"Dasar cacat! Bikin buruk pemandangan aja!"
"Lo harusnya nggak sekolah di sini! Bikin malu aja!"
"Mati aja sekalian sana!"
Teriakan teriakan kasar itu kedengaran di belakang bangsal buruk Sekolah Tinggi Saerim High, diselangi dengan bunyi pukulan pukulan kasar dan suara seorang anak laki laki yang lemah tidak berdaya yang merintih kesakitan.
"Argkkhhhh...akittt...sakkiiitttt..." Ngongoian yang tidak jelas kedengaran dari bibir nya. Mungkin kerana kelemahan dirinya yang sememangnya tidak bisa bicara.
"Ngomong apaan sih njir?! Nggak ngerti gue."
Pelajar lelaki dengan singlet putih dan celana sekolah beserta seragam yang disampirkan di bahu itu berjalan maju beberapa langkah, sepertinya dia ketua yang melakukan perundungan itu.
Tangannya mencekal rambut hitam mangsa dan mendongakkan ke atas, "ngomong apa lo?! Hah? Nggak jelas amat."
"Akk..akkk..itttt." Biarpun kesakitan, anak laki laki lemah itu tetap mencuba bersuara. Tidak mempedulikan cengkaman pada rambutnya yang semakin kuat.
"Apasih? Nggak jelas amat!!" Kibum menengking, tangannya sudah naik, siap siap ingin menghadiahkan tamparan.
"Heii...heii lepasinnn diaaa!!"
Namun suara seseorang bersama bunyi derap kaki yang mendekat, membuat 10 pasang mata milik anak anak nakal itu teralihkan dan memandang ke kanan.
Tepatnya, pada seorang cewek dengan kaos putih kebesaran, jeans dan sneakers yang juga kelihatan amat lusuh, sedang berlari menuju ke arah mereka.
"Lepasinn!! Kalian siapa hah?" Bentak gadis itu setelah kakinya berhenti di hadapan gerombolan anak sekolah yang sedang melakukan perundungan itu.
Gadis berambut hitam panjang sepinggang itu maju ke hadapan, cuba menyentuh mangsa yang sudah kelihatan babak belur, wajahnya penuh dengan luka dan darah yang hampir mengering. Membuat ia hampir hampir menangis melihat keadaan yang mengenaskan itu.
Namun, belum apa apa, lengannya dicengkam kasar oleh salah seorang pelajar itu.
"Lo siapanya dia? Hah?" Si gadis meringis kesakitan. "Kayaknya lo bukan anak sekolah ini deh. Gimana lo bisa masuk ke sini hah?" Soalnya lagi seraya menilik wajah di depannya.
Sepasang wajah yang lumayan cantik, dengan rambut panjang hitam lebat yang lembut, sepasang mata berwarna hazel. Benar benar cantik maka dengan mudah lelaki itu tahu, gadis di dalam pegangannya ini bukan berasal dari sekolah ini.
"Lo nggak perlu tau gue siapa! Lepasin gue!" Dalam keadaan begitu pun, ia masih juga melawan. Pandangan matanya tetap tidak lepas dari memandangi anak laki laki tadi.
Membuat Kibum mula merasa geram sekaligus tangannya mengeratkan cengkamannya pada kepala Gyo. Membuatnya semakin kesakitan sekaligus mengerang.
"Stop!!" Gadis itu berteriak, tidak sanggup lagi melihat penyiksaan yang dihadapi Gyo. Apatah lagi mendengar rintihan dari bibir lelaki itu.
"Gue nggak akan berhenti kalau cuman kerana cewek nggak jelas kayak lo." Kibum tersenyum miring. Memandang Gyo yang sudah separuh sadar.
"Sebenarnya niat gue cuman mau main main aja sama dia." Kemudian kembali memandang gadis mungil di depannya. "Tapi, kerana lo yang sok pahlawan ini, gue rasa..." Hentinya seketika, kemudian, kembali menarik rambut Gyo kuat. "...mau lakuin lebih dari itu."
Kini, kaki sebelahnya memijak kuat kaki Gyo yang terunjur, menimbulkan suara kesakitan yang lebih nyaring dan dalam.
"Gyo! Gyo..." Gadis dalam cengkaman yang hampir membuat kulit kepalanya lepas itu meriintih lagi, kali ini memohon, tidak lagi membentak, "...please, jangan sakitin dia lagi."
Dua tiga bulir air mata juga sudah menitis menuruni pipi gebu itu. Membuat Jungmin yang dari tadi bertugas memegangnya terkesima.
"Lo sebenarnya siapa sih sama si bisu?" Soalnya kemudian, merasa hairan.
"A-ku..."
"Hey, what are you doing?"
Baru saja ingin menjawab soalan itu, suara seseorang yang berasal dari belakang, menghentikan segala aktivitas perundungan itu. Kecuali Kibum. Dia masih memegang tubuh lemah Gyo.
Melihat ada yang datang, dengan pantas gadis berkaos putih itu bangun, berlari ke arah 6 orang cowok dengan seragam berlogo Serim High yang mendekatinya.
"Plis, plis tolongin!" Ia merayu kepada mereka yang disangkakan sebagai penyelamat itu. Memegang erat lengan anak yang paling tinggi.
Pandangan nya tidak lepas dari memandang Gyo yang masih disiksa. Untung saja mereka mereka ini datang, jika tidak, pasti Gyo benar benar akan dihabiskan. Hari ini juga.
Tapi, kelima cowok tadi hanya diam, tidak berkutik sedikit pun, sembari melihat ke arah seorang antara mereka. Sang gadis sadar, mungkin cowok berambut pirang itu ketuanya.
Kini, targetnya berubah, dia mendekat ke arah si pirang dan mengulangi kata kata dan perlakuannya tadi, "plis, tolong.."
Si pirang tadi terdiam, sorotan matanya kelihatan tajam. Memerhati dengan tekun gadis yang sedang merayu di depannya itu.
"Maaf ni ya, gangguin, tapi lo siapa? Gimana bisa ada di sini?" Cowok berkulit sawo matang pula bertanya.
Gadis ini tidak pernah dilihatnya di sekolah mereka. Barang sekalipun. Sedangkan, visualnya tidak buruk. Cantik, putih, mulus. Hanya...sedikit old fashion sih.
"Aku Gya. Jung Gya. Please..." Akhirnya, gadis itu memberitahukan namanya biarpun sedari tadi, itu adalah hal yang dielaknya. "...dia abangku. Abang kembar.." sambungnya memandang semula ke kerumunan tadi.
Kemudian, irisnya kembali memandang cowok di depannya, "aku bakal lakuin apa aja, asal kalian bisa membantu!"
Janjinya.
Tingg!
Detik itu juga, si pirang tadi merubah tatapan matanya. Jika tadi dia memasang wajah datar, kini tatapan itu berubah menjadi seringai.
Matanya memandang ke arah teman teman nya. Membuat kelima cowok itu turut berpandangan, dengan reaksi yang tidak bisa dijelaskan. Yah, mereka kaget kerana cowok itu -Lee Jeno- baru saja mengarahkan mereka untuk membantu mangsa perundungan di depan mereka.
"Ya udah, kalau lo udah kayak gitu." Gumam salah seorang yang mengenakan kaca mata hitam sembari menggulung hujung lengan seragam sekolahnya.
Dan, bagai sebuah filem, keempat lainnya turut melakukan yang sama.
Tidak sampai 10 detik, kelima cowok itu berjaya menghentikan gerombolan yang sedang mengelilingi Gyo tadi. Tidak butuh lama, sebaik saja kelima itu mendekat, kesemua mereka sudah beredar dari sana.
Hanya cowok satu itu, Kibum yang butuh diberi 'hadiah' di tepi pipi kanan.
"Kabur yuk! Gila kalian mau berurusan sama si iblis."
Kesemua mereka bertempiaran lari. Melihat itu, Gya berlari dari sisi cowok pirang dan pantas menuju ke arah kembarannya yang sudah terkulai layu di atas tanah coklat berdebu.
"Gyo...Gyo...bangun.." Panggil gadis itu, memangku kepala kembarannya. Gya meringis melihat tepi bibir nya yang sobek di sebelah kiri.
"G...G...aaaa." Erangan lemah terdengar, membuat Gya semakin merasa terluka melihat itu.
"Minggir, dia harus dibawa ke rumah sakit."
Biarpun tidak rela, Gya terpaksa merelakan tubuh kembarannya diambil dari jangkauan. Memandang punggung dua orang yang sedang membawa Gyo dari sana.
"Bangun."
Dingin seorang yang sedari tadi, hanya memandang saja segala yang terjadi di hadapannya. Wajahnya seperti tadi, tetap datar namun penuh aura mencengkam.
Dengan cekatan pula, Gya menghapus air matanya, berdiri semula lalu berpaling menoleh pada oknum di belakangnya. Menghadiahkan senyuman termanisnya.
"Terima kasih, udah bantuin aku sama Gyo tadi." Ia meletakkan kedua tangannya bersama, merasa amat berterima kasih tanpa menyedari, lawan tatapannya ini lebih menakutkan daripada gerombolan tadi.
"Aku bakal balas jasa kamu sama teman teman kamu. Terima kasih ya." Ucapnya seikhlas mungkin, berpusing dan berura ura untuk beredar.
Dia harus menyusul Gyo ke rumah sakit.
Namun, langkahnya itu tidak bisa diteruskan apabila sepasang tangan kekar melingkari pinggangnya, membuat belakang tubuhnya bertubrukan dengan cowok itu.
Detik kemudian, membuat tubuh Gya merinding hebat, apabila hembus nafas panas yang begitu dekat dengan tepi telinganya, berbicara perlahan,
"Mulai hari ini...lo pacar gue."
Bersambung...
Share this novel