18. Gone

Fanfiction Series 10231

?

"Kehilangan yang paling pedih adalah saat berpisah dalam dua dunia yang berbeda.

Aku tidak tahu apakah aku bisa kuat setelah ini kerana segalanya berlaku terlalu mendadak.

Selamat istirahat, separuh jiwaku."

Tiga hari berlalu sejak pengebumian Gyo, di sinilah dirinya. Duduk menatap duka ke arah tanah makam yang masih merah.

Matanya sudah lelah memproduksi air mata sehingga rasanya ingin tertutup saja. Suaranya juga sudah serak kerana sejak kemarin menangisi kepergian satu satunya ahli keluarga yang ia punya.

Belum lagi tubuhnya yang terasa lemah dan tidak bermaya kerana sejak dua hari lalu tidak menjamah apa apa makanan.

Bagaimana ia bisa makan dengan senang hati kalau Gyo pergi secara mendadak seperti ini. Tanpa berita, tanpa tanda, kembarnya itu meninggalkannya buat selamanya.

Sungguh, Gya belum bersedia untuk kehilangan mendadak ini.

"Abang...kenapa tinggalin Gya? Abang udah janji bakal bangun, abang udah janji sama Gya bakal baik baik aja. Tapi, abang boong dan malah pergi." Tutur Gya perlahan seolah olah Gyo bisa mendengarnya.

Bagaimana ia tidak kaget, malam sebelum Gyo meninggal, kembarnya itu baik-baik saja. Dokter Jennie juga sudah bilang, Gyo sudah melewati waktu kritis.

Abangnya, punya potensi tinggi untuk sembuh.

Tapi, Tuhan berkehendakkan sebaliknya. Tuhan mengambil Gyo pergi untuk menyusul bunda. Lalu meninggalkan Jung Gya sendirian.

Lagi.

"Abang jahat! Walhal, Gya udah manggil manggil abang berulang kali." Lirih Gya, tangannya memegang batu berukirkan nama Gyo.

"Ini kan yang abang mau, abang nyuruh Gya manggil abang. Sudah kok. Gya udah penuhi permintaan abang. Tapi...hiks-" Tidak bisa menahan tangis, akhirnya empangan gadis itu pecah juga.

Hatinya bagai diremat kuat. Ia lelah menangis.

"...abang malah tidur! Gimana abang bisa denger kalau Gya manggil abang."

Ia tertunduk menatap tanah. Air matanya berjuraian jatuh membasahi tanah makam yang sunyi. Bahkan suara tangisnya kedengaran sungguh parau dan sayu.

Tujuh pasang mata yang melihat kejadian itu, seolah olah tertular dengan tangisan sayu gadis itu. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa apa selain berpeluk tubuh memberi ruang dan waktu buat gadis yang sedang meratap itu.

"Gya..." Yuqi melangkah maju ke hadapan, ikut berjongkok di sebelah Gya.

"Yang sabar ya." Tangannya mengelus lembut bahu yang kelihatan susut itu. "Biarpun gue nggak ngerti gimana rasanya kehilangan, lo bisa kok kongsi sama gue."

Tidak henti-henti Yuqi memberikan semangat kepada Gya. Sejak kemarin, Yuqi sentiasa menemani Gya bahkan sampai bermalam di rumah cewek itu. Juga dengan kebenaran Lucas.

Cowok bongsor itu tidak kisah meminjamkan pacarnya kepada Jung Gya.

"Yuqi-ya, gue kangen abang. Gue pengen meluk dia, gue mau ikut sama abang ketemu bunda!"

Yuqi mengesat air matanya dengan sebelah tangan lalu membawa Gya ke dalam pelukan hangatnya. Berbagi rasa dengan sahabat nya itu.

"Gue tau, lo benar benar kehilangan Gyo. Tapi nggak gini juga kan?" Pujuk Yuqi. "Yuk pulang. Lo butuh istirahat. Besok, kita ke sini lagi ya?"

"Nggak. Gue nggak mau pulang. Gue mau di sini aja. Temenin abang." Pusat perhatiannya tetap tertumpu pada makam sang kembar. Air matanya diusap perlahan dan sedaya upaya mengukir senyum.

"Abang gue pasti kedinginan di sini sendirian. Abang takut gelap. Gue mau nemenin dia. Entar, kalau Gyo liat gue nggak ada, dia pasti ngambek. Hehe." Kikihnya perlahan sambil kedua tangannya memeluk makam seolah-olah ia sedang memeluk Gyo.

"Abang jangan takut ya. Gya di sini kok. Gya bakal nemenin abang di sini. Shh, jangan khawatir. Ayo tidur yang nyenyak. Ya?"

Jika dilihat-lihat ketika ini, Jung Gya sudah kelihatan seperti hilang akal. Memeluk tanah makam dan berbicara sendiri seolah olah Gyo bisa mendengarkan.

"Gya...lo nggak bisa kayak gini terus. Entar lo jatuh sakit gimana? Gue khawatir sama lo." Lirih suara Yuqi.

Tapi seperti tadi, Jung Gya masih seperti itu. Yuqi merasa frustasi sekarang. Jung Gya masih deman efek kehujanan kemarin. Luka di dahinya juga sudah dua hari tidak ditukar. Takut akan terkena infeksi.

Namun sang pemiliknya sendiri seakan-akan tidak peduli dengan kesihatan diri sendiri.

Situasi ini benar-benar mencabar kesabaran seorang Song Yuqi.

