mula memejamkan mata apabila Jeno sudah mula menggerakkan badannya dan melakukan push-up. Masih dalam posisi mereka yang sedekat ini.
Kaki Jeno menindih kakinya sedangkan tubuh bahagian atas mereka langsung tidak bertemu.
Kedua tangan Jung Gya terkepal di tepi badannya. Sedaya upaya, ia tidak menggerakkan tubuh badannya kerana posisi mereka yang sedekat ini. Dia tidak mahu jika pergerakannya nanti membuat tubuhnya bersentuhan dengan dada telanjang Jeno.
Jeno dengan sengihan nakalnya masih sibuk menuntaskan push up nya. Dan ketika tubuhnya turun, sengaja ia bernafas dengan kuat di tepi wajah Jung Gya sehingga membuat darah cewek itu berdesir merasakan tamparan nafas lembut Jeno di tepi wajahnya.
"Gue suka liat lo kayak gini. Manis!"
Rasanya Gya ingin melotot saja ketika ini. Manis gimana heh? Nggak liat apa gue di sini udah kek cacing pengen meningsoy aja!
Cibirnya di dalam hati dan spontan meniup poninya. Seketika kemudian Gya meringis apabila Jeno menjitak kecil keningnya.
"Hei, jangan tiup-tiup!"
Ish, dia niup niup gue bisa! Dasar mesum gila!
Jeno terus terusan melakukan push-up tanpa lelah dengan posisi mengungkung Gya di antara kedua belah tangannya. Membuat cewek itu merasa ingin menonjok wajah ganteng yang sekejap sekejap tersenyum miang padanya. Belum lagi bibirnya yang sengaja bernafas kuat di tepinya.
Sengaja ingin mengusik ketenangan hati Jung Gya.
Untung saja Gya masih belum gila untuk melakukan sampai sebegitu sekali.
"Thanks for this."
Akhirnya setelah menyelesaikan push-up sebanyak 150 kali, Jeno bangun dari posisinya tadi. Sempat bibirnya mengecup kilat bibir Gya sebelum melangkah ke arah kamar mandi di hujung ruangan.
Sempat ia memandang Gya yang sudah duduk dan mengusap dada sendiri. Jeno tahu cewek itu malu dan berdebar sekaligus.
"Tunggu di sini. Gue anter pulang."
Pesannya sebelum berlalu pergi dengan handuk di bahu.
_______________________________________________
"Terus, lo gimana dong? Nyerah gitu aja nih?"
Jaemin menghembus nafas berat. Duduk bersandar di sofa empuk di hadapan TV. Kini, ia berada di vila besarnya. Bersama sama teman temannya.
"Ya gitu." Jawabnya malas.
Haechan yang menanyakan soalan itu membesarkan mata, "yah, nggak bisa gitu dong! Apaan sih lo jadi cowok pengecut banget."
Jaemin menggaru keningnya yang tidak gatal, "terus lo mau gue gimana lagi? Ngerebut dia dari pacarnya? Ya nggak mungkin lah! Gue nggak sejahat itu."
Ia kembali bersandar lalu mengerling jam di tangan. Jam 10:45 malam.
Hari ini sungguh memenatkan baginya. Iya, lelah kerana sejak pulang dari kafe tadi, fikirannya terus-terusan memikirkan mengenai kata kata Gya sore tadi. Mengenai status cewek itu dan masalah dengan pacarnya.
"Ya, nggak salah kan kalau lo rebut dia dari pacarnya yang psiko itu."
Haechan yang masih belum berputus asa ingin mengorek rahsia mengenai cewek yang ditaksir Jaemin terus terusan membuntuti. Kini ia duduk di sofa yang sama dengan sahabatnya itu.
"Lo sendiri kan yang bilang dia tuh kayak menderita gitu sama pacar nya! Apa lagi sampai mereka tuh nggak saling cinta! Wah parah banget kesian tu cewek."
Haechan menggelengkan kepala beberapa kali.
"Terus kalau dia sama gue, dia bisa bahagia gitu?" Ketus Jaemin. "Udahlah Chan, gue nggak mau nambahin masalah dia."
"Ya menurut gue, bisa lah."
"Gini ya. Si Bunga sama pacarnya itu nggak saling cinta. Terus pacarnya cuman jadiin dia pelampiasan." Seperti seorang kaunselor cinta, Haechan mula membuka mulut.
"Nah terus, kalau lo ambil Si Bunga dari pacarnya, lo kan suka banget sama dia. Lo sayang dia, layan dia kayak tuan puteri. Nah, lama lama pasti si Bunga cair sama lo! Then, kalian bisa happy ever after dong."
Penerangan panjang lebar Haechan langsung tidak digubris Jaemin. Cowok itu malah memilih untuk menutup mata rapat.
Rumit! Benar benar rumit sih ini masalahnya.
Jaemin bukan tipe orang yang bakal ngerebut milik orang lain. Dia orangnya nggak gitu. Apatah lagi denger dari mulut Gya sendiri sebejat apa pacar cewek itu. Dia nggak mau nambahin masalah cewek itu kalau dia malah bertindak seenaknya.
"Nggak ah. Gue jadi sahabatnya aja udah senang gue."
Haechan yang sedari tadi menunggu balasan Jaemin hanya mampu melopong.
"Wah! Benar benar deh. Nggak asik banget sih lo." Rungutnya lagi, tidak terima dengan respon negatif Jaemin.
Cowok berkulit gelap itu ingin menyambung kata katanya tapi kerana tidak digubris oleh Jaemin, makanya Haechan memilih untuk berlalu ke tingkat atas. Menemui Renjun dan Chenle.
Apa lagi kalau bukan mengadu mengenai kebodohan Jaemin yang malah memilih untuk sekadar temenan dengan cewek yang ditaksirnya. A.k.a, Bunga.
Panggilan khas mereka buat cewek yang notabene-nya, bakal pacar Jaemin.
Kesian nggak sih sama nasib Jaemin. Pertama kali naksir sama cewek tapi cewek nya malah pacar orang. Meresahkan banget kisah cintanya.
Bersambung...
Share this novel