17. Merendahkan Ego

Fanfiction Series 10231

"Bunda, lindungin abang. Gya masih butuh abang di dunia ini. Tolong, jangan ambil abang."

Gya masih berada dalam ruangan Gyo.

"Gyo harus bangun, kalau Gyo bangun, Gya janji bakal panggil Gyo abang. Dari dulu, Gyo nyuruh Gya panggil abang tapi Gya gak mau nurut. Tapi hari ini, Gyo benar-benar kayak abang buat Gya. Gyo nyelamatin Gya tadi."

Matanya sudah bengkak kerana terlalu lama menangis. Hampir 9 jam, Gyo gak kunjung bangun.

Menurut Dokter Taehyung yang merawat Gyo, abangnya itu butuh waktu.

Tapi kalau sampai sekarang belum bangun-bangun juga, Gya benar benar merasa panik. Hatinya gelisah dan gak menentu sama sekali.

Biarpun Dokter Jennie sudah menyediakan satu bangsal khas buatnya di dalam kamar Gyo ini, ia gak punya rasa buat baring. Makan jauh sekali. Hanya sebotol air mineral yang diteguknya.

"Gya makan sama Gyo aja nanti." Begitu jawaban nya andai ditanyakan oleh suster.

Ia sudah tidak peduli. Yang terpenting sekarang kembarannya bangun, berbicara dengannya. Hanya itu kemahuan terbesarnya sekarang.

"Setelah Gyo bangun, kita pindah ya dari sini? Kita pergi. Gyo sakit terus di sini. Gya gak suka. Kita pergi jauh-jauh dari mereka semua. Kita ke hujung dunia, biar gak ada satu pun yang bisa gangguin Gyo lagi."

"Ah—harusnya, Gya panggil abang. Iya! Abang. Bangun ya, abang. Gya kangen sama abang. Benar-benar kangen. Bangun, ya. Gya...Gya tunggu."

Gya kembali sebak. Dadanya terasa sakit. Gyo kembarnya, mereka bersama sejak dari dalam rahim bunda lagi. Melihat Gyo begini benar benar membuatnya kehilangan separuh jiwa.

Tangan Gyo tidak lepas dari genggamannya. Bahkan kalau bisa, Gya ingin berbaring di sisi kembarannya itu dan berbisik agar Gyo bisa mendengarnya dan bangun.

'Gue gak bisa bayangin kalau sampai sesuatu terjadi sama Gyo. Gyo nyawa gue, gue benar-benar butuh dia. Alasan gue bisa tegar sampai saat ini juga kerana Gyo. Tuhan, tolong...jangan ambil Gyo dari Gya. Bunda...tolong, lindungin Gyo dari sana. Gya masih butuh Gyo.'

Hatinya memohon pilu. Segalanya akan dilakukan olehnya semata-mata agar Gyo bangun dan sihat lagi. Segalanya...

"I...ya—" Gerakan kecil dari jari-jemari Gyo membuatnya mengangkat kepala.

"I...ya.."

"Gyo-ya!"

Gya seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya kini. Mata Gya terbuka sedikit dan ia mula membalas genggaman tangan Gya.

"Ab-abang!" Bibirnya tersenyum dan air matanya dikesat apabila melihat Gyo sudah sadar. Bahkan arah mata Gyo juga memandang ke arahnya.

Tapi tidak lama, kerana tiba tiba, mesin di atas kepala Gyo mula mengeluarkan bunyi.

Merasa cemas, Gya langsung menekan butang merah di sisi bangsal. Genggaman tangannya pada tangan Gyo semakin erat dan ia bertukar panik saat ritme bunyi itu kedengaran semakin laju.

Beberapa detik kemudian, Dokter Seokjin dan dua orang suster masuk ke dalam ruangan. Lengkap dengan pakaian medis mereka.

"Dok, abang saya kenapa?!" Soalan dilontarkan dan Dokter Seokjin lalu menahan bahu Jung Gya dan menyuruhnya untuk memberi ruang kepadanya memeriksa pasien.

"Suster, periksa nadinya."

Suster yang berada di sisi Dokter Seokjin pun mendekat dan melaksanakan prosedur perubatan yang sama sekali tidak Gya ketahui.

Yang ia ketahui sekarang, Gyo berada dalam kondisi berbahaya.

"Gya!" Dokter Jennie yang baru saja memasuki ruangan juga kaget melihat suasana huru-hara di ruangan itu.

Sontak Gya mendekati dokter peribadi Gyo itu dan menggapai lengannya. "Tante tolongin Gyo, tante! Selamatin Gyo! Gya gak bisa hidup tanpa Gyo."

"Iya sayang, kamu tenang dulu. Dokter Seokjin pasti nyelamatin Gyo, ya sayang." Jennie mencuba menenangkan walaupun dirinya merasa panik.

"Jennie!" Panggilan Dokter Seokjin mengalihkan perhatian keduanya.

Pantas Gya dan Dokter Jennie datang mendekati katil Gyo.

"Gyo kenapa, Jin?"

Seokjin menggeleng perlahan. Riak wajah Jennie langsung berubah kelam sementara Gya menggeleng tidak percaya.

Melepaskan pegangan Jennie dari tangannya, Gya langsung mendekati bangsal milik Gyo. Dua orang suster di sana juga tidak bisa melakukan apa-apa ketika ini.

"Gyo-yaa...bertahan. Tolong jangan tinggalin Gya."

Tangan Gyo dicapainya dan dikecup berulang kali.

"Ab-abang...hiks...please...jangan pergi."

Gya meratap di hadapan bangsal kembarannya yang kini dipasangkan alat bantuan pernafasan.

Dada kurus kembarnya itu turun naik dengan cepat. Seakan-akan nyawanya benar-benar berada di hujung nafas. Gya turut merasa sakit ketika ini. Hatinya benar terluka.

Gya merasa lemah sekarang. Air matanya keluar tanpa bisa ditahan walaupun sedaya upaya ia mencuba untuk tidak menangis. Suaranya bahkan berubah parau menjadi isakan menyakitkan.

Keempat manusia yang ada di sana bahkan tidak sanggup untuk melihat kedua kembar itu.

Sayup-sayup, Gya seakan-akan bisa mendengar Gyo memanggil namanya dengan bersusah payah.

Pantas telinganya didekatkan di hadapan mulut kembarnya.

Hal seterusnya yang terjadi, Gya sedikit tergamam dengan kata kata Gyo. Isakannya otomatis terhenti.

Ia menjauh kembali. "Baik, Gya bakal penuhin permintaan Gyo. Tunggu, Gya di sini. Gya janji bakal bawa dia ke sini."

Jejak air matanya dihapus. Gya mencuba untuk menguatkan diri. Jika itu yang diminta abangnya, Gya bakal memenuhi permintaan itu. Iya, Gya bakal memenuhi permintaan Gyo.

"Tante, please jagain Gyo sebentar."

"Kamu mau ke mana nak?"

Gya mengambil mantel yang tergantung pada dinding ruangan dan menyarungkan di tubuhnya. Soalan Dokter Jennie langsung tidak dipedulikan.

"Aku harus jemput seseorang."

"Biar tante temenin."

"Gak perlu tante. Tante cuman perlu tinggal di sini."

Sejurus kemudian, ia langsung melangkah keluar tanpa mempedulikan teriakan Dokter Jennie dan Dokter Seokjin yang mencuba mencegatnya.

Tiba-tiba ia kelihatan tegar biarpun isakannya masih kedengaran.

Ia akan merendahkan egonya hari ini. Biarpun ia harus melutut, menyembah bahkan mencium telapak kaki orang itu, ia akan melakukannya. Demi Gyo.

______________________________________________

Seorang gadis manis yang baru keluar dari kamar mandi berjalan dengan langkah kakinya yang gemalai, menuju ke arah almari besar yang tinggi. Kelihatan mewah dan berkelas.

Satu persatu isi pakaian di dalamnya diselak perlahan sambil sesekali menggayakan ke arah tubuhnya.

"Nan, yang ini cocok gak sama gue?" Soalnya sambil memperlihatkan dress jingga nya ke arah Nancy.

Temannya yang sedang duduk bersandar di sofa bersama majalah di tangannya itu melihat sekilas.

"Wow! Cantik banget, babe. Jeno pasti tergoda sama lo kalau pake yang itu." Nancy memberi pendapat, turut merasa senang dengan kegembiraan sahabat satu-satunya itu.

Lia ketawa perlahan. Melambaikan tangannya di hadapan Nancy seakan-akan merasa malu.

"Lo ada-ada aja ah." Gaun separas paha itu diletakkan di atas kasur sebelum ia berjalan menuju ke cermin hias.

Ada waktu lebih kurang tiga jam lagi sebelum Jeno datang menjemputnya. Niatnya, hari ini, mereka berdua akan makan malam berdua.

Mumpung, suasana hati Lia benar benar baik hari ini.

"Lia, lo gak takut kalau Kibum libatin nama kita nanti?"

Soalan Nancy ditanggapi dengan gelengan pelan cewek itu, "gak kok. Gue udah pastiin kalau nama kita gak bakalan kesebut sama tuh cowok. Lagian, dia udah ngambil duit dari kita."

Nancy mengangguk mengerti. Tapi, tetap saja, ia masih merasa tidak enak hati sebenarnya. Serasa seperti ada sesuatu yang mengejarnya.

"Tapi, gimana kalau si bisu sama si pelakor itu sampe kenapa napa? Lo gak dengar ya tadi? Katanya sampe dibawa ke rumah sakit tuh. Gimana kalau sampai ada yang ma—"

"Nancy, please!" Lia memotong ayat Nancy dengan membentak temannya itu.

"Jangan ngerusak suasana hati kita dengan si dua itu bisa gak sih? Lagian, lo juga senang kan dengan rencana gue ini?"

"Iya sih tapi—"

"Udah!" Sekali lagi, Lia memotong kata kata Nancy.

"Lo tenang aja. Setelah ini, si Gya pasti kapok dengan apa yang terjadi sama dia dan kembarannya. Mereka pasti bakal pindah setelah ini. Emangnya, siapa juga sih yang bakal tahan kalau digunjing sama anak anak Serim. Lo tau aja kan dia hampir dilecehkan sama si Kibum?"

Nancy diam seketika sebelum ia kembali bersetuju dengan kata kata Lia.

Memang, di Serim High, kasus perundungan dan saling mengunjing itu udah jadi lumrah. Apatah lagi kalau sampai kasus pelecehan.

Bukannya si pelaku pelecehan yang digunjing, tapi malah si mangsa. Pasti bakal dijauhin dan dijadiin orang buangan sama seisi sekolah.

"Lo gak usah khawatir. Setelah ini, si bisu sama si miskin itu pasti pindah dari sini. Nah, saat itu, lo bisa kembali jalanin misi lo buat dapetin Jaemin."

'Dan gue, bisa milikin Jeno sepenuhnya tanpa harus khawatir sama si anak haram!'

Lia menyambung di dalam hati bersama senyuman manis yang tersungging di bibirnya.

Ia kembali memandang pantulan dirinya di dalam cermin hias di depannya. Sikat dicapai lalu ia menyikat rambutnya dengan gerakan perlahan seolah-olah seorang tuan puteri dari kerajaan.

'Milik gue, bakal selalu jadi milik gue. Bukan anak haram kayak lo. Kalau gue bisa ngebuat papa tetap di sisi gue, apatah lagi Lee Jeno. Dia bakal selamanya jadi punya gue. Bukan lo.'

Kata hatinya berbisik perlahan. Lama-kelamaan, biasan wajah seorang gadis cantik yang polos di dalam cermin berubah menjadi seraut wajah yang kelihatan licik dan penuh dendam.

Dirinya, Kim Lia. Putri satu-satunya Kim Suho, pengusaha perkhidmatan pelancongan terbesar di Korea Selatan. Dan mamanya, Bae Irene, pemilik brand fashion terkenal di seantero dunia.

Hidupnya sempurna bak seorang putri raja. Dilayani penuh kasih sayang, dihormati dan dipuja puja oleh cowok cowok di luar sana.

Namun, dia gadis paling beruntung kerana bisa memiliki Lee Jeno. Pemilik tunggal Lee Cooperation. Juga, salah satu syarikat serba bisa yang mempunyai bisnes dalam semua bidang gak kira di bidang perubatan, ekonomi mahupun pendidikan.

Hidupnya sudah cukup sempurna. Dan ia akan memastikan kehidupan sempurna itu menjadi miliknya sahaja.

Dia adalah satu-satunya yang layak untuk menerima semua kemewahan ini.

Bukannya anak luar nikah yang lahir dari rahim seorang wanita miskin, hasil dari hubungan terlarang.

Apa yang menjadi miliknya, akan tetap menjadi miliknya. Itu, prinsip yang ditetapkan oleh Kim Lia sendiri. Tiada siapa yang bisa mengambil alih gelar itu.

Detik kemudian, ia kembali mengawal ekspresi wajahnya. Menjadi Kim Lia yang diketahui berkepribadian lemah lembut dan penyayang.

Ternyata, ia bijak menyembunyikan sisi gelapnya yang sebenar di sebalik topeng wajah itu.

"Eh Lia. Itu ada apa tuh ribut-ribut di luar rumah lo!" Detik kemudian, Nancy berbicara ricuh sambil melihat ke luar jendela kamar tingkat dua Lia.

"Ah, abaikan aja. Paling cuman pengemis datang minta derma tuh." Lia menanggapi biarpun dalam riak cuek.

Ia kembali mencapai alatan skincare-nya dan memulai rutin hariannya. Memanjakan kulit.

"Gak, Lia. Lo harus liat ini. Kayaknya itu..."
Nancy memicingkan mata. Mencuba melihat dengan jelas siapa yang sedang berdiri di halaman rumah Lia.

"Loh! Itu kan Jung Gya! Ngapain dia ke sini?"

"Hah?!!"

Brakkk

Lia langsung menolak ke arah Nancy sebaik saja mendengar nama yang paling dibencinya itu disebutkan berada di depan rumahnya.

"Nah, kan benar! Itu si Jung Gya. Ngapain dia ke sini? Jangan jangan—"

Tanpa menunggu Nancy menghabiskan ayat, Lia langsung berlalu ke pintu dengan langkah berdentum-dentum.

"Tolong bik, izinin Gya ketemu papa. Gya merayu sama bibik. Tolong! Gya benar benar merayu sama bibik kali ini aja!" 

Dari jauh saja, Lia bisa mendengar suara yang sangat dibencinya itu. Berdiri di halaman rumah besarnya dengan memegang lengan Bibik Yang bersama isak tangis yang kedengaran.

"Iya, non, bibik ngerti. Tapi—"

"LO NGAPAIN DI SINI?!!"

Bergema suara gadis itu memenuhi halaman rumah besar Kim. Bahkan pelayan-pelayan dan seorang tukang kebun yang berdiri di tepi halaman juga tersentak kaget dengan suara nyaring nona muda mereka itu.

"Kak Lia, please. Tolong izinin Gya ketemu papa. Sekali ini aja. Gya janji. Please! Gyo benar benar pengen ketemu papa kak!"

Suara memohon Jung Gya nyatanya membuat Lia merasa muak. Dia muak dengan wajah di depannya itu. Dia juga muak dengan suara sok manja yang ditampilkan Jung Gya.

Semua hal yang ada pada tubuh cewek itu ia benci! Kerana semua itu mengingatkannya pada wanita yang namanya Jung Jisoo!

"Dih, lo kira gue peduli sama lo dan kembaran cacat lo itu? Lo silap! Gak sama sekali!" Ketus Lia, masih dengan amarahnya yang membuak-buak setelah mendapati Jung Gya berani datang ke sini setelah 10 tahun lamanya.

"Gya benar benar merayu sama kakak. Sekali ini saja, setelah ini Gya gak bakalan muncul di depan kakak lagi! Please, Gya benar benar merayu!"

Bahkan setelah Jung Gya melutut dan merayu dengan tangisan air matapun, Lia masih seperti tadi.

Seketika kemudian, ia tersenyum miring.

"Hei, gue gak tau. Sama ada lo ini bodoh, mahupun bego! Jelas-jelas, papa pasti gamau ketemu sama lo!" Ia menundukkan sedikit tubuhnya di hadapan Jung Gya.

"Apa lo lupa? Apa yang dibilang sama papa kemarin? Lo..." Jarinya naik menunjal kepala cewek itu kasar dengan telunjuknya.

"Bukan anak kandungnya dia! Ibu lo selingkuh sama orang lain! Dan itu—udah cukup buat jadi bukti bahawa ibu lo, gak ada benar-benarnya. Dasar perampas! Pelakor!" Berkali-kali, Lia menunjal dahi Jung Gya kuat.

Cewek itu sampai sampai terhuyung ke belakang namun Lia tidak peduli.

"Bahkan dia aja udah tau lo ada di sini. Dan dia benar benar gak mau ketemu sama lo! Makanya dia nyuruh gue yang keluar ke sini! Ngerti?!" Bentak Lia lagi.

Gya menggeleng tidak percaya. Papanya pasti tidak akan sejahat itu pada mereka. Setidaknya pasti pria itu masih punya belas kasihan kan, untuk menemui Gyo. Sekali ini saja.

Air matanya dikesat, ia tidak boleh mengalah dengan begitu cepat! Bagaimana pun juga, ia harus bisa memenuhi keinginan terakhir Gyo.

Dia sudah janji pada abangnya itu untuk membawa papanya kepada Gyo.

"Kak Lia, tolong! Gya janji gak bakalan ngerebut keluarga kakak lagi. Gya sama sekali gak niat buat masuk ke rumah ini lagi kak! Gya cuman pengen minta papa ketemu Gyo buat kali terakhir!"

Belum kehabisan upaya, Gya lagi-lagi merayu dengan posisi melutut di hadapan Kim Lia.

"Kalian mau mati kek, mau ke mana kek, terserah!! Gak ada hubungannya sama keluarga gue! Udah sekarang lo berambus dari halaman rumah gue! Berambus!!"

Tanpa kasihan, Lia menghalau dan meneriaki cewek yang berstatus adik tirinya itu sekuat tenaga. Para pelayan juga seakan-akan menciut dengan amukan nona muda rumah mereka atas kedatangan Jung Gya.

Gya beringsut kehadapan dan mencapai sebelah kaki Lia dan dipeluk erat. Dan lagi-lagi, Lia menolak kasar sehingga Jung Gya terjungkal ke belakang.

"Kak Lia..please kak! Gya bakal turutin semua kehendak Kak Lia! Tolong, Gya merayu sama kakak!!"

"Pak Shin! Pak Shin!"

Lia melaungkan nama ketua bodyguard yang bekerja di rumahnya sekuat tenaga. Tidak peduli dengan Jung Gya yang kini bersujud di kakinya dan merayu-rayu agar dibenarkan berjumpa dengan papanya.

"Iya nona muda!" Dua orang pengawal berpakaian jas rapi berdiri tegak di hadapan sang nona muda.

Wajah mereka kelihatan benar-benar garang seakan akan bisa menghabiskan seseorang saat itu juga.

"Minggir! Pergi lo dari sini!" Lia menyentak kakinya sehingga Gya yang memegang kakinya terpental ke belakang.

"Gue gak peduli soal lo ataupun kembar lo itu! Kalau kalian mau mati, pergi sana mati! Gak usah ngerayu rayu di sini! Kalian gak ada hubungan sama keluarga Kim! Lo bukan anak papa!"

Pandangan Lia teralihkan pada dua orang pengawal di sebelahnya.

"Apa lagi yang kalian tunggu?! Cepat usir dia dari sini! Jangan pernah biarin dia ada di sekitar sini lagi atau kalian semua gue pecat!!"

"Baik nona!"

Seakan-akan robot, kedua pria bertubuh tegap itu langsung menurut.

Dengan kasar, lengan Jung Gya yang bahkan masih diperban dicekal dan tubuh kecil itu diseret keluar dari halaman rumah.

Beberapa pelayan rumah besar itu mencuba membantu Jung Gya sedaya upaya namun tindakan mereka sama sekali tidak membuat keadaan membaik.

Malah Jung Gya tetap diseret secara kasar dan dicampakkan ke luar gerbang.

Beberapa kali Jung Gya berteriak kencang memanggil manggil Kim Lia dengan nada merayu. Berharap agar kakaknya itu mahu mendengarnya dan memberinya peluang sekali ini saja.

"Kak Lia! Kak!! Tolong kak!!"

Namun seperti biasa, Lia masih tetap dengan hati batu miliknya dan masuk ke dalam rumah.

Pintu banglo besar itu ditutup kasar sehingga berdentum. Kemudian, ia menapak kembali ke tingkat atas setelah sebelumnya berjaya mengusir Jung Gya dari halaman rumahnya.

Tapi, langkahnya sekali lagi terhenti sebaik menangkap satu sosok pembantu rumahnya yang sedang berdiri sambil memegang telefon rumah.

"HEYYY!!"

Hatinya kembali terbakar saat melihat bibik Oh. Arah langkahnya berubah mendekati pelayan tertua di rumahnya itu.

Dengan kasar, Lia merampas telefon rumah itu dari tangan Bibik Oh dan memutuskan wayar sambungan dengan sekali sentakan.

"JANGAN ADA SIAPAPUN YANG BERANI LAPORIN INI KE PAPA ATAU MAMA!! KALAU GAK GUE BAKAL PASTIIN ORANG ITU MATI HARI INI JUGA!!"

Setelah memuntahkan amarahnya, Lia langsung berjalan ke tingkat atas. Lebih tepatnya, kembali ke kamarnya.

Sementara itu, Gya yang diheret oleh kedua pengawal itu hanya mampu menjerit meminta dilepaskan dengan rayuan yang tidak henti-henti keluar dari sepasang bibirnya.

Berharap orang orang ini akan mengasihaninya.

Tapi sebaliknya, yang didapatkannya adalah tubuh nya dibanting kuat melepasi gerbang rumah besar Kim.

"Kak Lia!! Gya gak bakalan pergi dari sini selagi gak ketemu papa! Tolong, izinin Lia ketemu papa! Gya merayu!"

Tanpa peduli dengan telapak tangannya yang terluka kerana bergeseran dengan jalan aspal, Gya kembali ke posisinya, melutut di hadapan pintu gerbang itu.

Bahkan rasa nyeri di lututnya juga diabaikan. Dia berjanji akan membawa papanya kepada Gyo! Dan ia akan menunaikan permintaan itu. Walau sesukar manapun yang harus dihadapi nya.

"Hiks...abang..tunggu Gya. Gya bakal bawa papa ketemu abang!" Lirihnya diselangi dengan isak tangis yang kedengaran sayu.

Byarrr!!

Seolah-olah menambahkan lagi kesialan Jung Gya, sang hujan turun dengan lebat. Membasahi jalan raya sekaligus tubuhnya yang hanya berlapiskan mantel dan pakaian rumah sakit berwarna hijau.

Luka jahitannya juga mengeluarkan darah. Rasa nyeri akibat luka yang bercampur dengan air diabaikan.

Gya sudah bertekad untuk terus melutut di sini sampai papanya mau bertemu dengannya.

Hatinya sudah tekad!

Ego yang selama ini dijunjung tinggi olehnya dibiarkan dipijak begitu saja di hadapan Kim Lia.

Hujan semakin lebat dan tiada tanda akan berhenti. Selama itu juga, Jung Gya melutut di hadapan pagar istana besar keluarga Kim yang sudah lama tidak dijejakinya dalam 10 tahun.

Wajah dan kulitnya sudah bertukar pucat pasi kerana hampir 30 menit berada di bawah hujan deras. Darah merah mengalir dari luka di dahinya turun membasahi pakaian hijau yang terkena noda darah itu.

Semuanya berlangsung cukup lama dan Gya sudah hampir pingsan sebelum seseorang datang dari arah belakang bersama payung.

Gya mendongak bagi melihat siapa yang datang! Siapa tahu itu papanya yang sudah lembut hati.

Dan lagi-lagi Gya harus menghadapi kekecewaan kerana yang ada di hadapannya ini bukanlah papanya sebaliknya Park Jihoon.

"Lo ngapain di sini!!" Jihoon berteriak. Mencuba menyaingi suara hujan.

Tapi Gya langsung tidak memberi respon malah sebaliknya kembali ke posisi asalnya. Ia belum bisa mengalah. Ini belum seberapa.

Melihat kedegilan Jung Gya, Jihoon berjongkok di hadapannya. Tangan cowok itu merangkul bahu Jung Gya yang basah.

"Ayo, kita masuk ke mobil! Lo udah beneran basah sekarang!"

"G-gakk!!"

Jihoon kaget kerana suara Jung Gya yang kedengaran bergetar antara menahan sakit ataupun dingin yang mencengkam sekujur tubuhnya.

"Gya! Bangun! Lo harus berteduh sekarang! Badan lo udah dingin banget! Lo bisa sakit!!"

Jihoon kembali memaksa bahkan kini keduanya berebutan sehingga celana jeans Jihoon basah terkena percikan hujan. Tapi seperti biasa, Jihoon tidak akan mengalah.

Sejam lalu, ia sampai di rumah sakit dan langsung dimaklumi oleh Dokter Jennie mengenai Jung Gya yang tiba-tiba pergi entah ke mana.

Dengan cepat juga, Jihoon bisa tahu cewek itu ke mana. Dia memandu mobil nya laju biarpun sempat terperangkap dalam macet.

Tanpa diberitahu pun, Jihoon tahu Gya akan ada di sini. Di hadapan rumah neraka ini. Merayu dan memohon. Lagi! Seperti ini.

"G-gak bisa Jihoon! G-gue harus bawa p-papa ketemu G-gyo! Ab-abang gue butuh papa! Jangan maksa!!" Sekali lagi, Gya membantah Jihoon.

Tubuhnya sengaja diberatkan agar Jihoon tidak bisa membawanya ke mana mana.

"P-papa bakal k-keluar! Kalau g-gue terus merayau k-kek gini!"

"Sadar Gya! Papa lo gak bakalan keluar! Dia gak—"

Perkataan Jihoon terpotong. "Gakk!! Papa bakal keluar! Kalau gue merayu kek gini!"

Lengan jaket Jihoon diremat kuat. Dia tidak punya tenaga lagi untuk berdebat dengan Jihoon. Hanya ini sahaja peluangnya.

"Please, Hoon. Gue ngerayu sama lo. Kasihani gue Hoon. Gyo pengen ketemu papa. Tolong!" Rayunya dengan suara gemetar. 

Jihoon hampir frustasi dengan kekerasan Jung Gya! Walaupun begitu, ia tetap ikut berjongkok di tepi cewek itu bersama payung di tangan.

Ia tidak bisa membiarkan Jung Gya sendirian di sini. Bau darah yang bercampur dengan becak hujan menusuk indera penciumannya. Dahi Jung Gya berdarah.

Tiba-tiba ponselnya yang berada di dalam saku bergetar. Tanda ada panggilan masuk!

Dokter Jennie!!

"Hello, tante!" Jihoon mencuba mengatasi suara hujan. "K-ken—"

".........."

Jihoon langsung tercekat sebaik saja mendapat perkhabaran mengejutkan itu. Tangannya yang masih memegang ponsel meleret ke tepi. Bahkan panggilan juga belum dimatikan, meninggalkan Dokter Jennie yang masih berbicara sendiri.

Menyedari ada sesuatu yang buruk berlaku, Gya menoleh memandang ke arah Jihoon yang masih terpaku.

Kedua tangan cewek itu langsung memegang erat kerah jaket Jihoon.

"K-kenapa?"

Jihoon mengalihkan pandangan dan menatap mata hazel Jung Gya yang sayu.

Liur ditelan susah payah tidak tahu bagaimana harus memulakan kata.

"Gyo...dia..."

_________________________________________________

Gyo melangkah laju di tingkat empat rumah sakit tempat Gyo dirawat dengan tergesa-gesa. Bajunya juga masih basah dan kotor dengan noda darah. Air masih bertetesan dari hujung pakaiannya membasahi lantai koridor.

Bahkan Jihoon yang berjalan di belakang cewek itu hampir kehilangan nafas saking lajunya langkah kaki Jung Gya.

"Gya..."

Semua yang ada di balkoni langsung memandang kaget ke arah Jung Gya yang datang dalam kondisi cukup mengenaskan itu.

10 pasang mata yang ada di sana melemparkan pandangan yang sukar dimengertikan kepada Jung Gya yang kelihatan menggigil parah.

Lisa adalah orang pertama yang melangkah menghampiri Jung Gya. Bahu kecil anak itu dirangkulnya sambil sesekali mengusap perlahan.

"Yang kuat nak. Kamu harus kuat."

Gya dituntun oleh Lisa ke dalam sebuah ruangan. Bukan ruangan tempat Jung Gyo dirawat tadi tapi satu ruangan baru yang sangat asing di sudut pandangan Jung Gya.

Pintu ruangan ditarik perlahan sebelum Lisa membawa Gya masuk ke dalam.

Tanpa sedar, Gya mengukir satu senyuman payah. Melihat pada satu brankar besi yang diatasnya terbaring sekujur tubuh yang sudah ditutupi dengan sehelai kain putih.

Gya mendongak, memandang ke arah seorang dokter lelaki yang berdiri bersama dua orang suster asisten dengan kedua tangan yang menyatu. Ketiganya kelihatan menunduk kerana tidak sanggup melihat ke arah Jung Gya.

"I-ini...apa tante?" Lirihnya, bertanya pada Lisa.

Wanita itu tidak mampu menjawab apa pun malah terisak perlahan. Bibirnya diketap bagi menahan suara tangisan agar tidak kedengaran.

Setelah beberapa langkah diambil berani, Gya akhirnya berdiri benar-benar di hadapan bangsal itu.

Tangannya sedikit bergetar saat menggapai kain putih untuk melihat sosok siapa saja yang ada di sana. Hujung kain diremat kuat.

Air mata sudah bertakung di tubir matanya dan menanti untuk tumpah sahaja.

Perlahan, kain putih itu ditarik ke bawah.

"Hahhh..." Kakinya sontak melemah sebaik sang pemilik jasad itu jelas terpampang di hadapannya.

Kakinya berundur beberapa langkah ke belakang. Dunianya seolah-olah runtuh mendadak menyisakan ruangan putih yang kosong dan terasa berpusing.

Mujur saja ia sempat berpaut pada bibir bangsal. Air matanya yang turun tanpa dipinta dikesat kasar sebelum kembali berpandangan dengan ahli medis yang ada di sana.

"D-dia..cuman tidur kan dok? Abang saya, udah gak sakit. Kan?" Suaranya serak meminta penjelasan dari ketiga mereka.

Tapi nihil, seperti tadi, mereka hanya diam.

"Gyo-yaa...ngapain di sini? Kenapa baring di sini? Kenapa gak nungguin Gya di kamar abang?" Soalnya seakan-akan Gyo masih bisa mendengarkan.

"K-kenapa gak jawab, hmm? I-ini, Gya..udah datang lagi. Hmm? Gyo-yaa."

Setidaknya di saat-saat seperti ini, Gyo akan membuka mata. Memandang nya dengan sorot mata sayu. Bibir yang muncung kerana dirinya terlambat.

Atau setidaknya, menerima jelingan maut dari Gyo.

Abangnya itu akan tetap memberi respon padanya. Kan?

Tapi, kini? Kenapa...Gyo hanya diam.

"Kenapa gak tunggu? Hmm?!" Lengan yang kaku dicapai dan diremat.

"Kenapa tangan Gyo dingin? Kenapa mata Gyo ketutup? Tante, ke-kenapa sama Gyo?! Abang kenapa dingin gini?"

Kemudian, ia memandang ke arah para dokter dengan tatapan tajam. "Hah?!!! Abang gue kenapa?!!"

Tidak berpuas hati, tangannya menangkup kedua sisi wajah Gyo yang dingin.

"Kenapa!! Kenapa!! Kenapa!!"

Tanpa sedar, Gya meninggikan suaranya seraya menggoyangkan kedua dua bahu Gyo kuat. Tanpa peduli adakah abangnya itu bisa mendengarkannya atau tidak.

Lisa pantas menahan gerakan tangan Gya agar tidak terus-terusan menyakiti jasad Jung Gyo yang nyatanya sudah tidak bernyawa.

Iya, Gyo meninggal dan mereka kini berada di kamar mayat.

Raungan parau langsung kedengaran di segenap ruangan. Jung Gya menangis histeris sebaik saja melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keadaan abang kembarnya.

"Kenapa tinggalin Gya! Kenapa?!!!!" Pertahanan Jung Gya runtuh. Ia langsung memeluk tubuh kaku Gyo yang terasa dingin seperti es batu.

Isakannya kedengaran sangat dalam dan parau bahkan bagi orang sekeliling.

"Gyo janji...bakal tunggu Gya! Hiks...hiks...Gyo janji bakal bertahan! Kenapa Gyo harus pergi kayak gini, Gyo-yaaa..."

Raungan Jung Gya benar-benar menusuk ke dalam hati. Bahkan dua suster wanita yang ada di sana juga tidak bisa menahan air mata.

Bagi mereka, kepergian pasien yang satu ini benar benar menyentuh hati.

Jung Gyo meninggal kerana kerusakan fatal pada anggota tubuh vitalnya akibat dipukul dengan sangat kasar. Itupun kerana mencuba melindungi sang adik yang hampir menjadi mangsa pelecehan.

Ini benar-benar kisah cinta sejati. Kisah kasih sayang seorang abang pada sang adik.

Tubuh Jung Gya melemah. Seakan-akan seluruh tenaga luar dan dalamnya direntap kasar. Mujur ada Lisa yang bertindak menahan tubuh itu agar tidak terjatuh ke lantai.

Bisa Lisa rasakan betapa tubuh itu bergetar hebat kerana kehilangan. Buat kesekian kalinya, peristiwa ini seperti Deja vu. Dulu sekali, keadaan Jung Gya pernah separah ini.

"Gyo bangun!! Jangan tinggalin Gya!! Tolong, bangun!! Gya gak bisa sendiri tanpa Gyo!!"

"Sabar sayang. Ikhlasin Gyo. Kamu harus sabar."

"Gimana caranya tante?! Gya gak bisa tanpa abang! Gya jadi sendirian sekarang.. Gyo sakit, Gyo sakit demi Gya! Gimana Gya bisa terima itu kalau Gya yang jadi alasan Gyo jadi kek gini!!" Bentaknya kasar seraya menarik-narik rambutnya sendiri.

"Gimana Gya bisa terusin hidup, kalau separuh jiwa Gya udah gak ada?!"

Semua yang berada di luar ruangan juga bisa mendengar betapa sakitnya raungan kehilangan Jung Gya.

Masing-masing turut merasakan kesedihan yang menusuk jauh ke lubuk hati masing-masing.

Dokter Jennie yang sudah tersandar lemah pada bangku hanya menatap kosong ke hadapan. Sebagai dokter peribadi Gyo dan sahabat Jung Jisoo, ia merasa gagal melindungi zuriat sahabatnya itu.

Seharusnya dia yang menjaga anak anak Jung Jisoo itu.

Yuqi sudah tersedu di dalam pelukan Lucas yang turut datang menemani kekasihnya itu malam ini. Kelima geng Nevada yang ada di sana juga turut merasa kehilangan. Jiwa mereka seakan-akan kosong sebaik saja mendengar berita duka yang menimpa kembaran Jung Gya.

Kerana seharusnya mereka yang melindungi cowok itu daripada diganggu oleh orang lain. Kerana tanpa sadar, mereka terlibat dalam perjanjian yang diatur Lee Jeno.

Sementara Jihoon, cowok itu menonjok dinding rumah sakit berulang kali sehingga buku tangannya melecet.

Ia juga punya penyesalannya tersendiri. Malah lebih banyak daripada orang lain yang ada di sana.

Harusnya ia tidak menghilang begitu lama. Harusnya ia lebih cepat kembali ke sekolah. Harusnya ia memaksa kembar Jung itu untuk ikut dengannya pulang ke US. Dan harusnya, ia menjauhi Jung Gya dan Jung Gyo dari geng Nevada setelah tahu isi perjanjian mereka.

Dan harusnya—

"Arghh!! Shit!! Sialan!!" Jihoon mengumpat kasar mengingat itu semua. Dan ia seakan akan teringat sesuatu.

Brakkk!!

Tanpa amaran, Jihoon langsung menobrak Haechan yang kebetulan berdiri di sebelahnya. Cowok itu ditekan ke dinding dengan tangan yang bersiap sedia melingkari tengkuknya.

"Lo apa-apaan sih?!!" Haechan bertanya kasar kerana kaget plus ketakutan kerana tindakan drastik Jihoon.

Tubuhnya masih sakit kerana berantem dengan Jeno tadi dan sekarang Jihoon juga berniat untuk membelasahnya. Apa mereka kira, dirinya punch bag? Gak bisa merasa sakit gitu?

"Mana Lee Jeno?!! Mana si bangsat itu?!! Kenapa dia gak ada di sini?!!!" Jihoon meneriaki Haechan tepat di wajahnya.

"G-gue gak tau! Kenapa nanya ke gue?! Dia gak ada sama kita sejak tadi siang!"

"Bohong! Cepat kasi tau di mana si brengsek itu? I'm gonna kill him!!" Dengus Jihoon kasar seraya menyentak Haechan kasar.

Surai gelapnya diremat kasar dan sesekali dijambak kuat.

"Ini semua gara gara kalian tau gak?!! Gara gara dia!! Kalian gak liat sehancur apa Gya di dalem?!! Hah?? Gak liat?!!" Ia kembali melampiaskan kemarahan kepada teman-teman Lee Jeno.

Renjun yang tidak terima kerana dituduh dari tadi siang pantas maju ke hadapan sebagai pembelaan.

Ia kembali mencengkam kerah pakaian Jihoon erat!

"Lo gak punya hak buat nyalahin kita! Kita juga gak pernah minta semua ini berlaku! Lo kira kita juga mau ngeliat  Gya kayak gitu? Lo kira kita sengaja biarin si Gyo meninggal?!! Hah?!!"

Kedua orang berbeda ukuran tubuh itu langsung ribut dan menyalahkan satu sama lain.

"Kita juga sedih tau gak?! Kita juga merasa kehilangan!"

Jihoon mendecih, "Ch kehilangan. Padahal kalian juga sering terlibat buat ngebuli dia kan?! Kalian manfaatin kekurangan Gyo, kalian pergunakan perjanjian si Jeno sama Jung Gya biar kalian punya tiket buat seenaknya sama dia kan?!! Ngaku gak kalian?!!"

Semua Geng Nevada yang ada di sana langsung tercekat dengan fakta yang baru dibeberkan oleh Jihoon.

Cengkaman Renjun melonggar dan dia terundur beberapa langkah ke belakang.

Yang dibilang Jihoon benar, selama ini mereka juga terlibat dalam menganiaya kedua pasangan kembar itu.

Memanggil Jung Gya dengan panggilan panggilan yang tidak enak didengar. Menjadikan Jung Gyo sebagai bahan candaan kerana kekurangannya.

Iya, secara tidak langsung, mereka juga terlibat secara mental dalam menambah beban fikiran kembar Jung itu.

Akhirnya, mereka sadar. Mereka tidak pernah melindungi tapi malah sebaliknya menjadi pelopor.

"Sekarang, kasih tahu di mana Lee Jeno!! Cepat!!" Jihoon kembali melontarkan persoalan yang bermain di mindanya itu kepada Geng Nevada.

"Cepat—"

"Sudah!!" Yuqi yang tadinya hanya diam dalam pelukan Lucas mula bersuara sebaik saja Jihoon kembali ribut.  

"Sekarang bukan masanya untuk kalian debat! Harusnya kita ngertiin keadaan Gya. Bukan malah menyalahkan diri sendiri atau melontar kesalahan ke pundak orang lain!" Marah Yuqi, merasa lelah dengan perdebatan tidak berasas anak anak laki-laki di hadapannya.

"Kita tuh harusnya kasih kekuatan buat dia biar bisa nempuhin ini semua. Kita bisa bersama buat ngasih semangat ke Gya."

Jihoon dan Renjun langsung diam mendengar kata kata Yuqi yang ada benarnya. Ini bukan saatnya buat mereka berdebat gak jelas.

Sebaiknya mereka bersatu untuk membantu semangat Jung Gya.

"Gya! Jung Gya! Tolong!! Jihoon-ah, tolong!"

Perhatian mereka semua langsung teralihkan sebaik saja suara panik Lisa kedengaran dari dalam.

Jihoon langsung menerobos masuk dan mendapati Jung Gya yang sudah pingsan dalam pelukan Lisa dengan kondisi tubuhnya melorot ke lantai.

"Tante, Gya kenapa?" Soalnya panik. Wajah Gya benar-benar pucat. Tubuhnya mendadak panas tinggi.

Dokter Seokjin memeriksa nadi Jung Gya. Kemudian, ia memeriksa keadaan perban cewek itu.

"Dia lemah. Mungkin deman panas efek hujan. Dan, jahitan di dahinya terbuka, dia kehilangan banyak darah. Kita harus segera mengoperasi dia dan ngasih bekalan darah."

Dokter lelaki itu menerangkan ringkas menyuruh Jihoon untuk memindahkan Jung Gya ke bilik pembedahan. Jika tidak, nyawa cewek itu bisa saja terancam.

______________________________________________

Jeno bersandar lelah pada sandaran sofa setelah Lia habis merawat luka di wajahnya akibat perkelahian tadi siang. Hujung bibirnya robek dan mata sebelah kanannya benar-benar sakit.

"Nah, minum dulu Jen. Terus setelah itu kamu istirahat ya? Aku khawatir liat kamu kayak gini. Aku takut kamu sakit."

Lia menghulurkan segelas minuman lalu langsung diambil oleh cowok itu dan meneguknya sehingga tandas.

Kemudian sudut matanya melihat Lia yang menyimpan bekas p3k ke dalam almari cewek itu.

Iya, ketika ini Jeno berada di rumah Lia.

Seharusnya tadi, mereka janjian untuk makan di luar. Dan Jeno datang juga untuk menjemput tunangannya sebelum plan mereka batal gara-gara Lia melihat wajahnya yang babak belur.

Tapi, tidak juga Jeno berniat untuk memberitahu kepada Lia dari mana ia mendapatkan luka luka di wajahnya ini.

Jeno memang seperti itu. Hubungannya dengan Lia hanyalah sebatas sebagai tunangan. Lia langsung gak tahu soal masalah keluarga Jeno.

Yang cewek itu tau, Jeno serupa dengannya.

Mereka punya luka masa lalu dan saling menguatkan satu sama lain. Hanya sebatas itu. Jeno benar-benar tertutup dengan Lia.

Di gengnya saja, tidak semua yang tahu hal sebenar yang terjadi dalam keluarga Lee Jeno selain Mark dan Jaemin.

"Kamu nginap aja di sini ya? Ga usah pulang ke apart. Biar aku bisa jagain kamu di sini." Lia memberitahu setelah kembali dan duduk di sebelah Jeno.

"Gak papa, gue pul—"

Lia membungkam Jeno dengan meletakkan hujung telunjuknya pada bibir Jeno.

"Udah, jangan batu. Tinggal sini aja." Tangan cewek itu turun ke arah dada Jeno. Mengusap dada bidang itu dengan telapak tangannya lembut.

"Kamu bisa kapan pun datang ke sini Jen. Aku...bakal selalu ada untuk kamu. Jangan lupa, aku ini tunangan kamu. Dan aku udah janji untuk sentiasa ada buat kamu." Bisik Lia perlahan, tubuhnya semakin menghimpit Jeno.

Sesekali ia meniup telinga cowok itu. Seakan akan sengaja 'membangunkan' sesuatu dalam diri cowok itu.

Ya, kalian tahu aja. (Ya ampun, gengs bahasa aku??)

Jeno bergidik seketika. Dia lelaki normal dan cowok mana yang gak bakalan bereaksi jika dihadapkan dengan sesuatu seperti ini. Rahang cowok itu mengeras kerana godaan tanpa henti Lia.

Apa lagi cewek itu seakan akan sengaja menggesekkan peha mulusnya ke tungkai kaki Lee Jeno.

Entah sejak kapan, Lia semakin mendekatkan wajah ke arahnya. Perlahan-lahan, bibir cewek itu mula mendekati bibirnya sendiri.

Jeno memejamkan mata dan Lia tersenyum penuh kemenangan kerana itu. Ia ikut memejamkan mata.

Malam ini, ia akan benar-benar memiliki Jeno dan cowok itu tidak akan punya alasan untuk meninggalkannya setelah ia menyerahkan 'mahkota' nya kepada Lee Jeno.

'Once again, I win. And you're the loser.'

Hanya dia yang tahu kepada siapa kata-katanya itu ditujukan.

Clickk

Belum sempat bibir keduanya menyatu, Jeno tersedar kembali. Seakan-akan ada satu suis yang mengejutkan nya daripada kenyataan satu itu.

Nama seseorang melintas di fikirannya.

Ia membuka matanya kembali dan perlahan-lahan menangkup pipi kanan Lia.

Menyangka Jeno yang akan memulakan dulu, Lia tersenyum senang tapi sebaliknya berlaku, Jeno malah menolak perlahan wajah Lia dan menjauhkan tubuh cewek itu dari sisinya.

Senyuman Lia langsung pudar, "kenapa Jen?" Sayu suaranya.

Jeno tersenyum perlahan, "lo tau kan, gue gak bisa?"

Tolak cowok itu perlahan dan melepaskan pegangannya pada Lia. Ia bangun dari sofa dan pantas menuju ke kamar mandi. Meninggalkan Lia sendirian di kamar tidur cewek itu dengan kekecewaan.

Tapi, sepertinya kekecewaan Lia itu tidak sehebat malam-malam sebelumnya kerana ponsel Lee Jeno yang berdering, menampilkan nama Mark sebagai pemanggil kini berada di tangannya.

Lia tersenyum miring.

Yes, dia tetap menang!

Bersambung....

Tidak!! Aku juga gak sanggup buat Gyo meninggal padahal scene nya dia sama Gya gak banyak. Tapi aku terpaksa lakuin kerana itu udah jalan ceritanya.

Dan please jangan ada yang nge-hate character Lia di sini. Apatah lagi sampai di bawa ke rl. Please banget jangan. Dan please jangan hujat author kerana kasih Lia watak kek gini.

Bakal ada penjelasan kenapa Lia jadi kayak gitu. Jadi kalau kalian pengen tahu harus baca sampai habis.

Maaf andai kalian udah gak sanggup sama jalan ceritaku yang gak ngefeel dan nojam. Huhu. Kalian bisa kok ninggalin lapak ini sekarang.

Tapi sebenarnya masih banyak persoalan yang belum kejawab dalam cerita ini.

Apatah lagi soal masa lalu keluarga Lee Jeno dan Jung Gya.

Apa aja sih persoalannya?

Okay, biar spoiler ya.

1. Kenapa Jung Gya pake marga ibunya, Jung Jisoo dan apa maksud dari mimpi malam cewek itu.
2. Apa yang udah terjadi sama orang tua Lee Jeno dan apakah ada kaitan sama Jung Gya.
3. Kenapa Bae Irene bela-belaan ketemu dan mujuk Jung Gya kalau benar bundanya itu pernah ngerampas suaminya dari dia.

Dan...pokoknya banyak lagi deh. Hehe??????

Juga seterusnya bakal ada watak baru ya gengs. Hooray. Mohon ditunggu ya.

Byee....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience