8. Hey You

Fanfiction Series 10231

"Permisi mbak, ice americano satu, strawberry ice cream cake satu, ya."

Suara pelanggan yang langsung memesan makanan membuat Gya yang tadinya sedang mencuci piring dan gelas pelanggan langsung berhenti dari aktivitasnya.

"Sebentar ya-" Gya berbicara sebelum mengeringkan tangan pada kain apron yang digunakannya lalu berjalan terkocoh ke kaunter.

Si pelanggan tadi tersenyum manis sambil memerhati wajah Gya yang masih belum menyedari kedatangannya pada hari ini.

"Pesan apa ta...di? Lah, Jaemin? Kok kamu ada di sini?"

Setelah mendongak, barulah cewek itu menyedari yang baru saja memesan makanan adalah pelanggan kemarin yang sudah membantunya dan Rowon, anak kecil kemarin siang.

Jaemin terkikih pelan, merasa lucu dengan riak wajah Gya yang seperti benar benar kaget melihat dirinya di sini.

Masih dengan ketawa yang belum reda, Jaemin bersuara, "iya dong. Kan katanya ada yang mau belanja kemaren. Nggak baik nolak rejeki nemplok. Kan?"

Saat itu baru Gya teringat bahawa dirinya berjanji untuk membalas pertolongan Jaemin kemarin sekaligus sebagai tanda maaf kerana sudah bikin Jaemin terluka kerananya.

"Ouh iya ya. Lupa. Sorry banget." Gya memasang wajah bersalah kerana sempat lupa janji.

"Tapi, aku masih shift. Hmmm, kalau aku belanja kamu di sini aja bisa nggak? Nggak usah bayar, aku traktir." Ujar Gya seraya memasang wajah comel khas miliknya. Memujuk.

Jaemin menelan liur melihat aksi manja cewek di depannya ini tapi dengan pantas di tutupi dengan deheman.

"Gini deh, kamu istirahat jam berapa?"

Gya menoleh arloji di tangannya, "selalu jam 12 sampai jam 1 sih. Kenapa emang?" Ia kembali memandang Jaemin semula.

"Alright, kalau gitu, aku tunggu kamu istirahat aja. Terus, kita makan di luar aja. Gimana?" Jaemin mengusulkan.

Sementara Gya mengulum bibir. Berfikir sejenak. Kerana selalunya dia akan istirahat di kamar belakang aja bareng Kak Wendy. Tapi juga kan nggak enak kalau mau nolak ajakan Jaemin.

Padahal dianya udah baik banget kelmarin.

"Pergi aja Gee. Nggak papa kok. Lagian juga Kak Johnny bakal datang entar tengahari. Sekaligus dong nemenin aku. Ya? Pergi aja."

Wendy yang diam diam menguping perbualan antara Gya dan pelanggan baru kafenya langsung menampungi. Dia berdiri di sebelah Jung Gya.

"Namanya Jaemin, ya?"

"Iya kak." Jaemin angguk.

"Terima kasih ya udah nolongin Gya kemarin siang. Ini nggak papa kok, bawa aja dia makan di luar. Mumpung kalian sama sama single kan? Mana tau aja."

Usikan Wendy membuat Gya membesarkan mata tidak percaya lalu terpekik perlahan, "Kak Wendy apaan sih?"

Jaemin dan Wendy sama sama ketawa melihat reaksi Jung Gya.

Dengan riak tanpa dosa, Wendy meninggalkan Gya dan Jaemin sendirian di depan kaunter sebelum dia kembali ke dalam. Ada urusan dengan pembekal kopi yang harus diselesaikan.

"Kamu jangan dengerin omongan Kak Wendy ya. Dia emang gitu. Aneh dikit." Gya serba salah dengan Jaemin yang sepertinya sedikit kaget dengan kata kata majikannya tadi.

"Oh, iya nggak papa. Aku memang suka kok." Jaemin menjawab perlahan.

"Hah? Gimana gimana?" Gya yang seolah olah mendengar sesuatu yang aneh terus bertanya lagi.

Jaemin langsung menggeleng lalu tersenyum lagi.

"Tapi nggak papa kan kamu nunggu dulu bentar? Soalnya shift aku tersisa 20 menit lagi nih." Melihat ke arah arloji di tangan, baru jam 11.40.

Gya takut kalau membebani Jaemin untuk menunggunya.

"Iya nggak papa. Asalkan makannya sama kamu. Aku duduk di hujung sana aja." Jaemin menunjuk pada meja yang ditempatinya kemarin.

Cewek itu mengangguk sekali. "Pesanan kamu jadi nggak? Kalau jadi, aku buatin dulu."

"Hmm, ya udah, ice americano aja. 8 shot ya."

Gya hampir melotot mendengar pesanan Jaemin. 8 shot syrup?

"Kenapa?" Soal Jaemin apabila menyedari perubahan riak wajah Jung Gya yang jelas kaget mendengar pesanannya.

"Ini benar ice americano nya mau ditambah 8 shot?" Soalnya polos.

Masa iya ada orang yang bisa minum ice americano dengan 8 shot. Sedangkan dirinya sendiri minum yang biasa udah menggeliat kayak cacing.

"Yang benar?"

"Iya sayang benar."

Ah rasanya Gya mahu hilang saja dari hadapan Na Jaemin. Entah kenapa dia tiba tiba saja bertingkah malu mendengar kata kata Jaemin barusan. Padahal nadanya kedengaran bercanda.

"Ya udah, kamu duduk dulu. Aku buatin pesanan kamu." Gya langsung berganjak pada mesin coffee di belakangnya.

Jaemin mengangguk biarpun tidak sempat dilihat cewek itu. Dia berjalan ke arah meja langganannya di pojok sebelah kiri jendela, bersebelahan dengan pohon lidah buaya yang ditanam secara hidro.

Dia membuka jaket hitam miliknya bersama sarung tangan yang selalu digunakan untuk mengendarai motor lalu meletak di atas meja. Sementara menunggu Gya, Jaemin mengeluarkan kamera Canon-nya dari tas kamera.

Jaemin memiliki hobi menggambar. Apa saja. Orang, haiwan, pemandangan ataupun pohon pohon di sekelilingnya.

Yang terpenting, harus cantik dan indah.

Dan kini, Jaemin seolah olah menjumpai hal cantik baru yang ia sukai untuk berada dalam tangkapan kamera berharganya.

Laju saja, lensa kameranya dihalakan kepada cewek yang baru saja mendekatinya bersama minuman yang dipesannya tadi. Dengan tanpa dosa, Jaemin memotret beberapa gambar Jung Gya.

Untung saja cewek itu tidak perasan kerana kameranya emang udah di off bunyi shutter nya.

"Ini pesanan kamu." Gya meletakkan ice americano pesanan Jaemin di atas kamera. "Tunggu bentar lagi ya. Udah nggak lama kok." Pesannya kemudian berpaling dan pergi lagi.

"Terima kasih."

Jaemin mengucapkan terima kasih lalu menghirup coffee dingin di depannya sedikit. Ah, sungguh enak. Dirinya memang memiliki selera makan yang agak sedikit aneh.

Jika makan yang pedas, levelnya harus pedas banget. Kalau pahit ya harus pahit banget. Ya begitulah, selera seorang Na Jaemin.

Sementara menunggu cewek itu habis shift, Jaemin melihat lihat foto di dalam kameranya. Kemarin dia diam diam memotret Gya tanpa sepengetahuan cewek itu.

Niatnya cuman sekali itu aja sih sebenarnya. Tapi, melihat kehadiran seorang anak kecil yang kotor seperti gembel dan cara layanan cewek itu yang langsung tidak menunjukkan reaksi geli, Jaemin semakin tertarik.

Sehinggalah dia membuat keputusan gila untuk mengikuti kedua mereka ke pasar raya. Mengintip bagaimana baik nya Gya yang membeli ubat luka, sedikit makanan asas untuk anak itu malah membelikan pakaian baru.

Dan untung saja, Jaemin sempat menyelamatkan kedua orang yang hampir menjadi mangsa langgar lari.

Lalu di sinilah dirinya. Sebenarnya Jaemin agak berterima kasih sih untuk insiden kemarin. Jika tidak, dirinya mungkin belum bisa berbicara dengan cewek yang diketahuinya sebagai Jung Gya itu.

Agak jahat ya bunyinya tapi ya gimana lagi.

Sedar tak sedar, hampir 15 menit, Gya akhirnya habis shift. Apron hitam dengan logo Chill Dream Cafe tidak lagi melekat pada tubuhnya. Digantikan dengan blouse biru pastel dan jeans biru muda. Rambutnya hanya diikat asal dengan sling bag yang terselempang di tubuhnya.

Simple, tapi tetap menarik.

"Maaf ya. Lama nunggunya." Sempat Gya meminta maaf lagi ketika berada di depan Jaemin.

Tapi cowok itu hanya menanggapi dengan senyuman manis yang bisa membuat hati cewek mana pun ketar ketir.

Kedua nya berjalan keluar dari kafe menuju ke jalan besar sambil berbual singkat.

"Ini kita mau makan di mana?" Gya menyoal ketika mereka sudah mula ingin melangkah menyeberang jalan.

Sengaja Jaemin tidak membawa motosikal nya bersama. Kerana mereka memang berencana untuk makan di dekat dekat sini saja. Mudah untuk Gya kembali ke kafe.

"Terserah. Tapi kamu yang traktir kan?" Jaemin menoleh. Sedikit menunduk kerana posisi Jung Gya yang lebih pendek darinya.

Gya menggaru kening, "iya sih aku yang traktir. Tapi jangan yang mahal ya?"

Cewek itu kemudian tersenyum canggung. Iya kan bisa mati dirinya jika Jaemin tiba tiba mahu makan di hotel lima bintang. Ya, mana dia mampu kan?

Terkikih perlahan, tanpa sedar, Jaemin mengusak perlahan kepala Jung Gya.

"Iya iya. Nggak kok. Hmm, kita makan di food court di dalam mall aja. Bisa?"

Jaemin juga tahu diri sih. Tidak mungkin kan kalau dirinya meminta makan di restoran mahal mahal. Toh juga tujuannya bukan itu.

Dia hanya ingin mengenal lebih dalam cewek di sebelahnya ini.

Kelihatan dari luar ya simple, tapi Jaemin merasa ada rahsia dalam diri cewek ini. Semuanya terpancar jelas dalam sepasang mata bening berwarna hazel itu. Gimana Jaemin tahu?

Ya, untuk pengetahuan kalian, sejak kecil, program kegemaran Jaemin itu adalah 'Secret of Human Body.'

Haha, agak aneh untuk anak kecil seumur 5 tahun menyukai rancangan ilmiah dan bukannya kartun. Tapi jika namanya Na Jaemin, itu tidak aneh. Malah dari kecil, cita cita cowok itu adalah dokter bedah.

____________________________________________

"Jeno, aku mau masuk ke sana bentar bisa nggak?" Tangan cewek manis itu menepuk perlahan lengan pacarnya yang berada dalam genggaman.

Matanya kelihatan bersinar sinar sembari menunjuk ke arah sebuah kedai yang menjual album album dan merchandise terkenal milik artis kpop yang terpampang di sana.

Banyak, ada NCT, EXO, Seventeen, BTS dan juga kumpulan kegemaran cewek bernama Kim Lia iaitu Itzy.

Sang pacar turut memandang ke arah yang sama. Turut tersenyum melihat reaksi teman wanitanya yang gemas dan teruja.

"Ya udah, tapi gue tunggu di sini aja ya Lia."

Sungguh, Lee Jeno sangat malas untuk ikut dengan Lia jika cewek itu sudah berjumpa dengan benda kegemarannya.

Sahabatnya itu pasti akan lama di sana.

Iya, sahabat. Di hati seorang Lee Jeno, Kim Lia tidak lebih hanya dari sahabat dari kecilnya. Sahabat yang juga merangkap tunangan pilihan dari pamannya.

Percaturan licik dari Lee Jeongho yang ingin mengembangkan lagi bisnes keluarganya adalah salah satu alasan kenapa Lee Jeno harus mengheret bersama kehidupan Lia dalam hal keluarganya ini.

Ah, sungguh. Memikirkan orang tua keparat yang hampir mati itu membuat fikiran Jeno semakin sakit saja.

Dia memilih untuk duduk menunggu di salah satu bangku khas yang selalu ada di mall mall seluruh Korea. Tempat khas untuk kaum laki laki menunggu perempuan belanja.

Cowok itu mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan bermain dengannya. Sekadar melihat lihat pesanan dari teman teman dekatnya.

Om Jeongho
|Udah lama kamu nggak bawa Lia makan malam di rumah kita.
|Segitu sibuk kamu?
|Hujung minggu ini pulang, bawa Lia ke sini.
12;02

Ah, seperti nya membaca pesan dari setan bertopeng itu membuat suasana hatinya memburuk.

Pada akhirnya, Jeno malas ingin ambil pusing dengan pesanan itu. Dirinya jelik dengan kemegahan yang disembunyikan dengan kepuraan adik mendiang papanya itu.

Penuh muslihat.

Kenapa dia bisa berkata begitu? Ya kerana Jeno tahu betapa bejatnya kelakuan orang tua itu kepada keluarganya sejak kecil.

Orang yang menyebabkan dia kehilangan kedua orang tua. Orang yang menyebabkan keluarganya musnah. Orang yang telah merampas satu satunya harta yang Lee Jeno punya, iaitu keluarga.

Mungkin orang luar melihat sosok pamannya itu sebagai pengusaha dalam bidang pembuatan yang berjaya. Dari mencipta fomular perubatan yang dibutuhkan seluruh dunia, perusahaan komersial, import, eksport. Apa saja yang tidak dikuasai pria itu.

Tapi Jeno tahu, di setiap sukses nya perusahaan itu, Lee Jeongho sudah menyelitkan satu perjanjian rahsia yang bisa membawakannya lebih banyak keuntungan di pasaran gelap.

Sebut saja kartel dadah, pelacuran, judi. Semua berada di bawah tapak kakinya.

Dan yang diharapkan menjadi penggantinya adalah Lee Jeno sendiri.

Makanya sedaya upaya, pamannya mahu mengontrol dirinya. Lalu senjata pertama adalah, Kim Lia. Sahabatnya ketika kecil dulu.

Mungkin kerana alasan itu, sosok Lee Jeno yang ini terlahir. Dingin, keras, pemaksa, kasar dan...psycho. Hatinya sudah dilatih untuk tidak pernah merasakan apa itu menyayangi.

Kerana baginya kasih sayangnya adalag senjata kokoh buat Lee Jeongho untuk mempermainkan kehidupan ponakannya sesuka hati.

Sepertinya, satu chapter saja tidak akan cukup untuk membahas mengenai kehidupan gelap dari sisi Lee Jeno. Tiada pilihan, kalian harus tetap bersama dengan Lee Jeno sehingga ke akhir cerita untuk mengerti kehidupan gelap milik sosok keras ini.

Ting!

Lagi-lagi, ponsel miliknya berbunyi. Tanda jika ada mesej masuk. Lagi.

Lee Jeongho
|Kamu tahu kan, akibatnya kalau nggak nurut?
12;12

Tuh kan, belum lima menit, orang tua bodoh itu kembali menghantar ugutan yang tidak mampu untuk ditolaknya. Menekan Lee Jeno untuk mahu tak mahu tunduk pada arahan.

Huh, tiba tiba saja suasana hatinya memburuk. Dia butuh 'penenangnya' untuk membantu dirinya supaya mengawal sisi gelap ini untuk tidak keluar dan menghabiskan riwayat seorang paman tidak berguna seperti Lee Jeongho.

Sepertinya malam ini dia akan mengunjungi rumah Gya.

"Eh, itu imut banget sih. Mau ambilin buat aku nggak? Sayang?"

Serta merta, sepasang kekasih yang berhenti di depannya turut menarik perhatian Jeno untuk sama menoleh pada arah yang ditunjuk si cewek.

"Nggak. Lo punya tangan kan? Ya ambil saja sendiri."

Jawaban kasar dari sang cowok membuat Jeno turut memandang ke arah mereka berdua. Huh, sungguh kasar sekali layanannya. Padahal kan pacarnya ngomong yang benar kan? Nggak ada kasar kasarnya.

"Ya udah, kalau kamu nggak mau kita ke sana saja." Kini cewek itu menunjuk ke arah kedai baskin robbin di penghujung kafe. "Aku pengen aiskrim. Ya?"

Masih belum berputus asa, si cewek memujuk tapi yang cowok hanya pura pura budeg dan tetap bermain dengan skrin hape. Sambil menyengir nyengir sendiri.

"By...please."

"Bisa nggak sih jangan maksa!! Gue risih tau nggak sama lo!!"

Bahkan kini si cowok tadi sudah mulai kasar. Membentak dan melepaskan tautan sehingga membuat cewek tadi terjatuh begitu saja di atas lantai mall. Sontak membuat orang sekeliling melihat ke arah yang sama.

"Sksksk...kamu jahat." Tanpa peduli, cewek tadi menangis deras. Air matanya membasahi wajah cantiknya sehingga kulitnya bertukar kemerahan.

"Jangan.. sampai sksk satu hari nanti.. aku milih pergi dari kamu.. K-kamu nggak pernah hargai aku.."

Dan entah kenapa, Jeno puas mendengar kata kata cewek itu. Apatah lagi melihat wajah si cowok yang mulai berubah takut. Huh, syukurin! Biar tau rasa, siapa suruh kasar banget ke pacar sendiri.

(Tampaknya Lee Jeno harus bercermin ya guys ??)

Datang ke mall begini ternyata berguna juga. Jeno sendiri bisa melihat betapa manusia itu bermacam macam. Dan terkadang bisa menjadi cermin buat diri sendiri. Hanya saja, terkadang, ada orang yang tidak sedar.

Contohnya seperti, ya...kalian tahulah.

Hampir 30 menit, Lia tidak juga muncul muncul. Benar dugaan Lee Jeno. Jika sudah seperti ini, pasti akan lama.

Huh, sepertinya dia harus lebih lama menunggu lagi.

"Jeno-yaa..."

Lia yang akhirnya keluar dari kedai tadi pantas menegur Jeno yang sepertinya hampir ketiduran gara gara menunggu.

"Udah beli nya?" Jeno menggamit Lia untuk mendekat, memberi ruang untuk cewek bertubuh langsing dan tinggi itu untuk duduk bersebelahan dengannya.

"Udah dong!" Lia tertawa manis, begitu lembut. Tangan kanannya mengangkat bungkusan plastik berisi album terbaru dari kumpulan Itzy.

Jeno yang melihat kegembiraan Lia turut tersenyum gembira.

Tangannya naik mengelus lembut belakang kepala Lia. Sahabat yang juga tunangannya.

Mereka bertemu ketika keduanya berusia 12 tahun. Dia berhutang nyawa dengan Lia kerana sudah membantunya dan keluarga nya yang terlibat kecelakaan mobil. Sejak itu, Jeno berjanji untuk sentiasa melindungi Lia.

Tapi sialnya, itu digunakan Lee Jeongho untuk membuatnya patuh. Mengheret Lia untuk masuk ke kehidupan mereka.

"Lo mau makan di mana?"

"Hmm..terserah deh. Tapi aku pengen makan aiskrim coklat. Bisa kan?"

Jeno mengangguk pelan. "Sekalian sama chocolate milkshake kan?"

"Okey, thanks Jen. Kamu memang tau banget selera aku gimana. Terus-"

Keduanya langsung berjalan beriringan menuju ke arah food court di sekitar mall. Sambil sesekali Jeno mendengar celoteh Lia yang sibuk berbicara itu ini.

Tanpa sedar, keduanya sampai di hadapan restoran menjual sushi yang terletak di tingkat 3 mall. Mereka masuk ke dalam lalu mengambil tempat duduk di penjuru restoran.

"Gue order minum dulu buat lo. Tunggu aja sini."

Jeno berpesan sebelum berjalan ke arah kaunter khas yang mempamerkan pelbagai menu minuman khas Korea dan Jepang. Lantas Jeno memesan milkshake untuk Lia dan teh hijau untuk dirinya.

Untuk sushi, tidak perlu kerana sushi yang dihidangkan dalam bentuk bufet. Mereka tinggal duduk dan memilih sushi mana yang mereka sukai.

Senang dan ringkas.

Setelah membayar pesanan, Jeno berpaling dan ingin berjalan ke arah meja untuk menunggu pesanan nya.

Namun, ada seseorang yang seakan akan menarik perhatiannya duduk di hujung restoran di sebelah kanan. Berseberangan dengan arah duduk dirinya dan Lia.

Sepasang mata Jeno memicing untuk memastikan jika dia tidak salah pandang ketika ini.

Pasalnya, yang menarik tumpuan nya tadi tidak lain tidak bukan adalah Jung Gya, duduk menghadap tempatnya berdiri. Yang sialnya, cewek itu kelihatan sedang makan berdua bersama seorang....

Cowok?

Jeno tidak salah pandang. Dia yakin, cewek itu memang Jung Gya.

Tapi, kenapa dia berada di sini? Dan bersama seorang cowok?

Tanpa sedar, kedua penumbuk Lee Jeno terkepal erat di atas meja. Dia pasti itu Jung Gya, pacarnya. Namun, identitas cowok yang duduk di hadapan cewek itu tidak pula diketahui nya. Dengan posisi cowok itu uang membelakangi, sulit untuk melihat seperti apa rupa cowok yang sudah berani beraninya berhubungan dengan cewek yang sudah mempunyai kekasih.

"Lee Jeno, ini pesanannya."

Jeno sudah ingin menghampiri kedua pasangan yang kelihatan gembira itu ketika pelayan di kaunter memanggilnya kerana pesanannya sudah siap.

Damn, sungguh masa yang tidak sesuai sekali.

Terkocoh kocoh, Jeno mendatangi kaunter. Mengambil nakas berisi air pesanannya dan Lia sebelum kembali bergegas menuju ke cewek itu.

"Tunggu bentar gue mau keluar!"

Sempat dia berpesan sebelum langkahnya diputarkan untuk beralih menyamperin Jung Gya dan cowok asing itu.

Dadanya seakan akan ingin meledak. Berani-beraninya Jung Gya keluar dengan cowok lain selain dirinya sendiri!

Tapi, sepertinya Tuhan berada di pihak cewek itu apabila Jeno kehilangan jejak keduanya. Pasangan itu sudah tidak ada di sana ketika Jeno berpaling.

Yang parahnya, itu semakin membuat hati seorang bernama Lee Jeno semakin membara. Dadanya turun naik menahan amarah. Shit dia kehilangan jejak Jung Gya. Sepertinya malam ini, dia harus benar benar pergi ke rumah cewek itu.

Dia harus menerima pelajaran.

"Kenapa Jen? Kamu baik baik aja?" Lia bertanya pelan setelah Jeno kembali lagi. Kini, riaknya sedikit tenang. Berbeda dengan tadi.

"Nggak, gue salah orang tadi."

Tidak Lee Jeno tidak pernah salah orang. Cewek itu benar benar Jung Gya! Dia pasti.

___________________________________________

"Nah, buat kamu."

"Eh, apanih? Nggak usah Jaem. Aku nggak butuh ini. Buat kamu aja." Gya menolak, mengibas tangan untuk menolak aiskrim huluran Na Jaemin.

"Mmm" Jaemin menggeleng, masih bersikukuh menghulurkan mangkuk aiskrim bersaiz big dengan dua skop ais perisa mint choco di atasnya. "Kamu harus ambil. Aku maksa."

Gya menghela nafas singkat mendengar nada paksaan dalam suara Na Jaemin. "Ya udah aku ambil."

Akhirnya, dia mengambil huluran itu. Malas ingin bertekak dengan cowok yang baru dikenalinya belum sampai seminggu ini.

Kini, keduanya sedang duduk di sebuah taman selang beberapa kedai dari kafe tempat Gya bekerja. Masa rehat cewek itu masih tersisa 15 menit lagi. Makanya mereka berdua memilih untuk duduk sebentar di sini.

Sambil mengambil angin sore.

"Kamu mah, kan yang mau traktir aku. Kok kamu yang bayar sih?" Beberapa saat kemudian, Gya merungut kepada cowok itu.

Mana tidaknya, ketika mereka makan di kedai sushi tadi, Jaemin beria menolak ketika Gya ingin membayar. Sehingga sempat terjadi perbalahan kecil antara mereka. Semata mata untuk urusan pembayaran. Dan pada akhirnya, Gya harus mengalah.

Menghasilkan tawa renyah dari sepasang bibir Na Jaemin yang tidak pernah sama sekali menyentuh rokok. Ia berpaling, menatap rekat sepasang wajah di sebelahnya.

"Iya. Aku kan cuman minta traktir. Tapi nggak pernah nyebut sama sekali kan kalau yang bayarnya kamu."

Gya tertawa kecil, merasa sedikit aneh. "Emangnya ada ya istilah kek gitu?"

"Ada dong. Dalam kamus harian Na Jaemin."

Gabungan ketawa sepasang cowok dan cewek kedengaran di kawasan taman yang sunyi itu. Hanya ada dua atau tiga keluarga yang meluangkan masa di sana. Lumayan, hari ini kan minggu. Wajar saja banyak yang meluangkan masa bersama keluarga masing masing.

Iris mata Gya spontan memandang ke arah sepasang suami isteri yang sedang bercanda sesama sendiri sambil mengawasi kedua anak kecil mereka bermain.

Serta merta, secebis senyuman merekah di bibirnya. Suasana yang indah sekali.

Namun malang bagi dirinya, sejak kecil lagi, tidak pernah merasai hal begitu. Bagaimana rasanya berkumpul bersama keluarga. Ibu, ayah dan saudara.

Sementara Gya memandang rekat ke arah keluarga bahagia itu, pandangan mata seseorang lebih tertarik untuk mengagumi keindahan wajah cewek di sebelahnya.

Na Jaemin menatap rekat Jung Gya di sebelahnya.

Kepulangan nya ke Korea kali ini sepertinya tidak sia sia. Dirinya yang tiba tiba tertarik untuk singgah ke Chill Dream Cafe kemarin juga tidak sia sia. Lalu paling utama, pertemuannya dengan cewek ini hal yang paling beruntung baginya.

Cinta? Ah Jaemin belum pasti sama ada dia jatuh cinta atau tidak pada cewek manis ini. Dia takut jika perasaan ini malah akan membuatnya jauh dari Gya yang sepertinya baru mula dekat dengannya.

"Gya.." panggilannya membuat Jung Gya menoleh dengan sudu aiskrim yang berada di dalam mulut.

"Mmh?" Gya mengangkat sebelah alis setelah pandangan keduanya bertemu. "Kenapa Jaem?"

Sedikit merasa aneh kerana Na Jaemin yang memanggilnya tadi langsung tidak bersuara tapi tetap merenung tepat ke matanya.

"Izinin aku.." Jaemin membuka mulut perlahan. Masih takut takut sebenarnya jika kata katanya sebentar nanti mendapat respon yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.

"...lebih mengenali kamu."

"Huh?" Rasanya ayat barusan bisa membawa banyak arti kepada cewek selugu dan semanis Jung Gya. Keningnya mendelik hampir bertemu kerana bingung. Yang entah kenapa malah membuat Jaemin gemas.

Ya salahnya sendiri sih. Bicara nggak jelas.

"Maksud aku tadi, bisa nggak kalau kita lebih dekat. Sebagai sahabat."

"Oh, kirain..." Gya berdehem seketika. Sempat merasa bodoh kerana tidak mengerti dengan arah pembicaraan Na Jaemin barusan.

Jaemin ketawa renyah. Ah, bukan itu yang ingin dikatakannya sebenarnya. Tapi, ya udah gas ajalah. Kerana udah terlanjur bicara kan? Mau gimana lagi.

Dilihat lihat juga Jung Gya pun sepertinya agak ragu dengan kata katanya barusan.

Tidak apa. Perlahan lahan. Biar dirinya mengorak langkah secara perlahan. Nggak usah terburu buru.

"Jujur, kecuali teman teman masa kecil aku, kamu teman pertama yang aku ketemu setelah datang ke Korea. Jadi, kalau bisa, aku mau lebih dekat sama kamu. Bisa kan?" Jaemin berbicara lagi.

Tidak mahu jika Jung Gya salah faham. Raut wajahnya kelihatan benar benar serius.

Gya ketawa kecil melihat itu, "tenang. Aku ngerti kok sama omongan kamu." Tuturnya dengan sisa tawa. Namun kemudian, riak wajahnya berubah.

"Tapi, apa kamu yakin, kamu bisa berteman sama cewek kayak aku?" Sambungnya kemudian. Masih menunggu reaksi Jaemin di sebelahnya.

"Emangnya kenapa sama kamu?" Jaemin yang sedikit aneh dengan soalan Gya kembali menyoal, "Apa kamu pelarian dari Utara? Atau anak mafia?"

Cepat Gya membalas dengan gelengan laju.

"Nah kalau gitu, nggak ada alasan dong untuk aku nggak suka berteman sama kamu."

Kata kata Jaemin membuat Gya terdiam sendiri. Aiskrim di tangannya diletakkan di pangkuan. Ia memandang jauh ke hadapan. Riak wajahnya langsung berubah.

Tanpa sedar, satu keluhan terbit dari bibirnya.

"Kadang, ada hal yang sama sekali nggak bisa diluahin ke orang lain. Karna bisa saja hal itu bersangkut paut sama kebahagiaan orang lain. Takut, kalau hal sebenar terungkai, bisa berdampak buruk buat semua orang."

Jaemin mengerutkan dahi mendengar kata tiba tiba Gya.

"Soal hubungan, nggak peduli, temenan, pacaran atau sekadar mengenali—kita bisa seenak hati bilang, nggak papa, aku temenan sama kamu ikhlas, aku terima semua kekurangan kamu." Gya berjeda.

"Tapi, saat hal sebenar terbongkar, bakal sama aja. Ramai yang memilih untuk menghukum daripada menerima. Lebih memilih pergi daripada bertahan."

Gya kemudiannya memandang Jaemin, menunggu respon dari cowok itu.

Jujur, Gya senang berteman dengan Jaemin. Kerana sepanjang hidupnya, teman teman yang ia punya, tidak ramai.

Selain keluarga Minnie yang mamanya terlebih dulu mengenali mendiang bunda, dan juga Jihoon yang entah sejak kapan sering melekat dengannya, Gya benar benar tidak percaya dengan siapa pun.

Bahkan 'keluarga' nya saja membuangnya dan Gyo begitu saja. Kerana percaya dengan omongan orang lain.

Dia dan Gyo benar benar hanya bergantung harap sesama sendiri. Mencuba menguatkan biarpun sulit. Berusaha bertahan dalam kesempitan hidup angkara ulah seseorang.

"Gya.." Jaemin bersuara pelan, "...dalam berteman, aku nggak pernah menilai seseorang pada masa lalu yang ia punya. Kamu baik, aku senang berteman sama kamu." Sambungnya lagi sambil memandang tepat ke arah cewek di depannya.

Jika Gya mempunyai pegangan hidupnya sendiri, apatah lagi dalam menjalin hubungan yang bernama persahabatan.

"Kalau kamu pengen tahu, sahabat sahabat kecil ku juga nggak sempurna. Mereka punya masa lalu yang mengenaskan bagi masing masing dari mereka." Tiba tiba ia teringat pada sahabat sahabatnya itu.

Bibirnya mengukir senyuman.

"Masa lalu itu nggak akan bisa berubah biarpun kita menolak. Tapi, kita punya satu sama lain untuk saling menguatkan. Sebatas mengungkap kata kata, segalanya bakal baik baik aja."

"Setelah hujan, pasti akan ada pelangi."

Wow, jika teman temannya mendengar kata katanya barusan, mereka pasti akan mentertawakannya habis habisan.

Lihatlah seorang Na Jaemin yang terkesan kaku dan sering main main, mengeluarkan kata kata pujangga hanya untuk mendapatkan sebuah deklarasi persahabatan dari seorang cewek.

"Dengan kata lainnya, aku benar benar ikhlas pengen jadi teman kamu."

Gya yang dari tadi membatu bangun dari duduknya. Bekas aiskrim yang sudah cair di dalam tangannya dicampakkan ke dalam tong sampah.

Jaemin yang menyedari Gya akan berlalu juga ikut berdiri. Dadanya berdebar menunggu penerimaan cewek itu.

Haha, tingkahnya seperti baru menembak cewek untuk dijadikan pacar saja.

"Ya udah, aku percaya sama kamu." Gya berpeluk tubuh. Mengangkat kepala menatap Jaemin yang lebih tinggi daripadanya.

"Cuman satu yang aku minta, aku harap kamu benar benar ikhlas buat temenan sama aku." Gya tersenyum.

"Aku lelah terjebak dengan orang orang yang cuman pengen ngambil kesempatan atas kelemahan aku."

Setelah itu, Gya terus berlalu pergi. Meninggalkan Jaemin sendirian yang masih terkedu.

Cowok itu memegang dadanya.

"Gya.." panggil nya lirih. Ia kaget melihat Gya sebentar tadi.

Di sebalik senyuman manis yang terpasang di wajahnya, mata cewek itu seolah olah mengatakan perkara lain. Jaemin bisa membaca dengan jelas maksud pandangan itu.

Pandangan seseorang yang benar benar sudah lelah menghadapi kehidupan yang dimilikinya ketika ini.

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience