24. Kembali

Fanfiction Series 10231



?

"Di saat luka hati ini belum bisa terobati,
buat apa kamu datang kembali? Untuk menambah luka baru?"



Happy Reading ??

WARNING!!
????????

Ada sedikit adegan yang gak sesuai buat anak bawah umur ya. Gak suka bisa skip!

Tapi masih aman kok.

"Gunhoo-ya! Seo Gunho!" Panggil Jung Gya sembari terhendap di bawah meja yang menjadi tempat cashier bekerja.

Seketika kemudian, datang seorang wanita hamil dengan langkah perlahan menghampiri kedua orang yang sedang seronok bermain bersama.

Melihat kehadiran Wendy yang berjalan terbata-bata ke arahnya, kakinya terperintah untuk mendekati wanita 30-an itu.

"Kak Wendy? Ngapain ke sini? Kakak di belakang aja. Istirahat." Ujarnya sembari memegang lengan Wendy dan membantunya untuk duduk di sofa di belakang cashier.

"Gak papa. Lagian, Johnny juga udah baikan kok." Wendy sedikit membetulkan tempat duduknya. Mencari keselesaan di atas sofa empuk yang baru diletakkan di sana oleh Johnny.

Jung Gya mengangguk. Seketika kemudian, Seo Gunhoo yang sedari tadi bersembunyi di bawah meja langsung keluar sementelah melihat kehadiran mamanya di sana.

Pantas Wendy mendepangkan tangannya.

"Sayang! Nakal gak sama Kak Gya? Kamu gak ngerepotin kakak kan?" Wendy menyoal sembari mengelus lembut kepala Gunhoo.

Jung Gya hanya ketawa kecil. "Gak kok. Gunhoo anak baik."

Wendy kelihatan senang kerana mendengarnya. Syukurlah jika begitu.

"Maaf ya. Jadi repotin Gya buat liatin Gunhoo. Gak nyangka aja hari ini bakal ada kecemasan kayak gini."

"Iya. Gak papa kok. Lagian Gya juga udah lama gak ke sini."

Jung Gya memang sudah lama tidak datang ke Chill Dream Cafe setelah mengambil keputusan untuk berhenti. Itupun dilakukan kerana paksaan Jihoon yang menyuruhnya berhenti bekerja atau akan melapor kepada Mommy Rose.

Jika sudah seperti itu, Gya mahu tak mahu hanya akur. Karna kalau tidak, mommy Jihoon pasti akan membawanya ke Melbourne.

Hari ini saja, Wendy meminta bantuan. Kebetulan Wendy yang sudah sarat hamil anak kedua, bersamaan pula dengan Johnny yang demam.

Buat pengetahuan, kedua pemilik Chill Dream Cafe itu sudah menikah empat tahun lalu. Ketika ini, Wendy sedang hamil anak kedua, sementara anak pertama mereka, Seo Gunhoo berusia 1 tahun setengah.

Jadilah dirinya di sini. Menjaga Gunhoo, anak pertama pasangan itu.

Deringan telefon Jung Gya membuat gadis itu langsung mencapai ponsel yang berada di saku celana jeans yang dikenakannya.

Melihat nama pemanggil seketika membuat kerutan Jung Gya tercetak jelas di dahi lebarnya.

Tanpa berfikir panjang, ia langsung mengangkat panggilan.

"Hello?"

"...."

"Hah?! Gimana bisa anjir?"

"...."

"Ya udah. Kalau gitu gue ke sana sekarang. Lo tunggu sama dia di sana!"

Talian diputuskan dan Gya langsung berbalas pandang dengan Wendy yang turut memandang ke arahnya. Di belakang wanita itu, ada Seo Johnny yang baru saja keluar dari kamar dengan penampilan berantakan.

Gya merasa bingung bagaimana mahu memberitahu kedua pasangan itu jika dirinya harus buru-buru pergi.

Tidak tega meninggalkan mereka tapi ada seseorang yang benar-benar membutuhkannya ketika ini.

"Kenapa Gya?" Wendy terlebih dahulu mengambil inisiatif untuk bertanya.

Gya menggaruk belakang telinganya. Bingung sekaligus serba salah. Bagaimana dia bisa meninggalkan Wendy yang sedang sarat begini di kafe bersama Johnny yang sakit dan Gunhoo yang aktif begitu.

"Aaa anu kak...ermmm.."

"Kamu ada urusan penting ya? Gak papa. Sana gih. Jangan khawatirin aku. Bisa kok. Lagian Johnny juga udah gak terlalu lemes kok." Wendy memberikan jaminan melihat Gya yang seakan-akan serba salah.

Tangannya merangkul pinggang sang suami yang berdiri dekat di sebelahnya.

"Iya, Gya. Kamu pergi aja sana. Aku udah baikan kok." Johnny ikut menimpali.

"Bener nih?"

"Iya bener. Terima kasih ya mau temenin Wendy sama jagain Gunhoo. Aku udah mendingan. Kamu pergi saja, takut ada yang mustahak kan?"

Johnny benar-benar memaksudkan kata-katanya. Kepalanya masih sedikit pusing sih sebenarnya tapi ia sudah bisa menapak stabil. Lagian sudah hampir setengah hari dia istirahat efek dari morning sickness yang dirasakannya.

Setelah memastikan kedua ah ralat. Ketiga orang itu akan baik-baik saja, Gya bisa menarik nafas lega.

"Ya udah. Kalau gitu, aku pergi dulu ya? Maaf banget gak bisa nemenin lebih lama."

Kedua pasutri itu mengangguk sekali lagi tanda kalau mereka benar-benar baik-baik saja dan berterima kasih atas pertolongan gadis itu.

"Pergi dulu ya kak." Gya berpamitan setelah berpelukan sebentar dengan Wendy.

"Hati-hati ya."

Seterusnya Gya langsung melangkah keluar dari kafe. Langkahnya memburu laju ke hadapan sembari menunggu kedatangan taksi.

Tangisan Gunhoo yang kedengaran kerana enggan berpisah dengannya hanya diabaikan seakan-akan angin lalu. Dirinya benar-benar cemas mengingati Yuqi yang sedang ditimpa masalah.

Kakinya menaiki taksi yang ada di hadapannya.

"Ke ATLIT University pak. Cepat ya!"

Masuk sahaja ke dalam taksi, Jung Gya langsung memberitahu arah tujuannya kepada supir. Tangannya tidak lepas dari memandangi ponselnya. Berharap Yuqi akan menjawab panggilannya.

Untung saja hari itu jalanan tidak terlalu macet, jadinya dalam hitungan 15 belas menit, taksi yang dinaikinya sudah sampai di kampus. Tepatnya, di hadapan dewan utama.

Tempat di mana pertunjukan fesyen Yuqi akan diadakan.

Tanpa menunggu, setelah membayar ongkos taksi, Jung Gya langsung berlari masuk ke dalam. Menuju ke arah tangga yang membawa ke backstage.

"Yuqi-ya. Lo kenapa?!" Tegurnya sebaik saja berada di belakang pentas.

Di sana, ada Yuqi yang sedang menangis sesengukan di kerusi berhadapan dengan cermin besar. Ada tiga orang teman satu kelas dan satu jurusan Yuqi juga ada di sana.

Pantas Jung Gya mendekati Yuqi dan menarik sahabatnya itu ke dalam pelukan.

Matanya bertemu dengan salah seorang teman kelas Yuqi yang baru saja selesai berbicara dari ponsel.

"Kalian kenapa? Kenapa belum siap-siap. Acaranya kan mau mulai setengah jam lagi." Soalnya kehairanan sekaligus mencari jawaban dari ketiga sahabat Yuqi itu.

Manakala cewek itu sendiri sudah sesenggukan tidak berdaya untuk bicara.

"Itu-"

"Model utama yang harus make bajunya Yuqi gak bisa dihubungin. Menurut teman-temannya, Rihana gak mau dateng Padahal dia udah janji. Makanya mereka butuh pengganti tapi gak ketemu."

Satu suara cowok yang tiba-tiba menjawab pertanyaan Jung Gya mengalihkan atensi cewek itu.

Saat menoleh ke belakang, ada Mark yang sedang berdiri bersebelahan dengan Lucas yang sepertinya baru saja sampai di sana.

Gya melepaskan pelukan pada Yuqi, menyerahkan sahabatnya itu untuk dipeluk oleh Lucas.

"Terus gimana?"

"Kalau gak ada yang bisa gantiin, design nya Yuqi harus ditolak dong. Dan dia harus reka ulang dress nya. Giliran runway seterusnya semester depan." Soojin, teman Yuqi menjawab bagi pihak gadis itu.

"Ya Tuhan." Gya mendekati Yuqi, menepuk bahu sahabatnya itu lembut. Mencuba menenangkan.

Gya tahu Yuqi sudah merencanakan design nya kali ini dari lama. Kalau harus direka ulang, pasti akan sangat melelahkan. Mencari idea baru untuk rekaan dress tidak semudah menulis formula matematika.

Bahkan Yuqi sampai bergadang dan tiga hari tidak tidur untuk menyelesaikan gaun rekaannya.

Gya yang menemani sahabatnya itu sepanjang masa.

"Lo yang sabar. Jangan nangis. Gue janji rekaan lo bakal dipamerin hari ini juga." Gya berjanji. Tangannya merogoh saku celana dan menyalakan layar.

"Gue punya teman yang bisa jadi model dadakan. Lo tenang aja, gue hubungin dia dulu."

"Gya! Tunggu!"

"Ya?"

Belum sempat Gya berpaling, tangan Yuqi terlebih dahulu memegang tangannya. Membuat gadis itu berhenti melangkah dan menatap mata Yuqi kehairanan.

"Kenapa? Tunggu, gue hubungin teman gue dulu." Pujuk Gya.

Yuqi membalas dengan gelengan pelan. Matanya yang masih basah dengan air mata menatap Gya dengan pandangan penuh harap.

"Gue mau lo yang jadi make rekaan gue."

"HAHH?!!"

Percayalah, ketika ini, bukan saja Jung Gya yang berteriak kaget. Mark yang masih berdiri di belakang juga ikut berteriak kuat seakan-akan itu adalah hal paling mengejutkan yang pernah didengarnya hari ini.

____________________________________

"Sumpah Yuq, ini gak enak banget. Gue risih makenya." Rengekan Jung Gya kedengaran membuat Yuqi senyum sumringah sendiri.

Tangannya sibuk bergerak ke sana sini, membetulkan penampilan Jung Gya agar terlihat cantik, kemas dan elegan. Sesuai dengan dress yang direkanya.

?

(Visualisasi dress nya ya guys)

"Udah, gak papa. Lo cantik loh. Lo nya aja harus senyum yang manis. Jalan yang cantik biar orang-orang bisa liat dress rekaan gue yang fantastic ini!"

Yuqi berbicara heboh. Masih dengan posisi membetulkan letak gaun Jung Gya.

Tangannya beringas menyikat perlahan rambut Jung Gya. Sebelah kanan rambut panjang sahabatnya itu diletakkan di depan, menutupi bahu sebelah kanan sementara yang sebelah kiri disampirkan ke belakang. Menutupi tato kupu-kupu Jung Gya.

?

Untung saja rambut hitam panjang Jung Gya sudah sedia kelihatan menarik. Makanya Yuqi tidak perlu repot-repot untuk memikirkan gaya rambut yang sesuai.

Begitu juga dengan kasut pilihannya yang terletak erat di sepasang kaki Jung Gya. Menambah kesan misterius sekaligus mewah.

?

Dilengkapi dengan dua subang pearl merah muda pastel yang sedondon dengan rantai mutiara milik Jung Gya, penampilan sahabatnya itu benar-benar berubah 360 darjah.

Sedangkan Yuqi sendiri, dia mengenakan dress hitam senada dengan Jung Gya.

Tentu saja fesyennya tidak semewah dan classy seperti sahabatnya itu. Tetap saja. Kedua mereka kelihatan benar-benar cocok sebagai sepasang sahabat.

?

?

(Baju dan kasut yang dipake Yuqi.)

"Ya ampun. Kalau gue salah langkah terus ngelakuin hal yang memalukan gimana? Pasti lo malu banget punya teman kayak gue!"

"Lagian, gue gak pernah jalan di pentas peragaan kayak gini. Apa menurut lo gak aneh?"

Yuqi menyenggol bahu Gya kuat. Memaksa untuk tersenyum kerana kedua mereka telah pun dipanggil untuk bersiap sedia untuk berjalan di pentas runway.

Jung Gya yang akan memperagakan pakaian rekaan Yuqi. Dia akan berjalan bergandengan dengan Yuqi selaku pereka dan kemudian dia akan berjalan solo menuju ke backstage. Yuqi akan langsung turun dari pentas menuju ke meja tetamu.

Gya sesekali meremas tengkuknya bingung. Gaun rekaan Yuqi yang ada di tubuhnya ini benar-benar cantik dan indah.

Idea untuk menambah belahan pada sebelah kiri betis, menjadikan seolah-olah sang pemakai mengenakan skirt mini di dalamnya, adalah ide yang datang darinya.

Tapi, andai saja Jung Gya tahu kalau dirinya adalah insan 'bertuah' yang harus mengenakan ini, sumpah ia tidak akan berani memberi cadangan bernas seperti ini.

"Okay lo harus relax, tenang dan senyum. Ini penting banget buat gue. Mana tau aja gue bisa dapetin sponsor. Nah, itu juga kalau lo lakuin dengan baik." Yuqi melakukan final touch up sembari memberi kata-kata semangat pada sang sahabat.

"Mau kan, bantuin sahabat lo satu-satunya ini?"

Sungguh Yuqi bingung antara mahu gembira atau menangis ketika ini.

Hidupnya umpama roller coster hari ini.

Mula-mula Rihana menghilang tiba-tiba, membuatnya panik setengah mati sampai menangis iba. Dan sekarang dia senyum-senyum sendiri kerana dapat pengganti yang jauh lebih bisa diandalkan daripada Rihana.

Sahabatnya sendiri.

Yuqi benar-benar senang. Tubuh sahabatnya itu dirangkul dengan kedua belah tangan. Membuat sang empunya tubuh kagetan.

"Thanks banget. Lo nyelamatin gue hari ini. Lo tau kan segigih mana gue nyiapin design ini. Kalau lo gak ada, pasti gue bakal hancur banget. Thanks bff!" Kata Yuqi antusias.

Terlebih lagi ketika namanya bergema dipanggil oleh pengacara majlis. Seolah-olah impian nya akan tercapai tidak lama lagi.

Jung Gya yang pada mulanya agak ragu dengan keputusan nya kali ini mengukir senyum. Rasa gugupnya langsung hilang digantikan dengan rasa hangat.

Syukurlah kalau Yuqi senang. Akhirnya ia bisa menyenangkan hati sahabatnya itu.

Gya balas menepuk bahu Yuqi. "Iya, gak papa. Gue juga senang kok bisa bantuin lo."

"Tapi, ada bayarannya ya?"

Yuqi mendelik hairan, "huh? Bayar gimana?"

Tidak menyangka kalau temannya itu akan benar-benar meminta bayaran untuk ini.

Gya mendekat ke tepi telinga Yuqi seraya berbisik pelan,

"Cepat-cepat nikah sama Lucas, gue pengen punya ponakan dari lo."

"Yahhh!!"

Teriakan Yuqi hanya bisa bertahan sebentar saja kerana mereka berdua akan keluar dari backstage. Menghadap ratusan mata yang akan tertumpu ke arah mereka.

"Seterusnya, mempersilakan, pelajar tahun ketiga, jurusan reka fesyen, Fakulti Seni, Song Yuqi bersama pemakai rekaannya, Jung Gya."

Dengan yakin, kedua sahabat itu berjalan di atas pentas peragaan yang sejauh 20 meter.

Di kiri dan kanan pentas itu, terdapat banyak penonton yang terdiri daripada dekan fakulti, dosen, para influencer fesyen, pemilik brand pakaian dan orang-orang kenamaan yang dijemput khas pada malam ini.

Kesemua mata tertumpu pada pentas di mana Jung Gya sedang berjalan dengan langkah yakin. Kepalanya terangkat, memandang tepat ke hadapan.

Derapan langkah kakinya seolah-olah menghipnotis mereka yang ada di sana. Tidak kurang juga yang berbisik-bisik kerana tidak pernah melihat seorang gadis yang sedang melakukan catwalk.

"Anjir, cantik banget. Kayak pernah lihat deh. Tapi siapa ya?"

"Mukanya familiar jir. Tapi gue gak ingat siapa? Kayak bukan anak fesyen deh. Siapa ya?"

"Wow! Dia lebih cantik dari anak fesyen asli! Cakep banget."

Jung Gya mengukir senyum samar mendengar bisikan bisikan itu. Sesekali ia berkontak mata dengan mereka yang ada di sana.

Ingat kata Yuqi. Dia harus melakukan yang terbaik. Siapa tahu saja ada sponsor yang berminat menjalin kerjasama dengan Yuqi.

Kini, Gya dalam perjalanan menyelesaikan peragaan solonya. Yuqi sudah turun dari pentas peragaan dan berkumpul bersama teman-temannya yang lain.

Ayo Gya. Lo boleh lakuin ini! Fighting.

Kakinya sedikit gementar namun dia berjaya menahannya.

Setelah tiba di hujung pentas, tidak lupa dia menampilkan satu dua gaya. Pertama dengan meletakkan tangan kanan ke pinggang. Kedua, melunjurkan kaki kirinya ke hadapan agar para tetamu bisa melihat detail rekaan Yuqi.

Setelah habis, Gya memutar tubuhnya ke belakang dan lanjut berjalan menuju ke tempat permulaan. Gadis itu bergerak tidak terlalu laju dan tidak terlalu perlahan.

Dalam hitungan detik, akhirnya, Jung Gya berjaya sampai ke aula pentas.

Akhirnya, masa cemasnya berakhir. Semuanya selesai. Serta merta dadanya yang sesak tadi terasa lapang. Perutnya yang awalnya terasa dipulas mendadak terbebas.

Lima menit yang sungguh bisa membuat hatinya berdebar setengah mati. Hampir saja dirinya terkena serangan jantung tadi.

"Thanks Gya. Kamu udah nyelamatin hari kami. Thanks banget! You look beautiful there. You did great!"

Dua teman satu jurusan Yuqi menegur Gya yang sedang berdiri di hadapan cermian hias. Keduanya bergilir memeluk Jung Gya erat sembari berkali-kali mengucapkan tahniah dan terima kasih kepadanya.

Gya hanya membalas seadanya.

Toh dia juga hanya membantu sedikit. Setelah ini, dia akan melepaskan pakaian dan langsung pulang.

Tangannya mencapai make up cleaner dan kapas putih di atas meja rias. Menitiskan beberapa tetes di atas kapas dan bersedia untuk menghapus riasannya.

"Gya!!!"

Baru saja tangannya ingin menyentuh bahagian pipi, kedengaran suara Yuqi yang datang entah dari mana.

"Ya ampun gue senang banget malam ini! Thanks banget bestie! Impian gue tercapai malam ini. Yes! Thanks yaaaaa!!"
Ujarnya heboh dan menggoyangkan tubuh Jung Gya ke kiri dan ke kanan.

"Jangan lepas riasan dulu. Ada sesuatu yang harus lo tau."

Yuqi pantas menarik kapas dari tangan Jung Gya dan meletakkannya kembali ke atas meja. Tangannya kembali membenarkan dress yang dikenakan Jung Gya, dan menyisir lembut rambut sahabatnya itu.

Gya yang melihat hanya bisa mengerutkan kening. Ada apa lagi? Bukannya tugasnya sudah selesai?

"Lo harus ikut gue ke meja. Di sana, ada seorang pemilik brand fashion mau ngajakin gue collab! Buat koleksi musim dingin!"

Hah?!!

Gya langsung melopong kaget dengan apa yang baru disampaikan Yuqi.

Secepat itu? Maksudnya, apa Yuqi benar-benar akan membawanya turun ke sana, berhadapan dengan puluhan mata yang pastinya sedang gibahin dia!

Pantas Gya menahan tangan Yuqi yang ingin berlalu pergi.

"Tapi ini gak ada dalam perjanjian kita Yuq!" Ketusnya.

"Tau, itu kerana gue gak tau bakal seheboh ini. Boleh ya? Please.... Demi gue!"

Hah sudah! Gya menepuk dahi.

_______________________________________________

"Shit!"

"Arghhh!!"

"Kamu kenapa sih? Kok tiba-tiba berubah kek gini?! Sakit tauk!"

"Pergi sana! Don't ever show your face in front of me again!"

Keributan yang datang dari ruang VVIP Neo Night Club membuat beberapa pengunjung yang berada di sana saling memandang ke arah pasangan itu.

Beberapa pelayan bar ikut gelisah melihat reaksi tidak senang dari pelanggan penting itu. Tidak buang masa, sang pengurus kelab datang menghampiri.

"Tuan Jeno, ada apa-apa yang bisa saya bantu? Apa service call girl kami tidak memuaskan?" Tergagap-gagap sang pengurus berbicara dengan Lee Jeno.

Salah satu pelanggan termahal mereka.

Matanya tidak sanggup bertatapan dengan mata tajam berbentuk sabit milik cowok itu. Sungguh ia gentar bahkan kakinya terasa gementar.

Walaupun Jeno lebih muda darinya, ia tidak mampu mempertaruhkan kelanjutan kelabnya.

Bisa-bisa kelabnya berhenti beroperasi jika Jeno tidak berpuas hati.

Cowok yang mengenakan kemeja merah jambu pastel itu menatap tajam ke arah pengurus.

"Pergi! Jangan biarin mana-mana cewek datang ke sini lagi kalau lo mau bisnes lo selamat!"

"B-baik Tuan!"

Pantas sang pengurus menjawab lalu keluar dari ruang VVIP milik Jeno. Arahan yang diberikan Jeno dilaksankan serta merta.

Tiada lagi mana-mana call girl yang berkeliaran di suite mewah Jeno. Padahal cewek-cewek itu sedang merasa senang dengan kehadiran Jeno.

Siapa yang tidak mahu mengambil peluang keemasan seperti ini untuk menjadi pendamping Lee Jeno?

Bukan sahaja kaya, ganteng dan hot pula. Full package!

Sepeninggalan mereka, Jeno yang sudah hampir dua jam berada di sana lagi-lagi meneguk segala minuman keras yang disediakan.

Bahkan ia sudah hampir menghabiskan tiga botol penuh namun sedikit pun rasa marahnya tidak berkurangan. Semakin lama makin membuak-buak.

Apatah lagi ketika melihat ruang obrolan kelas dan laman sosial universitasnya. Semua bisa bikin gila kalau dibiarkan.

?

Nah kan! Baru bilang, layar hapenya malah memaparkan foto Jung Gya saat di pentas tadi.

Benar, dirinya ada di sana tadi. Menemani Kim Lia.

Dan malangnya keputusan itu malah mengobrak-abrik hatinya yang selama ini ditahannya.

Hancur musnah semua pertahanan selama empat tahunnya untuk tidak menunjukkan perhatian kepada Jung Gya. Hanya butuh satu menit, tembok diri nya langsung runtuh.

Dan sekarang kakinya sangat ingin pergi ke apartment cewek itu dan membuat perhitungan.

Lo silap besar malam ini Gya. Silap besar kerana lo bisa narik perhatian gue lagi. Shit! Jangan berharap lo bisa lepas dari gue kali ini!

Seketika tekad Jeno membuak-buak. Membayangkan puluhan mata yang menatap nyalang pada wanita miliknya itu, bisa membakar seluruh tubuhnya.

Iya, miliknya!

Jung Gya akan selamanya menjadi milik mutlaknya, Lee Jeno seorang. Tiada siapa yang bisa menggugat itu bahkan jika Jung Gya sendiri meminta.

Dulu, dia memilih mundur bukan atas kerelaannya. Semua itu hanya untuk melindungi gadis itu dari incaran paman dan sepupunya yang gila!

Jeno sendiri tidak pernah memberi verifikasi bahawa dirinya putus dengan Jung Gya! Gadis itu masih miliknya!

Argh! Memikirkannya saja benar-benar membuat Jeno meledak.

Lengan kemeja putihnya dilipat hingga ke lengan. Balutan suit hitamnya juga sudah hilang entah ke mana, Jeno sama sekali tidak peduli. Hatinya sudah porak peranda dan Jeno butuh pelampiasan.

?

(??????????)

Akhirnya, tangannya menggapai kembali botol alkohol di atas meja dan meneguk langsung dari mulut botol.

Hingga setengah, cairan memabukkan itu melintasi kerongkongnya.

Dua teguk berlanjutan hingga tiga teguk dan sekelip mata, isi botol itu habis.

Kepalanya juga sudah mulai pusing, sebelum dirinya benar-benar blackout di sini, sebaiknya ia beredar. Entah apa yang bakal terjadi seandainya dirinya tewas.

Mana kedatangannya ke sini juga tidak diketahui sesiapa pun dari Geng Nevada!

Dengan langkah lunglai yang bahkan tidak bisa menapak dengan sempurna, Jeno berjalan menelusuri ruang-ruang lainnya. Biarpun tidak bisa menapak dengan benar, Jeno masih sedar.

Telinganya bisa menangkap bunyi bingit yang ada di dalam kelab ini. Mata sabitnya juga masih bisa melihat jalan.

"Lepas!!! Tolong!! Tolong!!"

"Gak bisa manis!! Kamu gak akan bisa terlepas malam ini!"

Sehinggalah kakinya tiba di hadapan pintu sebuah ruangan yang jauh lebih kecil dari miliknya, Jeno seakan-akan tertarik sementelah mendengar suara familiar yang datangnya dari sana.

"Tolong!! Please, jangan apa-apain gue! Gue gak mauu!!"

Mata Jeno membulat sempurna apabila suara nyaring itu lagi-lagi menyapa telinganya.

Ahh, tampaknya dirinya benar-benar gila malam ini! Ia sudah mula bisa mendengar suara Jung Gya!

"ARGHH!! NOOO!!!"

Deggg!

Hingga akhirnya seakan-akan ada sesuatu mengganjal dalam hatinya. Suara itu kedengaran nyata, mustahil sebuah khayalan! Jeno kenal benar dengan bias suara itu.

Gya-nya. Itu suara Jung Gya.

Tapi, apa yang dilakukan cewek itu di kelab malam ini?

Brakkkk!!!

Tanpa aba-aba, Jeno bertindak mendobrak pintu yang ada di hadapannya kuat.

Dan pandangan pertama yang tersaji di hadapannya benar-benar membuatnya meledak.

Yang dilihatnya ketika ini adalah Jung Gya yang dipegang oleh dua orang pria berumur di sisi kanan dan kiri. Sementara salah seorang daripada pria itu sudah membuka setengah daripada pakaiannya.

Di tangan pria itu sendiri ada satu gelas wine yang isinya sudah tandas.

Dengan mata memicing tajam, Jeno memandang tepat ke arah mata pria di depannya itu. Kedua tangannya terkepal erat, bahkan urat-urat nya mula timbul dan kelihatan di sepanjang lengannya.

"Heh! Kamu ini siapa?! Berani-beraninya menceroboh masuk ke ruangan kami! Dasar, anak muda—"

Perkataan pria itu tidak bisa dihabiskan apabila Jeno bertindak mendaratkan buku limanya tepat ke mata sebelah kiri.

Bukan sekali tapi berkali-kali sehingga pria tadi terjatuh ke sofa di belakang.

"Brengsek!! Lo apain dia!! Sialan!!"

Tanpa memberi ruang, Jeno lagi-lagi melayangkan penumbuknya sehingga pria tua yang seumuran dengan pamannya itu tidak berdaya.

Selesai dengan pria tua tadi, Jeno menoleh ke arah kedua temannya yang lain.

"Maaf bro. Kita gak ada urusan. Ini akal-akalan dia doang."

Kedua pemuda tadi langsung melepaskan Jung Gya yang sudah tidak sedarkan diri. Dengan pantas keduanya segera berlalu dari ruangan itu, meninggalkan pria yang sudah tidak sedarkan diri tadi.

Mereka belum cukup bodoh untuk bermati-matian melawan seorang pemuda yang ada di hadapan mereka ketika ini.

Melarikan diri adalah jalan terbaik!

Sebaik saja kedua mereka berlalu pergi dari sana, Jeno langsung menghampiri Jung Gya yang tidak sedarkan diri.

Beberapa pelayan wanita di kelab itu berada di sisi gadis itu.

"Minggir!"

Kesemua mereka langsung beranjak sebaik saja suara Jeno kedengaran.

Jeno pun, menarik Jung Gya ke dalam pelukannya.

"Gya! Gya bangun!" Kedua belah pipi gadis itu ditepuk perlahan, berharap agar gadisnya bangun.

Sungguh ini terasa seperti dejavu.

Melihat wajah Jung Gya yang memerah, dengan pakaian tidak beraturan. Bahkan tali halus di bahu gadis itu melorot ke bawah. Hampir membuat tubuh bahagian depannya terekspos.

Lalu Jeno membuka kemeja putihnya, menyisakan singlet putih yang dipakainya. Pantas kemeja itu digunakan untuk membaluti tubuh Jung Gya agar tidak dipandang orang lain.

Dada Jeno berdebar hebat.

Ini mengingatkan nya kepada tragedi empat tahun lalu. Ketika Jung Gya hampir dilecehkan oleh Kibum. Juga tidak lupa dengan perangkap licik sepupunya, Taeyong.

Kilas balik yang nyatanya mampu membuat seorang Lee Jeno tremor. Tangannya sedikit gementar dengan apa yang dilihatnya.

Kenapa mereka harus ditemukan semula dalam keadaan seperti ini?

Jeno memejamkan mata. Mencuba mengawal dirinya yang mendadak diserang panik.

"Kakk Jeno—" seketika mata Jeno kembali terbuka sebaik saja mendengar suara lirih itu berbicara.

"Gya! Tenang, lo selamat sama gue! Lo selamat, sayang."

Jung Gya pantas bangkit, mengalungkan tangannya ke leher Jeno erat.

"A-aku takut, kak. Takut." Lirih Gya membuat hati Jeno lagi-lagi seperti direntap kasar.

"Gak papa. Gue ada di sini, gue lindungin lo."

Tidak lama kemudian, Gya kembali tidak sedarkan diri. Mungkin kerana efek minuman keras yang diminumnya.

Setelah bisa mengawal diri, Jeno meletakkan tangan kanannya di belakang tubuh Gya. Sementara tangan kirinya diselipkan di bawah lutut.

Dalam sekali kaut, tubuh itu dicempung erat ke dalam pelukannya.

"Gue bakal pastiin, kelab ini bangkrup!"

Sebelum berlalu, sempat Jeno memberi peringatan. Berbicara telak pada sang pengurus yang berdiri di hadapannya.

Mereka harus diberi pengajaran kerana sudah membiarkan gadisnya berada dalam keadaan seperti ini.

Jeno berjalan cepat, keluar dari kawasan kelab dan menuju ke parkiran. Tatapan-tatapan dari orang sekelilingnya tidak dipedulikan.

Yang terpenting, Jung Gya harus diselamatkan. Entah apa saja yang sudah diberikan oleh pria-pria bejat itu kepadanya.

Sampai di parkiran, mata Jeno melilau mencari seseorang. Sehinggalah sebuah Toyota Corolla terparkir di hadapannya, menampilkan Mark Lee sebagai pemandu.

Dengan satu tangannya, Jeno membuka pintu tempat duduk di belakang, masih membawa Gya di dalam pelukannya, Jeno masuk ke dalam.

"Lo gak papa Jen? Gya gimana?"

"Gue gak tau. Kita bawa dia pulang dulu." Balas Jeno serius.

Tangannya membetulkan letak duduk Jung Gya, memangku gadis itu di atas pangkuan nya.

Sesekali tangannya naik untuk mengelus dahi yang penuh dengan keringat.

"Terus, ini kita mau bawa ke mana?" Soap Mark lagi ketika mobil yang dipandunya mula bergerak meninggalkan kawasan kelab.

Jeno berfikir sejenak sebelum membalas, "rumah Gya aja."

Jawaban Jeno berjaya membuat Mark menggedikkan kening. Jadi selama ini?

"Lo tau rumahnya di mana?"

"Tau. Amanda Hills. Tingkat 26, no 138."

_______________________________________________

Jeno melangkah masuk ke dalam apartmen Jung Gya bersama tubuh gadis itu yang masih lagi berada di cempungannya.

Mark mengekori dari belakang dengan pandangan hairan.

Bagaimana Lee Jeno bisa mengetahui lokasi rumah Jung Gya? Bahkan tingkat berapa, nombor berapa dan kata sandi untuk akses masuk juga Jeno tahu.

Mark jadi hairan sendiri.

Pada mulanya saat Jeno menghubungi nya minta dijemput di kelab, dalam fikiran Mark, hanya sahabatnya itu. Melihat adanya Jung Gya yang tidak sedarkan diri bukanlah apa yang ada dalam bayangannya.

Apalagi terakhir kali mereka bertemu adalah di acara kampus Yuqi. Kondisi Gya juga baik-baik saja tadi.

Tapi sekarang, malah berketerbalikan.

Jung Gya ada di kelab, tidak sedarkan diri, dan lebih mengejutkan lagi, bersama Lee Jeno pula.

"Jen, may I ask you something?"

"Hmm?"

Mark tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

Matanya memerhatikan Jeno yang sedang membaringkan Jung Gya di kasur cewek itu. Pergerakan Jeno ketika ini seolah-olah cowok itu sudah terbiasa dengan apartmen ini.

"Lo tau dari mana Gya tinggal di sini?"

Pertanyaan Mark membuatkan gerakan tangan Jeno langsung terhenti. Cowok itu agak terdiam.

Namun tidak lama. Kerana ia kembali menjawab.

"Lepasin dia, gak bermaksud gue gak boleh ngejaga dia, atau ambil tahu soal kehidupan dia. Ya kan?Lo tau sendiri, gue gak akan ngebiarin milik gue hilang dari gue."

Oh God! Rasanya Mark mahu mencekik Lee Jeno ketika ini juga.

Jadi selama empat tahun ini, cowok itu masih mahu mengklaim Jung Gya sebagai miliknya? Sudah gila memang Lee Jeno.

"Jen, lo gak takut kalau—"

"Don't ever mention that!" Potong Jeno sebelum Mark sempat mengakhiri pertanyaan.

Membuat sahabatnya itu berundur ke belakang beberapa tapak.

"Gue tau apa yang gue lakuin dan gue mau lo diam!" Marah Jeno sebelum kembali menyelesaikan tugasnya, menyelimuti tubuh Jung Gya denga gebar.

Kemudian tangannya merogoh saku celana, nombor seseorang ditekan sebelum melekapkan gajet berwarna hitam itu di telinga.

"Gue mau lo datang ke sini. Sendirian dan secara rahsia. Jangan bawa-bawa orang lain. Ada orang yang bakal jemput lo jadi jangan ke mana-mana."

Ringkas dan padat arahan yang diberikan Jeno sebelum berpaling menghadap Mark.

Tanpa suara dan hanya dari tatapan Jeno, Mark bisa mengerti apa yang diinginkan Jeno.

Tanpa banyak bicara, Mark mencapai kunci mobil dan bergerak meninggalkan Lee Jeno bersama Jung Gya berdua.

Kini, sepeninggalan Mark, Jeno duduk di sisi kasur Jung Gya.

Tangannya terulur mengusap lembut dahi yang dipenuhi keringat itu dengan gerakan perlahan. Sebelah tangannya lagi memeluk erat bahu Gya dan dirapatkan ke dadanya.

"Kak Jeno... Kak..."

Tiba-tiba, Jung Gya bersuara lirih, tangannya turut membalas usapan lembut Jeno pada dahinya, mencapai tangan kekar itu dan meremasnya perlahan.

"Kenapa? Hmm?" Soal Jeno, berasa hairan kerana remasan Jung Gya pada tangannya yang tidak beraturan.

Belum lagi dahi gadis itu kembali berkeringat dingin, mengalir membasahi pipinya.

"Lee Jeno.. Hmhh.. Jeno-yaa."

Semakin lama, Jeno merasakan ada sesuatu yang aneh pada Jung Gya.

Kaki cewek itu menendang-nendang selimut yang membaluti tubuhnya sehingga melorot jatuh ke lantai. Membuat sepasang tubuh yang hanya dibaluti gaun itu terekspos di hadapan Lee Jeno.

Gulp!

Jeno menelan ludah kasar kerana disuguhkan pemandangan 'indah' begitu di depannya.

Dress Gya yang pada mulanya labuh mencecah buku lalu tersibak hingga ke paha, membuat kulit putih itu jelas terlihat.

Belum lagi dengan remasan tangan Jung Gya yang perlahan-lahan semakin tidak menentu. Beralih dari kekura tangan, naik hingga ke lengan.

Bahkan sesekali kuku tangan Jung Gya menancap pada tangannya. Sakit, tapi ditahan sedaya upaya.

"Gya!!"

Apa yang membuatkan Jeno terjerit kaget apabila Gya bertindak memanjat bahagian hadapan tubuhnya dan sengaja duduk di pangkuan Lee Jeno. Kedua kaki gadis itu mengapit pinggangnya dari dua sisi.

"G-gya..lo kenapa?" Soal Jeno merasa aneh dengan tindakan agresif Jung Gya.

Sedaya upaya, Jeno berusaha untuk tidak bergerak bagi mengelakkan sesuatu yang tidak diingini ikut terbangun.

"Panashh kakkhh...aku..gak kuattthh. Please.. Kak Jenohh.. touch me.."

Shit! Jeno mengumpat dalam hati sebaik mendengar kata-kata frontal Jung Gya. Tangannya naik memegangi kedua belah  pinggang gadis itu, menahannya daripada bergerak.

"Kakk... Badanku... Panas bangett.. Gak kuathh... Touch me pleasee.." Lagi-lagi Jung Gya bersuara dekat dengan telinga Lee Jeno.

"G-gya... Jangan gerak, sayang."

Jeno mengeram rendah kerana tindakan Jung Gya yang tiba-tiba mengecup lehernya perlahan. Fikirannya tidak bisa berfikir kerana perlakuan gila Gya.

Sedaya-upaya, kedua tangan yang melingkar di lehernya ditahan.

"Gya..please. Jangan siksa gue kayak gini!" Jeno masih berjuang, menahan nafsunya untuk membalas perlakuan gila Gya.

"Gakk mau.. Aku panas banget... Gimana, cara hilanginnya.. Tolong, kakhh."

"Ahhh..." Jeno menjerit tertahan kerana tiba-tiba Gya menggigit kuat lehernya bahkan menyesapnya sembari mengeratkan peluang.

"Shit!!"

Dalam sekelip mata, Jeno memutarkan tubuh Jung Gya yang semula ada di pangkuannya ke kasur. Posisi mereka kini berubah.

Jung Gya berada di bawah kungkungan Jeno yang sudah tidak bisa menahan diri. Kedua tangan cewek itu dipegang dan ditekan ke kasur kuat, sementara kakinya mengunci kaki Jung Gya untuk tidak bergerak.

"Sentuh aku...kak...panas.. Ini panas banget.."

"Jangan minta yang macem-macem Gya. Gue takut gue gak kuat." Jeno berbisik rendah.

"Gak papa kak.. Lakuin aja... Ini panas banget."

"Fine.."

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience