1. Start

Fanfiction Series 10231

·
·
·

"Jika diizinkan memilih, aku tidak mahu terikat denganmu. Tapi, takdir
sudah memilih kamu sebagai sosok yang seharusnya sentiasa melindungiku"

-Jung Gya.

·
·
·

6 bulan kemudian....

"Gya! Lo dipanggil sama Jeno! Buruan ke sini." Jelas, suara mendeking nyaring itu datang dari Zhong Chenle.

Membuat kedua orang yang sebenarnya pura pura tidak nampak itu menghentikan langkah.

Gya memandang ke arah cowok yang memanggilnya itu. Dadanya berdebar hebat. Bukan kerana salah tingkah ataupun baper. Tapi, kerana takut dengan tatapan tajam cowok dingin di depannya itu.

Siapa lagi, kalau bukan Lee Jeno, cowok dingin yang pertama kali ditemuinya di Serim High beberapa bulan lalu.

Yang di sangka Gya sebagai penyelamatnya dan Gyo, yang disangka sebagai seorang cowok baik dan punya belas kasihan tapi, realitasnya, malah berkebalikan dengan itu semua.

Tangannya menggenggam erat Gyo yang berada di sebelahnya, seakan akan meminta secebis kekuatan dari belahan jiwanya itu.

"I..yaa-au-ergi- ama- Eno?" (Gya mau pergi sama Jeno?"

Gadis itu menoleh dan mengangguk perlahan.

"I-yo..akutt."

Gya menghembus nafas perlahan apabila Gyo tiba tiba menekan rem membuat langkahnya turut terhenti sekali lagi.

"Gyo, nggak usah takut. Gya di sini kok." Bujuknya pelan, "mereka nggak bakalan jahat sama Gyo. Ya? Kita ke sana yuk." Ajaknya lagi sedikit memaksa.

Mana tidaknya, ketika ini, mata elang Jeno sedang menatap tajam padanya seakan akan tidak lepas.

Bermaksud menyuruhnya untuk cepat berjalan ke arah cowok itu sebelum kesabaran seorang Lee Jeno yang sejak mulanya sudah sedia tipis itu. Yang mana, akan berdampak buruk padanya.

"Buruan oii! Eh bisu, lo jangan ngadi-ngadi ye. Sini cepetan." Suara itu lagi lagi melengking nyaring, membuat beberapa anak yang ada di sekitar kantin turut memandang ke arah keributan.

Kerana sudah dibentak begitu, Gyo pun mahu tak mahu menuruti langkah kembarannya untuk mendekati kumpulan mereka.

"Nah, gitu dong dari tadi. Ini malah bikin tekak gue sakit tau nggak, manggil kalian."

Kedua pasang kembar tak serupa itu kini berdiri di hadapan meja milik 6 sekawan itu duduk. Menikmati waktu istirahat selama 30 menit itu dengan mengemili makanan ringan di atas meja.

"Kenapa kak?" Gya bersuara lembut sementara Gyo, mencuba menyembunyikan tubuhnya di belakang kembarnya, mencari perlindungan.

Sungguh, cowok itu tidak pernah tidak takut untuk berhadapan dengan para 'petinggi' Serim High ini.

Petinggi bagaimana? Kalian bisa menebak sendiri.

Jeno dan kelima temannya ini merupakan salah satu circle yang ditakuti oleh seisi anak Serim High. Mulai dari popularitas pertemanan mereka, juga masing masing yang sememangnya berasal dari keturunan atasan.

Membuat tiada satu pun anak anak Serim High yang berani menyentuh mereka, dan orang terdekat mereka.

Contohnya, seperti pasangan kembar Jung Gya dan Jung Gyo ini.

Mereka, bisa dikatakan, sebagai 'tawanan' yang diberikan perlakuan 'istimewa' dari semua pelajar di sini.

Tiada yang bisa menyentuh mereka, atau bakal berhadapan dengan Jeno clan. Lebih lebih lagi, Jung Gya alias 'pacar Lee Jeno'.

"Lo sini bisu. Duduk nih sini." Haechan, cowok berkulit kecoklatan itu menggamit Gyo untuk keluar dari persembunyian nya di belakang kembarnya dan duduk di sebelahnya.

Gyo menggeleng, semakin merapatkan diri dengan Gya. Jelas cowok itu takut.