"Emangnya kalau lo terus terusan kayak gini, bisa bawa Gyo hidup lagi?! Enggak kan?! Gimana perasaan Gyo kalau liat lo kayak gini Gya?! Ayo sadar!"

Tanpa sadar, nada cewek itu naik satu oktaf. Ia sudah hampir kehilangan ide bagaimana mahu memujuk Jung Gya pulang bersamanya.

"Lo pulang aja Yuqi. Gue tetap mau di sini nemenin Gyo! Please jangan maksa gue!" Lagi-lagi, kata kata Yuqi seolah olah tidak memberi kesan.

Hujungnya Gya masih bersikukuh untuk tetap mencangkung di sisi makam kembarannya ini.

Yuqi menoleh ke arah enam pasang mata yang turut melihat kejadian itu. Kepalanya digelengkan tanda jika Gya tidak mahu mengalah. Membuat kesemua mereka semua mengeluh serentak.

"Huh! Gimana? Jeno bisa dihubungin?"

"Enggak. Kayaknya phone nya sengaja dimatiin deh."-Chenle.

"Si Jihoon? Nggak bisa juga?"

"Sama aja Jun. Gue juga udah nanya ke Guinevera. Si Jihoon nggak ada di sana."-Mark.

Jawapan dari kedua temannya itu membuat Renjun mula merasa kesal. Cowok itu memejamkan mata dan menahan segala amarahnya yang bisa kapan saja meledak.

"Ke mana sih tuh dua orang? Selalu ada aja nempel sama si Gya 24 jam. Ini nih masa kritis kok nggak ada? Nggak bisa dihubungin?!" Marahnya sedikit nyaring.

Bukan apa. Sejak jam 10 pagi tadi, mereka berada di tanah makam ini apabila Yuqi menelefon dan memberitahu Jung Gya kabur dari rumah dan duduk di makam mendiang Gyo.

Bukan saja dirinya, malah Jisung, Chenle, Mark, Haechan dan Lucas juga ada di sini.

Jung Gya tidak mahu dibujuk untuk pulang dan menurut Yuqi yang menemani Gya selama dua hari ini, gadis itu belum menjamah apa apa makanan. Yang dilakukannya hanyalah menangis, menangis dan menangis.

Renjun sudah mula muak. Ia khawatir Gya akan jatuh sakit jika terus-terusan begini.

Sudah cukup rasa bersalah yang ditanggung mereka kerana menjadi salah satu penyebab kematian kembaran gadis itu. Jangan sampai sesuatu yang buruk berlaku kepada gadis itu pula.

"Gue nggak ngerti lagi nih mau gimana. Mana mau malam aja." Gumamnya sambil duduk di bawah pohon.

"Siapa gih yang berani mujuk dia. Ayok sana." Soalnya kepada teman-temannya yang lain.

Serentak kesemua mereka mengangkat kedua belah tangan tanda menyerah.

"Gue bukan nggak mau mujuk dia Jun. Tapi lo liat aja kan gue kayak patung cendana di sana bicara sendirian. Gya nya langsung nggak ngeliat gue." Adu Mark mengingatkan kejadian dianya yang dicuekin Jung Gya.

"Jangan gue juga. Noh liat nih!" Haechan juga ikut bersuara sembari menunjuk ke arah pelipisnya yang ada luka gores.

"Hampir hampir gue dimakamkan juga tau nggak gara gara dilempar batu sama dia. Wah! Ogah gue."

"Ya kalau itu mah salah lo sendiri bambank." Mark menimpali kata kata Haechan.

"Siapa suruh lo bilang ke dia pengen bawa nikah lari. Lah mana mau dia nya!"

"Haha! Iya juga sih gue yang salah.??"

Memang Lee Haechan orangnya tidak bisa dianggap serius. Kadangkala, orang orang merasa aneh dengan cowok itu. Bisa-bisanya di saat saat genting begini, ia bisa kekal bercanda ria.

Apa ada yang tidak kena dengan cowok itu? Atau apa emang, ini adalah pesona seorang Lee Haechan.

Mana tidaknya, tadi Haechan membujuk Jung Gya untuk pulang dengan mengatakan jika cewek itu tidak mahu menurut, Haechan akan membawanya bernikah.

Sukses sih membuat Jung Gya merespon, tapi respon yang diterima cowok itu adalah sebiji batu kerikil yang hinggap di pelipisnya.

Gya juga udah berura-ura untuk melempar Haechan dengan batu-bata. Untung saja sempat ditahan sama Lucas. Jika tidak, pastinya Haechan bakal mati di tangan Jung Gya.

"Nah, terus kita mau gimana dong? Masa mau nginep di sini? Ini kuburan tauk. Gimana kalau ada hantu pas malam? Bisa berabe kan kita!" Chenle mendengus sesekali menampar nyamuk yang hinggap di kulitnya.

Habis kulit bening anak usahawan China itu merah merah dikiss sama nyamuk.

"Kalau gue sih, gakpapa. Sampe malam di sini juga gue okay. Asalkan ada my baby Yuqi di sini. Neomu happy~" Bicara Lucas yang duduk bersandar pada motornya.

Seketika Mark rasanya pengen lontar Lucas ke gaung aja. "Itu lo mah namanya bucennnn."

"Iya dong. Tapi sumpah gue gak papa. Kesian juga sih sebenarnya sama tuh cewek." Lucas memberitahukan apa yang sebenarnya dirasakannya.

"Meskipun gue gak satu sekolah sama kalian. Yuqi sering cerita ke gue kalau tuh cewek kuat dan tegar banget dah. Bundanya mereka tuh meninggal saat mereka umur 8 tahun. Terus, mereka dijaga sama teman mamanya. Gue dengar dengar sih, mamanya si Jihoon."

Lucas membuka cerita yang terus ditekuni masing-masing daripada mereka.

"Nah tapi pas umurnya 11 tahun, papa kandungnya ngambil mereka buat dibawa tinggal bareng keluarga baru. Tapi gak lama juga, pas umur 14 eh malah mereka diusir gara-gara anak barunya gak suka sama mereka."

"Terus, gitu tuh jadinya. Si Gya terpaksa dong cari duit sendiri buat ngidupin dirinya sama kembarnya. Menurut Yuqi juga tuh, Gya benar-benar sayang sama kembarnya. Mereka saling butuh. Gyo butuh Gya buat ngurusin hidupnya dan si Gya juga butuh si Gyo sebagai penguat semangatnya. Wajar aja sih, kalau dia sampe-sampe kejer gitu pas kembarnya meninggal."

Kelima cowok itu hanya dengerin ceritanya Lucas khusyuk sambil sesekali ngangguk ngerti.

"Gue benar-benar baru tau nih soal ini. Kesian banget gak sih. Tega ya papanya ngebuang anaknya sendiri cuman gara-gara anak satunya gak suka. Emang ada ya orang tua kayak gitu?"

Haechan berkomentar. Yang langsung disetujui oleh teman-temannya.

Cuman Renjun yang diam-diam lagi mikirin sesuatu. Kayaknya apa yang baru dia dengar dari Lucas ini benar-benar membantu dalam siasatan rahsianya.

Lucas mencebirkan bibir lalu kembali berpeluk tubuh, kedengaran helaan nafas lembut dari bibirnya.

"Itu gue juga lagi gak habis fikir nih. Di sekolah kalian tuh gimana sih? Masa masih ada aja kasus perundungan kek gini. Sampai ada yang mati loh. Gak mikir apa gimana perasaan mangsa yang dirundung tuh? Ini, sekarang kan Jung Gya jadi sendiri. Wah! Benar benar parah ya sekolah Serim High."

Ucapan Lucas yang penuh kobaran semangat kali ini bisa membuat kelima mereka langsung kalah telak. Biarpun Lucas cowoknya kayak tangguh gitu, sekali ngomong, wah bisa menusuk banget ke dalam hati.

"Kita tuh, nakal boleh. Ya hanya sebatas bolos kelas, usil ke guru-guru gitu, ngegodain cewek di sekolah. Ya yang biasa-biasa aja. Sebagai pelampiasan doang. Tapi, hal-hal kayak gini tuh, jangan dilakuin lah. Kita tuh cowok, makanya harus sentiasa jadi yang budiman." Lagi Lucas bicara semangat.

Walaupun anaknya bobrok dan gak jelas, tapi ternyata Lucas juga anaknya matang banget. Jeno cs sampai sampai bungkam semua diomelin Lucas.

Andai aja cowok itu tahu kisah sebenarnya, gimana ya kira-kira respon Lucas?

Setelah telinga mereka di brain-wash habis-habisan sama Lucas, kayaknya kelima sahabat itu gak bisa melontarkan biarpun sepatah kata. Masing-masing kayak terdiam gitu.

"Okay okay, back to basic. Siapa nih yang bisa kita andelin buat mujuk Jung Gya? Gue khawatir nih mana anaknya gak mau makan lagi. Gue takut dia pingsan."

Lamunan mereka langsung buyar apabila Lucas kembali bersuara dan kali ini udah gak membahas isu perundungan Jung Gya.

Lagi, mereka semua gak punya jawaban untuk itu. Mereka langsung buntu.

"Gue benar-benar udah habis ide nih tapi yang pasti, gue bakal stay di sini sampai si Gya mau pulang. Titik." Mark langsung membuat keputusan.

Ia yang tadinya duduk bersandar di motor langsung mengibas ngibas rumput di tanah dan duduk di bawah pohon rendang.

"Kalau gitu, gue juga bakal tinggal di sini." Renjun yang tadinya sudah ngomel-ngomel pengen pulang langsung membuat keputusan.

Lalu satu demi satu, Haechan dan Chenle juga langsung nurut. Kayaknya mereka juga ikut merasa bersalah saat Lucas tiba tiba menyinggung soal perundungan.

Ya, kalian tau ajalah gara-gara apa.

Sungguh pemandangan langka bisa lihat mereka yang notabene-nya bad boy sekolah sekarang malah duduk si pinggiran kubur buat nemenin cewek.

Terkecuali Jisung yang tadi asik ngutak ngatik ponsel.

"Icung bisa ngomong gak?" Si bungsu membuka mulut.

"Kenapa Sung? Lo mau pulang?" Chenle menanggapi. "Ya udah sana pulang aja, kita gak larang sama sekali. Serah lo."

"Bukan tapi—"

"Terus apa? Laper? Mau makan? Tuh sana ada buluh. Makan gih sana Ham-jji."
Lagi-lagi mereka gak memberi peluang buat Jisung nyambung kata-katanya.

"Bukan, ih! Dengerin Icung dulu dong!" Jisung terus terusan merungut tidak jelas kerana ulah abang-abangnya yang tidak mahu mendengarkan.

Anak lelaki gemas itu benar-benar bertingkah layaknya adik bungsu di Jeno cs.

"Ya udah, apa?"

Jisung menghela nafas lelah, "Icung rasa ada satu orang yang bisa mujuk Gya buat pulang."

"Really? Siapa?" Hampir serentak, semua mereka bertanya.

Jisung menoleh ke pintu masuk tanah pemakaman. Kelihatan seseorang yang familiar berjalan dari sana dengan langkah tergesa-gesa.

"Itu dia!"

"Jaemin?!" Lucas yang sebenarnya gak tahu apa terjadi lantas bertanya.

"Iya, Jaemin."

Keenam pasang mata itu hanya menghantarkan langkah cepat Na Jaemin yang berjalan langsung ke arah Jung Gya tanpa terlebih dahulu menegur teman-temannya.

Yuqi melihat kehadiran Jaemin langsung memberi ruang agar cowok itu bisa menenangkan Jung Gya.

Sampai akhirnya, Jaemin ikut berjongkok di sebelah Jung Gya yang masih memeluk tanah makam Gyo sambil memejamkan mata. Kelihatan seperti benar-benar nyaman berada di sana.

Seolah-olah ia bukan berada di tanah perkuburan pada waktu yang hampir malam. Juga dengan memeluk tanah makam.

"Gya.." Panggil Jaemin lirih, dan untung saja, Gya membuka mata seraya menoleh ke arahnya.

"Naa! Kamu di sini?" Sorot mata cewek itu kelihatan bersinar memandangi Jaemin.

"P-pasti, kamu mau jenguk Gyo kan? Sini nih!" Jaemin terkesima kerana Gya memberikannya senyuman.

Senyuman penuh kesakitan.

"Gyo-ya..ab-abang! Sini kenalan sama temannya Gya. Jaemin. D-dia baik banget loh. Dia datang, mau jenguk abang. G-gya selalu cerita ke Jaemin mengenai abang. Ab-abang suka makan es coklat, abangnya Gya ganteng, ab-abang Gya baik. T-terus..."

Entah kenapa, mengingat saja mengenai Gyo, dia akan terus terisak parah begini. Hatinya lagi-lagi sakit seakan-akan ditimpa batu.

Jaemin sampai sampai tidak tega melihat air mata di pipi Gya. Ingin rasanya dia menghapus jejak air mata itu tapi niatnya diurungkan.

"N-na. Abang dingin, di sini gelap. Banyak nyamuk lagi. A-aku mau temenin abang, di sini. Bisa kan?" Pintanya terisak.

Jaemin berusaha untuk tegar walaupun sebenarnya ia sudah ingin tewas melihat Jung Gya menangis. Senyuman tetap tersungging di bibirnya sementara tangannya naik menyelipkan helaian rambut Jung Gya ke belakang telinga.

"Kamu liat gak di langit sana?" Jaemin menunjuk pada kaki langit.

Malam sudah menjenguk dan bintang-bintang bahkan mula bermunculan bersama sang bulan. Menggantikan sang matahari yang sudah habis tugas.

Perlahan Gya ikut memandang ke arah yang sama.

"Kamu pernah bilang, kalau bunda pergi dan jadi bintang. Kamu juga yang bilang ke aku, kalau bintang tuh, bisa sentiasa lihat dan lindungin kamu dari atas." Jaemin mengulang semula dongeng yang pernah diceritakan Gya kepadanya.

"Nah, itu tuh."

Terus, tangannya menunjuk pada satu bintang yang bersinar paling terang di antara bintang-bintang lainnya.

"Itu pasti Gyo udah jadi bintang. Kan?" Tatapannya tidak lepas memandang kaki langit sementara ekor matanya tetap melirik pada Jung Gya.

"Dia pasti liat kamu dari sana. Kamu gak mau, kan? Bikin Gyo sedih kalau kamu kayak gini terus. Kamu gak mau kan kalau Gyo sama bunda sampai sedih liat kamu nangis terus di sini? Mereka, pasti bisa liat kamu. Kan?"

Ketika Jaemin menoleh, didapati Jung Gya menghentikan tangisannya. Tatapan matanya kelihatan sayu seolah-olah ingin menggapai bintang di langit.

"Gyo gak kesunyian kok, dia pasti sama bunda sekarang. Mereka, masih ada sama kamu. Biarpun gak bisa lihat, mereka ada. Di hati kamu." Jaemin lagi-lagi membujuk Gya sesoft yang mungkin.

Ia tidak mahu membuat Jung Gya semakin terluka.

"Gyo udah gak sakit kan? Abang, gak kesepian kan?"

"Iya, Gyo gak sakit. Dia gembira di sana. Tapi, Gyo pasti gak suka kalau kamu terus-terusan kayak gini. Gimana perasaan Gyo kalau kamu sampai sakit? Gyo pasti terluka."

Jaemin menjedakan ayatnya. Memberi peluang kepada Jung Gya untuk bertenang.

"Kita pulang ya?" Ajaknya seraya mengusap surai panjang Jung Gya yang hanya dikuncir asal.

Kondisinya ketika ini benar benar mengenaskan. Rambut yang berantakan, wajah yang sembab kerana terlalu banyak menangis dan bibir yang kering.

Ajaibnya, Gya yang pada awalnya sangat keras untuk diajak pulang langsung menganggukkan kepala sebagai respon.

Kesemua mereka yang ada di sana bisa bernafas lega setelah Jung Gya mahu diajak pulang.

"Ya udah, yuk." Jaemin memegang perlahan kedua bahu Jung Gya.

"Abang, Gya pulang dulu ya? Besok, Gya ke sini lagi."

Ternyata bujukan Jaemin umpama mantera yang mampu menghipnotis Jung Gya.

Cewek itu bangkit dan berlalu meninggalkan tanah makam dengan pandangan kosong seolah-olah tidak bernyawa. Kondisinya ketika ini kelihatan seperti patung bernyawa yang hanya mengikuti langkah Song Yuqi dengan langkah perlahan.

Geng Nevada baru bisa bernafas lega setelah itu.

Hampir-hampir saja mereka benar-benar bermalam di tanah perkuburan. Untung ada idea bernas si maknae yang ternyata berguna di saat-saat genting begini.

__________________________________________________________

"Lo ke mana aja 2 hari ini? Gue hubungin gak bisa. Hape lo mati?" Berkerut kening cowok itu bertanya kepada oknum di depannya yang sedang memasang tampang dingin gak ada dosa.

"Hape gue hilang. Makanya." Jawaban yang singkat dan seakan-akan tidak ikhlas memberi jawaban. "Udah, gak usah basa basi. Mana bukti yang lo bilang?"

Sang lawan bicara hanya mampu menghembus nafas berat. Tangannya merogoh saku jaket lalu mengeluarkan amplop perang dari dalamnya.

"Nih. Gue baru dapat petunjuk kalau sebelum meninggal, tante Tiffany punya warisan tersembunyi. Gak cuman warisan harta tapi semua bukti-bukti kejahatan paman lo ada di dalamnya."

Terangnya sambil Jeno mengeluarkan isi amplop yang merupakan kertas kertas tebal dan beberapa kepingan gambar.

Jeno meneliti setiap helaian kertas itu dengan saksama.

Akhirnya setelah sekian lama berdiam diri, ia mula mengorak langkah untuk melawan kuasa pamannya. Bajingan tua itu tidak bisa dibiarkan terus menaiki tangga kekuasaan.

Apatah lagi sejak kemunculan semula Taeyong dan rahsia terbesarnya yang sudah diketahui pria yang tidak kurang bejat dari ayahnya itu.

Sudah tiba masanya untuk Lee Jeno bangkit dan mengambil semula haknya. Sekaligus melindungi insan insan yang berada dekat dengannya. Jeno sadar, selama ini, ia meletakkan mereka semua dalam bahaya.

Pamannya licik. Ia umpama rubah yang diam-diam menginjar mangsanya. Butuh waktu lama untuknya bertindak tapi sekali ia melangkah, semua mangsanya akan diterkam habis-habisan.

Untuk melawannya, Jeno perlu menjadi singa yang sentiasa siaga dan punya rencana dari awal agar bisa melindungi kelompoknya daripada menjadi mangsa.

Ini salah satunya. Mujur saja ia mempunyai koneksi seorang penyiasat yang dikenalkan Doyoung padanya.

"Ada apa-apa lagi yang bisa bantu kes orang tua gue?"

"Ch! Ada dong! Lo fikir gue PI gak berkaliber apa?"

Guanlin mendecih. Difikirkan Jeno, orang seperti apa dia? Sudah tentu ia punya maklumat lain.

"Malam tante Tiffany ditemukan, dia pernah berhubungan sama seorang wanita."

"Siapa? Di mana dia sekarang? Bisa dipercaya atau dia cuman salah satu orangnya Jeongho?"

Guanlin menggeleng dengan pertanyaan Jeno yang terlihat tak sabaran.

"Tebakan lo salah. Wanita ini bisa dipercaya. Bahkan selama tante Tiffany jadi pelarian, dia yang udah ngebantu nyembunyiin ibu lo. Kabar baiknya, instinct gue merasakan kalau dia nyimpan rahsia yang gue sebutin tadi."

"Bagus dong. Lebih mudah buat gue buat dapetin bukti itu." Sinis Jeno. Merasa dirinya akan menang.

'Gak lama lagi, mau lo atau anak sialan lo, gak bakalan bisa ugut gue buat nurutin segala kehendak kalian.'

"Tapi berita buruknya, maklumat soal wanita ini gak bisa ditemuin sama sekali. Sama ada dia hidup atau udah mati. Nihil. Gue belum bisa konfirmasi. Menurut informasi yang ada di gue, sejak jasad tante Tiffany ditemui, wanita itu juga hilang."

Shit!

Baru saja ingin bersorak kemenangan, lagi-lagi ia dikejutkan dengan berita buruk.

Dahinya berkerut mencuba memahami semua hal yang diketahuinya hari ini. Apatah lagi dengan tambahan maklumat seorang wanita misteri yang kabarnya sudah ghaib, membuat Jeno merasa pusing dengan tiba-tiba.

Apa ada kemungkinan kalau ini angkara pamannya?

Tapi, jika difikir-fikir, kalau benar pamannya sudah mendapatkan bukti dan menghapuskan kewujudan wanita ini, kenapa pria bejat itu masih saja memerlukannya untuk menjalin bisnes?

Itu persoalan terbesar Jeno ketika ini.

"Tapi, lagi sekali. Kita gak benar-benar kehilangan jejak." Kata kata Guanlin seterusnya memaksa Jeno untuk angkat wajah.

Cowok itu mengutak-ngatik ponselnya sebelum menunjukkan ke hadapan wajah Lee Jeno.

?

"Lo pasti kenal kalung ini. Dan lo juga pasti tahu kalau kalung ini harta berharga tante Tiffany. Kan?"

Jeno mengambil ponsel Guanlin yang didalamnya terdapat gambar seutas rantai emas putih dengan bandul pearl berwarna sama.

Iya, ini kalung yang sering digunakan mamanya ke mana-mana saja. Hadiah dari papa. Mama gak akan pernah nanggalin kalung ini biarpun untuk majlis teman papa.

Jeno memandang Guanlin.

Cowok itu mengangguk, "isi fikiran lo sama kayak gue."

"Kalung ini gak ditemuin sama sekali. Makanya, ini bisa jadi hint penting buat kita. Di mana aja kalung ini berada sekarang, adalah salah satu cara selain dari wanita tadi. Atau lo bisa ingat ingat lagi kek di mana kemungkinan kalung ini disimpan."

Mendengar penjelasan Guanlin, Jeno menyedari sesuatu yang selama ini tidak pernah diambil peduli oleh dirinya.

Helaan nafas berat kedengaran dari bibirnya. Fikirannya benar-benar berkecamuk kebelakangan ini. Terlalu banyak yang butuh perhatian darinya.

Kemunculan Taeyong, Lia yang jatuh sakit. Belum lagi kasus Kibum yang melecehkan Jung Gya. Dan kini, masalah baru datang.

Jeno tidak tahu samada dirinya bisa memikul ini semua sendirian.

Ahh, Jeno baru teringat. Dia belum ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Jung Gya setelah peristiwa dirinya dihajar Jihoon di laman rumah sakit.

Ditambah dengan kehilangan ponselnya yang hilang entah ke mana. Ia jadi tidak bisa mengetahui keadaan Jung Gya.

"Ok. Next gue mau lo cari siapa wanita misteri itu dan kalau-kalau ada maklumat soal kalung ini." Putus Jeno lalu mengeluarkan amplop kuning dari saku celananya lalu dilempar di hadapan Guanlin.

Sampul diambil sebelum Guanlin berlalu dari restoran tempat mereka bertemu. Ia masih punya kasus lain yang harus dikendalikan selain daripada ini.

Jeno yang masih duduk di kerusi meneliti kertas di tangannya berulang kali.

Dia perlu bekerja keras sedikit lagi untuk menyelesaikan segala pergelutan keluarganya. Setelah itu, ia bisa membenarkan segala keadaan.

Dan akhirnya, benar-benar bersama dengan orang yang disayanginya.

_________________________________________________

Jam 10 malam, kesemua ahli Geng Nevada masih berada di sini. Lebih tepatnya di rumah kecil milik Jung Gya.

Gadis itu berada di dalam kamar, ditemani oleh Yuqi.

Masing-masing sedang gelisah kerana ketiadaan Lee Jeno. Cowok itu menghilang dan ponsel miliknya tidak bisa dihubungi.

Tidak biasanya seorang Lee Jeno bertingkah seperti ini. Menghilang tanpa khabar. Apatah lagi hal ini bersangkut paut dengan Jung Gya. Seharusnya Lee Jeno adalah yang pertama berada di sini.

Karena dalam kedinginan seorang Lee Jeno kepada Jung Gya, ada satu ruang khas untuk cewek itu di hati cowok dingin itu.

Makanya mereka bisa mengatakan ini sangat aneh dan janggal untuk dikatakan benar.

"Jeno ke mana sebenarnya?" Jaemin yang pertama bersuara di ruang tamu itu.

Yang kemudian, disambut dengan keluhan dari masing-masing Geng Nevada.

"Kita juga gak tau. Hape gak bisa dihubungi. Gym juga udah tanya sama Xiaojun, dia gak ada. Bahkan apartment juga udah periksa di sana. Jeno tetap gak ada." Tutur Mark.

"Gue gak percaya Jeno bisa hilang saat-saat kek gini." Ketus Renjun. "Dia gak tau soal mendiang Gyo? Harusnya dia ada di sini. Gya kan pacarnya."

Yah, walaupun sebenarnya cuman selingkuhan sih. Tapi Renjun sama sekali tidak menyangka Jeno benar-benar akan bersikap cuek seperti ini.

Benar-benar bukan manusia kalau gitu.

Gak peduli jika Lee Jeno cuman cinta sama Lia tapi selaku orang yang sudah membawa Jung Gya dalam kehidupan mereka, Jeno harusnya ada di sini.

Setidaknya, memberi kata kata semangat. Ah, ekspektasi seorang Huang Renjun tampaknya terlalu tinggi.

Lagi, suasana antara mereka berubah sunyi.

Hanya bunyi kipas angin yang menemani kesepian malam di rumah yang sudah kelihatan sepi sejak kematian sang pemilik.

Bunyi pintu kamar yang dikuak dari dalam memanggil kesemua mereka untuk menoleh ke arah Yuqi yang baru saja keluar dari kamar dengan wajah teduh.

"Gimana babe, Gya udah tidur?" Lucas menyoal Yuqi yang berjalan lunglai mendekati nya lalu menepuk ruang kosong di sebelahnya agar Yuqi duduk di sana.

Terdengar keluhan dari bibir Yuqi. Jelas cewek itu juga kelihatan terluka.

"Udah." Jelas Yuqi ringkas. Sebelah tangannya melingkari pinggang Lucas. Dan tanpa sedar, ia turut mengeluarkan air mata.

"Hey, why are you crying babe?"

Lucas kaget dan bertindak menarik Yuqi ke dadanya. Tangisan Yuqi langsung pecah kerana disoal seperti itu. Seperti cewek biasanya jika ditanya kenapa pasti akan semakin menangis.

"A-aku gak sanggup...liat Gya gitu. Dia.. benar-benar sayang, sama Gyo. T-tapi.. sekarang Gyo udah gak ada. A-aku takut, Luke." Terbata-bata Yuqi menjelaskan.

Tadi sepulang dari makam, Yuqi menyediakan makanan untuk Gya. Untung cewek itu mahu makan biarpun hanya beberapa suapan. Setelah itu Gya langsung masuk lagi ke kamar.

Kamar Gyo tepatnya.

Dan Gya kembali menangis sambil memeluk pakaian terakhir yang digunakan Gyo. Bahkan bajunya aja belum dicuci.

Lama cewek itu menangis dan mengendus ngendus baju Gyo. Yuqi sampai habis akal bagaimana mahu memujuk. Menepuk perlahan punggung Gya yang sesekali sesenggukan. Sehingga gadis itu kembali tertidur.

Nyatanya Yuqi hanya berpura-pura kuat demi Gya. Ketika meninggalkan kamar cewek itu, ia tidak bisa menahan air mata sehingga menangis begini.

Tangan Jaemin terkepal erat. Ia marah tetapi tidak tahu kepada siapa harus melampiaskan amarahnya yang ini.

"Sialan! Gue bakal pastiin Kibum bajingan itu gak bakalan terlepas. Dia harus nanggung ini semua. Kalau pihak sekolah tetap aja diam dan gak ngambil tindakan, gue sendiri bakal turun tangan. Baik dari cara paling buruk sekalipun akan gue lakuin!" Celetuk Mark yang turut menahan emosi.

Juga mengenai Lee Jeno, Mark juga gak habis fikir bisa-bisanya cowok itu menghilang di saat-saat begini.

Jadi kacau semuanya.

Brakk! Brakk! Brakkk!

Gedoran pada pintu rumah menarik perhatian kesemua mereka.

"Biar Ichung liat."

Jisung bangun lalu berjalan menuju pintu. Baru sahaja ingin menyentuh knob, daun pintu didobrak kuat dari luar. Detik itu juga, wajah seseorang yang ditunggu-tunggu langsung terpacul dari luar.

"Mana Jung Gya?" Gak sabaran, dia bersuara dingin.

"Sabar kak. Tenang dulu."

"Gue gak dateng buat basa-basi."

Sejurus kemudian, Jeno langsung melesat masuk ke dalam ruang tamu di mana teman-temannya berkumpul.

"Lo baru muncul bro?" Baru saja ingin melangkah maju, dirinya dicekat dengan soalan bernada sarkas dari Yuqi bersama riak wajah yang kelihatan tidak bersahabat.

"Ke mana aja lo dua hari ini? Hah?"

Lucas menahan bahu Yuqi agar cewek itu tidak terlepas kendali.

"Cukup ngurusin hidup lo sendiri. Urusan gue gak ada hubungan sama lo." Balasan yang tak kalah ketus diberikan Jeno.

"Ch! Dasar brengsek!" Yuqi berdecak, bangun dari duduknya setelah menggeser lengan Lucas yang melingkari bahunya.

Dengan berani cewek kecil itu berjalan maju ke hadapan untuk berhadapan dengan Jeno yang ditakuti dan digeruni di seluruh Serim High.

"Setelah semua yang terjadi sama Gyo, sama Gya, lo masih bisa berdiri bangga mengangkat ego lo, Lee Jeno? Lo benar-benar gak punya hati! Lo kira Gya apa? Hah?! Barang mainan lo?! Yang bisa lo layan sesuka hati?! Hah?!"

Yuqi mendengus. Mengeluarkan segala kata kata yang ditahannya selama ini kepada cowok di hadapannya sekarang.

Dadanya sesak sebaik saja melihat Jeno di depannya. Hatinya benar-benar sakit dengan segala yang terjadi pada sahabatnya. Mendengar isak tangis Gya yang terluka kehilangan Gyo.

"Mau lo apa Jen? Cari pelarian dari Lia? Butuh pelampiasan? Ya udah! Sana! Terserah lo mau pasang seberapa banyak pun yang lo mau! Silakan! Tapi kenapa harus Gya?! Dia salah apa sama lo?!"

"Kita bisa bicara baik-baik Yuq. Jangan marah-marah dulu." Mark yang merasa tidak enak maju ke hadapan dan mencuba menenangkan Yuqi.

Tapi yang adanya ia malah didorong ke belakang. "Jangan masuk campur! Kalian sama aja! Ini urusan gue sama cowok brengsek yang udah nyakitin sahabat gue ini!!"

Jeno berdecak marah, tidak terima kerana pertama kalinya ia diteriaki oleh seorang perempuan.

"Lo gak punya hak untuk urusin hidup gue! Minggir! Gue mau ketemu pacar gue!"

Jeno ingin melangkah namun sekali lagi dicekat oleh Yuqi. Cewek Tiongkok itu berdiri bercekak pinggang di hadapan Jeno.

"Pacar? Pacar lo bilang?" Desisnya. "Lo gak layak buat ngucapin kata-kata itu! Kalau benar lo pacarnya, lo di mana dua hari yang lalu? Saat dia kehilangan, saat dia butuh kekuatan?! Lo di mana Jeno?!"

Sungguh Yuqi sakit hati dengan sikap Lee Jeno yang baginya sungguh keterlaluan. Emangnya salah apa yang dilakukan Jung Gya sehingga cewek itu harus menerima semua penderitaan ini?

"Gue tanya lagi sekali Jeno. Lo di mana?!" Kembang kempis dada cewek itu menatap Jeno.

"Sama Lia kan?! Lo lagi bareng Lia!! Kalian bersenang-senang di atas penderitaan Jung Gya!! Brengsek!! Laki-laki bajingan!!"

"JANGAN PERNAH HINA GUE!" Jeno maju dengan tangan yang sudah diangkat dan bersedia untuk menampar Yuqi.

Tapi, Lucas yang sedari tadi setia berada di sebelah Yuqi pantas menghadang.

"Gak usah pake tangan bro."

Biarpun cowok bongsor itu hanya diam dari tadi tapi dia sama sekali tidak akan membenarkan sesiapa pun menyentuh kulit kekasihnya.

Jeno menurunkan tangan biarpun hatinya masih panas.

"Gue gak mau ribut sama kalian." Wajah satu persatu temannya yang ada di sana dipandang sekilas.

"Gue ke sini mau ketemu Gya. Jangan halang gue karna gue pacarnya dan gue berhak!"

Tadi, ketika Jeno telah kelar dengan urusannya, ia mampir ke rumah sakit dengan niat untuk melihat keadaan Jung Gya tetapi dokter di sana memaklumkan bahawa Jung Gya sudah keluar dari ruang inap rawat.

Juga, dia sendiri baru tahu kalau Jung Gyo, meninggal. Salahkan ponselnya yang hilang entah ke mana.

Makanya ia buru-buru ke sini. Jeno tahu Gya sedang hancur ketika ini.

Dia...ingin menenangkan cewek itu.

Tidak menyangka kalau dirinya akan disambut dingin seperti ini.

"Gue gak akan izinin lo ketemu Gya lagi."

Kepala Jeno tertoleh ke arah Yuqi yang ternyata belum habis memarahinya. Ia hampir kehilangan kesabaran dan jika tidak mengingatkan Yuqi itu perempuan selaku pacar sahabatnya, sudah lama cewek itu menerima penangannya.

"Sejak lo muncul di hidupnya Gya, dia udah cukup menderita tau gak? Seisi sekolah ngebuli dia, gara-gara dikira ngerampas lo dari Lia. Padahal itu mau lo sendiri kan? Sebagai apa? Sebagai sebuah perjanjian? Kan?"

"Lo janji untuk lindungin dia! Lo janji buat lindungin Gyo! Itu janji kalian sama Gya. Kan?"

Kali ini Yuqi ikut memandang ke arah teman Jeno yang lainnya—Mark, Haechan, Renjun, Chenle, Jisung.

"Tapi mana? Malah kalian yang nyakitin dan menghina dia sesuka hati kalian! Kalian perlakuin dia kayak dia tu patung yang gak punya perasaan! Kalian pergunain ketakutan Gya untuk kehilangan Gyo demi kepentingan kalian sendiri!"

Kali ini, mereka tidak bisa berkata apa-apa sebagai pembelaan diri. Kenyataannya semua yang dibilang Yuqi benar.

Mereka gagal. Gagal melindungi cewek itu seperti isi perjanjian mereka yang sebenar.

Kepala masing-masing merunduk menatap lantai seolah-olah mengenang semula segala yang sudah terjadi selama ini.

"Sekarang, udah masanya untuk kalian lepasin Gya. Berhenti hadir ke kehidupan Gya lagi. Cukup! Sudah cukup Gya menderita selama ini. Dia udah gak punya apa-apa. Separuh nyawanya Gya sudah pergi."

Jeno terdiam. Tidak tahu mahu memberi respon bagaimana.

Pertama kalinya ia merasa takut setelah peristiwa kematian kedua orang tuanya. Dan ketakutan Jeno kali ini sama seperti dahulu.

Takut kehilangan Jung Gya dari hidupnya.

"Sudah cukup dia kehilangan. Jangan sampai, dia kehilangan dirinya sendiri."
Pinta Yuqi.

Kali ini suaranya kedengaran memohon. Benar, Yuqi memohon agar mereka bisa 'melepaskan' Jung Gya daripada perjanjian mereka.

Kata kata Yuqi berjaya membuat mereka diam tak berkutik.

Untuk apa lagi mereka berada di sini setelah memusnahkan kebahagiaan cewek itu? Apa mereka hanya akan puas kalau Jung Gya juga menerima nasib yang sama.

Geng Nevada akhirnya sadar, kalau ini sudah masanya untuk Jung Gya 'bebas'.

Mereka, terutamanya—Lee Jeno.

Dia penuh rahsia. Kehidupan nya gelap dan berbahaya. Musuhnya ada di mana-mana. Samada mereka tahu atau tidak siapa sahaja musuh itu dan seberapa bahaya mereka semua.

Ini tidak seberapa kerana Kibum hanyalah musuh hingusan yang berada dalam lingkungan sekolah.

Bagaima jika musuh-musuh lainnya menemui titik kelemahan Jeno? Sudah pasti mereka akan mempergunakannya sebagai senjata.

Branggg!! Pranggg! Brakkk!!

Bunyi bising yang datang dari kamar tidur Jung Gya memecah kesunyian. Sontak mereka semua berpaling ke arah daun pintu yang tertutup.

"ARGHHH!! PERGII!! PERGII!!!"

BERSAMBUNG....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience