•
•
•
?
Setiap detik dan masa yang aku luangkan untuk melupakan kamu musnah saat melihat kamu dengannya.
•
•
•
Jung Gya terus-terusan mengisi semula gelasnya yang sudah kosong dengan wine semula. Ini sudah gelas ketiga tapi gadis itu masih saja ngeyel ingin menambah lagi.
Tenggorokan yang tidak biasanya menelan air beralkohol itu terasa panas terbakar, juga kepala yang sedikit pusing tapi tidak dipedulikan.
Yang dimahunya kini hanyalah semua rasa sakit yang kembali menyerang ini segera hilang.
Mungkin, bagi kalian, kata-kata yang baru saja diucapkan tadi sangat melampaui batas. Apatah lagi, Kim Lia adalah kakak tirinya, saudara satu ayahnya. Belum lagi yang disebutnya tadi juga adalah ayah kandungnya sendiri.
Namun, semuanya tidak sepenuhnya salah dirinya.
Kerana selama 20 tahun ini, mereka semua memegang tanggungjawab besar dalam rasa putus asa yang dirasakan Jung Gya, bundanya dan bahkan Jung Gyo sendiri.
Ternyata, membahas peristiwa lalu yang sudah menjadi sejarah itu tidak semudah ini. Rasa sakit dan pedih itu kembali menguar.
"Bunda... Gya lapel. Udah dua hali kita gak makan nasi. Pelut Gya udah cakit bangettt..."
"Yang sabar ya sayang. Bunda belum bisa beli makan buat Gya dan abang. Duitnya kan udah dipake buat beli ubat abang." Wanita cantik itu bicara perlahan, mengusap lembut kepala putrinya.
"Gya makan rotinya dulu ya. Buat alas perut."
Selembar roti yang ada di dalam pinggan di atas nakas diambil lalu disuapkan satu potong kecil pada putrinya.
Iya, wanita itu, Jung Jisoo hanya bisa menyediakan selembar roti untuk alas perut dirinya dan dua anaknya yang masih berusia 5 tahun. Itu pun, rotinya harus dicatu, dibahagi menjadi 8 bahagian kecil.
"Entar, setelah abang sehat, bunda cari kerja, dapat uang banyak, biar bisa beliin Gya makanan enak ya sayang?"
"Benar bunda?"
Seketika, wajah kecil yang tidak berdaya itu kelihatan bercahaya. Mata cantiknya membulat sempurna seolah-olah mendapat permen. Semakin bercahaya pula apabila melihat sang bunda mengangguk yakin.
"Asiikkkk! Gya tungguin ya bunda. Sekalang, Gya mau tidul dulu. Biar gak kerasa lapernya! Hehe."
Senang sekali memujuk anak gadisnya, Jisoo tersenyum sendu. Tangannya kembali bergerak, menukar kompres putranya yang demam. Sudah dua hari tapi tetap saja demam Gyo tidak surut.
Ahh, bahkan kondisi wanita itu sendiri tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Dia hanya mengalas perut dengan meminum air keran.
'Maaf ya, anak-anak bunda. Bunda belum bisa bahagiain kalian. Yang sabar dikit ya.' Bisikan sayu itu kedengaran.
Sepasang tangannya yang kurus naik mengusap dahi kedua anaknya lembut.
Sudah hampir seminggu sejak dirinya dipecat dari pekerjaannya di restoran dan dia belum bisa mencari kerja baru. Ditambah kondisi anaknya yang sedang demam, sangat sukar untuknya keluar mencari kerja.
Beginilah kehidupan wanita baik hati itu bersama dua anaknya.
Tempatnya bekerja tidak pernah betah menggajinya. Sebaik saja mereka tahu siapa dirinya, pasti dia akan dipecat. Paling lama dia bertahan dengan satu pekerjaan hanyalah tiga hari.
Dan setelah itu, jika tidak bernasib baik, mereka anak-beranak terpaksa hidup berlapar.
"Uhukk! Uhukk! Uhuk!"
"Um-da! Unda!"
Lamunan Jisoo langsung buyar sebaik saja mendengar suara batuk anaknya yang kedengaran dalam.
Tatapannya teralihkan pada putranya yang kelihatan sangat sulit untuk bernafas.
"G-gyo, kenapa nak?! Kamu kenapa?!"
Seketika wanita itu panik. Dadanya bergetar hebat saat anaknya yang tadinya tidur terbaring mendadak seperti orang sesak nafas. Batuknya yang pada mulanya berbunyi perlahan kian meleking kuat.
"Ayo, Gya! Kita bawa abang ke rumah sakit! Sekarang!"
Tanpa aba-aba, tubuh sang anak langsung digendong ke dalam pelukan. Anak perempuannya yang sejak tadi berbaring ditarik paksa untuk mengikut langkahnya yang terburu-buru berjalan keluar rumah.
"Gyo bertahan sayang! Maafin bunda sayang, maafin bunda! Tolong bertahan!"
Tidak dipedulikan air mata yang kian merembes di pipi, Jisoo menggendong putranya sambil berlari-lari anak menuju rumah jiran di hadapan rumahnya.
"Yohan, tolong!! Tolong aku!! Putraku sakitt!! Please tolongin!!"
Jeritan yang diiringi ketukan bertalu-talu membuat sang pemilik rumah yang merasa terganggu membuka pintu secara kasar.
"Ada apa sih?! Ganggu aja orang lagi istirahat!!" Teriak seorang pria garang yang sudah berada di ambang pintu.
"Tolong aku, Yohan! Anakku sakit! Bawa aku ke rumah sakit! Tolong!"
Si jiran tadi berdelik tidak suka, memandang sinis pada wanita miskin di depannya.
"Lah, terus apa kaitan sama gue? Gak mau lah gue nolongin kalian! Bisa-bisa gue juga dijadiin orang buangan kayak kalian! Sana pergi! Bawa sekalian anak haram lo yang cacat itu!"
Tanpa perikemanusiaan, pintu kembali ditutup dengan kasar. Meninggalkan wanita malang yang masih menangis itu sendirian.
Belum juga berputus asa, Jisoo berlari-lari anak menuju jalan besar di depan gang tempat tinggalnya. Masih dengan sang anak yang berada dalam dekapan, Jisoo mencuba menahan taksi.
Tapi tidak satu pun yang mahu berhenti dan membantu wanita malang bersama anak-anaknya itu. Jung Gyo sudah tidak sadarkan diri sementara sang adik sudah basah dengan air mata.
Gadis itu takut melihat bundanya yang tidak henti-henti berusaha menahan taksi dengan kembarannya yang sudah pingsan.
"Kasihan sih, tapi mau gimana juga. Gue gak mungkin melawan keluarga Bae. Bisa-bisanya hidup gue ikut musnah."
"Wanita itu gak bersalah sama sekali. Kesilapannya hanyalah kerana dia bertemu dengan keluarga Bae dan keluarga Kim."
Benar, bundanya tidak bersalah. Yang salahnya hanyalah orang-orang brengsek yang sudah merusak kebahagiaan bundanya.
Ah, mengingat itu semakin membuat Jung Gya sakit hati sendiri. Rasa rindunya meluap buat kedua insan kuat yang pernah hadir dalam hidupnya itu.
______________________________________________
Sangkaan Jung Gya, majlis pertunangan Yuqi sudah berakhir setelah tadi siang. Namun tampaknya ia salah menilai jika pesta ini akan menjadi seringkas ini.
Sekarang, lagi-lagi, Gya harus terjebak di antara para orang kaya yang ada di sini. Lebih tepatnya, di ballroom.
Malam ini, khas hiburan malam. Seperti pesta tari yang biasa dilihat di drama-drama luar negeri.
Jika saja, Gya tidak mengingatkan Yuqi, ia pasti tidak mahu datang malam ini. Mendingan dia di kamar daripada harus celingak-celinguk sendiri memandang pasangan-pasangan yang sedang menikmati pesta.
Contohnya saja Yuqi dan Lucas. Dan tentu saja, pasangan yang baru jadian itu. Somi-Haechan.
'Ah, pening banget pala gue. Kalau tau gini, gak minum kan? Mana banyak lagi gue minum.' Rutuknya sendirian mengingatkan kepalanya yang masih pusing kerana mabok seawal siang tadi.
Biarpun itu sudah cuba diredakan dengan sup pereda mabuk dan tidur, tetap saja kesannya masih ada.
"Woi, Jung!"
Tangan yang sedari tadi memijit kening dialihkan dan beralih memandang seseorang yang barusan menegurnya.
"Gue bisa duduk di sini kan?"
"Hmm." Ringkasnya kemudian kembali menunduk.
"Lo kenapa? Lemes banget gue liat. Gak ikut nari?" Mark berbasa-basi, bertanya perihal Gya yang sedari tadi tidak kelihatan aktif seperti biasanya.
Sudahlah duduk bersendirian seperti orang patah hati. Tidak pula Mark melihat gadis itu berbicara dengan orang lain. Kini, kelihatan sekali wajah gadis itu seolah-olah menyimpan beban segunung Himalaya.
"Lo sakit ya? Kalau sakit gue bawa ke klinik yuk. Gak boleh ditahan. Entar jadi apa-apa susah loh."
Gya lagi-lagi menggeleng. Tangannya terangkat memegang perut sebelah kanan yang tiba-tiba terasa berdenyut.
Ah, tidak mungkin datang sekarang kan? Atau apa ini efek kerana ia minum wine yang sebenarnya terlarang untuk disentuhnya.
Sekali ini, Gya mengangkat wajah, tas tangan di atas meja bar dicapai sebelum ia berura-ura ingin bangun.
"Aku gak papa kak Mark. Pusing dikit aja." Terangnya ringkas memandang Mark yang kelihatan khawatir. Bibirnya mengukir senyum tipis.
"Aku pamit ke kamar dulu ya. Entar kalau Yuqi sama Somi nyariin, bilang aja aku lagi capek banget. Istirahat di kamar. Ya kak Mark." Setelahnya, Gya memutarkan tubuh dan berniat untuk melangkah pergi dari ballroom.
"Lo emang gak papa nih? Apa perlu gue temenin? Ke klinik kek apa kek? Gya! Jung Gya!"
Laungan nyaring Mark tidak dipedulikan. Kakinya tetap tekad ingin melangkah keluar dari kawasan ballroom.
Begitulah di fikirannya sebelum kemacetan mendadak membuatnya menghentikan langkah. Jalan di depannya diblokir oleh segerombolan orang tidak dikenali yang berdiri berjejeran memandangi satu arah.
Masing-masing dari mereka mengeluarkan kata-kata takjub yang entah kenapa bikin panasaran.
Gya mendelik dengan kening yang menukik tajam. Bisa-bisanya jalanan macet saat dirinya sudah buru-buru ingin pulang. Tubuhnya mencuba menyelit di antara kerumunan.
"Wah, mereka benar-benar pasangan yang serasi. Keluarga Kim dan Keluarga Lee pasti beruntung mempunyai penerus generasi seperti mereka."
Sebaik saja berjaya menembusi kerumunan, ia tidak bisa menahan mulutnya daripada melongo melihat pemandangan di depan matanya saat ini. Bahkan kedua matanya juga tidak bisa berbohong, terbelalak besar saat menyaksikan pemandangan di hadapannya.
Percaya tidak, ketika ini, ia menemui pasangan Jeno-Lia yang sedang berciuman intens di tengah-tengah meja bersama para Geng Arthdal lainnya yang kelihatan menyoraki mereka berdua.
Oh, jadi ini penyebab kesesakan lalu lintas sebentar tadi?
Sungguh tidak tahu malu sekali mereka. Bagaimana bisa berciuman di tengah-tengah kerumunan orang ramai yang melihat langsung tayangan berunsur plus-plus itu.
Manakan tidak, Lia yang sedang duduk di pangkuan Jeno kelihatan menikmati ciuman mereka bersama bahkan hingga ke tahap melumat kasar seolah-olah sedang menikmati makanan.
Kurang lebih satu menit, kakinya terpasak begitu saja di lantai itu tanpa menyedari kalau para kerumunan sudah bersurai. Menampilkan dirinya sendirian berdiri di tengah-tengah dengan tatapan yang sulit diartikan.
Dan sialnya, kini kesemua Geng Arthdal sedang memandangnya dengan sejuta senyuman di bibir.
Belum lagi dengan tatapan Lia yang kelihatan sekali sedang meremehkannya. Sementara Jeno, pria itu kelihatan sedikit kaget dengan kehadirannya di sana. Tapi tidak lama kerana setelah itu, cowok itu malah menampilkan senyum miring seolah-olah mencabar Jung Gya.
Smirk yang ditampilkan Lia serasa sedang mengantarkan signal mengatakan bahawa dia menyambut tantangan Jung Gya tadi petang.
"Gya! Loh, kok lo berdiri di sana sih? Mau nari?" Sapaan Yuqi yang entah datang dari mana meruntuhkan segala fikiran gadis itu.
Dia berpaling ke arah suara dan baru menyedari bahawa saat ini dirinya berdiri benar-benar di tengah lantai tari yang penuh dengan pasangan-pasangan yang sedang berdansa bersama.
Yuqi berlari anak mendekati sahabatnya bersama Lucas. Gya yang sebenarnya ingin pulang, terpaksa menghentikan niat.
"Ck! Tadi sok-sokan gak mau ikut. Pake alasan segala gak bisa nari. Malah sekarang lo yang berdiri di sini. Ngapain sih?"
Gya menggaruk keningnya sebentar. Sling bagnya yang sedari tadi tersangkut di bahunya diletakkan di atas meja.
Setiap gerak tangannya tidak luput dari tatapan Yuqi dan Lucas yang merasakan tingkah laku sahabat mereka malam ini benar-benar aneh dan tidak seperti kebiasaan.
"Oh my God! Babe! What are you doing?!"
Yuqi sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya saat melihat Jung Gya yang tiba-tiba melepas jaket yang sengaja dikenakan gadis itu untuk menutupi bahu bahagian atasnya yang terdedah.
Kini, Jung Gya yang tadinya berusaha sedaya upaya menyembunyikan dress separas lutut yang baginya sedikit menampilkan bentukan tubuhnya, mengeskpos langsung dress maut pilihan Somi untuknya.
Kemudian, matanya tajam mencari-cari seseorang dari dalam kerumunan.
"Kak Mark!"
Oknum yang dipanggil yang kebetulan sedang berjalan mendekati langsung tercekat di tengah perjalanan. Air yang baru saja diteguk dan bersedia untuk ditelan mendadak muncrat dari mulut melihat pemandangan di depan matanya.
Matanya memicing, melihat keberadaan Jung Gya yang kini dengan penampilan berbeda dari yang tadi ditemuinya.
Spontan, Mark mendekat memandangkan Yuqi dan Lucas juga berada bersama gadis itu.
"Loh, bukannya lo bilang mau pulang ya tadi? Beneran lo kan tadi yang gue temuin? Gue gak liat hantu or any paranormal entity kan tadi?"
Soalan bertubi-tubi keluar dari mulut Mark.
Bukan apa, ini benar-benar terlalu baru buatnya. Melihat penampilan seksi Jung Gya dengan gaya gaun off-shoulder separas lutut, rambut yang ditata menjadi sanggul french-twist, benar-benar bisa merusak kewarasan seorang pria normal sepertinya.
?
"Is this really you, Jung Gya?" Soal Mark tidak santai. Kedua keningnya berkerut seakan-akan tidak percaya jika ini Jung Gya.
"Iya. Ini benar-benar aku." Gadis itu tersenyum lembut. Menahan diri daripada memperlihatkan perasaan sebenarnya.
"Kak Mark..."
"Huh?" Mark terpempan, bengong sekaligus.
"Dance with me..."
"Huh?"
Gya ketawa kecil melihat respon Mark yang seperti burung beo. Dari tadi, huh hah huh hah mulu!
Tidak punya pilihan, Gya mendekati Mark dengan langkah yakin. Mengabaikan Yuqi dan Lucas yang benar-benar sedang kaget melihat perubahan Jung Gya yang bagi mereka, sedikit agresif? Mungkin.
"Just help me out this time."
"Hah?"
Kerana kesal Mark belum juga mengerti akhirnya Gya mengambil inisiatif sendiri. Kedua lengannya melingkari leher Mark, menarik pria berketurunan Kanada itu untuk mendekat ke arahnya.
"God damn it!" Mark mengumpat perlahan ketika ini.
Bingung, berdebar dan kaget bercampur menjadi satu saat melihat kelakuan aneh gadis yang berada di lengannya ini.
Tadi saat dilihat, cewek itu seperti orang yang sudah berputus asa untuk hidup. Seperti kesakitan dan kesedihan. Namun tiba-tiba, gadis ini tiba-tiba berubah menjadi sosok percaya diri seperti ini.
"Please, tolongin aku, kali ini aja. Ya?"
"Err...gue bukan gak mau nolongin lo tapi gu—"
Baru saja ingin menghabiskan ayat, mata Mark menangkap sorot mata seseorang yang memandang nya dari kejauhan. Cowok itu tercekat seketika kemudian memandang Jung Gya semula.
"Ya udah. Gue tolongin lo kali ini." Cowok itu berubah fikiran.
Tangan kekarnya yang sedari tadi terkepal di sisi tubuh naik melingkari pinggang Gya. Membuat posisi mereka ketika ini seolah-olah sedang berpelukan dengan intim.
Gya terkekeh pelan melihat Mark yang sepertinya plin plan dengan pilihan dirinya sendiri ketika ini.
"Plus gue juga butuh bantuan lo. Gak papa kan? Kalau gue...sedikit memperalatkan lo?"
Cowok itu bertanya sedikit ragu yang mana langsung mendapat geplakan perlahan dari Jung Gya di dadanya.
"Ck! Ternyata. Ku kirain kak Mark ikhlas mau bantuin aku."
Tindakan Jung Gya sedikit membuat Mark terhibur. Kini, keduanya sudah mula menari mengikut rentak muzik romantis yang dipasang. Lembut sepasang tubuh itu bergerak ke sana sini.
"Now talk to me."
"Ngomongin apa? Gue gak punya cerita buat diceritain." Sementara Jung Gya yang diam-diam memerhatikan sepasang mata di belakang bahu Mark, cowok itu juga sedang menilai reaksi seseorang.
Lea.
Sebenarnya Mark ingin menolak permintaan gila Jung Gya kerana cowok itu tahu, Jeno pasti akan marah besar. Bahkan sahabatnya itu belum bicara dengannya sama sekali sejak ia menemani Gya ke klinik malam itu.
Namun niat Mark itu langsung diurungkan apabila melihat Lea yang sedang menatapnya dengan tatapan sedih.
Iya, Lea adalah cewek yang cuba didekatinya. Tapi gadis itu malah memberikan respon negatif padahal sekali pandang, Mark tahu, Lea menyukainya.
Mungkin, ini bisa menjadi senjata untuk membuat gadis itu mengakui perasaannya.
Mark kembali mengalihkan pandangan pada Jung Gya yang sedari tadi mencuba mengintip ke belakang bahunya.
"Lo ngapain sih?" Cowok itu ikut cuba melihat kebelakang namun pantas dihalang Jung Gya dengan menangkup kedua rahang Mark agar tetap menatapnya.
Gya menggeleng pelan kemudian tangannya kembali melingkar di leher Mark.
"Pusing."
"Hah pusing? Maksudnya apa? Lo nyuruh gue pusing atau lo bilang kepala lo pusing?"
"Ck! Pusing badan. Biar Kak Mark bisa lihat ke belakang."
"Oh!"
Mark langsung mengerti sebelum melakukan seperti apa yang disuruh. Dan saat itu juga, seolah-olah ada satu bom atom yang kapan saja akan meletup di depannya.
Itu Lee Jeno! Sahabatnya itu, yang sedang bersama Kim Lia menatap ke arahnya dengan tatapan yang sangat tajam. Buat pertama kali, Mark kembali melihat sisi psikopat Jeno seolah-olah sudah bersedia akan membunuhnya.
Ahh, akhirnya ia mengerti rasional dari tindakan Jung Gya. Pasti kerana Lee Jeno.
Ludah ditelan kasar. Gawat nih! Kayaknya Mark harus langsung datang menghadap Jeno setelah ini kalau tidak ingin bangun dengan badan tanpa kepala.
Saking gementarnya, Mark kembali memusingkan tubuh mereka berdua kembali seperti posisi tadi.
"K-kita gini aja deh."
Jung Gya terkikih pelan mendengar suara Mark yang kedengaran bergetar. "Kenapa? Kak Mark takut ya?"
"Gila! Bisa-bisanya lo tanya kayak gitu!" Mark mengawal semula suaranya agar tidak terlalu ketara kalau ia sedang takut dengan Lee Jeno di belakangnya.
"Gimana reaksi mereka?"
"Ya gitu. Lo tau aja Jeno gimana."
Tapi bila difikir-fikir semula, bukankah Jung Gya sudah bertindak gila sekarang ini. Memancing-mancing Lee Jeno begini malah menggunakannya sebagai umpan. Apa tidak ada orang lain?
"Tapi, gue kasih peringatan awal aja ya. Lo tau kan Jeno seposesif apa sama lo saat SMA?" Mark menyoal, mengungkit kembali masa SMA mereka dulu.
Gya diam. Tidak berniat mahu menjawab.
"Itu baru SMA saat kita masih seusia 17 tahun dan sekarang, kita udah 22 tahun. Dan gue mau lo tau satu perkara, jangan pernah main-main sama Jeno. Bisa-bisa lo benar-benar diperawanin sama dia."
Iya, Jung Gya sedar dengan fakta satu itu. Lee Jeno bukanlah seseorang yang bisa diajak bermain. Apatah lagi menarik cowok itu ke dalam permainan antara dirinya dan Lia. Sama sekali bukan satu tindakan bijak.
"Apa lagi, lo udah berjaya lepas dari dia. So, jangan sampai lo kembali terjebak ke lobang yang sama. Gue takut, takut kalau lo gak bisa keluar lagi setelah ini. Jeno gak bakalan izinin itu berlaku."
Kata-kata akhir Mark entah kenapa benar-benar melekat di hati Jung Gya. Seakan-akan ada satu rasa menyelinap masuk ke dalam hati Jung Gya.
Ah, seketika ia menyesal. Dia harus sadarkan diri sekarang. Jangan mudah terpancing dengan jerat Kim Lia. Hidupnya sekarang sudah lebih mudah tanpa kehadiran orang-orang itu. Jangan sampai ia terjebak lagi.
Baru saja ingin melepaskan rangkulan, lengannya kembali merapat apabila menyedari tatapan Lee Jeno dan Kim Lia yang sedang bersamaan memandang ke arahnya.
And guess what, keduanya benar-benar kelihatan tidak bersahabat. Dan saat itu, satu senyuman kemenangan terukir di bibir Gya kerana ia bisa menyerang keduanya sekaligus.
Kim Lia yang tadinya duduk di pangkuan Jeno bangun dan berlalu dari sana bersama jutaan rasa kesal yang membuak. Jelas terlihat dari langkah kakinya yang terhentak-hentak sambil dikejar dari belakang oleh Nancy.
Serentak itu juga, tarian berpasangannya dengan Mark berakhir bersamaan muzik yang juga ikut bertukar.
Sejurus itu, Jung Gya kembali sadar dan bertindak pantas. Dia harus pergi dari sini sekarang juga melihatkan sorot mata Lee Jeno yang kapan saja akan menerkamnya.
Sling bagnya diambil bersama jaket yang ikut terdampar tidak bertentuan.
Langkah pertama ia ambil secara tergesa-gesa bersedia untuk lari dari sana. Alarm bahayanya seakan-akan sudah bernyala ke tahap terakhir.
Sreetttt
Belum sempat ia sampai ke pintu keluar, Jung Gya harus merasakan pinggangnya yang ditarik dari belakang dengan sebelah tangan kekar yang ia yakini tidak lain tidak bukan adalah milik Lee Jeno.
Tubuhnya terpusing ke belakang secara paksa sebelum menabrak dada keras yang memegangnya.
"Lo mau ke mana, hmm?" Suara serak itu menyapa gegendang telinganya. Gya mendongak, membalas berani tatapan pria di depannya.
Dapat dirasakan pegangan pada pinggangnya semakin dieratkan bersamaan tangannya yang melemah tidak tahu harus bereaksi bagaimana.
"Setelah lo pancing-pancing gue, lo mau pergi begitu aja? Not that easy, baby." Desisan suara tajam itu menusuk pendengaran Jung Gya.
Namun, kali ini Gya tidak akan mengalah. Ya, gadis itu akan melawan. Lagian mereka berada di khalayak ramai, Jeno pasti tidak akan berani bertindak jauh semata-mata untuk menahan dirinya.
Ia memberontak, mencuba melepaskan tautan lengan kekar itu dari pinggangnya.
"Kenapa, hmm? Lo gak suka gue sentuh. Tapi, lo suka menjaja diri lo ke teman-teman gue sampai mereka semua sampai berebut pengen milikin lo. Apa lo gak merasa malu sama diri lo yang udah mirip kayak jalang?"
Gerakan tangan Gya terhenti usai menerima lemparan kata-kata berbentuk hinaan itu.
"Oh ya? Aku mirip jalang? Yakin?" Suara gadis itu berubah serius membuat Jeno seketika menyesal dengan kata-katanya barusan.
Tapi, bukan Lee Jeno namanya kalau menunjukkan rasa penyesalan. Sebaliknya cowok itu menampilkan wajah datar andalannya.
Gya menapak berani, mendekatkan dadanya ke dada Jeno rapat. Sebelah tangannya naik menyentuh belakang leher cowok itu dan mendekatkan bibirnya ke telinga kanan.
"But for your information, Lee Jeno-ssi, this bitch that you say as whore, can bring you to heaven. The heaven that you never know exist!" Bisik Gya perlahan di telinga Jeno.
Suaranya sengaja direndahkan yang mana membuat pertahanan Lee Jeno runtuh seketika. Pegangan tangannya melonggar bersamaan dengan tangan Jung Gya yang kini menyentuh dadanya.
"Tapi, aku gak mau disentuh atau bahkan menyentuh bibir, dan tangan yang udah pernah dipakai sama cewek lain."
Entah dari mana Gya memperoleh kekuatan, jari telunjuknya menyentuh perlahan bibir dan tangan Jeno. Bisa dirasakan tindakannya itu membuat Jeno terperangah dan hampir mundur ke belakang.
Kesempatan ini digunakan Jung Gya untuk melepaskan diri. Tapi sebelum itu, ia kembali mendekatkan telinganya ke sebelah kiri.
"That's why I am still a virgin!"
______________________________________________
"Arghh!!!"
"Shittt!!!"
Jeno mengumpat kuat, meneriakkan segala kekesalannya ke arah hamparan lautan yang sama sekali tidak kelihatan. Jas yang dikenakan ditanggalkan dan dilempar kasar ke pasir.
Dua butang kemejanya ditanggalkan akibat rasa panas yang dirasainya. Tangannya menyugar rambut ke belakang.
Tindakannya ini secara tidak langsung menarik perhatian dua orang gadis yang kebetulan sedang berada di sekitarnya.
Sesiapa saja pasti akan kagum dengan pemandangan yang dilihat di hadapan mereka ketika ini. Ayolah, siapa yang tidak kenal Lee Jeno.
Cowok itu bisa membuat galau banyak anak perawan dan bahkan yang bukan perawan hanya dengan tatapan mata. Belum lagi wajah tampan mirip bule yang dimiliki cowok itu, pasti membuat para gadis teriak-teriak histeris.
Namun lihatlah, hanya kerana seorang gadis biasa, Jeno bisa segalau ini. Semuanya penangan Jung Gya.
Rasanya keputusan Jeno untuk datang ke pesta pertunangan Lucas adalah satu malapetaka terbesar di hidupnya. Sisi hitamnya kembali bangkit. Rasa ingin mendominasi Jung Gya sepenuhnya kembali berkobar-kobar.
Jeno tidak rela saat banyak mata-mata yang melirik gadis itu. Ia tidak bisa menahan diri daripada menatap tajam sesiapa saja yang berani menyebut nama Jung Gya.
Semua yang berkaitan dengan cewek itu tidak henti-henti membuatnya naik gila.
Rasanya dia bisa membunuh sesiapa saja yang memiliki fantasi untuk memeluk dan menyentuh Jung Gya. Sekalipun teman-temannya yang sudah mula memasang rencana seusai tahu gadis itu bukan lagi gadisnya.
Semuanya jadi kacau sejak malam itu.
"Gue gak peduli! Lo milik gue selamanya Gya. Milik gue!"
Mula tersulut emosi, Jeno berpaling, ingin kembali ke ballroom sebelum matanya memicing menyaksikan sesuatu yang benar-benar sudah memantik sisi gelapnya.
Sementara itu, Jung Gya yang sebelumnya sudah merasa lega kerana bisa terlepas dari Lee Jeno terpaksa mengurungkan rasa senangnya apabila ia harus berhadapan dengan satu lagi makhluk menyebalkan.
Eric. Cowok itu masih belum cukup membuatnya merasa sebal.
Kali ini, cowok itu sedang berdiri di hadapan Jung Gya dengan sejuta senyuman penuh arti.
"Minggir! Gue mau pulang!"
"Aipp, jangan dulu dong! Sini baby, kita senang-senang dulu." Gya menepis kuat tangan Eric yang mencuba menyentuh bahunya.
"Lo apaan sih? Tangannya jangan kurang ajar ya!" Jari telunjuk Jung Gya naik tepat di hadapan wajah Eric.
Masih tidak berganjak, cowok itu malah memegang telapak tangan Jung Gya dan menggenggamnya erat hingga cewek itu tidak mampu mundur.
"Nurut sama gue, atau lo mau gue bocorin identiti sebenar lo di hadapan semua orang di sini. Lo mau, hmm? Jung Gya?"
Eric sedikit menundukkan kepalanya hingga sejajar dengan wajah marah gadis di depannya ini. Ahh, bukannya menyeramkan, wajah itu kelihatan menggemaskan dan pas untuk dicium.
"Atau harus gue bilang, Kim Gya."
Seketika jantung Jung Gya seakan-akan terhenti mendengar namanya yang disebut oleh Eric. Nama sebenarnya dengan marga Kim.
"Nah, gitu dong. Kan kalau dari semalam lo nurut kayak gini, gue gak perlu susah-susah kayak gini. Pakai ugut segala."
Eric bisa tersenyum senang saat Jung Gya tidak lagi melawan keinginannya. Tangan gadis itu yang berada di genggamannya diletakkan di bahunya sebelum kedua tangannya diletakkan di pinggang ramping itu.
Ditarik sedikit tubuh itu agar dekat ke arahnya.
"Jangan tegang, sayang. Gue gak bakalan apa-apain lo kok. Just one dance okay."
Tangan cowok itu mencuba menyentuh pipi Gya yang mana langsung ditepis kasar gadis itu.
"Gue udah sudi nari sama lo, tangannya jangan kelayapan atau gue tendang lo di sini juga!" Peringat gadis itu.
Sungguh ia benci berada dalam situasi begini. Bagaimana juga Eric bisa tahu tentang identiti sebenarnya? Padahal ia sudah berusaha sedaya upaya agar rahsia itu terkubur dalam tanpa ada satu pun yang tahu.
"Sama sekali gak nyangka, lo sama Lia ternyata kakak adik. Or should I be specific, kakak-adik tiri."
"Mujur aja gue sempat dengar saat kalian bicara tadi siang. Thanks to that, akhirnya gue bisa punya kesempatan buat nyentuh lo kayak gini." Bibir Eric ternaik sebelah. Menunjukkan seringainya yang mirip serigala.
"Jangan pernah lo bocorin fakta ini ke sesiapa pun. Kalau gue tahu, gue bisa bunuh lo!"
Peringatan itu umpama angin lalu bagi Eric. Ayolah! Gadis kecil seperti Jung Gya, berani mempunyai keinginan untuk membunuhnya. Oh, tidak sama sekali. Its never gonna be happen.
"Ck! Lo berbeda dari Lia. Dia itu sombong, angkuh, percaya diri, licik. Sementara lo. Lemah, mudah tertipu lagi. Gimana bisa kalian jadi kakak-adik."
Awalnya juga Eric sampai tidak percaya dengan ini semua. Namun setelah menyelidiki daripada Nancy yang mabok diranjangnya tadi, nyatanya fakta itu benar adanya.
"Tapi ada satu yang kalian sama. Ngomongannya! Suka nyelekit!"
"Hey! Jangan melampaui batas, ya!"
Gya hampir berteriak saat Eric mencuba mengecup bibirnya. Mujur saja muzik kali ini sedikit nyaring yang mana membuat teriakannya tidak bisa didengar.
"Okay, okay. Jangan marah dong, sayang. Galak amat sih!"
"Stop your nonsense. Ayo cepat selesaiin ini dan setelah itu, gue mau lo lupain semua hal yang lo tahu. Termasuk tentang gue dan Kim Lia. And one more thing, my name is Jung Gya. Not Kim."
"Haha! You look so cute when mad like this."
Gelegar tawa Eric kedengaran tapi tidak lama kerana cowok itu kembali mempamerkan wajah seriusnya.
"Gak semudah itu sayang. We must give and take. Untuk gue kasih apa yang lo mau. Lo harus kasih apa yang gue mau." Kali ini, ia mula memasang jerat, bersedia memerangkap gadis itu ke dekapannya.
"Apa yang lo mau?"
Melihat peluang di depan mata, Eric mula menjalankan misinya. Ia tersenyum jahil sambil menghimpit gadis itu ke bahagian depan tubuhnya.
Tangannya merayap pantas ke belakang, menyentuh kulit belakang Jung Gya yang terdedah. Bisa dirasakan tubuh gadis itu menegang.
"On my bed, tonight!"
"Dasar bajingan!!!"
Kali ini, Gya sudah tidak bisa bertoleransi dengan pria di depannya ini. Teriakannya menggema apabila tangan cowok itu bertindak meremas bokongnya.
Serentak itu, Gya menendang selangkangan Eric dengan hujung sepatu tajamnya. Membuat cowok itu tertunduk memegangi selangkangannya yang terasa perih.
Dengan nafas turun naik, Jung Gya sudah ingin menonjok wajah Eric sebelum segalanya berubah sekelip mata apabila Eric sudah mula tersungkur menerima terjangan seseorang dari tepi.
Akibatnya, tubuh Eric terjerembab melanggar meja yang di atasnya tersusun gelas wine tinggi membentuk piramid. Meja itu roboh bersamaan gelas-gelas yang pecah.
"Bajingan! Lo siapa nyentuh dia, hah?! Lo siapa berani nyentuh cewek gue?!"
Gya tertegun kaget melihat tubuh belakang yang sedang menghajar Eric dengan bogemannya.
Seakan-akan tersedar, akhirnya Jung Gya berteriak mencuba menghentikan Eric yang tidak bisa melawan. Manakan tidak, cowok itu sudah lemah kerana titik pusatnya yang baru ditendang oleh Jung Gya. Kini menerima serangan Lee Jeno yang lebih kuat darinya.
"Kak Jeno!! Stop! Kak!!"
Suasana pesta mendadak kacau apabila berlaku kegaduhan. Beberapa Geng Arthdal lainnya cuba menghentikan Jeno yang menghantam Eric habis-habisan.
Tapi itu semua tidak berhasil kerana Jeno sudah seperti kerasukan reog.
Berkali-kali ia menonjok Eric hingga babak belur.
"Gue peringatin! Dia cewek gue! Sesiapa yang nyentuh dia bakal berhadapan langsung dengan gue! Bahkan kalau orang itu sahabat gue sendiri!"
Kali ini, peringatan Jeno itu bukan untuk Eric saja tapi untuk semua mereka yang ada di sana.
Jung Gya terdiam, beku di tempatnya. Apakah ini? Apakah ia akan termasuk ke dalam sangkar itu lagi?
Kakinya sudah ingin melangkah mundur tapi tidak berhasil kerana Jeno yang kini sedang memandangnya pantas menarik tangannya.
Tanpa permisi, Jeno menarik Jung Gya untuk ikut dengannya.
_______________________________________________
"Kak Jeno!! Lepasin aku! Lepas! Kita mahu ke mana sih?!"
Biar berapa kali pun Gya berteriak, Jeno sudah tekad kali ini. Jung Gya akan kembali menjadi miliknya agar tiada sesiapa pun bisa menyentuh gadis itu sesuka hati lagi.
Hanya dia yang berhak! Hanya dia!
"Sakit kak! Tangan aku sakit! Please lepasin!"
Suara lirih itu kedengaran merayu-rayu di telinganya tapi tampaknya Jeno sudah dibutakan dengan rasa marahnya. Ia tetap mengheret gadis itu menuju ke tempat parkir di mana keretanya diletakkan.
Sampai akhirnya keduanya berada di taman berdekatan parkir, Jeno mendudukkan Jung Gya secara paksa di atas bangku taman.
"Lo coba lari, gue bakal lakuin lebih parah daripada ini! Jangan cabar gue!"
Sempat cowok itu memberi amaran sebelum mengeluarkan ponselnya daripada celana.
"Hello, Sungchan! Sediain jet peribadi gue sekarang di tempat biasa. Dalam masa sepuluh menit gue sampai!"
Mata Gya membulat besar mendengar arahan yang keluar dari bibir Jeno kepada orang bawahannya.
Jet peribadi? Kenapa sampai harus melibatkan jet peribadi sih? Emangnya mereka akan ke mana?
Pergelangan tangannya yang berada dalam cekalan cowok itu dipandang seketika. Gya melarikan pandangan pada pos satpam yang berada berhampiran.
Lebih kurang 100 meter. Gya harus bisa melepaskan diri daripada Jeno dan berlari meminta bantuan dari para satpam. Setelah itu, ia akan meminta satpam menelefon Yuqi agar gadis itu datang menyelamatkan nya.
Begitulah idea melarikan diri spontan yang ada dalam fikiran Jung Gya.
Lee Jeno yang baru saja habis bertelefon, mengambil tempat di sebelahnya sembari memejamkan mata.
Jeno sedang meredam rasa marahnya agar tidak terlampiaskan pada gadis di sebelahnya. Ia tidak mahu tindakannya yang disalut rasa bersalah akan membuatnya melakukan hal yang berlebihan kepada Jung Gya.
Wajah terpejam Jeno dan pos satpam dipandang berselang-seli. Dalam hati, ia sedang mengumpulkan segala tenaga dan kekuatannya serta keberanian untuk lari sebelum Jeno sedar.
1
2
3
Baru saja mengambil satu langkah, Jung Gya tidak bisa melanjutkan langkah apabila pinggangnya sudah terlebih dahulu ditarik kasar oleh Jeno hingga tubuh gadis itu tertarik ke belakang dan terduduk di pangkuan Lee Jeno.
Belum habis keterkejutan cewek itu, Gya sekali lagi terperangah apabila Jeno bertindak menarik wajahnya dan meraup bibirnya secara paksa.
"Hmpphh!! Hmmphh!! Hmpphh!!"
Gya berusaha berteriak dalam ciuman kasar cowok itu. Bisa Gya rasakan nafas berat Jeno yang terus-terusan berhembus di sela-sela tautan bibir mereka.
Sepasang tangannya tidak henti-henti menumbuk keras dada cowok itu mencuba melepaskan diri.
Bibirnya ditutup, menolak desakan lidah Jeno yang cuba menerobos masuk. Sedar dengan gerakan tangannya yang langsung tidak memberi kesan pada pria di depannya itu, tangannya merambat naik ke belakang kepala Jeno.
Dengan kuat, rambut belakang cowok itu dijenggut kasar. Berharap agar tindakannya itu bisa membuat Jeno kesakitan dan melepaskan tautan.
"Arghhh!!"
Tapi tampaknya tindakan itu menyebabkan Jeno semakin bergairah dan menggigit kasar bibir bawah Jung Gya bersamaan tangan yang meremas sebelah dada gadis itu, memaksa agar Gya membuka mulutnya.
Ciuman kali ini terasa berbeda dan lebih menuntut daripada dua ciuman sebelumnya.
"Mmhhh... Kakkhhh... Hhhh..."
Kali ini, ciuman Jeno berpindah turun ke bahagian leher Jung Gya yang terdedah. Gadis itu berusaha sedaya upaya menahan desahan dengan tangan yang tanpa sedar terus-terusan menjambak kasar kepala Jeno.
Hei, Jung Gya benar-benar bodoh. Itu malah akan menambah kegairahan Lee Jeno untuk memangsanya.
"Ahhhhh!!!"
Kali ini, Gya benar-benar tidak bisa menahan desahannya saat merasakan lehernya yang digigit perlahan oleh Jeno sebelum cowok itu melepas semua pegangannya pada Jung Gya.
Memindahkan tubuh cewek itu kembali ke bangku.
"Kak Jeno!!" Gya memegang lehernya, menutupi bekas gigitan yang pastinya meninggalkan jejak berwarna merah.
Pandangan mata itu kelihatan tajam menikam wajah Jeno yang sedang tersenyum nakal memandang nya.
"Gimana? Enak, kan?"
"Pervert!!"
Gya berteriak kesal, menanggalkan flat shoes miliknya dan melemparkan kasut hitam itu tepat ke wajah Jeno.
"Arghh!" Cowok itu menutup hidungnya yang terkena lemparan.
Kesempatan ini diambil Jung Gya untuk bangun dan berlari pantas ke arah pos satpam.
"Lo mau ke mana?!"
Belum sempat Jung Gya ingin berlari menjauh, ia harus sekali lagi menjerit tertahan sebaik saja tubuhnya tiba-tiba terasa melayang.
"Lo emang mencabar gue Gya. Benar-benar mencabar gue!"
"Aaaa!! Kak Jeno lepasin!!"
Sungguh Jung Gya sudah benar-benar ingin menangis sekarang apabila menyedari dirinya sudah berada di bahu cowok itu. Digendong seperti karung beras.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka. Tahulah dirinya kalau harapan untuk melarikan diri itu sudah musnah kerana mobil itu dipandu oleh pembantu peribadi Jeno.
Tidak mempedulikan teriakannya, Jeno membawa Jung Gya menuju ke mobil. Walau berkali-kali pun ia menumbuk belakang tubuh Jeno, cowok itu tetap tidak terkesan.
Yang ada malah tangannya terasa sakit!
"Jangan berontak kalau lo gak mau gue lempar ke aspal!"
"Kak Jeno jahat!"
"Yeyeye. Terserah lo mau ngomong apa!"
Amarah Jung Gya sama sekali tidak dipedulikan. Cowok itu malah bersiul senang menuju ke arah pintu mobil yang sudah terbuka.
Bebelan Jung Gya dipandang ringan oleh Jeno.
Gemas dengan mulut nya yang tidak bisa diam, telapak tangan besar Jeno sesekali menampar bokong gadis itu sedikit kuat. Omelan Jung Gya lagi-lagi kedengaran atas tindakan itu.
"Jahat! Kak Jeno jahat!"
Sebaik saja masuk ke dalam mobil, Jeno langsung menyuruh Sungchan menggerakkan mobil.
"Iya terserah lo mau ngomong apa! Lama-lama entar gue tambahin cupang lo biar tau rasa!"
Kedengaran dengusan tidak berpuas hati Jung Gya mengingatkan lehernya yang sudah ternodai cupang karya Lee Jeno.
"Atau lo mau gue perawanin di mobil ini sekarang, hmm?"
Ohh, baiklah kali ini Jung Gya mengaku kalah usai mendengar bisikan cowok itu di telinganya.
Bersambung.....
Wow! Ikan cupang debut guys!
Ya gitulah. Mereka kembali pacaran guys.
Next chapter bakal membongkar satu rahsia besar masa lalu Jung Gya. Jadi mohon ditunggu ya kelanjutannya.
Maaf kalau semakin lama semakin gak jelas aja cerita ini.
Hehe...
Vote dan komennya jangan lupa ya guys. Promotin cerita ini ke teman-teman nctzen kalian.
??????????????????????????????
Share this novel