"Eh buset. Kagak mau lo? Sini aja. Gue bukan mau ngapa-ngapain lo bambank. Nyuruh duduk aja ribet." Dengus Haechan kasar dan mengulangi gerakannya tadi. Menggamit Gyo untuk duduk bersamanya.

Sehinggalah cowok itu patuh, kemudian pandangan nya kembali terarah kepada Gya. "Lo kenapa malah kayak tunggul di sini? Sana samperin si Jeno."

Menelan ludah, Gya akur dan berjalan mengitari meja besar dengan bangku panjang memuatkan 5 orang itu dan mendekat ke arah Jeno yang berada di seberang sana.

"K-kak Jeno manggil aku?" Sedikit gemetar, dia bersuara, masih menunduk, mengelak pandangan mengintimidasi Jeno padanya.

"Udah minum?" Soal Jeno. Seperti biasa. Dingin dan datar.

"Sudah."

"Makan?"

"Sudah. Sama Gyo."

"Terus, kenapa nggak langsung ke kelas?"

"Huh?" Refleks, Gya mengangkat kepala sehingga mata keduanya saling bertatapan.

Tapi cepat dielakkan oleh Gya, "tadi, nemenin Gyo ke ruangan Pak Jongdae."

Sementara kedua orang itu berbicara sesama sendiri, Haechan, Mark, Jisung dan Chenle, masing masing sedang sibuk menjahili Gyo.

Bukan menjahili yang sebenarnya sih. Keempat orang itu, kecuali Renjun, yang sedang tidur, menyuruh Gyo untuk memakan cemilan. Sesekali, mereka ketawa ketiwi sendiri melihat ekspresi tidak senang Gyo apabila dijahili.

Gya yang memandang di sana, hanya mampu diam biarpun di dalam hatinya sedang berdecik kesal.

Andai saja, andai Lee Jeno tiada di sana, dia pasti akan menarik Gyo dan membawa abang kembarnya itu untuk beredar daripada terus menjadi bahan hiburan teman teman Jeno.

"Duduk sini." Suara dingin Jeno lagi lagi membuyarkan lamunannya.

"Huh?"

Gya memandang aneh. Bagaimana tidak aneh, cowok itu tiba tiba saja menyuruhnya untuk duduk. Yang menjadi masalah sekarang, di sisi kanan mahupun kiri cowok itu, tiada ruang untuknya.

Memandang kan Jeno sedang duduk di atas kerusi single, tidak terbagi bangku panjang. Terus? Gya harus duduk di mana?

Di lantai? Atau terapung di udara, seperti Spiderman?

Ingin saja bibirnya ini mengeluarkan bantahan seperti itu. Tapi, dia mana berani. Bisa bisa, lehernya dipatahkan cowok pemaksa itu.

Kerana sudah bingung dan takut pada masa bersamaan, Gya sudah berura ura untuk duduk di lantai.

"Lo ngapain?" Soal Renjun yang berada paling hujung tepat di sebelah Gya berdiri apabila melihat cewek itu ingin duduk di lantai.

Sontak, kelima pasang mata lainnya turut sama memandang ke arah Gya. Mereka terdiam, turut merasa hairan.

"Kak Jeno suruh duduk." Dengan tampang polos, cewek dalam seragam Serim High itu menjawab.

"Iya tau. Tapi kenapa lo mau duduk di lantai bego?"

Renjun yang baru bangun tidur, tambah tambah lagi kagetan, pantas bersuara dengan nada ngegas. Masih hairan dengan kelakuan random cewek bergelar adik tingkat itu.

*maaf ya, visualisasi Renjun author kasih yg julid dulu??

"Si Jeno nyuruh lo duduk di sana tuh." Sambungnya lagi, mengedikkan dagunya ke arah pangkuan Lee Jeno.

Membuat Gya membulatkan mata seraya menggeleng gelabah. Gila! Permintaan gila sih baginya. Masa dirinya harus duduk di pangkuan cowok itu? Pula dengan berada di tempat umum, kantin. Dan di hadapan Gyo.

"Nggak! Aku nggak mau." Akhirnya, cewek itu sudah tidak betah untuk menahan dirinya untuk tidak membangkang segala arahan seorang Lee Jeno.

Tidak. Dia tidak mahu maruahnya diinjak injak di depan umum.

"Loh? Kenapa?"

Gya semakin membulatkan matanya, "Kak Renjun tanya kenapa? Huh, gila kali ya. Ini kan di tempat umum. Pokoknya, ogah, nggak mau."

"Kenapa? Lo malu?" Mark yang sedari tadi diam, pantas menyampuk. "Kenapa lo malu? Bukannya lo emang udah malu-maluin diri sendiri. Selingkuhan Lee Jeno?"

Sepotong ayat tajam itu membuat seisi meja itu terdiam. Apatah lagi Gya. Tangannya terkepal erat. Benar benar ingin menghabiskan riwayat seseorang hari itu juga.

Pandangannya mencerlung marah menatap Mark yang masih dengan enteng menggigit tembikai di tangan.

"Loh? Kok marah? Bukannya yang sebenarnya itu? Lo cuman perempuan simpanan Jeno. Yang asli pacarnya itu si Lia kan?"

Detik itu juga, riak marah Gya berubah drastis. Jelas, dirinya terhina dengan kata kata itu. Dan yang paling utama, dirinya terluka.

Benar, dia hanya sebatas simpanan Lee Jeno.

Tanpa mempedulikan orang orang di sana mahupun pria yang sedang menatap tajam padanya itu, Gya melangkah pergi. Menarik tangan Gyo, dan terus mengheret kembarnya menjauh pergi.

Hening.

Semua di meja itu terdiam. Begitu pula Mark yang kaget melihat ekspresi terluka cewek yang berlalu pergi sebentar tadi.

Sepertinya, dia sudah keceplosan memanggil cewek itu simpanan. Tapi... dirinya tidak salah kan? Gya memang simpanan Lee Jeno.

Kemudian, dirasa seseorang menyikut lengannya.

Membuatnya menoleh ke arah Jisung dan serta merta berpandangan dengan mata seseorang yang sedari tadi memerhatikannya dengan tatapan tajam.

Mark meneguk liur. Ah dia dalam masalah sekarang.

__________________________________________

Gya berpaling ke kiri dan ke kanan di atas kasur. Jam sudah menjejak ke angka 11 tapi matanya belum bisa terlelap. Entah kenapa, dia gelisah malam ini. Sesudah menghabiskan kerja part time-nya di Chill Dream Cafe, ia terus berbaring di kasur. Dan beginilah kejadiannya.

Gelisah sendiri.

Dua penyebab.

Pertama, kejadian di kantin sekolah tadi.

Kedua, kejadian yang akan terjadi besok kerana dia sudah lari dari pengawasan Jeno tadi siang.

Ah, sepertinya yang kedua lebih membebani akal dan fikirannya. Bagaimana dia akan menyelamatkan diri besok? Gya tahu, cowok itu sedang marah padanya.

Kenapa saja dia harus mengambil serius kejadian di kantin tadi. Sedangkan kalau difikir fikir, apa yang dikatakan Mark itu benar. Dia, hanya selingkuhan Jeno.

Ingat dengan kejadian 6 bulan lalu? Saaf Jeno melamarnya untuk menjadi pacar lelaki itu?

"Mulai hari ini...lo pacar gue." Bisikan dingin itu membuat hati Gya merinding. Saking kaget dan juga deru nafas yang sangat dekat di tepi telinganya.

"Huh? Pacar? T-tapi.."

"Tiada tapi. Lo udah janji, bakal lakuin segalanya kalau dia selamat." Ah benar, dirinya sudah membuat janji tadi. Tapi, yang dimaksudkan nya itu, nggak kayak gini.

"T-tapi, nggak gini.."

"Lo nggak punya kuasa di sini." Suara itu kedengaran lagi, malah lebih dalam dan bertambah dingin, seakan akan memberi arahan padanya untuk patuh.

"Argh!" Gya meringis ngeri apabila tangan lain cowok itu mula menarik rambut panjangnya kuat membuatnya mendongak ke atas.

"Lo udah masuk ke dalam hidup gue, dan tiada jalan keluar baby."

Yang malangnya, cowok itu sudah bertunangan. Dengan salah seorang kakak kelas di Serim High. Kim Lia.

Sebegitu saja, hidup Gya berubah 360 darjah. Hanya kerana satu peristiwa di sore hari yang mendung itu. Membuat hidupnya lintang pukang.

Antara perubahan nya adalah, Gya yang mulanya tidak bersekolah, mula menjadi murid Serim High. Dia terikat dengan cowok kasar dan dingin bernama Lee Jeno and the gangs. Tapi, itu semua tidak masalah baginya.

Kerana cowok itu sudah berjanji, jika Gya menurut, tiada satu pun anak Serim High yang bisa menyentuh Gyo lagi. Secara ringkas, mereka berada di bawah perlindungan Jeno clan.

"Ah, kenapa sih semuanya jadi rumit kek gini!" Dengusnya sembari menjambak rambut sendiri.

Jika Gya tau begini, dia sama sekali tidak akan meminta tolong kepada mereka. Lebih baik dia berteriak saja. Kan lebih mudah dan tidak ribet. Tapi, pada masa itu, Gyo benar benar butuh pertolongan segera. Hah, semakin rumit kan jadinya.

Dipastikan, mastermind dari semua ini sedang bertepuk tangan melihatnya menderita dalam genggaman Jeno.

Karena sudah lama berada di kasur, ia memutuskan untuk bangkit dan berlalu ke dapur. Membancuh sedikit air koko panas. Mungkin bisa membantunya untuk lebih releks.

Brakk!! Brakk!! Brakkk

Dobrakan kasar pada pintu rumah mengejutkan nya, menghentikan aktivitas nya yang sedang mengacau air koko di dalam mug.

Ia mematung, memandang mengerjap pada daun pintu rumahnya yang sudah tenang.

"GYAA!! BUKAA!!"

Debaran jantungnya kembali datang apabila pintu itu sekali lagi digebor dari luar. Beserta teriakan nyaring yang bisa membuat jantung berhenti berdegup begitu saja saking kagetnya.

Gya membesarkan kedua matanya. Itu suara Lee Jeno.

Ah, ada apa saja cowok gila itu mendatangi nya pada lewat malam begini. Dengan pantas pula, kakinya melangkah menuju pintu. Dia takut, jika sampai cowok kesurupan itu mengejutkan jiran tetangga nya.

Bisa repot nanti. Sedangkan untuk duduk di sini juga tidak mudah.

"Iya sebentar." Gegasnya. Sungguh, dia tidak mempunyai mood untuk melayani perangai gila cowok di luar sana.

"LO BUDEG? NGGAK DENGAR DARI TADI GUE MANGGIL?"

Sebaik saja pintu dibuka, wajah seorang pria yang kelihatan benar benar merah padam menahan marah terus menjengul di hadapqn Gya.

"Sorry.." ujarnya pelan seraya menjengukkan kepala ke belakang, melihat lihat jika jiran-jirannya mendengar keributan ini. "...yuk kak, masuk sini!"

Refleks tangan kanan gadis yang mengenakan kaos longgar berlengan panjang separas lutut itu menarik Jeno untuk masuk ke rumahnya. Sebelum keluarga Pak Chansung di depan rumahnya ini menyedari kehadiran cowok di rumahnya waktu malam begini.

Tidak apa kalau dia bakal terkena amukan Lee Jeno. Asalkan dia dan Gyo bisa terus tinggal di kawasan perumahan ini. Tempat 'selamat' mereka.

"Kak Jeno kenapa malam malam ke sini?"

Soalan dilontarkan sebaik saja pintu rumah tertutup, Gya berbalik dan serentak itu, pinggangnya ditarik kasar.

Tubuhnya diseret ke arah sofa di ruang tamu kemudian dihempaskan dengan kasar.

"Ak, sakit.." Gya meringis merasakan belakang tengkuknya yang berlanggaran dengan lengan sofa, tidak lama kerana kelakuan cowok di depannya ini lebih menakutkan lagi. "Kak Jeno ngapain?!"

Rasa sakitnya seakan akan hilang begitu saja apabila melihat Jeno yang tadinya mengenakan jaket jeans berwarna hitam, kini melempar lapisan luar bajunya, menyisakan short sleeveless warna putih bermerek Celine.

"K-kak...ngapain?" Dan detik kemudian, sekali lagi, Gya berdebar sendiri apabila cowok yang pada mulanya berdiri itu kini menghampirinya, menarik tangannya sehingga terduduk sebelum melabuhkan kepalanya di pangkuan Jung Gya.

Satu tindakan yang benar benar membuat Gya gugup setengah mati dan hairan pada masa yang sama.

Pasalnya, hari ini, cowok itu kelihatan agak sedikit 'tenang' dari selalunya.

Kedua tangan Gya terangkat, juga sedikit gemetar apabila lengan kanan penuh urat itu merangkul pinggang rampingnya dan menyebamkan wajah di permukaan perutnya.

"Stay still."

Ujar cowok itu -dengan nada biasanya- dingin dan datar- dan kembali menyembunyikan wajahnya di permukaan perut Gya.

"Ini hukuman lo karna udah ninggalin gue di kantin siang tadi."

Gya terkebil-kebil sendiri tapi pada akhirnya, pasrah dan mendaratkan kedua telapak tangannya pada rambut pirang cowok itu. Mengusap perlahan.

Ia hanya diam. Menunggu cowok itu berbicara sesuatu.

Jika kelakuannya sudah tenang seperti ini, pasti ada sesuatu yang berlaku antaranya dan 'sebelah sana'. Gya sungguh memahami situasi yang dihadapi cowok ini.

Tanpa sedar, bibirnya mengeluarkan nafas berat. Gerakan tangan nya terhenti.

Lee Jeno yang merasa kehilangan usapan lembut dari kepalanya, pantas mendongak memandang ke arah wajah gadis di atasnya itu. Keningnya berkerut hairan.

"Kenapa berhenti?"

"Hmm...kak Jeno, berantem sama Kak Lia ya?" Terbata-bata, soalan itu meluncur keluar begitu saja dari bibir tipisnya. Tapi Jeno hanya diam dan tidak menanggapi soalan itu.

Kembali memejamkan mata dan mengisyaratkan Gya untuk mengulangi perlakuannya tadi. Entah kenapa, perlakuan itu mendatangkan ketenangan pada hatinya. Yang sememangnya sedang berantakan.

Gya diam lagi. Melihat reaksi wajah Jeno. Adakah cowok itu benar benar sedang dalam masalah? Atau memang hari ini, sisi lembutnya mendominasi?

Ah, sepertinya, ini saat yang sesuai untuk dia mengutarakan lagi hal itu. Mumpung suasana hati Jeno sedang baik baik saja.

"Apa..kita harus put-"

BRAKKK

Belum saja ayat itu habis, Jeno bangun dari pembaringannya lantas menerajang meja kayu yang kebetulan berada di ruang tengah rumah kecil itu.

Gya langsung kicep, tubuhnya terkinjat apabila melihat wajah Lee Jeno yang memandang nya tajam seolah olah akan membunuh. Di dalam hati, dirinya merutuk kelancangan mulutnya yang bisa bisanya menuturkan kata kata putus sebentar tadi.

Jeno mengeram rendah, dan saat itu, Gya tahu, dia salah bertindak.

"Lo mau ke mana?!!" Cewek itu ingin lari tapi Jeno sudah maju dan mencengkam rahangnya dengan tangan kanan. Kuat dan menyakitkan. Rasanya, Jeno bakal meremukkan rahangnya dengan mudah.

"K-kak Jen-"

"Gue udah bilang Gya! Lo nggak bakalan gue lepas!! Masih nggak ngerti?? HAHH!!"

Rasanya kali ini, Gya ingin menangis saja. Hampir luruh jantungnya mendengar suara kencang Jeno di akhir ayat.

"Jangan nangis!!" Tanpa sedar, cewek itu sememangnya sudah mengalirkan air mata.

"Gue nggak suka liat air mata lo!" Jeno menghapus linangan air mata itu dengan ibu jarinya yang masih berada di dagu Gya.

Namun, sesiapa saja pasti akan menangis apabila berada dalam posisi Gya. Sudahlah dirinya dibentak, juga genggaman Jeno yang kuat pada dagunya menambahkan ketakutan di dalam hati gadis itu.

"Kak..sakk-itt.." Gya mencuba mengawal dirinya. Hingga tanpa sadar, kedua kakinya menerajang ke sana ke sini.

Yang silapnya itu malah membuat Jeno semakin marah. Tanpa melonggarkan genggaman nya, Jeno maju ke hadapan, menolak bahu Gya kasar sehingga terbaring di atas sofa. Dengan kedua belah kakinya yang melutut, mengapit kaki Gya yang terdedah di antaranya.

"Sakit?? Lo merasa ini sakit? Huh?" Tantang Jeno tajam. Lengan kirinya ditopangkan di pinggir sofa di sebelah kiri kepala Gya.

"Kalau sakit, makanya-" Jeno berjeda seketika, meleretkan suaranya sampai tersenyum miring. Sengaja mendekat kan tubuhnya kepada Gya. "..obey me!!"

Gya yang dibawah Jeno, mengangguk mengerti. Dengan posisi begini, Gya takut, Lee Jeno akan berbuat yang tidak sepatutnya. Makanya, sehabis bisa, Gya mahu meredakan kemarahan pria itu.

"Satu lagi Gya. Ini yang harus lo ingat sampai mati," Jeno lagi lagi menundukkan tubuhnya yang hanya mengenakan sleeveless putih itu sehingga benar benar dekat dengan tubuh Gya.

"Gue, nggak bakalan lepasin lo!"

Kini, Jeno berbisik perlahan di tepi telinga Gya sehingga membuat cewek itu merinding hebat merasakan nafas hangat Jeno yang sengaja dihembuskannya di tepi kepala Gya.

"You.Are.Mine!" Tekannya sebelum melepaskan cengkeramannya pada dagu Gya.

Tangannya naik mengelus rambut hitam panjang Gya. Merapikan helaian poni yang acak acakan akibat ulahnya tadi.

"So, for now my sweety, good night."

Kali ini, suaranya sudah berubah sedikit lembut. Ekspresinya sudah tidak sekeruh tadi. Kelihatan lebih tenang.

Berbeda bagi Gya. Biarpun Jeno sudah berubah sedikit lembut, dia tetap takut. Mana tidaknya, tangan cowok itu dengan tidak tulusnya meremas perlahan pehanya yang terdedah. Belum lagi, tindakan Jeno yang meletakkan hidung nya di ceruk leher cowok itu.

Kebiasaannya jika mengunjungi Gya pada waktu malam.

Tapi, jangan berfikir yang tidak tidak, Jeno tidak pernah melewati batas yang sepatutnya.

Gya diam, tidak berkutik buat beberapa saat. Hanya deru nafas halusnya yang kedengaran. Membiarkan Lee Jeno mengendus lehernya perlahan. Dia tahu, cowok itu tidak akan lama.

"Gue pulang dulu. Besok, Renjun yang jemput." Jeno sudah bangun setelah tadinya memeluk Gya selama 10 minit.

Cewek itu turut melakukan yang sama lalu menarik narik kaos yang digunakannya untuk menutupi pahanya yang terdedah tadi. Menatap Lee Jeno yang sedang mengambil jaket kulitnya lalu menyarungkan ke tubuh kekarnya.

Tanpa pamit, Jeno terus berlalu begitu saja. Meninggalkan Gya yang kini sudah kembali mengeluarkan air mata.

Dirinya merasa hidup sebagai jalang dalam keadaan begini. Jeno selalu seperti itu. Mengunjunginya jika dalam suasana hati yang buruk, kadang kadang melepaskan amarahnya pada cewek itu. Ataupun yah seperti tadi.

"Sampai kapan, gue harus hidup kayak gini.." Lirihnya sembari memandang serpihan kaca yang ada di lantai, mangsa amukan cowok itu tadi.

Nasib kembarannya tidak ada di rumah ketika Jeno datang tadi. Memang, Gya selalu memastikan Gyo tidur di rumah teman mendiang ibunya jika dirasakan dia membuat kesalahan pada Jeno.

Gya tidak mau, Gyo melihat segala penderitaan yang dilaluinya. Itu akan berefek buruk buat kesihatan kembaran nya itu.

________________________________________

"Lama amat sih. Ngapain lo? Dari tadi gue tungguin." Cowok bernama Huang Renjun itu berdengus kasar sebaik saja pintu di sebelah jok pemandu dibuka perlahan dari luar.

Dahinya berkerut seraya memandang cewek dalam pakaian seragam Serim High dan rambut panjang yang diikat asal itu. Jelas, dia marah kerana sudah hampir 20 minit menunggu kedua kembar itu di hadapan rumah.

"Maaf kak, tadi aku telat bangun." Gya bersuara perlahan. Sadar dirinya salah.

"Huh..dasar cewek pemalas." Dengus cowok berketurunan China itu kasar. "Cepat buruan masuk. Entar lambat lagi nyampe ke sekolah."

"Bisa bisa gue dibunuh sama Jeno." Bisikan itu hanya bisa didengari oleh cowok itu sendiri.

Gya mengangguk, merasa bersalah. Matanya melirik pada Gyo yang berada di tempat duduk belakang. Sedang menunduk sembari meremat kedua tangannya.

"Pake sabuk. Entar kena saman emang lo mampu bayar?" Ketus Renjun tidak sabaran kepada Gya sedangkan cewek itu baru saja duduk belum beberapa saat.

Detik kemudiannya, kereta sedan hitam itu meluru laju di atas jalan raya. Meninggalkan kawasan setinggan itu dengan segera.

Keduanya diam. Baik Gya mahupun Renjun. Hanya Gyo sahaja yang sekejap kejap berbicara dengan Gya. Merengek itu dan ini.

"I-yo...akut." (Gyo takut)

"Kenapa Gyo? Ada yang sakit?" Gya menoleh ke belakang, bertanya lembut.

"A-di..I-yo..nam..pak..kaca..di..lan-tai.." (Tadi Gyo nampak kaca di lantai.)

Detik itu juga, cewek itu tergamam dan merutuk dirinya sendiri. Dia terlupa membersihkan kesan amukan Jeno tadi malam. Pasti Gyo sudah melihatnya ketika pulang pagi tadi.

"Oh..itu..Gya nggak sengaja nyenggol di malam." Alasan. Gya hanya beralasan agar Gyo tidak mengesyaki apa apa. "Jangan khawatir ya, entar Gya bersihin. Kenapa? Kaki Gyo ada yang kena?"

Gyo menggeleng tanda tidak.

Kemudian, cowok itu diam kembali.

Berbeda dengan Renjun, cowok itu mengetap giginya kuat. Dia tahu, Gya berbohong. Dan dia tahu, itu angkara Lee Jeno.

"Lo udah lakuin satu kesalahan besar." Ucapnya.

Gya menoleh pantas. Memandangi Renjun yang masih santai menyetir, menuju ke sekolah.

Sadar diperhatikan, Renjun menjeling sekilas.

"Masuk ke kehidupan Lee Jeno. Itu kesalahan terbesar lo."

"Ha?" Gya tidak mengerti dengan apa yang baru dikatakan oleh salah satu sahabat dekat Jeno ini.

"Gya, lo nggak bego. Lo pasti ngerti omongan gue ini." Sambung nya geram dengan respon pura pura bodo Gya.

Memang, bagi Renjun, cewek di sebelahnya ini sudah melakukan hal salah kerana sudah masuk ke kehidupan seorang bernama Lee Jeno. Sama seperti dirinya dan teman teman mereka yang lain.

"Andai aja, lo nggak ngomong gitu, semua ini nggak bakalan terjadi. Sekarang apa? Lo bahagia hidup kayak gini?" Sinisnya lagi.

"Seharusnya lo sadar, saat itu. Waktu orang orang yang udah rundung kalian lari saat Jeno datang. Lo harus bisa ngebaca riak wajah Jeno. Seharusnya lo sadar, kita kita nggak jauh beda sama mereka."

"...bahkan, bisa lebih teruk dari itu."

Entah apa arti kata kata Renjun ketika ini, Gya hanya malas memikirkan nya. Karna dia tahu semua itu adalah salahnya. Namun, keadaan yang memaksa ketika itu.

Sebaik saja menerima panggilan asing dari seseorang yang mengatakan kembarannya dalam bahaya, Gya bertindak tanpa berfikir. Seharusnya ketika itu, paling tidak, dia meminta bantuan Kak Johnny, pemilik cafe tempatnya bekerja. Ataupun satpam yang berjaga di pintu gerbang.

Tapi segalanya tidak bisa diundur semula. Gya sudah terlanjur menjerumuskan diri ke dalam semua permasalahan ini.

"Aku sadar, dan aku tau, aku nggak bakalan punya jalan keluar lagi."
Gya menghela nafas berat. Mulai lelah dengan semua ini.

"Tapi, aku terpaksa. Demi Gyo."

Tidak apa apa, jika dirinya harus menderita dan terus tersiksa begini. Tidak mengapa jika dirinya harus tersakiti. Demi abang nya, dia sanggup.

Jung Gyo, satu satunya harta yang ia punya. Gya tidak sanggup jika harus kehilangan Gyo juga. Sudah cukup bunda pergi meninggalkan nya dulu. Sudah cukup mereka menanggung derita sebagai anak tidak dianggap.

Yang penting, Gyo harus tetap berada di sisinya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience