·
·
·
·
·
·
"Nurut sama gue!"
Dengusan Lee Jeno kedengaran bersama tangannya yang mencengkam kuat tangan kiri Gya di dalam genggamannya sambil mengheret gadis itu ke parkiran.
Gya meringis kesakitan, cuba mengimbangi langkah panjang Jeno di depannya, "t-tapi, kita mau ke mana dulu kak?"
Bahkan anak anak Serim High lain yang melihatnya hanya mampu memandang saja kejadian di hadapan mereka tanpa ada niat untuk membantu.
Come on, its Lee Jeno. Siapa aja yang berani melarang kelakuan nya. Bisa bisa, mereka yang mencuba terlibat akan terkena balasan. Tahu saja angin buruk Jeno seteruk mana. Daripada membangkitkan devil yang marah, sebaiknya mereka tidak ikut campur.
"Masuk!" Menahan amarahnya, Jeno menyuruh Gya untuk masuk ke dalam mobil Bentley hitam legam nya.
Tentu saja Gya tidak mahu. Dia tidak bodoh untuk mengikuti kemahuan cowok itu. Entah ke mana saja Jeno akan membawanya. Lebih lebih lagi ini masih dalam waktu pelajaran. Plus, Gyo masih di sekolah.
"N-nggak mau!" Mencuba memberontak tapi suaranya sahaja sudah kedengaran dia takut.
"Jangan cabar gue, Gya!" Eram Jeno rendah. Bola matanya merah dengan rahang kokohnya mengeras.
Sakit hatinya apabila melihat cewek itu disentuh oleh orang lain tadi. Jika diturutkan hatinya mahu sahaja dia menghabiskan riwayat anak baru itu tadi.
Mujur pak guru sialan itu datang tepat masanya.
Jeno mulai kehilangan kesabaran apabila Gya masih bersikeras untuk tunduk padanya. Dia sungguh tidak suka dengan pembantah. Apatah lagi yang membantah nya itu adalah Jung Gya.
Sungguh Jeno benci.
Kerana sudah hilang kesabaran, Jeno lebih memilih untuk menggunakan kekasaran. Tanpa amaran, Jeno membuka pintu mobil di jok sebelah pemandu, lalu menolak kasar tubuh Gya ke dalam.
"Kak Jeno!! Kak- argh!!" Gya meringis sakit apabila punggung bawahnya terkena pada bonjolan di dalam mobil guna mengubah arah itu.
Sungguh rasanya hari ini adalah hari paling jerih untuknya. Hari ini saja sudah berapa kali dirinya menubruk benda benda keras.
"Kita mau ke mana?!!"
Pekik Gya sebaik saja Jeno masuk ke jok pemandu.
"Lepasin gue!! Gue nggak mau ikut sama lo!! Dasar cowok jahat!" Entah dari mana datangnya keberanian itu, Gya membentak Jeno. Panggilannya juga sudah berubah. Dia tidak peduli jika Jeno akan semakin marah padanya.
Jika bisa, bunuh saja dia. Tidak sanggup rasanya dirinya menahan segala siksaan yang dialaminya ketika ini.
Jeritan penuh kebencian itu malahnya tidak membuat Jeno gentar sedikit pun. Sebaliknya dia menampilkan senyuman jahat khas miliknya. Pandangan matanya berubah.
"LO!!"
Jeno yang sedikit tidak terima apabila ada yang membentak nya tepat di wajah pantas memajukan tubuh. Menghimpit Gya yang sedia mula sudah sedikit terperosok ke tepi pintu mobil.
Tanpa lengah, bibirnya terus meraup kasar bibir tipis cewek itu.
"Kak- emhhh.." Gya berontak, cuba menutup bibirnya agar tidak menerima ciuman kasar Jeno.
Sadar tangannya masih bebas, Gya langsung menumbuk keras dada Jeno di depannya. Dia tidak akan membiarkan Jeno yang sedang marah ini sesuka hati menyentuhnya lagi.
Dia muak menjadi tempat pelampiasan.
Sedangkan baru pagi tadi dia melihat Jeno berciuman mesra dengan Lia. Dan kini, dengan dirinya.
Namun tampaknya, kudrat miliknya tidak ada apa apanya apabila Jeno dengan mudah menangkap kedua belah tangannya lalu menekan pada kaca mobil dengan sebelah tangan.
Gya frustasi! Merutuk dirinya sendiri kerana lemah. Tapi itu tidak mematikan akalnya untuk berfikir bagaimana untuk menyingkirkan Jeno dari depannya.
Jeno tersenyum sinis saat Gya membuka bibirnya, memberikannya ruang untuk terus melumat kasar bibir gadis itu. Tapi....
"Enghhh-"
"Oh shit!"
Jeno mengumpat apabila Gya bertindak menggigit kuat tepi bibirnya sehingga mengeluarkan darah. Begitu saja, tautan mereka terlepas dan tubuh cowok itu kembali terduduk pada kerusi kemudinya.
"Lo nolak gue Gya?!!"
Gya mencuba mengambil peluang untuk lari dari Jeno. Tangannya sudah ingin membuka pintu mobil tapi tidak menjadi apabila Jeno bertindak menekan butang kunci dari sebelah pemandu sehingga pintu itu benar benar tidak bisa dibuka.
"Kak- urghhhh"
Akhirnya Gya benar benar kehilangan akal untuk lari dari cowok psycho itu.
"Huh, gimana Gya? Masih punya usaha buat lari dari gue?" Jeno menoleh sekilas pada Gya dan memasang senyuman kemenangan melihat segala usaha Gya yang gagal.
Puas hatinya melihat riak frustasi cewek itu.
Dan baru dia teringat peristiwa tadi. Rasanya hatinya kembali membara mengingat bagaimana tangan lain yang sewenang wenangnya berlabuh di wajah mulus Gya. Belum lagi bagaimana bayangan tubuh kecil Gya yang berada dalam kungkungan cowok tadi.
Tanpa sedar, tangannya kembali terkepal.
"Lo curang sama gue Gya?!" Tanyanya tajam. Dadanya turun naik mengingat itu.
"Emangnya kenapa kalau aku curang? Masalah buat Kak Jeno? Bukannya selama ini itu yang Kak Jeno lakuin?" Rasanya ketika ini Gya sudah tidak peduli.
Persetan dengan kemarahan Lee Jeno. Toh dia juga tidak salah kan dengan kata katanya. Sedangkan Jeno sendiri memacari dua cewek dalam satu masa.
Dirinya dan Kim Lia.
Tangan kecilnya mengepal begitu saja mengingat tentang cewek manis itu. Sungguh, munafik. Penuh kepuraan.
"Liat sini Gya." Rasanya dada Lee Jeno ingin meledak dengan jawapan itu.
"Nggak!" Bantah Gya sembari melipat lengannya ke dada dan berpaling memandang ke luar.
Ah, tingkah nya saat ini seakan akan dia dicurangi saja.
"KALAU GUE BILANG SATU KALI LANGSUNG NURUT JUNG GYA!!"
Sontak, nyali Gya menciut sebaik saja mendengar nada nyaring dari Lee Jeno. Kedua tangannya yang tadi dengan angkuhnya berada di dada kini terkepal erat.
Ingin menangis saja rasanya saat ini.
"Jangan pernah bandingin diri lo sama Lia, Gya." Eram Jeno rendah sembari mencengkam rahang Gya kuat dengan tangannya. "Lo nggak setaraf untuk dibandingin sama Kim Lia. Jauh banget. Kayak najis anjing, sama batu permata."
Rasanya kata kata itu lebih menusuk hati dan jantung Gya dari pada cengkaman Jeno pada rahangnya kini. Sungguh dalam!
"Dia, orang yang gue sayang sepenuh hati gue." Masih belum habis dengan kata katanya, Jeno kembali menghantarkan kata kata berbentuk belati itu kepada cewek itu.
"Sementara lo, cuman cewek simpanan murahan yang mirip pelacur. Kapan aja, gue bisa buang lo dari hidup gue."
Hati Gya bagai terhiris hiris mendengar itu. Sebutir air mata mengalir di wajahnya. Kata kata itu, mirip dengan kata kata seseorang yang sangat dibencinya dalam kehidupan ini.
"Bahkan nama Lia, sungguh nggak pantas buat disebut di bibir manis lo!"
Kemudian dengan kasar, Jeno melepaskan cengkamannya. Membuat kepala Gya terteleng ke sebelah kiri.
Jeno tersenyum kerana bisa membuat air mata Gya jatuh di pipi halus itu. Satu kepuasan baginya.
Kemudian, dia menghidupkan enjin, melesak laju dari kawasan gedung belakang pagar sekolah. Dia tidak tahu ingin ke mana. Tadi saja tindakan refleks nya yang ikut sama sama menarik Gya.
Gya mencuba meredam air matanya. Mengetap bibir kuat sambil sesekali mengerjapkan mata. Tiada guna menangis di depan Lee Jeno. Itu hanya akan membuat nya kelihatan lemah.
"Gue suka liat lo terluka kerana gue, Gya. Gue suka kalau lo nangis kerana perbuatan atau kata kata gue." Sinis Jeno kemudian.
Bukannya dia tidak tahu, cewek itu sedang menahan tangis. Tapi sengaja diabaikan. Biarin saja. Itu padahnya kerana berani melawan kehendak Lee Jeno.
"Karma is real kak. Aku harap suatu hari nanti, kakak nggak menyesal dengan apa yang kakak katakan barusan!"
Pesan Gya datar sebelum menutup matanya. Malas mempedulikan Lee Jeno.
Mobil Bentley hitam terus meluncur laju di jalanan, mencelah di antara mobil mobil lainnya tanpa peduli. Sementara Gya, masih menutup mata.
Dasar brengsek bajingan! Mesum, setengah!
Di dalam hatinya mengutuk Lee Jeno dengan pelbagai cacian dan makian yang diketahuinya di dunia ini. Tidak peduli lagi. Dia sudah benar benar muak dengan kerenah cowok gila itu.
Berharap agar cowok itu cepat cepat berasa bosan dengannya dan melepasnya pergi.
"Heh, bangun! Udahan molor terus!"
Desisan cowok itu dan mobil yang sudah berhenti bergerak menandakan mereka sudah sampai ke destinasi. Lalu mengikut firasat nya, Jeno menghantarkannya ke rumah.
Huh, sungguh pekerjaan yang sia sia.
Matanya terus terpejam. Tanda protes.
"Selagi gue masih baik baik, mendingan lo bangun dan masuk ke rumah lo. Sebelum gue hilang sabar langsung bawa lo check in ke hotel." Ugut Jeno apabila Gya belum juga mahu membuka mata.
Berjaya! Gya langsung membuka matanya dan membetulkan sedikit letak duduknya. Sial, tubuhnya merinding mendengar ugutan cowok gila di sebelahnya.
"Keluar sana. Gue mau ke sekolah lagi."
"Lah kalau kak Jeno masih mahu ke sekolah, aku nya ngapain di hantar pulang sih? Nggak jelas amat!"
Kan sudah Gya katakan, Jeno emang manusia yang paling nggak jelas yang ditemuinya di muka bumi ini.
"Gue liat liat, makin lama, lo makin berani ya bentak bentak gue." Jeno mencondongkan tubuhnya lagi. Berbicara rendah dengan Gya yang jelas kelihatan sebal.
Gya menjauh, beringsut ke pojok pintu. Jeno yang semakin mendekat ke arahnya membuat Gya berdebar hebat. Apatah lagi arah mata cowok itu menatap tajam pada bibirnya.
"Bibir lo nih, rasanya pengen gue cium cium terus lumat lumat."
Pantas Gya membuka pintu mobil dan menyusup keluar dari sana. Gila! Melihat Jeno seperti itu ternyata lebih seram.
Memutarkan bola matanya, Gya berura ura untuk masuk ke dalam rumah. Teringat sesuatu, dia kembali berpaling, bertatapan dengan Jeno yang masih berada di dalam mobil.
"Jangan lupa anterin Gyo pulang."
Setelah berpesan satu kata, Gya langsung berpaling semula dan masuk ke dalam rumah. Awas saja jika cowok itu tidak bertanggungjawab ke atas Gyo, akan dipastikan cowok itu menerima balasan darinya.
Lagi pula, Lee Jeno memegang tanggungjawab kerana cowok itu yang membawanya pulang sedang kan masih jam sekolah.
Ch, berbicara seperti dia mampu. Padahal belum apa apa dia sudah ketar ketir kerana takut.
______________________________________________
"Gyo~ masih ngambek ya sama Gya?"
"Uh-uh!"
Gya memuncungkan mulut, masih mencuba mengintai di sebalik bantal yang dipeluk Gyo untuk melihat wajah masam kembarnya.
"Kalau Gyo marah, Gya harus gimana dong."
Gya bersuara manja, masih mencuba mengintai wajah masam Gyo yang sedang berbaring.
Sudah hampir setengah hari mereka begini. Sepulang sekolah setelah dihantar Mark, Gyo langsung berbaring. Belum berganti pakaian dan terus melancarkan mogok kepada Gya. Gya mengintai dari sudut kanan, abangnya berpaling ke kiri. Begitu juga sebaliknya.
Penyebabnya, hanya satu.
Gyo ngambek kerana Gya meninggalkannya di sekolah tadi. Kembarannya itu sudah menunggunya di hadapan pintu kelas. Seperti kebiasaan.
Tapi Gya tidak kunjung ada. Sebelum akhirnya, oknum Mark Lee datang dan mencuba memaksanya untuk pulang.
Sempat berbalah hampir setengah jam, kemudian Ningning yang dikirimi pesan oleh Gya memujuk. Barulah Gyo mahu pulang.
Lalu, beginilah kejadiannya.
Gyo ngambek, tidak mahu bicara. Tidak mahu makan.
Dan Gya sendiri hampir kehilangan cara bagaimana untuk memujuk Gyo.
"Okay, Gya minta maaf. Ya? Please.." Gya memasang wajah comel kepada Gyo. Berharap kembarnya itu tidak akan marah lagi.
Gyo menggeleng pantas apabila Gya bersikeras ingin melihat wajahnya yang disembunyikan di sebalik bantal.
Sebenarnya, Gyo marah bukan kerana Gya tidak ada. Tapi dia khawatir dengan Gya. Sejak adiknya itu bersekolah di sekolah yang sama dengannya, Gya seolah olah menjadi incaran anak anak nakal yang sebelum ini sering membulinya.
Ia takut seandainya adiknya itu ditimpa masalah. Lagi lagi ketika berurusan dengan Lee Jeno clans. Biarpun Gyo cacat, dia masih bisa berfikir sedikit. Dia tidak bodoh.
"Iyo-ma..rah-amma- Iya." (Gyo marah sama Gya."
"Iya-pel..gi-anpa-Iyo." (Gya pergi tanpa Gyo."
Luahnya berharap adiknya itu mengerti akan punca kekhawatiran hatinya.
"Iya, Gya tau. Tapi kan, Gya udah minta maaf dari tadi sama Gyo." Sedar jika Gyo sudah mahu buka mulut, Gya memujuk lagi. Berharap kini Gyo akan mahu memaafkannya.
"Padahal kan Gya udah capek capek bikinin makanan kegemaran Gyo tauk. Hmm, malah nggak dimakan sama abang!"
Sengaja Gya menekan perkataan abang dihujungnya.
Seulas perkataan itu sontak membuat Gyo terdiam. Di dalam hatinya terasa ingin menjerit gembira mendengar Gya memanggilnya abang. Padahal adiknya itu sangat jarang memanggilnya abang.
Senyuman kecil terukir di bibir Gya. Tubuhnya melonjak untuk duduk berhadapan dengan Gyo sebelum menarik pegangan bantal yang tidak lagi kelihatan rapat seperti tadinya.
"Tuh kan, Gyo suka kan dipanggil abang! Ngaku nggak." Gya terpekik gembira apabila mengesan senyuman kecil yang tersungging di bibir Gyo.
Nah sudah apa katanya. Gyo suka kalau dipanggil abang.
"Ngaku nggak? Ngaku nggak?" Gya menyucuk pinggang Gyo beberapa kali membuat Gyo yang sedari tadi menutup wajah dengan tangan kini ketawa besar.
Dalam seketika, keduanya bergelumang di dalam selimut. Bercanda bersama sehingga menimbulkan gelak ketawa yang membuat suasana menghangat antara kedua saudara sedarah itu.
"Aaaa udah, Gya pengap." Terengah engah, Gya mengisyaratkan Gyo untuk berhenti menggelitikinya.
Perutnya sakit kerana banyak ketawa.
Gya bangun, mengurai rambutnya yang panjang dan berantakan dengan satu berantakan. Memandang Gyo yang sedang bermain dengan hujung rambutnya. Memintal kecil dengan jari telunjuknya.
Salah satu kegemaran Gyo.
"Udah nggak ngambek sama Gya kan?"
Gyo menggeleng. Kini tersenyum.
"Mau makan nggak? Setelah ini, Om Chansung ngajakin kita makan di rumahnya. Katanya pengen ngerayain ulang tahun Minnie."
Kini Gyo mengangguk dan ikut duduk di pinggir kasur. Memegang tangan kecil adiknya ke dalam genggaman tangannya yang besar.
Gya mengangkat kening hairan dengan tingkah tiba tiba Gyo.
"Iyo- m..nta- maf- udah- ma..rah- amma- Iya." (Gyo minta maaf udah marah sama Gya.)" Tuturnya tersekat sekat.
Suaranya seakan akan tidak keluar. Sangat payah untuk Gyo berbicara. Tapi itu sudah hal biasa bagi Gya. Ia bisa memahami jelas perkataan abangnya.
"Iyo- ta..kut- I..ya- di..sakk..itin- ama- mer..eka." (Gyo takut Gya disakitin sama mereka.)
Gya tercekat. Dirinya silap jika selama ini berfikir Gyo tidak tahu apa yang dialaminya. Buktinya, abangnya ini sangat mengkhawatirkan nya.
Ia membalas genggaman tangan Gyo, mencuba tersenyum, menyembunyikan derita yang dialaminya selama ini, "Gyo nggak usah khawatir. Yang penting, Gyo selamat. Ya?"
"Kalau Gya kekal di sisi Jeno, dia udah janji buat sentiasa lindungin Gyo."
Kata kata itu, membuat Gyo tertunduk.
"Se..mua- ini- sa..lah- Iyo. Ke..ra..na- Iyo- Iya- ja..di-su..sah." (Semua ini salah Gyo. Kerana Gyo, Gya jadi susah.)"
"Pad..ah..al- Iyo- ka..nn- ab..ang." (Padahal Gyo kan abang.)
Gya sama sekali tidak menggubris kata kata Gyo tadi.
Memang, jika diturutkan, Gyo lahir terlebih dahulu sebelum dirinya. Kerana itu Gyo berstatus abang dan dirinya adik. Tapi sejak kecil, Gya sudah terbiasa harus mengurus abangnya.
"Pesan bunda, Gya harus bisa lindungin abang. Kerana abang itu spesial." Tutur Gya lembut. Mengulang kembali kata kata dan amanah mendiang bundanya yang telah pergi meninggalkan mereka lebih 6 tahun dulu.
Bunda mereka yang baik, tetap sabar walaupun menerima bermacam hinaan. Tegar dan kuat membesarkan mereka berdua.
"Gyo ingat kan, pesanan bunda sebelum bunda pergi dulu?" Gya mengusap perlahan rambut Gyo. Lembut, penuh kasih sayang.
"Setelah bunda pergi, abang butuh Gya buat sentiasa lindungin abang. Gya juga butuh abang sebagai kekuatan Gya. Kita kan kembar?"
Memang, setelah ditinggal bunda buat selamanya, Gya mengambil alih tugas untuk melindungi Gyo. Sama seperti yang dilakukan bundanya dulu. Melindungi mereka daripada orang luar yang sentiasa memandang rendah akan wujud mereka yang digelar anak tidak sah taraf ini.
Kerana itu juga Gya tidak sekolah. Hanya Gyo yang sekolah.
Mereka tidak mampu untuk membayar yuran sekolah untuk keduanya. Makanya Gya memilih untuk membiarkan Gyo sekolah. Sementara dirinya, harus bekerja untuk menyara hidup mereka berdua.
Segalanya baik baik saja, sebelum seseorang muncul kembali dan merusak kehidupan yang dilalui oleh mereka.
Membuatnya terjebak dengan masalah yang jauh lebih besar begini. Memaksa Gya untuk tak punya pilihan selain daripada berdamai dengan keadaan.
Dulu, mereka bisa lari. Tapi kini, tidak lagi.
Orang orang itu akan selalu ada mengintai mereka.
Orang orang yang dulunya merusak kebahagiaan keluarga kecil mereka.
Share this novel