Pria itu, Lee Jeongho kini sedang berada di dalam ruang kerjanya. Bersama dua orang asistennya, Ronald dan Il Joon. Di tangannya sendiri, ia sedang memegang satu berkas dokumen yang berisi informasi mengenai seseorang.
Sementara kedua assisten itu, setia berada di sisi kerusi yang didudukinya. Bersedia di sana untuk menjawab soalan daripada bos besar mereka.
"Apa dokumen ini sudah lengkap? Kau pasti sudah menyiasat ke akar umbi? Tiada satu pun yang tertinggal?" Soalnya tegas.
Bahagian maklumat begini, dia tidak pernah bermain-main. Dia akan serius sehingga kesilapan sedikit pun akan berujung fatal kepada orang bawahannya.
"Iya bos. Kami sudah menyiasat segalanya tanpa tertinggal detail kecil pun." Balas Ronald, berasa bangga dengan hasil kerjanya yang sama sekali tidak pernah mengecewakan bosnya ini.
Lee Jeongho menganggukkan kepalanya beberapa kali. Kembali memberikan atensi pada kertas di depannya.
"Apa kalian yakin, dia benar-benar bisa memberikan keuntungan pada perniagaan ku?" Periksanya lagi, kerana setakat ini, maklumat yang baru diperolehinya ini tersangat baru.
Bahkan ia sama sekali belum pernah mendengar mengenai bakal rekan kerjanya ini. Dan tiba-tiba saja, ia datang menghulurkan tangan untuk menjadi rekan kerja.
"Iya pak. Saya yakin. Tuan Park dan isterinya sebenarnya orang asli Korea. Tapi setelah mereka berkahwin, keduanya memilih untuk melepas kewarganegaraan dan berpindah ke Melbourne, tempat besar Puan Park."
"Kekayaan mereka bukan hanya ada di dalam Korea bahkan ke seluruh dunia. Mereka memiliki hubungan dalam dengan Raja Arab Saudi. Makanya, ini adalah kesempatan terbaik untuk tuan menjalin kerjasama dengan Tuan Park."
Penerangan ringkas Il Joon nyatanya mampu membuat Lee Jeongho membulatkan mata.
Tampaknya bakal rekan kerjanya ini lebih berkuasa daripada Kim Suho, si pengusaha permata. Ini akan jadi satu peluang besar untuknya melebarkan sayap kekuasaannya.
"Bagaimana dengan latar belakang keluarganya? Anaknya misalnya?"
Kali ini, Ronald menjulurkan tangannya membuka helaian dokumen itu, menampilkan satu potret keluarga sedang berada di bandara yang diambil secara kandid.
"Anak lelaki Tuan Park menetap di Korea, dia pria muda yang menjadi berita sensasi kerana mampu menguruskan perusahaan besar disaat usianya yang baru 21 tahun." Terang Ronald, menunjuk ke arah keratan akhbar dengan potret seorang pria muda di atasnya.
"Mereka juga punya anak angkat seorang gadis. Kabarnya, dia anak kepada sahabat Puan Park. Sekarang, dia menuntut di Atlantis Elite University. Mengenai bahagian harta, saya tidak pasti. Tidak pernah disebutkan kerana ini rahsia peribadi yang berhasil saya perolehi secara diam-diam."
Kali ini, Lee Jeongho hanya diam dan membalas dengan anggukan.
Riak wajahnya kelihatan serius tapi sebenarnya, otak liciknya sedang giat memikirkan rencana untuk menjalin hubungan lebih dari sekadar bisnes bersama keluarga Park.
Setelah berfikir seketika, ia melemparkan berkas di tangannya ke atas meja. Bangun dan berjalan menuju ke arah jendela mansion nya.
Dua asistennya itu setia menunggu hingga bosnya selesai membuat keputusan.
"Baiklah, aturkan perjumpaan dengan Tuan Park secepatnya. Tempatnya, terserah kepada pihak mereka, kita akan mengikut saja. Katakan pada mereka, kita sangat berbesar hati untuk menerima huluran ini."
Akhirnya, pria itu memberikan kata putus. Kata-katanya langsung dicatat oleh Ronald.
"Baik bos, akan saya uruskan secepatnya." Ronald menyambut tugas yang diberikan sebelum berlalu keluar dari ruangan itu, meninggalkan temannya yang masih belum menerima arahan.
"Il Joon, setelah ini, panggil putriku ke sini. Katakan, ayahnya ingin bertemu."
Kali ini, Il Joon yang mendengar perintah itu sedikit terperangah dan bingung sekaligus. Baginya, arahan itu agak mengelirukan.
"Err..bos." Panggilannya pelan, bersiap siaga andai angin baik bosnya rusak gara-gara pertanyaannya.
"Hmm?"
Il Joon menggaru keningnya, "maksud bos, putri yang mana? Saya kurang mengerti."
Jeongho langsung memutarkan tubuh ke belakang mendengar pertanyaan asistennya itu. Ia tertawa.
"Kau ini lucu sekali!"
Pria itu memandangi asistennya yang terlihat keliru dan takut-takut dalam masa bersamaan.
"Terserah. Kau tahu sendiri kan putriku ada banyak. Hantar saja pesanan kepada mereka semua. Pasti ada yang akan datang jika kau beritahu ayahnya ini ingin bertemu."
Seketika, Il Joon merutuki dirinya yang bisa lupa dengan fakta satu itu. Majikannya ini kan punya banyak koleksi anak luar nikah.
"Baik bos, akan saya laksanakan segera."
Il Joon sudah ingin berlalu pergi saat namanya dipanggil lagi.
"Seperkara lagi, kerahkan orang-orang kita di Jeju untuk mengawasi segala pergerakan Lee Jeno. Laporkan padaku setiap saat." Pria itu sudah mula duduk di kerusinya lagi.
"Juga Lee Taeyong. Mata-matai dia 24 jam. Laporkan segala kegiatannya yang mencurigakan." Tambahnya kemudian.
"Aku tahu, bocah hingusan itu pasti merencanakan sesuatu di luar pengetahuan ku."
Yah, begitulah kelebihan seorang Lee Jeongho. Dia bisa mengesan jika ada unsur luar yang mencuba mengancam kedudukannya. Tidak terkecuali anaknya sendiri.
Entah, Jeongho juga tidak pasti adakah Taeyong benar-benar anaknya. Terlalu ramai wanita yang ditidurinya sehingga dirinya tidak pasti, siapa saja yang benar-benar hamil anaknya.
Atau itu hanyalah cara mereka untuk mendapatkan uang daripadanya.
Tapi tidak mengapa, ia senang bisa mengumbar uang kepada jalang-jalang murahan itu. Asalkan mereka tidak berniat macam-macam terhadap dirinya, itu sudah cukup.
Diambilnya kembali berkas yang berada di atas meja.
Satu senyuman tipis merekah dari bibir tuanya.
'Park Chanyeol, kau akan menjadi batu loncatan ku yang seterusnya. Bersedia saja, aku akan melakukan segala cara agar kau bisa bermanfaat buatku.'
________________________________________________
Tokk! Tokk! Tokk!
Drttt... Drtttt... Drttt...
"GYA!! JUNG GYAA!! BUKA PINTUNYAA!!"
Bunyi ketukan yang bertalu-talu, disusuli dengan panggilan yang masuk ke ponselnya, membuat Jung Gya terpaksa membuka matanya yang terasa benar-benar berat. Tangannya meraba-raba ke sisi nakas mencari ponselnya yang bergetar tanpa jeda.
Jika tidak salah dengar, kini ia juga bisa mendengar namanya dilaungkan dari luar berkali-kali.
Sudah siangkah?
Ahh, nyawanya bahkan belum terkumpul saat ini.
"GYAA!! GUE MAU LO BUKA PINTUNYA SEKARANG SEBELUM GUE PANGGIL ORANG BUAT DOBRAK PINTUNYA!! JUNG GYAA!!"
Akhirnya, Gya menyedari apa yang baru saja terjadi.
Itu suara Yuqi!
Cepat-cepat ia bangun dari kasur, memindahkan lengan besar yang sedang memeluk pinggangnya erat.
Gila! Akan kacau kalau Yuqi mendobrak masuk ketika ini. Tidak di saat ada Lee Jeno yang sedang berada di atas kasur bersamanya.
"Yuqi-yaa!" Panggilnya, menahan rasa cemasnya sedaya upaya. Suaranya dikawal agar tidak kedengaran panik.
Di sebalik pintu, Yuqi bisa bernafas lega mendengar Gya menyahuti panggilannya. Dikirakan sahabatnya itu pingsan atau kenapa-napa. Sudahlah kamar Suite ini sememangnya tidak punya kunci pendua.
"LO GAK PAPA?! BISA JALAN KAN?! AYO CEPAT BUKA PINTU KAMARNYA! GUE MAU MASUK!"
Sudah! Gya benar-benar gelalapan sekarang. Tidak! Yuqi tidak bisa masuk ke sini.
"G-gue gak papa! Lo...lo jangan masuk lewat pintu! Ehh-err maksud gue, gak usah masuk ke sini! Gue baik-baik aja!" Jawabnya ikut berteriak agar kedengaran keluar sana.
Sementara itu, tangannya menggapai-gapai tubuh Lee Jeno, menggoyangkan tubuh itu kasar agar cowok itu bangun.
"KENAPA?!! GUE MAU MASUK GYAA!!"
"Gue gak bisa buka pintu! Kaki gue kram!" Balasnya. Tidak peduli kalau alasan itu kedengaran janggal pada Yuqi.
Yang penting sekarang, makhluk asing di sebelahnya ini harus menghilang dari kamarnya sekarang. Akan gawat kalau kejadian ini diketahui Yuqi. Satu resort bakal meledak pasti.
Jeno masih saja tetap begitu, kini cowok itu tidur terlentang dan seakan-akan tidak terganggu dengan gerakan tangan Gya di tubuhnya.
"Kak Jeno! Bangun! Ada Yuqi di luar!" Gya sedikit berbisik dengan kuat dikarenakan Jeno yang masih belum mahu bergerak.
Pria itu malah mengeratkan pelukan pada guling di sebelahnya. Menepis tangan yang sedari tadi mencuba mengganggu tidur nyenyaknya.
"Huh, gue ngantuk! Jangan ganggu!"
Rasanya, Gya ingin sekali menjambak rambut Jeno mendengar jawaban mudah itu. Seakan-akan tidak berdosa sekali orang ini!
"Ini udah siang! Bangun! Entar kita keciduk Yuqi lagi kalau kakak tidur di kamar aku!" Ketus Jung Gya gemas.
Sementara itu, Yuqi masih berusaha untuk menyuruhnya membuka pintu. Ketukan bertalu-talu seakan-akan bisa merobohkan pintu kamarnya.
Gila sih Yuqi. Kenapa saja ia pagi-pagi sudah berada di sini? Emangnya sudah pukul berapa ini?
Tangannya melirik jam yang ada di dinding. Sudah jam sebelas rupanya! Sedangkan majlis Yuqi berlangsung jam 1 petang.
Gya menjeling tajam Lee Jeno yang kelihatan tenang menyambung tidurnya. Semua ini gara-gara ulah cowok itu semalam. Entah jam berapa baru dirinya bisa tidur. Itupun bersusah payah kerana cowok itu banyak ulahnya.
Dasar mesum, gila, sinting! Masih aja belum berubah! (Ayo ngapain? Hehe)
"JUNG GYAA!!"
"BERISIK BANGET SIH MAK LAMPIR! GUE MAU TIDRHHHHHHH." -Jeno.
Kali ini Gya sudah tidak peduli, ia pantas melompat ke sisi cowok itu dan membekap mulut Jeno yang ikut membalas jeritan Yuqi. Bodo amat dengan tubuh shirtless cowok itu yang terdedah di depannya.
"GYAA?!! KOK ADA SUARA COWOK?!!"
"OH MY GOD!! JANGAN BILANG, LO TIDUR SAMA COWOK DI MALAM?!! AYOOO CEPATTT BUKAA PINTUNYA!!"
Mata Gya melotot tajam. "Gak kok! Lo dengar suara uara tv nya kali! Gue pasang drakor!"
"HEH MAIMUNAH! MANA ADA DRAKOR TAYANG PAGI-PAGI BANGET GYAA!! SUDAH LO BUKA PINTU ATAU AWAS AJA PINTUNYA GUE ROBOH!!"
Nah, kan dibilang apa. Bisa Gya rasakan Yuqi semakin heboh di luar. Berkali-kali gadis itu mengetuk pintu dengan kuat dan bertalu-talu.
"Yah, Song Yuqi! Gue benar-benar baik-baik aja. Gak ada cowok! Kaki gue cuman kram dikit! Ini juga gue masih bisa ke kamar mandi! Gak usah khawatir!"
Dengan posisinya yang masih membekap bibir Lee Jeno, Gya berteriak. Kali ini dia harus tegas! Yuqi tidak bisa terus-terusan memaksanya.
"BENAR YAA!! AWAS AJA KALAU LO SAKIT TAPI LO BOONG!"
Diam seketika, Gya dapat merasakan kalau Yuqi sudah mulai percaya. Perlahan-lahan, bekapannya pada Jeno melonggar.
"SOMI BAKAL JEMPUT LO JAM 12! GUE JUGA HARUS SIAP-SIAP! OKAY?"
"Neee!!" Balasnya gembira sebelum telinganya mendengar derapan langkah yang menjauh dari hadapan pintu kamarnya.
Huh, hembusan kelegaan bisa keluar dari bibirnya dengan mudah. Bersahabat dengan Yuqi benar-benar bisa membuat jantung seseorang harus bersedia dengan segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi.
Contohnya seperti sekarang. Mana ada orang yang bakal tunangan tapi malah nyamperin teman di kamar. Mana acaranya lagi dua jam sih.
Gak pasal-pasal, otaknya harus berfikir dengan gigih pagi-pagi begini. Mana jantungnya masih dup dap dup dap lagi.
Dan tiba-tiba, belum juga jantungnya bisa tenang, sekali lagi ia spart jantung saat merasakan tatapan mata dari orang yang berada di bawahnya ketika ini. Lalu tiba-tiba....
"Eeee!!! Kak Jenooo!!!! Geliii taukkkkk!!"
Lagi-lagi, gadis itu berteriak kuat seraya menarik telapak tangannya yang dijilat Lee Jeno! Dengan gerakan laju, Jung Gya mengelap tangannya pada selimut merasakan telapak tangannya yang terkena air liur.
Shit! Bagaimana ia bisa lupa, makhluk siluman itu masih ada bersamanya.
"Hahaha."
Lihatlah, bahkan dengan reaksi wajah tanpa dosa, Jeno malah ketawa kuat. Benar-benar ketawa sehingga kedua mata itu menghilang membentuk sabit.
Merasa sakit hati mendengar ketawa cowok itu, bantal yang ada di sebelahnya dilempar kuat ke dada cowok itu. Rasanya hati Jung Gya semakin panas saat lemparannya itu disambut Jeno dengan mudah.
"Kotor tau gakk!!" Jung Gya berdecak sebal.
Dengan gelak ketawa yang masih bersisa, Jeno bangkit dari pembaringan dan bersandar pada kepala ranjang. Menggosok-gosok perutnya telanjangnya.
"Semalam saat gue cium, lo gak bilang kotor tuh. Keenakan malah." Usik cowok itu usil yang mana lagi-lagi membuat Gya sebal.
Serta merta ingatannya menerawang kepada peristiwa semalam.
"K-kak Jeno..."
"Kenapa, hmm?"
Gya berusaha sedaya upaya menolak dada Jeno yang dirasakan semakin lama semakin mendesaknya ke arah dinding.
Bau alkohol menguar kuat dari tubuh cowok itu.
"Kakak mabok ya?" Soal Gya takut-takut. Apa lagi sorotan mata tajam itu benar-benar menikam tepat ke matanya. Jari telunjuknya juga sudah mula menyentuh, mengusap bibir pink Gya sensual.
Dan seterusnya, tanpa amaran, Jeno langsung menyerang benda basah itu dengan ciuman kasarnya.
Gya membeliakkan mata, tangannya menolak tubuh Jeno untuk menjauh daripadanya. Namun pantas ditahan cowok itu.
Pergelangan tangan kanan yang menumbuk dadanya itu ditangkap dan ditekan ke atas, ke arah dinding.
"Mmhhh kkakhhh."
Gya meronta, menggelengkan kepalanya agar ciuman itu terlepas tapi yang adanya Jeno malah memperdalamkan ciuman dan memaksa melesakkan lidah hangatnya menggelitik langit-langit Jung Gya.
Gadis itu menggeliat, geli, takut dan kaget dalam masa bersamaan.
"Kakk...Kak Jeno lagi mabokk! J-jangannn..." Lirihnya saat cowok itu melepaskan pagutannya.
"Miss you like crazy." Desis Jeno berat lalu kembali mempertemukan bibir mereka.
Kali ini, ciumannya lebih kasar daripada tadi. Empat tahun! Empat tahun ia menahan rasa ini, dan hari ini,-setelah malam panas itu-semuanya tertumpahkan.
Jeno sudah tidak peduli dengan semuanya. Kini kedua kaki gadis itu diangkat dan dilingkarkan ke pinggannya sebelum membawa tubuh kecil itu menuju kasur.
Gya yang merasakan sentuhan Jeno pada tubuhnya terus-terusan meronta, menolak bahkan sesekali mencuba menerjang cowok itu. Tangan kekar yang bertengger erat pada pinggangnya cuba dilepaskan demi menghalang langkah kaki mereka daripada memijak kasur.
Semuanya akan menjadi tidak terkawal jika kedua mereka berada di kasur.
Serta merta ingatannya kembali pada kejadian di pantai tadi. Soalan Nancy menggema di telinganya.
Tidak! Ia tidak akan membiarkan Jeno merenggut kesuciannya seperti perempuan murahan.
"Akhhh... Kak Jeno... Lepasshhhh!!"
Kini bibir cowok itu dengan tidak sopannya berpindah pada lehernya, dan yang bodohnya ia malah menengadahkan lehernya seakan-akan memberi akses kepada cowok itu.
Seketika, cowok itu melepaskan pagutan, bangkit setengah berdiri dari atas tubuhnya dan melepas kemejanya sendiri. Kesempatan ini digunakan Gya untuk kabur.
Gadis itu juga tidak sedar sejak kapan kerah dressnya yang mulanya menutup rapat bahunya sudah mula longgar sehingga mengekspos bahagian bahunya.
Tapi usahanya untuk lari tidak berhasil saat Jeno kembali menariknya untuk berada di bawah kungkungan cowok itu. Lalu tanpa permisi, bibir cowok itu kembali melumat bibirnya.
Jung Gya mencuba berteriak di sela-sela ciuman maut cowok itu yang seolah-olah mahu meraup habis bibirnya.
Kini, tangan Jeno mula merangsek turun, menyelak ke atas dress putih yang dikenakan Jung Gya dan mencengkam peha mulus itu kuat.
Akibat sentuhan kasar itu, membuat Gya memperoleh kekuatan dan bertindak menyodok selangkangan Jeno dengan lututnya.
"Arghh....sssakittt!!" Jeno mendesis merasakan perih pada selangkangannya.
Sontak semua pegangan Jeno pada tubuh kecil itu terlepas dan tubuhnya berguling ke sisi ranjang yang kosong.
Kesempatan itu diambil Jung Gya untuk berlari masuk ke dalam kamar mandi. Tidak lupa, gadis itu membawa pijama tidurnya untuk diganti.
"Lo lagi ingat yang di malam kan?" Soalan Jeno mengejutkan Gya dari lamunan panjangnya.
Dijeling cowok itu dengan hujung mata.
"Ngapain juga? Jijik tau nggak!"
Gadis itu langsung bangun dari kasur, mencapai ponselnya yang ternyata jatuh di bawah meja dan berjalan untuk mengecas baterai.
Sementara Jeno, memandang tubuh ringkih itu dari belakang dan menggosok roti sobeknya.
Gadis itu kenapa sih? Apa gak punya perasaan melihat dirinya yang sedang posing seksi di atas kasur begini? Apa menunggu diserang?
Gya mencapai handuk miliknya.
"Tunggu apa lagi sih? Sana keluar! Emang gak mau siap-siap? Entar dicari tuh sama pacarnya!" Ketus cewek itu berniat menghalau makhluk mesum itu daripada kamarnya.
"Ganggu aja orang mau mandi!" Bisiknya pada diri sendiri kemudian mula berjalan menuju ke kamar mandi.
Ia harus cepat siap-siap sebelum Somi datang ke kamarnya. Tentang si siluman mesum itu, terserah! Paling nanti dia bakal keluar sendiri. Cowok itu tidak akan bertindak gila dengan mengekspos diri yang sedang berada di kamarnya.
Setidaknya, tidak pada Jeon Somi yang hebohnya pasti akan menggemparkan seluruh Pulau Jeju.
"Daripada kita ke sana panas-panas, mending kita di kamar aja deh!"
Bukannya menurut, Jeno malah masih berniat untuk mengusili Gya yang baginya semakin lama semakin menggemaskan.
"Dih! Ngapain?"
"Produksi kecebong!" Cowok itu tersenyum gatal.
"Sana aja produksi sendiri! Paling gak tuh sana ada kuda di belakang resort. Sana aja banyak-banyakin kecebongnya sama kuda!"
Sungguh! Melayani Lee Jeno pagi-pagi begini hanya akan membuatnya lelah saja. Lelah hati, lelah fikiran dan lelah perasaan.
Tanpa mempedulikan cowok itu, Gya kembali melanjutkan langkah, masuk ke kamar mandi.
"Mandi bareng yuk!"
Brakkk
Gya membalas kata-kata cowok itu dengan hempasan pintu yang kuat. Dibilang juga apa. Cowok itu tetap saja mesum dan gila. Sama seperti dulu.
Menahan amarah, ia menumpukan kedua lengan pada wastafel. Menatap cermin. Seketika kemudian, ia baru menyedari bibirnya yang bengkak kerana ulah cowok itu semalam. Tiba-tiba saja, rasa sebalnya bertambah-tambah.
Itu orang ciumnya kayak mau dimakan aja ini bibir gue. Gak estetik banget bibir bengkak kayak gini!
Dia hanya mahu majlis ini cepat-cepat berakhir dan dia bisa pulang ke Seoul sekarang. Lama-lama di sini malah bisa membuatnya semakin naik darah!
_________________________________________________
Tengahari itu, Tuan Wong dan Puan Wong berjaya menggelar majlis pertunangan anak tunggal mereka dengan sukses.
Lokasi pantai di resort, menjadi pilihan untuk melangsungkan acara. Semuanya atas kehendak Yuqi sendiri, gadis itu yang menginginkan acaranya diadakan di pinggir pantai.
Satu pentas khas sengaja dibangun di sana. Di kawasan pantai itu juga sudah dihias cantik dengan meja, dilengkapi hidangan bufet bersama satu band yang sentiasa bersedia menghiburkan tetamu di sana.
Tetamu keluarga Wong juga bukan calang-calang. Semuanya terdiri daripada orang-orang ternama yang juga rekan bisnes keluarga itu.
Ketika ini, keduanya sudah selesai menyelesaikan acara menyarung cincin dan sedang bergambar bersama ahli keluarga dan sahabat kedua mereka.
Yuqi yang mengenakan gaun dress lurus hingga ke buku lali kelihatan gembira berada di antara kedua orang tua Lucas.
Jung Gya memandang dari tempat duduknya dengan seulas senyuman manis. Gadis itu kini sedang berada di meja tetamu bersama-sama Somi dan beberapa teman gadis itu.
Ada Haechan, Mark, Yena, Yeri, Karina, Winter, dirinya dan Somi.
"Gya, Yuqi panggil ke sana. Mau kenalin ke mama papa Lucas." Somi menepuk bahu Gya pelan, menunjuk ke arah Yuqi yang sedang melambai-lambai ke arah mereka berdua.
Gya ingin menolak kerana segan ingin bertemu dengan orang tua Lucas. Namun, pantas saja nyalinya menciut saat Yuqi mempelototinya dari arah pentas.
Mau tak mau, Gya membuntuti langkah Somi yang mengheret tangannya untuk ke sana.
"Selamat ya, Lucas, Yuqi. Semoga kekal ke ajang pernikahan. Sorry gue gak sempat beli hadiah. Nanti aja udah di Seoul gue traktir makan." Gya memeluk Yuqi dan Lucas bergantian seraya mengucapkan selamat.
"Apasih, lo datang juga gue udah senang banget." Yuqi menepuk keras bahu sahabatnya itu.
"Iya, kedatangan lo udah jadi hadiah sih sebenarnya."
Pasangan Yuqi itu mengatakan hal yang sama, menarik tangan tunangannya yang sememangnya tidak bisa dikontrol. Pasti akan mendarat ke mana-mana.
Gya ikut senang melihat Lucas yang sedang memeluk pinggang Yuqi. Pasangan itu memang serasi bersama.
Yuqi yang hiper dan Lucas yang bodo amat.
Perlahan, Gya menarik Yuqi, mendekatkan telinganya ke telinga gadis itu dan berbisik.
"Baru tunangan loh ya, dedek bayinya jangan diproses dulu. Tunggu nikah."
Kata-kata Jung Gya berjaya mendapat pelototan tajam dari Yuqi. Wajahnya memerah bersemu mrndengar usikan sahabatnya itu. Ia melirik ke belakang sedikit. Untung saja Lucas tidak mendengar.
Pappp
"Auww!" Gya meringis saat bahunya menerima tepukan kuat Yuqi.
"Kok gue digebukin sih? Baru aja tadi bilang kehadiran gue itu hadiah!"
"Elo sih! Mulutnya! Gue kan jadi malu anjir!"
Gya ketawa kuat, senang bisa menjahili Yuqi seperti ini. Selalunya, gadis itu yang sering menjahilinya, sesekali mereka berganti peran, asik juga sepertinya.
"Eh, nah itu dia. Sini, gue kenalin lo sama orang tuanya Lucas. Mereka pengen banget ketemu sama lo!" Seketika Yuqi berseru heboh. Ia memandang ke arah Lucas.
"By, aku bawa Gya ketemu mama sama papa dulu ya?" Ujarnya meminta kebenaran.
"Okay babe. Aku juga pengen ngobrol dikit sama teman-teman aku." Lucas mengiyakan. Meleraikan pegangannya pada pinggang sang tunangan.
"Hati-hati ya sayang, jangan sampai jatoh gak ada aku yang bisa nyambut." Sebelum melepas Yuqi pergi, Lucas berpesan juga menyempati mengecup kilas bibir Yuqi.
Gadis itu sudah salah tingkah sementara Gya memutarkan bola matanya ke atas melihat kebucinan di depan mata.
Cis, sempat-sempatnya sang buaya ngegombal. Gak kasian apa sama yang jomblo? Tau dong udah tunangan.
Keduanya tanpa banyak bicara langsung berjalan ke arah Wong Xuxi dan Wong Ailee yang sedang tersenyum menyambut kata-kata selamat dari para tamu.
"Mama! Papa!" Yuqi langsung saja berseru membuat kedua pasangan itu menoleh.
"Oh, sayang. Anak mama!" Ailee menyambut bakal menantunya yang kelihatan girang, cantik dengan pakaian yang direka khas olehnya.
Iya, Mama Lucas adalah seorang fashion designer. Mungkin dari sana Yuqi mewarisi kebucinan dalam bidang fashion, mengikut ibu kepada Wong Lucas.
"Eh, ini..." Seketika Ailee mengalihkan perhatian pada gadis yang datang bersama Yuqi.
"...pasti Gya kan?"
Jung Gya mengangguk, menyalami tangan kedua orang tua Lucas dan menunduk sopan pada keduanya.
"Iya nanti, saya Jung Gya. Salam kenal ya tante, om. Selamat atas kesuksesan acaranya."
"Ya Tuhan, cantik banget kamu nak!" Mama Lucas itu berseru teruja, kedua tangannya naik menangkup pipi Jung Gya dan menguyel-uyel gemas.
Sementara Wong Xuxi, hanya menatap gelagat sang isteri dengan senyuman di bibir. Langsung tidak syok dengan kehebohannya. Sepertinya sudah biasa ya.
"Yuqi benar! Katanya sahabatnya cantik banget. Ini mama kayak liat bidadari syurga loh!"
Seketika Gya merasa malu dengan pujian yang diberikan Ailee padanya. Baginya itu sangat berlebihan. Padahal dirinya biasa-biasa saja.
"Ah, gak kok tante. Biasa aja."
"Loh, jangan manggil tante dong. Panggil mama aja. Kayak Yuqi. Kalian tuh kalau dilihat-lihat dari dekat kayak kembar ya?" Wanita itu masih saja memegangi kedua pipi itu.
"Duh, pah lihat deh. Untung aja Lucas gak punya abang atau adik. Kalau gak, udah mama jadiin menantu sih ini! Kalau gak, buat ponakan kita si Winwin itu bisa juga ya pa?"
Yuqi tidak dapat menahan tawanya apabila Mama Ailee sudah mula memulakan misi cari jodohnya untuk Jung Gya.
Rasain! Sebenarnya dia sengaja sih bilang begitu pada Mama Ailee. Biar sahabatnya itu menjadi mangsa wanita itu.
Sementara Gya sendiri sudah menelan ludah kesat. Mamanya Lucas ini ternyata sepuluh kali lebih heboh sih daripada Lucas dan Somi. Matanya melirik Yuqi di sebelah meminta bantuan.
Namun sahabatnya itu sepertinya tidak berniat untuk membantu. Malah senyum sumringah sendiri dia di sana.
Lama-lama gue selamin juga lo ke laut Yuq. Gak niat bantuin apa?
Gya mendumel di dalam hati.
"Aduh ma. Sahabatnya Yuqi ini emang cantik banget ma. Jomblo lagi."
Akhirnya kerana sudah tidak tega melihat Jung Gya yang sepertinya sedang tertekan, Yuqi menghulurkan tangan niat membantu dengan menarik Gya ke sisinya. Barulah Mama Ailee mahu melepaskan pegangannya.
"Tapi bukan dia gak laku ya ma. Banyak kok yang ngejar pengen jadiin pacar. Dianya aja yang gak mau!"
Ih, ini bukan malah membantu malah membuat Gya semakin malu sih sebenarnya. Dasar Song Yuqi, ada-ada saja kelakuannya.
"Yang benar? Kalau gitu,gak salah dong kalau nambah lagi satu antrian." Mama Ailee berseru lagi, menerawangkan mata ke arah para tamu yang lainnya seakan-akan mencari seseorang.
"Nah, itu dia! Itu ponakan tante. Namanya, Dong Sicheng, aka Winwin. Gih kenalan sana!"
"Err..."
Sejujurnya, Gya memang sedang speechless ketika ini. Tidak tahu lagi bagaimana mahu menjawab mamanya Lucas.
Pada akhirnya, cewek itu hanya mampu menggait tangan Yuqi untuk membantunya. Please apapun itu asalkan ia tidak harus terperangkap dalam situasi seperti ini.
"Eh, nah itu kan Jeno!"
Kedua tubuh itu langsung berpaling ke belakang, ke arah yang dimaksudkan.
Seketika, keduanya merasa menyesal menoleh ke belakang. Kerana di belakang mereka kini, ada pasangan Jeno-Lia yang baru saja berjalan masuk dari arah gerbang.
Semua kerumunan mula menumpukan perhatian kepada mereka berdua. Seolah-olah mereka berdua adalah watak utama hari itu.
"Cih, lo liat deh. Kayak acara mereka aja ya? Gedeg deh gue liatnya. Pengen keroyok aja!" Yuqi berbisik di tepi telinga Jung Gya tapi tidak dipedulikan gadis itu.
Tapi sorot matanya tetap menatap kedatangan kedua pasangan sensasi itu.
Seketika, Gya tersenyum sinis. Hatinya mendesis.
Dasar playboy, baru aja semalam lo mati-matian di kamar gue bilang kangen. Sekarang, udah pada nempel lagi kayaknya
Ehh sebentar. Kenapa dia kedengaran seperti orang yang sedang cemburu sekarang? Kan wajar kalau mereka berdua datang ke pesta ini barengan, secara langsung kan mereka pasangan.
Gya menggeleng cepat. Menghapus segala fikiran anehnya.
Sehinggalah kedua pasangan itu berada tepat di hadapan mereka, Yuqi dan Gya tetap berada di sana.
"Selamat ya, Yuqi. Atas pertunangannya. Semoga langgeng sampai nikah." Ujar Lia manis, menjabat tangan Yuqi kemas.
Yuqi membalas sebelum berujar, "thanks Lia. Kayaknya gue sama Lucas bakal nikah dalam masa terdekat juga sih. Gak perlu kali ya tunangan lama-lama. Kayak gak ada kepastian gitu."
Sinis gadis itu bersuara, tapi nadanya tetap dikawal sedaya upaya.
Dapat dilihat, bias wajah Lia berubah saat mendengar perkataan Yuqi. Sementara Jeno, cowok itu mana peduli. Sebaliknya, ia sedang menatap tajam pada Jung Gya yang kelihatan cantik hari ini.
Gadis itu benar-benar berbeda.
Dengan gaun navy berleher bulat, rambut yang digerai sesekali ditiup angin pantai. Mendorong hati Jeno untuk menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Tidak lupa juga, bibir wanita itu yang kelihatan sedikit bengkak kerana ulahnya semalam. Sudut bibirnya tertarik ke sisi.
"Ya udah, ma, pa kita ke sana dulu ya. Mau kenalin Gya sama Kak Winwin!" Suara Yuqi yang berpamitan seraya menarik Jung Gya menjauh darinya membuat Jeno mematikan senyum.
Apatah lagi mendengar kata-kata Yuqi barusan. Mahu memperkenalkan Jung Gya kepada siapa? Winwin?
Oh, Jeno sama sekali tidak akan membiarkan. Kedua tangannya terkepal erat ingin membuntuti langkah kedua gadis itu tapi pegangan Lia pada lengannya menyedarkan. Kepalanya menoleh ke sisi.
Kelihatan tunangnya itu tersenyum tipis padanya.
Ahh, kenapa dia bisa lupa kalau tika ini ada Lia di sampingnya. Akhirnya, Jeno hanya bisa menatap datar ke arah kedua orang itu.
Gya dan Yuqi berjalan meninggalkan pentas semakin menjauh, berbisik sesama sendiri.
"Lo sengaja ya bilang gitu ke mereka?" Soal Gya, menyenggol sedikit lengan Yuqi yang terkait dengan lengannya.
Tapi gadis itu malah bergedik bahu seakan-akan bodo amat. Yang penting, ia puas bisa menyindir kedua orang itu. Lihat saja kan bagaimana perubahan ekspresi wajah Lia tadi? Apatah lagi dengan Lee Jeno yang menatap Gya tidak lepas.
Huh, ingin mendekati Jung Gya semula? Jangan bermimpi. Langkah mayatnya lebih dahulu. Yuqi tidak akan mahu jika Gya terlibat dengan cowok psikopat itu lagi! Cukup sekali.
"Tau ah! Yuk makan!"
Gya menggeleng melihat kelakuan Yuqi.
_____________________________________________________
Dasar, ini emang yang datang ke pesta nya Yuqi pada punya pacar semua? Apa gak ada yang dateng sendirian gitu? Kayak gue nih? Harus banget ada pasangan ya?
Gya berdecak kesal, mendumel di dalam hati sembari berjalan di sepanjang meja bufet. Mengambil hidangan untuk dinikmati.
Cewek itu sedang kesal sekarang! Iya kesal.
Somi yang baru pacaran sama Haechan kelihatan melekat dengan satu sama lain seperti lem. Meninggalkan dirinya sendirian. Padahal kan, Lucas menyuruh Somi untuk menemaninya sepanjang berada di sini. Tapi cewek itu malah diambil sama Lee Haechan.
Tidak pasal-pasal, dia harus berkeliaran sendiri. Mana dirinya gak terlalu sosialis juga.
Yuqi? Oh lupakan. Inikan hari bahagia sahabatnya itu. Sudah pasti dia sedang melayani para tamu.
Tidak mungkin juga kan Gya terus mengekori Yuqi atau meminta cewek itu menemaninya. Apa kata orang nanti.
Hujung-hujungnya, gak punya pilihan, ia harus bisa sendiri.
"Akting lo bagus juga ya?"
Kepala Gya mau tak mau mendongak melihat empunya suara yang memanggil nya itu. Di depannya kini, seorang gadis dengan gaun rose gold itu juga sedang mengambil makanan dan meletakkannya ke piring.
"Oh ya? Thanks. Aku belajar dari Kak Lia sih!"
Meneruskan gerakan tangannya, Gya menjawab pertanyaan Kim Lia tadi. Iya, gadis di depannya sekarang tidak lain tidak bukan adalah Kim Lia.
"Lo masih gak berubah ya? Masih aja, sok bagus. Hipokrit! Munafik!"
Sebenarnya, Gya malas mahu melayani kata-kata itu sih tapi sepertinya Kim Lia yang lebih dahulu ingin mencari masalah dengannya.
"Gak perlu berpura-pura. Tunjukin aja sifat sebenar lo! Dasar perempuan murahan." Lia mendesis perlahan hingga perbualan itu hanya bisa didengar oleh mereka berdua.
Hatinya benar-benar sakit saat mendapati Jeno sedang mencuri pandang kepada cewek itu!
Sial! Bahkan setelah empat tahun pun, Jeno tetap saja melirik Jung Gya. Emangnya perempuan itu punya apa yang tidak ia punya? Bahkan Lia merasa, dirinya jauh lebih sempurna daripada gadis yatim itu.
Sekarang pun, rasa geramnya tidak memudar saat Gya langsung tidak mengendahkan kata-katanya. Membuat hatinya benar-benar terbakar!
"Lo pasti senang kan? Ramai cowok yang ngelirik lo? Ch, dasar! Persis kayak mama lo itu! Jalang murahan!"
Ting!
Sudu yang digunakan Gya langsung terjatuh dari pegangannya, menimbulkan bunyi berdenting yang berjaya menarik atensi orang-orang yang ada di meja berdekatan teralihkan.
Senyum kemenangan merekah di bibir Kim Lia. Yah, perkara satu itu tidak akan pernah gagal memancing amarah gadis itu.
Kini, dapat dilihat, kulit wajah Jung Gya memerah dengan nafas tertahan yang kapan saja pasti akan meledak.
Cepat-cepat, Gya mengambil sudu yang terjatuh. Mengontrol nafasnya agar semburat amarah itu tidak menguasai dan merusak citranya sendiri.
Perempuan seperti Kim Lia, harus dilawan dengan cara yang sama.
Halus dan licik.
"Kak Lia sadar gak sih punca sebenar papa Kak Lia curang itu, kerana kekurangan mama Kak Lia sendiri?"
Sepasang kaki yang hampir melangkah pergi dengan sejuta rasa bangga itu kembali terpasak pada tanah.
Jelingan tajam diberikan pada Jung Gya.
"Maksud lo apa bilang kayak gitu?!"
Gya terkekeh pelan, sinis sekaligus. "Kasihan gak sih. Padahal kalau dikira-kira, dibanding bundaku yang notabene-nya cuman wanita biasa, kayaknya Bae Irene lebih berdarjat deh."
"Lulusan luar negri, cantik, anak orang kaya, darah bangsawan lagi. Kok malah bisa sih, kalah sama bundaku yang cuma wanita lorong biasa, gak tamat sekolah, ah- jalang pula."
Kali ini, giliran Kim Lia yang menahan amarah. Jelas dapat dilihat dari kulit putih yang perlahan-lahan bersemu merah. Bibirnya diketap kuat.
Rasanya, jika sekarang ini, mereka berada di tempat sunyi, Gya yakin, Kim Lia akan menyerangnya.
"Ckk! Ckk! Ckk!"
"Kesian ya, gak mamanya gak anaknya. Dua-dua lemah. Takut kalah saing sama orang yang jelas-jelas lebih rendah dari mereka. Hmm, ikut bersimpati deh!"
Huh, sungguh hatinya puas! Selama ini, dia memang akan selalu diam, mengalah dan pasrah saat bundanya dihina dan direndah-rendahkan.
Tapi itu dulu. Itu, Jung Gya yang empat tahun dulu.
"Haih, lagian, bertepuk sebelah tangan tu gak bakalan bunyi kak. Percuma, kayak ludah ke langit aja gitu. Entar pasti kena muka sendiri kan? Ahh, sama persis kayak papa kebanggaan Kak Lia itu!"
Gya menarik nafas. Hatinya mendadak puas. Eitt, tapi dia masih belum puas. Tidak selagi tidak membuat Kim Lia terbakar lebih dalam.
"Lelaki budiman yang mencintai wanitanya sepenuh hati, gak akan terpancing sama jalang kan? Apa jangan-jangan, sebenarnya, gak pernah ada cinta ya?"
Prangggg!!!!
Gotcha! Bak disiram minyak panas, Kim Lia menggelupur dalam jerat yang dimulakannya sendiri. Piring di tangan gadis itu terjatuh ke tanah dan pecah berderai.
Kesempatan itu diambil Jung Gya untuk ikut bertinggung di sebelah Lia yang sedang mengutip kaca pecah.
Tangannya pantas menyentuh punggung tangan kakak tirinya.
"Hati-hati!" Serunya, sengaja agar mereka yang berada di sekeliling mereka bisa mendengar.
Tubuh Kim Lia menegang, serentak dengan gerakan ingin menepis tangan Jung Gya tapi sekali lagi, bisa dengan mudah ditahan gadis itu. Gya mencekal pergelangan tangan itu sedikit kuat dan menariknya mendekat.
Perlahan, Lia merasakan nafas gadis itu tepat berada di sebelah kepalanya.
"Pastikan tangan ini masih bisa megang dengan kuat, karna aku, Jung Gya, bakal merampas semua yang kamu punya, sedikit demi sedikit." Tenang, kata-kata itu masuk ke fikirannya.
"Keluarga, teman-teman, dan bahkan-" Gya melirik ke sebelah kanan di mana sosok Lee Jeno yang berlari perlahan, mendekat ke arah mereka.
"...Lee Jeno!"
"Sayang, kamu gak papa?"
Serentak lontaran pertanyaan itu terbit dari bibir Lee Jeno, Gya melepaskan genggamannya pada tangan Kim Lia sebelum bangun dan berlalu meninggalkan kawasan pesta.
Bersambung....
Pernah gak sih dengar pepatah, jangan bangunin singa yang sedang tidur. Sama dong situasinya kayak Jung Gya.
Dia itu sebenarnya gak lemah-lemah amat sih. Kebagian juga savage nya. Dulu tuh, dia cuman diam demi kembarnya doang sih.
Di pantai dulu, yang kena Nancy. Sekarang Kim Lia.
Next? Ada cadangan?
Tapi jujur ya, biarpun cuman ada satu readers doang, aku tetap senang banget deh. Biar dikit-dikit lama-lama jadi bukit gitu.
Vote dan komennya jangan lupa??????????
Share this novel